Prolog

Vanessa menegak cangkir kecil berisi sake yang berada di tangannya dengan sekali teguk, menikmati aliran panas dalam darahnya yang naik ke otaknya setiap kali cairan itu masuk melewati kerongkongannya. Vanessa menggunakan telapak tangannya sendiri sebagai penopang kepalanya yang terasa semakin berat.

Rambutnya yang hitam lurus sepanjang bahu itu diacaknya dengan tangannya yang tidak digunakan sebagai penyangga kepalanya.

Sekali lagi dia menuangkan sake ke dalam cangkirnya yang sudah kosong sebelumnya.

Namun sebuah tangan besar dan kaku menahan gerakan tangannya yang sedang menuang botol sake tersebut.

"Jangan minum lagi, Va! Jangan harap gue mau anterin lo pulang ya! Ogah!" kata suara berat sang pemilik tangan yang sedari tadi duduk di hadapan Vanessa dengan tidak sabar. Sudah dua jam lebih lelaki itu, Abby, harus menemani Vanessa menggerutu tanpa henti di restoran jepang ini.

Kesadarannya kembali saat mendengar suara sahabatnya itu memakinya, "Bawel banget sih!" gerutunya kesal, "Dalam idup gue, udah ada nyokap gue yang bawel, jadi lo nggak usah ikut-ikutan rewel deh By!"

"Ya, gue sih nggak peduli kalo lo mabok cuma tidur doang dengan manis. Masalahnya kalo lo mabok, susahnya bagi-bagi orang lain, nyong! Kalo lo berani jackpot lagi deket-deket gue.." Abby mengancam sambil bergidik ngeri membayangkan entah berapa banyak kejadian dimana dia harus membersihkan dan menyelesaikan hasil perbuatan perempuan urakan satu itu.

Vanessa tampak tidak peduli dengan ancaman lelaki tersebut dan malah menggeleparkan tubuhnya sendiri seperti orang kesetanan sambil merengek kesal, "Gue sebel By! Gue sebeel!!"

Kini giliran Abby yang menopang kepalanya santai sambil memperhatikan ke-exorcist-an perempuan itu yang sudah sangat normal dilihatnya.

"Mau kawin kek, mau nggak kawin kek, itu kan urusan gue! Kenapa yang namanya emak-emak musti rempong ngurusin gituan sih?!" Vanessa merengek dalam monolognya.

"Nyokap lo takut lo nggak laku udah umur segini," jelasnya sambil menyelipkan ejekan.

Vanessa berdecak sambil memandang dengki kepada Abby, "Gue nggak butuh komentar lo kali, nyong!"

Abby mengangkat bahunya dengan gaya menyebalkan sambil meneguk sake di tangannya dan memutuskan untuk bungkam.

Vanessa terdiam, menunggu dalam keheningan. Sampai kemudian dia tidak sabar sendiri. "Ngomong dong, By! Jangan diem ajaa!" rengeknya sambil kembali menggelepar di depan Abby.

"Anak sarap!" Abby memandang gadis itu kesal sambil menempeleng perlahan kepalanya, "Nyokap lo suruh lo kawin emang udah ada calonnya?!" tanyanya retoris karena tahu dengan jelas bahwa sahabatnya itu sedang tidak berpacaran saat ini, "Lempar balik ke nyokap aja," usulnya.

"Itu dia!" kata Vanessa terlihat semakin depresi, "Nyokap mau nyomblangin gue sama kenalannya! Mending cakep! Udah gendut, jelek, tua lagi!" dia mengidikkan bahunya seolah-olah sangat jijik saat bayangan lelaki yang dideskripsikannya itu masuk dalam pikirannya. "Mendingan gue sekalian kawin ama lo kali, nyong!"

Abby terdiam beberapa saat sebelum kemudian dengan santainya melanjutkan, "Ya udah gitu aja."

"Ha?"

"Merit sama gue aja, Va."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top