Chapter 35. Nyanyian
"Oh iya, kok kamu udah siuman Fir?" tanyaku sambil memegang pipi kiriku. Firma menoleh menusukkan mata melototnya ke arah mataku. "Eh, maksudku ... gini, kemarin aku jenguk kamu. Kamu di ICU dan tadi pagi Kak Rizal telepon ...."
"Kak Rizal? Siapa?" potong Firma.
"KakDok. Dia telepon pagi katanya kondisi kamu memburuk."
"Jam berapa KakDok teleponnya?"
"Pagi-pagi. Mungkin sekitar ... delapan atau sembilan pagi."
"Sekitar jam delapanan aku udah siumam kok. Malah aku sempat bertemu dengan kakdok dan kaksus. Terus kata KakDok, kondisiku juga udah bagus jadi ya dipindahin ke ruang Mawar." Aku terdiam mendengar penjelasan Firma.
Terus maksud KakDok soal Firma yang kondisinya memburuk apa? Aku terdiam sesaat dan mengirim sms menanyakan maksud dari perkataanya KakDok.
"Kau ngapain Dik?"
"Sms ke KakDok," jawabku singkat. Tak lama handphoneku berdering karena balasan dari KakDok.
From : Kakdok (Rizal)
Tee-hee(~^.^)~
Sebenarnya kakak pengen liat reaksi kamu pas kaget. Tapi karena tugas ya~ kakak ke Jakarta lagi (T.T)
Oh iya, tadi kamu telepon ya? Pasti mikir HP kakak tidak aktif? Sebenanya itu NSP. Jadi ya, maaf. Salam buat Firma ya! Jangan bawa dia kemana-mana dia masih tahap pemulihan.
Tee-hee endasmu Dok! Lu kira ini anime apa pake tee-hee segala, ujarku dalam hati kala membaca smsnya.
"Kenapa?" tanya Firma yang terlihat bingung.
"Enggak. Eh, kenapa kamu malah keluar? Kata kakdok 'kan gak boleh terlalu banyak gerak?"
"Sebenarnya aku dilarang untuk keluar. karena kau taukan," jawab Firma sambil menujuk kepalanya.
"Oh ... gak ada otaknya ya?"
Firma memukul bahuku.
"Oh iya, kata KakDok juga kau katanya nungguin aku semaleman sampai tertidur di kursi ya?"
Aku menggeleng pelan. "Enggak! Ngapain juga nungguin? Aku emang nungguin cuma gak sampai ketiduran di kursi," jawabku sambil membuang muka.
"Ah bohong!" Firma tertawa renyah. "Kalau kau berbohong pasti membuang mata guna menghindari adanya kontak mata, 'kan? Soalnya kau gak mau lawan bicaramu sadar pupil matamu yang membesar dan mengecil secara tidak wajar, alur pernapasan juga denyut jangung."
Aku mengerutkan dahiku terkejut Firma mengetahui hal itu. "Darimana kamu tau soal itu?" Firma merogok saku pasiennya dan menunjukan sepucuk kertas sambil tertawa pelan, segera kuambil dan kubaca.
Assalamu'alikum, Firma ini kakdok (^^)
Ini surat kakak buat kalau-kalau kakak pergi ke Jakarta, jadi baca pelan-pelan aja ya. Sebelumnya, mungkin kamu sedikit bingung kenapa kamu dirawat di sini, tapi tidak usah khawatir ada kenalan kakak yang menangani kamu. Oh iya ngomong-ngomong soal khawatir, teman kamu lebih khawatir lho (~,~'l|) dia mau nemenin kamu tapi gak bisa soalnya dia diduga pakai narkoba. Abis di interograsi langsung ke rumah sakit. Besoknya dia sempet terlibat masalah juga, ya masalah yang cukup rumit. Malemnya dia bela-belain nginap nungguin kamu semalaman dan nemenin selama kamu koma. Ya, intinya dia khawatir banget, coba kamu tanya aja sama dia. Tapi kalau ditanya kadang dia bohong, nah kalau dia bohong biasanya suka menghindari kontak mata soalnya dia gak mau orang melihat pupil matanya yang tidak wajar. Kalau di teliti lagi napasnya gak karuan, dan denyut coba pegang pergelangan tanganya sebab nadinya juga gak karuan. Jadi, kalau dia begitu tandanya dia bohong. Baiklah, semoga kamu berhasil mengorek kekhawatiran dia, good luck ya =3, semoga lekas sembuh, salam!" Aku terdiam sesaat setelah membaca surat ini.
"Nih dokter kok surat aja pakai emoticon sih?" tanyaku sewot.
"Yey, dokter gaul itu namanya," bela Firma sambil merebut kertas itu. Sejenak aku membayangkan bagaimana ia menulis resep dokter dengan emoticon kiss.
"Gak sekalian aja 'Hellow every badeh!'" celotehku. Firma hanya tertawa pelan.
"Sebenarnya yang masalah bikin heboh satu rumah sakit itu apasih. Aku nanya KakDok dan KakSus gak ada yang mau jawab."
