Chapter 3


Sakura duduk diam sambil merapatkan kaki seraya meneguk ludah. Jantungnya berdebar keras ketika ibu mertuanya menjemputnya dan mengatakan kalau sang ayah mertua ingin bertemu dengannya.

Tatapan lelaki paruh baya dihadapan Sakura terasa seolah ingin menelanjangi dirinya dan mengoyakkan kulitnya untuk melihat bagian terdalam dari dirinya. Lelaki itu menatapnya dengan begitu tajam hingga ia akan mati jika saja tatapan dapat membunuh seseorang.

Sakura menatap sekeliling dan berharap dapat menemukan keberadaan orang lain di dalam ruangan selain dirinya dan sang ayah mertua. Bahkan setidaknya masih lebih baik jika ada Sasuke yang menemaninya di dalam ruangan ini. Sayangnya sang ibu mertua hanya mengajak dirinya untuk menemui lelaki yang kini berada dihadapannya.

"Apa kau sudah tahu kondisi suamimu sebelum menikah?"

Sakura segera menatap lekat-lekat kearah sang ayah mertua. Mendadak otaknya seolah tak mampu mencerna kalimat sederhana dari lelaki itu. Ia terdiam agak lama sebelum menggelengkan kepala.

"Aku bahkan baru mengetahui kondisinya beberapa jam sebelum kami menikah."

Fugaku menganggukan kepala. Ia sudah menduga jika sang istri begitu berhasrat menikahkan Sasuke hingga 'menipu' calon menantunya. Dan ia merasa bertanggung jawab pada Sakura yang menjadi korban penipuan istrinya.

"Bagaimana perasaanmu?"

Sakura terkejut dengan pertanyaan Fugaku. Rasanya pertanyaan lelaki itu agak aneh jika ditanyakan oleh seorang mertua pada menantunya.

Tentu saja Sakura merasa marah, kesal dan malu karena tertipu. Ia bahkan terpaksa menggunakan seluruh jatah cuti tahun kemarin yang sebetulnya ingin ia gunakan untuk liburan hanya agar ia bisa terbebas dari keharusan bertemu teman-teman sekantornya selama seminggu kedepan.

Sakura terdiam sejenak. Ia merasa munafik jika harus berbohong, namun ia juga merasa tidak etis jika ia harus mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Maka ia memutuskan untuk mengatakannya secara implisit.

"Sebetulnya saya terkejut. Ternyata lelaki yang menjadi suami saya benar-benar diluar dugaan."

Fugaku menatap Sakura lekat-lekat. Ia menyadari jika tatapan wanita itu tampak nanar dan seolah mati-matian berusaha menyembunyikan kemarahan yang ia rasakan.

"Hn. Kalau begitu kau bisa bercerai bulan depan. Akan kuberikan uang kompenssi untukmu."

Iris emerald Sakura terbelalak lebar. Apakah sang ayah mertua begitu tak menyukainya hingga menyuruhnya langsung bercerai?

Seolah mengerti kekhawatiran Sakura, Fugaku segera berkata, "Itu untuk kebaikanmu sendiri. Seharusnya kau bersama dengan lelaki normal yang jauh lebih baik ketimbang suamimu. Aku memberimu kompensasi sebagai bagian dari permintaan maafku atas tindakan istriku."

"Tidak perlu. Kami memang sudah berjanji akan bercerai dua bulan lagi."

Fugaku agak terkejut. Tumben sekali bocah brengsek itu tidak bersikap egois dan memilih untuk melepaskan istrinya. Fugaku masih ingat ketika ia harus memukul dan membentak Sasuke dengan kalimat-kalimat terkasar yang pernah ia ucapkan dalam hidupnya karena bocah itu begitu menempel dengan Itachi hingga menganggu keseharian putra sulung yang ia persiapkan untuk menjadi pewaris perusahaan.

Tampaknya tindakan pendisiplinan yang dilakukan Fugaku berhasil sehingga Sasuke kini tak berani lagi bersikap egois.

Fugaku segera mengeluarkan buku cek yang ia bawa dibalik jasnya dan segera menuliskan nominal, memberi cap sebagai pengganti tanda tangan dan menyerahkannya pada Sakura.

