1. The Kiss

Hai, apa kabar hari ini? 😁

Aku rajin up karena naskah ini udah ending. Tinggal publish aja.

Vote dulu, yuk!

Terima kasih.

Happy reading. 🥰

====💙💙💙====

Tawa gadis berkucir kuda dengan poni berantakan itu membahana. Lagi-lagi ia terduduk sembari memegangi perut saking kakunya. Bara berdecak kesal ketika melihat ujung mata sipit gadis itu berair. Ia tak sudi melihat ditertawakan sehina ini. Geram melihat reaksi Talitha usai membaca cerpen kiriman peserta lomba, lelaki berkemeja denim itu menabok lengan kiri sahabatnya dengan gulungan kertas.

“Lo ngapain ketawa gitu, sih? Apanya yang lucu?” Bara memilih duduk kembali di kubikelnya. Kubikel mereka bersebelahan dan ia kerap sebal bila sikap usil gadis ini kelewat batas.

Sorry, Bar,” kekehnya seraya menghapus jejak bening di sudut mata. “Lucu aja gitu ini cerpen. Mana ada dari orok sering bareng, ke mana-mana bareng udah kayak anak kembar, tiba-tiba jatuh cinta terus memutuskan untuk menikah.”

Lirikan sinis dari manik elang Bara membuat Talitha menutup mulut. Agaknya gadis ini lupa kalau enam bulan lalu lelaki berhidung bangir dan berkulit sawo matang itu pernah mengajaknya menikah karena desakan orang tua. Sebagai anak semata wayang, sang ibu kerap khawatir perihal jodoh putranya dan meminta segera cepat menikah. Saking frustrasinya, Bara asal melamar Talitha karena menurutnya, cuma gadis ini yang selalu bersama hampir setiap hari. Mereka sudah saling mengerti dan nyaman menjalani hari-hari bersama. Jadi, apa salahnya naik ke jenjang pernikahan?

“Yah, lo tersinggungan amat.” Talitha membenarkan posisi duduk, kembali menekuri laptop di meja usai merapikan poni berantakannya.

Bara memutar bola mata, menghadapkan tubuh sejenak ke arah sahabatnya. “Eh, gue bukannya tersinggung, ya. Tapi elo tuh yang punya pemikiran enggak wajar. Mengajak menikah sahabat sendiri emang salah?”

Gadis itu berdeham. “Ya, elo tahulah apa jawabannya.” Talitha mendekatkan diri, bersandar manja pada lengan lelaki di sisinya. “Lo bisa gitu deg-degan deket gue yang tiap hari jailin elo sampai bikin kesel?” Gadis itu mendongak, mengerucutkan bibir, menggoda pria di sisinya seolah minta dicium.

Kening Bara berkerut. Ia mendorong kening Talitha dengan ujung telunjuknya. “Bukan muhrim! Jauh-jauh sana!”

Bibir yang semula menggoda itu memberengut. Namun, tersenyum pada akhirnya sebelum kembali fokus dengan tumpukan file naskah.

**

Talitha menahan diri. Itu yang sebenarnya terjadi sejak bertahun-tahun lamanya. Ia teramat takut hubungan baik mereka terganggu karena hubungan khusus. Jika mereka benar-benar jadian lalu menikah, lalu di masa depan terkena sandungan besar, akankah mereka tetap sama? Tidak. Talitha tidak siap kehilangan Bara.

Mereka berdua memang terbiasa hidup bersama sejak bayi. Hidup bertetangga dan bersekolah di tempat yang sama. Bahkan Tuhan berbaik hati memberikan keduanya pekerjaan yang sama sebagai editor di kantor penerbitan buku-buku fiksi. Saking seringnya bersama, hampir semua orang yang baru mengenal mereka pasti mengira keduanya anak kembar.