"Bukan masalah besar, mereka aja yang heboh sendiri," jawabku singkat.
"Tapi benarkah kau mengkhawatirkanku?"
"Iya," jawabku pelan sambil memandang indahnya langit biru. Firma tampak kebingungan dengan jawabanku.
"Katanya kalau ngehindari kontak mata bohong. Aku tanya soal yang nginep kamu jawabnya 'Enggak' sambil ngehindar. Aku tanya soal khawatir kamu jawabnya 'Iya' sambil liat ke awan. Dua duanya bohong dong?"
Aku hanya tertawa pelan mendengar celotehnya dan mengambil jeruk di pangkuannya. Kutanggalkan sarung tanganku dan mengupas jeruknya.
"Kenapa kau masih pakai sarung tangan?"
"Pengen aja," jawabku pelan sambil memberikan beberapa jeruk kepadanya. "Nih makan."
Firma hanya mengangguk pelan. "Manis," ucap Firma.
"Makasih."
"Jeruk. Jeruknya."
Aku hanya tertawa pelan.
"Oh, iya kau kenapa pas waktu disana jalan ke tengah?" tanya Firma.
Aku menggelengkan kepalaku. "Entahlah, aku hanya seperti mendengar suara yang memanggilku." Firma hanya terdiam. "Lekaslah sembuh, kita akan pergi untuk liburan," ujarku pelan sambil tersenyum.
"Serius?" Aku mengangguk pelan. "Eh tapi urusan kamu yang ...."
"Sttt!" Aku memotong pembicaraan Firma. Kutatap matanya dalam-dalam memberikan arti bahwa, "Itu hanyalah masa lalu dan tak perlu dilanjutkan". Firma hanya mengangguk pelan sambil tersenyum. Aku kembali mengenakan sarung tanganku dan memandang indahnya langit. Sejenak Aku menghela napas pelan dan mulai bersenandung.
"I swear I see a season change,
more often than I see your face,
November come and went, the summer left without a trace,
and I'm left with distance on my mind." Aku tersenyum sejenak seraya menoleh ke arah Firma.
"Cie ...," goda Firma.
Aku hanya tertawa pelan.
"Terusin Dik," pinta Firma. Aku mengangguk dan kembali menarik napas.
"Was it me, that caused you to just pack up and leave?
When you did you took everything,
I just hate seeing you without me.
I'm better with you,
you're better with me,
I still miss all our night,
even fight we're better with you,
you're better with me,
there is nobody else
who can love me the way that you do,
better than you,
I still miss all our days,
and the ways you would carry me to,
I'll carry you too,
there is nobody else
who can love you the way that I do."
Aku terus bernyanyi hingga selesai, selama bernyanyi kenangan-kenangan manis dan pahitnya berdatangan. Saat pertama kali berkenalan, saat Firma pergi dan meninggalkanku di taman Johar Baru, saat Firma tertawa mendengar perkataanku, saat Firma marah dan menangis di tempatku. Diakhir lagu, Firma membikan tepuk tangan.
"Lagu siapa itu?"
"This Wild Life, judulnya 'better with you.'"
"Kok gak tau ya?"
"Lagu di zamanku kan. Lagian gak mungkin lagu pop terkenal di dua zaman kecuali kalau ada yang ngecover." Firma mengangguk setuju.
"Oh, iya omong-omong gimana perasaan kamu di zaman ini?"
"Lumayan. Walau agak aneh juga kok masa depannya gini ya?" jawabku sambil tertawa pelan.
"Emang menurut kamu masa depan itu kaya gimana?"
"Ya ... manusia terbang atau mobil terbang, sejenisnya lah."
Firma tertawa pelan. "Ya, kita memang belum bisa bikin yang kaya begitu. Walau di beberapa negara lain udah ada yang bikin. Tapi benarkah masa depan Indonesia seperti itu?" tanya Firma sambil menatap burung yang bertengger di dekat air mancur. Aku menggelengkan kepala tak tahu dan ikut mengamati burung yang tengah bernyanyi merdu. Tak lama ada burung lain yang menghampirinya dan ikut bernyanyi, lalu berdatangan burung-burung lain dari berbagai jenis bernyanyi dan warna dengan merdu. Bersamaan dengan itu Firma menjelaskan sebuah pernyataan yang ia dapat dari buku tentang masa depan Indonesia. Aku hanya terdiam tak bisa memberikan komentar tentang kutipan itu.
"Mungkin itu benar juga," ujarku pelan sesaat setelah mendengar perkataan Firma. "Omong-omong, kok jadi dingin ya?" Aku segera merapatkan jaket mantelki.
"Dingin? Gerah kali."
"Entahlah kok agak dingin aja ...."
Tiba-tiba aku seolah-olah mendengar suara detak jantungku, disusul dengan batuk yang hebat. Firma dengan cepat mengusap-usap punggungku. Dua, tiga ... enam kali aku mendengar detak jantungku teramat jelas.
"Eh?"
***
Dipublikasikan pertama kali:
2 Juli 2016
Dengan sedikit pengubahan:
20 Februari 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top