Chapter 16. Déjà Vu
Aku terbangun karena mendengar suara adzan. Ku regangkan tubuhku sambil berdiri dan memutarkan pinggangku, "Adzan Ashar ya," ujarku sambil menutup mulutku yang masih menguap. Aku segera pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, "Saking nyenyaknya tidur, gak kerasa udah Ashar," ucapku sambil mengenakan kembali baju yang sama saat sholat dzuhur.
Aku segera melangkah turun menyisir tangga, terlihat pak RT juga tengah berjalan dengan baju yang sama. Perasaan kok agak aneh ya, gumanku melihat pak RT yang berjalan sambil menundukan kepalanya. Sama seperti sebelumnya, hal itu membuatku enggan untuk menyapanya. Akhirnya, kuputuskan seperti tadi berjalan di belakang pak RT dan tibalah di masjid yang sama. Aku tetap berdiri mengingat sebentar lagi iqomah akan dikumandangkan, tak lama anak kecil yang siang tadi berlari ke arahku dan duduk di sampingku. Ia juga pmasih mengenakan pakaian yang sama seperti sebelumnya.
"Hai!" sapaku pelan sambil tersenyum manis. Anak itu hanya terdiam melihatku dengan tatapan dingin. Tak terlihat sama sekali ekpresi senyum dari wajahnya, walaupun hal itu tak mengurangi nilai imutnya di mataku.
"Kok diam aja? Masih sakit ya?" tanyaku lagi sambil memegang pundaknya. Reflek, anak itu segera bergeser menjauhiku. Lho? Kok, aku bertanya dalam hatiku melihat ekpresi wajahnya yang begitu takut. Belum sempat aku beranjak untuk mendekatinya. Seorang pria duduk diantara aku dan anak kecil itu. Kenapa tuh bocah, kaya ngehindar dari gue? tanyaku dalam hati.
Tak lama iqomah yang merdu masuk ke lubang telingaku. Seruan tanda kalau shalat akan di laksanakan telah di perdengarkan. Beberapa masjid mulai mengumandangkan seperti layaknya saling menjawab panggilan satu sama lain. Kulihat anak itu segera berdiri lalu membenarkan pecinya, sadar tengah ku perhatikan anak itu terlihat gugup dimataku. Aku hanya mengerutkan dahiku bingung melihat tingkah anak itu. Yaudah deh, sholat dulu.
"Assalamu'alaikum warahmatullah." Imam mengucapkan salam takhiyatul akhir tanda shalat telah dilaksanakan. Aku mengucapkan salam sambil menengok ke arah kanan dan kiriku. Dengan tetap memperatahankan posisi duduk takhiyatul akhir-ku dan angkat tanganku dan berdo'a dengan do'a yang sama seperti sebelumnya. Aku pernah membaca artikel jika Allah senang bila umat-Nya berdo'a dengan suara pelan dan dengan tutur bahasa yang tidak dibesar-besarkan atau serta mengulang-ulang permintaannya.
Brug!
Terdenar suara yang cukup keras dari luar masjid. Aku segera menghampiri sumber suara itu untuk melihat apa yang terjadi, terlihat anak kecil yang tadi sedang terlentang di jalan. Busyet tuh bocah jatuh lagi.
"Adududu." Aku segera membantu anak itu untuk berdiri, "Jatuh lagi kan? Kan, udah kakak bilang jangan lari-larian, jalan aja," jelasku sambil mengendongnya dan menyuruhnya untuk duduk di lantai masjid. Anak itu hanya terlihat bingung dan melihat ke arahku dengan mata yang sedikit berair.
"Mana coba kaka liat," ujarku sambil melihat lututnya. Tampak beberapa goresan sepanjang tiga cm di lutut kanan dan kirinya. "Bentar ya." Aku segera mengambil air yang ada di toilet masjid dengan gayung dan mengusap lututnya yang berpasir juga lutut yang lecet.
"Sini, kaka pasangin sarungnya ya," Anak itu hanya menggeleng dan segera berlari meninggalkanku. Eh tuh anak main ninggalin aja. Untuk masih kecil, kalau udah gede, gue jitak tuh, omelku kesal. Tapi gak deng, kasian anak orang. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil melangkah pulang.
Di tengah perjalanan, aku tersadar bahwa suasana sangat sepi juga dingin. "Duh, kok kaya yang mau hujan," ujarku pelan sambil memandang langit yang agak gelap. Segera aku berlari ke kamarku. Tak sampai lima menit aku sudah sampai di kontrakanku.
"Assalamu'alaikum," ucapku sambil membuka pintu dan langsung berjalan ke arah dapur. Rasa haus karena berlari menaiki tangga kurasakan di leherku. Setiap hari naik turun tangga bisa kecil nih perut, ujarku sambil mengelus-ngelus perutku yang memang buncit. Aku beranjak ke arah ruang tengah sambil memegang gelas yang masih penuh dengan air dingin.
Masih jam 12.30 ... buat tidur lagi enak nih, ujarku dalam hati sambil meminum pelan. Eh... 12.30? tanyaku dalam hati seraya mengusap mulutku yang basah karena tersedak kaget.
"Lho, kok, masih jam 12.30?" ujarku sedikit kaget juga tersadar kalau sekarang masih siang.
Kok bisa? tanyaku lagi sambil tetap memandang jam dinding, tunggu, tadi juga pak RT sama anak kecil pakai pakaian yang sama. Dan juga beberapa kejadian yang tadi juga sama, gumanku sambil meletekan gelas di meja. Oh iya! Tadi juga tuh anak kecil keliatan bingung banget, apakah tadi gue emang mimpi? atau gue bisa melihat beberapa kejadian entar beberapa saat kemudian? Atau ini déjà vu? Beberapa pertanyaan dan spekulasi mulai bermunculan karena kejadian ini. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari kamar di sampingku. "Ah Firma!" seruku. Aku segera berlari ke luar dan melihat Firma tengah mengunci kamarnya. Terlihat Firma mengenakan pakaian yang sama dalam mimpiku.
"Ah hai Dik! Mau..."
"Kamu mau pergi kan?" tanyaku memotong pembicaraannya.
"Ah... iya, ini aku juga mau ngajak kau buat..."
"Buat pergi ke petshop temanmu kan?" tanyaku lagi. Firma hanya terdiam tak menjawab pertanyaanku. "Dengar aku tau kamu sangat buru-buru tapi dengarkan aku dulu!" ujarku sambil membuka pintu kamarku lebar-lebar dan menyuruh Firma masuk.
"Masuk dan duduklah! Cepat!" Aku memerintah Firma untuk segera duduk, segera ku ambil kursi yang ada di meja makan dan ku tempatkan di depan Firma.
"Dengar! Aku tau aku sekarang ini saja sudah cukup gila dengan keadaan dimana aku hidup di masa depan, dan sekarang aku bisa melihat masa depan, dan engkau adalah bukti nyatanya Fir!" Segera aku meminum air di gelas tadi lalu memandang wajah Firma dalam-dalam. "Dengarkan sekali lagi, aku ... bisa melihat masa depan!"
***
Dipublikasikan pertama kali:
13 Juni 2016
Dengan sedikit pengubahan:
14 September 2016
#P.S. Maaf telat harusnya di publish-nya 13 September 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top