Chapter 2
Sasuke membuka matanya sesudah mengusapnya berkali-kali. Tubuhnya terasa lelah setelah berdiri seharian dan bersalaman dengan ratusan orang yang menghadiri pesta pernikahannya kemarin. Bahkan otot mukanya terasa mati rasa setelah memaksakan diri untuk tersenyum meski sebetulnya ia adalah orang yang hampir tidak pernah tersenyum.
Iris onyxnya tertuju pada Sakura yang sedang tertidur di pinggir kasur. Wanita itu tampak sangat lelah, namun ia tak bisa mendengar jika wanita itu mendengkur atau tidak.
Sebetulnya Sasuke bisa memilih tak peduli. Namun tubuhnya bahkan telah bergerak tanpa ia sadari dan ia segera berjalan ke sisi kasur Sakura untuk mengangkat tubuh wanita itu dan meletakkannya di tengah-tengah kasur.
Ia segera menarik bedcover sebelum memindahkan tubuh serta bantal Sakura ke tengah kasur serta menutupi tubuh wanita itu dengan bed cover.
Sasuke segera meraih ponsel yang ia letakkan diatas nakas dan menyalakannya. Dan seketika terdapat notifikasi berupa pesan-pesan yang terus berdatangan ke ponselnya, membuatnya bingung darimana ia harus mulai membaca.
Secara refleks ia segera membaca pesan teratas dan meringis membaca isi pesan dari sang kakak yang mengirimkan video putranya yang baru saja belajar berjalan.
From : Itachi
Bagaimana malam pertamamu, otouto? Pastikan kau memuaskan Sakura seperti yang ku ajarkan padamu. Dulu aku berhasil memuaskan istriku di malam pertama dengan cara yang kuajarkan itu. Bahkan dia sampai tidak bisa berjalan besoknya, lho.
Lihat video yang kukirimkan. Itsuki-kun lucu, kan? Aku dan okaa-san tak sabar menanti keponakanku.
Wajah Sasuke agak memerah membaca pesan sang kakak yang benar-benar vulgar. Seolah tahu kalau ia belum memiliki pengalaman bercinta sebelumnya, Itachi bahkan sampai mengajarkan cara melakukan seks di malam pertama dan titik-titik sensitif di tubuh wanita yang sama sekali tidak didengarkan olehnya.
Rasanya ia menyesal sudah membaca pesan itu. Itachi pasti sudah tahu kalau ia telah membaca pesan itu. Dan seandainya ia mengatakan jika mereka memutuskan bercerai tepat di malam pertama, lelaki itu pasti akan sangat terkejut mendengarnya.
Sasuke segera mengetikkan pesan balasan sekenanya dan memutar video yang dikirimkan Itachi. Video berdurasi satu menit itu memperlihatkan keponakannya berjalan dan membicarakan sesuatu yang tidak bisa ia dengar saat ini. Namun ia bisa membayangkan suara keponakannya yang terdengar sangat lucu dan membuatnya tersenyum tanpa ia sadari.
Sejak kecil ia sudah menyadari jika ia adalah orang cacat yang hanya akan menjadi aib bagi siapapun. Karena itulah ia menutup diri dan tak berniat memulai hubungn romansa dengan siapapun, apalagi sampai menikah dan memiliki anak. Bukan berarti ia tidak normal, hanya saja ia cukup tahu diri untuk tidak memiliki keinginan yang hanya akan menyusahkan orang-orang disekitrnya jika direalisasikan.
Seiring berjalannya waktu, Sasuke terus meyakinkan diri jika ia akan baik-baik saja dengan hidup sendirian. Ia bahkan juga tak begitu menyukai anak-anak pada awalnya. Namun di usia nya yang menjelang tiga puluh tahun, ia mulai menyukai anak-anak dan keinginannya untuk berkeluarga mulai menguat. Ia bahkan tak ingat sudah beberapa kali ia pergi ke rumah Itachi hanya demi bertemu Itsuki dan memberikan mainan serta menggendong dan mendekap bocah itu.
Sasuke segera memejamkan matanya dan menghembuskan nafas dalam-dalam, berusaha menghentikan dirinya sendiri dari memikirkan keinginan konyol yang ia miliki.
.
.
"KAU BENAR-BENAR SUDAH GILA, MIKOTO!" terdengar suara teriakan lelaki paruh baya ysng menggelegar di awal pagi.
Mikoto yang baru saja kembali ke rumah di pagi hari setelah menghabiskan malam dengan menginap di hotel tampak sangat terkejut mendengar teriakan sang suami yang menyambutnya.