"Gunakan ini untuk bersenang-senang. Temui aku ketika kau sudah mengurus perceraian dengan suamimu. Akan kuberikan kompensasi untukmu."

Sakura menatap cek yang disodorkan padanya. Tertulis delapan digit angka di bagian nominal cek, membuat Sakura agak tergoda. Namun ia segera menyilangkan tangannya.

"Tidak usah."

Fugaku meletakkan cek itu diatas meja dan segera meminum tehnya. Sakura menatap cek itu dengan ragu dan merasa agak tidak enak hati.

"Ambil cek itu," ujar Fugaku sebelum menuang teh dari teko ke dalam gelasnya sendiri.

Sakura mengambil cek itu dengan ragu dan menundukkan kepala dalam-dalam seraya berkata, "Terima kasih."

.

.

Sasuke meletakkan buku yang sedang dibacanya secara refleks sambil menatap kearah pintu dengan tatapan waspada ketika ia mendengar suara pintu yang dibuka serta bunyi hak sepatu yang membentur lantai marmer di dalam ruangan.

Tak lama kemudian terlihat seorang wanita berambut merah muda yang memasuki ruangan dan Sasuke segera menarik nafas lega. Ia hampir lupa jika kini ia tak lagi tinggal sendirian. Ada seseorang yang kini tinggal dibawah atap yang sama dengannya, setidaknya selama dua bulan kedepan.

"Bagaimana?"

Sakura menoleh ketika mendengar suara baritone Sasuke. Ia mengernyitkan dahi, tak paham dengan maksud lelaki itu.

"Maksudnya? Apa yang bagaimana?"

"Otou-sama.. dia tidak membencimu, kan?"

Sakura menggelengkan kepala, bukan karena tidak, melainkan karena ia memang tidak tahu. Namun pertanyaan Sasuke terdengar agak aneh. Lelaki itu bahkan tidak memanggil ayahnya dengan panggilan 'otou-san' yang mengesankan keakraban, melainkan 'otou-sama', yang jelas menekankan formalitas ketimbang keakraban.

Sakura merasa bersyukur karena tidak memanggil sang ayah mertua dengan sebutan 'otou-san' ketika Sasuke sendiri yang jelas-jelas anak kandungnya saja tidak memanggil begitu. Hingga pada akhirnya sang ayah mertua sendiri yang memintanya untuk memanggilnya 'otou-san', entah untuk basa-basi atau lelaki itu memang menyukainya.

"Mungkin...? Memangnya kenapa?"

Sasuke menggelengkan kepala. Ia kembali mengambil buku yang ia letakkan diatas meja dan kembali membacanya sambil berbaring diatas sofa dengan posisi yang membelakangi Sakura.

Sakura menatap meja dan sama sekali tidak mendapati piring ataupun gelas. Ia pergi di sore hari dan makan malam bersama ibu serta ayah mertuanya sebelum diajak untuk pergi ke rumah ibu dan ayah mertuanya.

Dalam hati Sakura bertanya-tanya jika Sasuke sudah menyempatkan diri untuk makan sebelum kembali ke rumah atau tidak. Ia hampir membuka mulutnya untuk menanyakan lelaki itu, namun ia cepat-cepat mengatupkan mulutnya. Persetan dengan lelaki itu, toh dia bukan lagi seorang anak kecil yang harus diurus.

Jika dipikir-pikir, sebetulnya ia merasa ada yang aneh antara Sasuke dan orang tuanya. Jika diperhatikan, sepertinya sang ayah mertua tak pernah sekalipun menyebut nama Sasuke, entah memang kebiasaannya atau memang tidak ingin menyebutnya. Lalu ketika ia berkunjung ke rumah, ia tidak menemukan satupun foto Sasuke yang dipajang dalam ukuran besar. Ia hanya mendapati foto pernikahan ayah dan ibu mertuanya, foto Itachi, maupun foto keluarga yang hanya berisi Itachi, ibu dan ayah mertuanya. Memang ada foto keluarga yang berisi Sasuke, Itachi, ayah dan ibu mertuanya, namun foto itu dipanjang di pigura yang diletakkan diatas meja dengan ukuran yang tidak begitu besar. Apakah jangan-jangan Sasuke adalah anak adopsi? Namun wajahnya sangat mirip dengan ibu mertuanya.