"A-ah, sayang-"
Fugaku memutus ucapan sang istri dan berkata, "BERANI-BERANINYA KAU MENGADAKAN PERNIKAHAN UNTUK SAMPAH ITU TANPA PERSETUJUANKU?! CEPAT MINTA IA BERCERAI SEKARANG JUGA!"
Tubuh Mikoto bergetar secara refleks karena gugup dan ngeri mendengar bentakan sang suami. Rasanya sudah agak lama sejak kali terakhir ia mendengar bentakan semacam itu dari suaminya.
Pada akhirnya Mikoto mulai kehilangan kendali atas emosinya. Suarany mulai agak meninggi dan ia segera menyahut, "Sampah? Dia anak kita, bukan sampah."
Fugaku mengigit bibirnya menahan marah. Sebetulnya ia meminta sebuah perceraian karena merasa kasihan dengan perempuan manapun yang menikahi 'orang itu'.
Kebencian Fugaku pada Sasuke dimulai ketika ia merasa aneh karena anak itu tak kunjung bisa bicara meski usianya sudah empat tahun. Ketika hasil pemeriksaan dokter menyatakan bahwa Sasuke memiliki masalah pendengaran dan memerlukan alat bantu, ia segera meminta istrinya agar memberikan uang dalam jumlah besar dan meninggalkan anak itu di panti asuhan tanpa pernah menemuinya lagi. Namun saat itu Mikoto mati-matian mempertahankan keberadaan Sasuke di rumah sehingga mereka bertengkar hebat.
Saat itu Fugaku merasa sangat malu jika kolega-koleganya sampai tahu jika ia memiliki anak yang cacat. Ia khawatir jika anak itu hanya akan menjadi aib baginya dan memengaruhi kondisi perusahaannya. Dan Fugaku pada akhirnya mengalah dan meminta Mikoto mengirim Sasuke ke SLB. Namun Mikoto lagi-lagi memaksakan agar anak itu disekolahkan di sekolah normal.
Akhirnya Fugaku memutuskan mengirim Sasuke berkuliah di luar negeri dan melarangnya membantu di perusahaan miliknya. Selain itu ia juga melarang Sasuke menggunakan nama Uchiha di dokumen-dokumen resmi manapun atau menikah dengan siapapun agar tak menimbulkan aib. Ia juga menolak Sasuke kembali ke rumah dan ia juga tak menghadiri acara kelulusan atau acara apapun yang berkaitan dengan Sasuke dan melarang sang istri untuk menghadirinya.
Kini Fugaku benar-benar khawatir. Bagaimana jika nilai saham perusahaannya akan anjlok jika sampai diketahui bahwa ia memiliki seorang putra cacat yang mati-matian ia sembunyikan keberadaannya selama bertahun-tahun.
"Anak? Sejak dulu aku tak pernah mengakuinya sebagai anak. Jika aku menganggapnya sebagai anak, aku tak akan mungkin membiarkannya tumbuh besar tanpa memberi pelatihan untuk mewarisi perusahaan suatu saat nanti."
Mikoto menatap suaminya lekat-lekat tanpa mengatakan apapun. Namun matanya tampak berkaca-kaca dan ia mati-matian menahan air mata.
Sebagai seorang perempuan dan juga seorang ibu, hatinya terasa sangat sakit mendengar ucapan seperti itu dari suaminya sendiri. Ia tak peduli jika anak yang ia besarkan ialah anak yang cacat. Baginya lebih baik membesarkan anak yang cacat ketimbang kehilangan anaknya.
"Kau tidak mengundang satupun karyawan perusahaan atau kolega bisnisku dan Itachi, kan? Aku tak ingin ada seorangpun yang tahu bahwa si sampah itu adalah anakku."
Air mata Mikoto sudah mengalir tanpa bisa ditahannya. Ia menatap suaminya yang tampak samar karena air mata dan suaranya mulai bercampur dengan isakan, "Tak bisakah kau membiarkan dia bahagia sekali ini saja, sayang? Aku hanya ingin dia tak lagi kesepian dan mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Anak itu mungkin terkena karma atas dosa kita di masa lalu sehingga terlahir cacat dan aku merasa sangat bersalah."
Fugaku menarik nafas dengan kasar dan menghembuskannya keras-keras. Ucapan istrinya membuat dadanya terasa panas dan sesak karena amarah.
Jika memperhatikan kepribadian istrinya, Fugaku yakin jika wanita itu sanggup berbuat apa saja demi kebahagiaan anak cacat itu. Mendadak Fugaku terpikir jika mungkin saja istrinya membohongi wanita yang akan dinikahi oleh sampah itu. Maka Fugaku merasa bersalah sekaligus perlu bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan istrinya.
"Pertemukan aku dengan istri sampah itu. Aku berniat memberikan hadiah pernikahan hanya pada wanita itu," ujar Fugaku dengan penekanan pada kata 'hanya'.
Mikoto tak memiliki pilihan lain selain mengiyakan permintaan suaminya. Ia segera menganggukan kepala, menyetujui permintaan sang suami.
.
.
Sakura mengerjapkan mata berkali-kali ketika menyadari ruangan terasa lebih terang dibanding sebelumnya. Ia segera menyentuh kasur dan terkejut dengan tangan kanannya yang masih menyentuh kasur ketika seharusnya tangannya tak lagi menyentuh apapun.
Ia segera berganti posisi tidur dan menyadari jika ia tak lagi berada di tepi kasur, melainkan sudah berada di tengah-tengah kasur dengan keberadaan si lelaki cacat yang tidak diketahui.
Mendadak Sakura merasa khawatir. Ia segera menyentuh pakaiannya sendiri dan bersyukur karena tak ada tanda-tanda pakaiannya sudah dilepaskan oleh seseorang. Sakura merasa bersyukur karena tidak mendengarkan saran aneh-aneh dari orang di sekitarnya untuk memakai lingerie seksi untuk menggoda suami di malam pertama. Ia sudah bisa membayangkan jika ia akan merasa terlalu lelah untuk bercinta di malam pertama, karena itulah ia memutuskan membawa celana pendek dan kaos yang biasa ia pakai untuk tidur dan memakainya kemarin malam.
Terdengar suara pintu kamar mandi yang dibuka dan tak lama kemudian Sasuke keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah meski lelaki itu telah berpakaian lengkap. Dan kini lelaki itu sedang sibuk mengusap rambutnya dengan handuk kecil yang disediakan di hotel.
Tanpa berbasa-basi, Sakura segera berkata, "Mengapa kau memindahkanku ke tengah kasur? Kau tidak melakukan hal yang tidak-tidak padaku, kan?"
Tak ada jawaban dan Sakura meringis karena mendapati Sasuke hanya menatapnya lekat-lekat dengan tatapan bingung. Sakura menatap telinga Sasuke dan menyadari jika lelaki itu sedang tidak mengenakan alat bantu dengar sehingga tak mungkin mendengar perkataannya.
"Aih..." Sakura berdecak kesal. "Serasa bicara dengan tembok saja."
Sasuke menyadari jika Sakura mengatakan sesuatu yang tak bisa didengarnya. Ia tak membaca gerakan bibir wanita itu sehingga tak mengerti apa yang diucapkannya. Namun ia menyadari jika wajah Sakura tampak masam sehingga apapun yang ia katakan pastilah bukan hal yang menyenangkan.
Sambil tetap mengusap rambutnya, Sasuke berjalan menuju sofa dan mendudukkan dirinya. Ia menekan daun telinganya sendiri yang terasa panas karena memerah dan masih terasa agak sakit sebelum kembali memasang alat di telinganya.
"Hn?"
Sakura kembali mengulang ucapannya dan menahan rasa jengkel, "Kutanya, mengapa kau memindahkanku ke tengah kasur? Kau tidak melakukan yang aneh-aneh padaku, kan?"
"Aku tidak ingin kau jatuh."
Sakura agak kaget dengan jawaban Sasuke yang diluar dugaan. Ia tak mengira kalau lelaki itu ternyata mempedulikannya meski sebetulnya mereka tak saling mengenal. Dan dalam dua bulan, mereka berdua akan kembali menjadi dua orang yang saling tak mengenal.
"Kenapa? Kita bahkan baru kenal kemarin," Sakura mengungkapkan rasa penasarannya secara refleks.
Sasuke bahkan tak tahu bagaimana menjelaskannya dengan kata. Ia hanya mengendikkan bahu tanpa menjawab apapun pada Sakura.
Sakura mengernyitkan dahi, tak mengerti dengan maksud dari tindakan Sasuke. Ia masih merasa penasaran, namun ia segera menahan diri untuk bertanya. Persetan dengan apapun alasan lelaki itu, yang jelas dua bulan lagi ia tak perlu berurusan dengan lelaki itu.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top