"Oh ya, ayahmu memberikan ini padaku," ucap Sakura sambil mengeluarkan cek dari tasnya serta berjalan mendekati Sasuke.

Ucapan Sakura cukup membuat Sasuke penasaran hingga ia meletakkan bukunya diatas sofa dan mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. Ia menatap kertas berupa cek yang diperlihatkan Sakura padanya.

"Katanya sih ini kompensasi untukku, dan aku bisa memakainya untuk bersenang-senang. Tapi kan ini uang ayahmu. Jadi kurasa kita harus membagi dua dan memakainya bersam-"

Sasuke segera memutus ucapan Sakura, "Simpan saja untukmu sendiri."

Sakura mengernyitkan dahi. Lelaki itu langsung memutus ucapannya begitu saja, dan entah kenapa ia menangkap kesan jika lelaki itu merasa tidak suka ketika membicarakan ayahnya, entah hanya perasaannya saja atau memang begitu.

"Eh? Kau marah?"

Sasuke merasa begitu malas untuk membuka mulutnya. Rasanya ia ingin menggelengkan kepala atau bahkan diam saja, namun ia masih mengingat pedoman yang diberikan Itachi. Lelaki itu mengajarkannya untuk lebih banyak bicara pada istrinya, juga sebisa mungkin mengurangi frekuensi memberikan jawaban yang kurang jelas maksudnya.

"Tidak."

"Hubunganmu dengan ayahmu baik-baik saja, kan?"

Sasuke terdiam meski sebetulnya ia agak kaget dengan pertanyaan Sakura. Haruskah ia bercerita pada seseorang yang tak akan ditemuinya lagi setelah dua bulan berlalu? Ia bahkan merasa tidak nyaman hanya dengan membicarakannya, apalagi ketika harus bercerita pada orang yang tidak begitu dikenalnya.

Sakura sendiri terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa dipikirkan. Ia merasa seperti orang tolol yang mengurusi hal-hal tidak berguna. Memangnya kenapa kalau hubungan Sasuke dengan ayahnya tidak baik? Toh tak ada dampak baginya.

"Ah, kau tidak perlu menjawabnya kalau tidak mau. Lupakan saja pertanyaanku yang tadi."

"Itu bukan urusanmu-" sahut Sasuke dengan nada yang terkesan kasar, membuat Sakura terperanjat.

Sasuke hampir saja mengakhiri kalimatnya jika saja tidak mengingat pedoman lain yang diberikan Itachi. Menurut lelaki itu, selama ini ucapannya terdengar begitu sinis dan kejam. Karena itu ia harus berusaha memperhalus kata-kata ataupun intonasi suaranya meskipun maksudnya tidak berubah.

"-kau tidak perlu memikirkannya," lanjut Sasuke dengan nada yang sebisa mungkin diusahakannya agar terdengar lebih lembut.

"Oh, ya," sahut Sakura.

Wanita itu segera berjalan menuju kamarnya yang terletak bersebelahan dengan kamar Sasuke. Sebetulnya tempat ini merupakan sebuah penthouse dengan dua buah kamar tidur yang merupakan tempat tinggal Sasuke sendiri.

Sakura segera masuk ke dalam kamar dan segera merebahkan diri diatas kasur. Ruangan itu didesain dengan model minimalist modern. Hanya ada sebuah lemari, kasur berukuran queen, meja, kursi dan sofa panjang yang bisa digunakan untuk berbaring sambil menonton televisi berukuran empat puluh dua inci. Namun ada jendela besar di salah satu sisi ruangan yang memperlihatkan pemandangan kota yang cantik di malam hari.

Sakura menoleh kearah jam yang kini menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Ia segera membuka laptopnya dan mendapati email-email pekerjaan yang masih berdatangan meski sebetulnya ia sedang cuti. Besok ia harus pergi bersenang-senang sendirian. Sebisa mungkin ia tak mau terlihat di depan publik bersama Sasuke, kecuali jika sangat terpaksa.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top