Talitha sendiri pernah berusaha menjalin kasih dengan pria lain, sayangnya selalu berakhir. Hampir semua lelaki tak kuasa menahan diri melihat kedekatannya dengan sang sahabat—Bara. Pun sama dengan Bara. Lelaki yang kini sibuk memberi tanda merah pada naskah di layar laptop itu pernah tiga kali memiliki kekasih. Dan semua kekasihnya tak tahan. Mereka cemburu pada Talitha yang lebih paham dengan sisi Bara luar dalam.

Gadis yang kerap memperhatikan Bara diam-diam itu pun tak munafik. Sejak menginjak masa remaja, siapa saja pasti mengakui bahwa pria ini tergolong tampan dan populer di kalangan para gadis semasa sekolah. Perasaan Talitha kadang membuncah, kelewat posesif sampai ke mana-mana berdua. Di mana ada Bara, di situ pasti ada Talitha.

Sampai suatu ketika ia melihat teman sebangkunya patah hati, berujung pisah, dan tak kenal satu sama lain. Sejak saat itu, ia memilih menekan perasaannya. Cukuplah menjadi sahabat asal jangan ada kata pisah seperti kisah cinta teman sebangkunya. Talitha tak bisa hidup tanpa Bara-nya. Perasaannya pada lelaki jangkung ini dianggap sebagai cinta monyet belaka. Hanya sebatas kagum pada sosok cowok yang bertumbuh dan memiliki pemikiran semakin dewasa.

“Enggak usah gitu ngeliatinnya. Jatuh cinta tahu rasa lo!”

Talitha mengerjap. Cengiran di bibirnya sontak mengundang gemas. Namun, lelaki itu memilih memalingkan pandangan dan bergegas mengemasi barang.

“Eh, mau pulang? Ikut!” Talitha tergesa mematikan laptop. “Bara! Tunggu!”

Lelaki yang sudah sampai di ambang batas pintu ruang kerja menggeram seraya menengadah. “Buruan!”

**
Jalanan di sekitar kompleks mulai sepi. Pukul sepuluh malam, dua orang muda-mudi itu berjalan bersisian setelah turun dari angkutan umum. Malam ini pulang larut mengingat banyaknya naskah masuk dalam event lomba menulis untuk perayaan ulang tahun penerbit. Bara dan Talitha mendapat tugas sebagai juri dan eksekusi bagian penyuntingan naskah terpilih.

“Bar ….”

“Hm?” Bara hanya berdeham ringan sembari merogoh saku untuk meraih ponsel. Pulang larut adalah jatah ibunya mengomel dan gempuran Tante Ira—ibu Talitha—untuk segera mengantar putrinya sampai rumah. Keluarga mereka memang sudah sangat dekat dan saling menjaga satu sama lain.

“Tante Dania masih suka desak elo buat cepet nikah?”

“Masih. Mama masih belum amnesia kalau anaknya cuma atu dan pingin cepet punya cucu.” Bara mendesis sakit begitu cubitan mendarat di lengan kirinya.

“Kurang ajar bener doain mama sendiri amnesia, ih!” Talitha mendelik tak suka. “Terus, perasaan udah enam bulan ini elo anteng enggak deketin cewek mana pun. Biasanya juga cerita lagi usaha deketin anak orang.”

“Yang diajak kawin enam bulan lalu udah enggak mau. Pasrah, deh, gue,” celetuk Bara enteng.

“Nyindir, ih! Kita mana mungkin menikah, Bar. Kita teman. Enggak ada debar.”

Bara mengacak rambut geram. “Persetan sama debaran-debaran sialan itulah. Emangnya orang jatuh cinta harus, ya, deg-degan kayak orang bego setiap saat?”

“Lah, namanya orang jatuh cinta, ya, begitu, Bar. Jantung berdebar, nervous pas dekat, kayak banyak kupu-kupu ….”

“Makan tuh kupu-kupu! Kayaknya elo perlu, deh, sekali-kali edit naskah horror biar enggak terkontaminasi sama begituan.” Bara melempar tas selempangnya ke arah muka Talitha.

Gadis itu sigap menangkapnya. “Serius kali. Gue enggak ada deg-degan sama sekali tuh di deket elo.”

Bara yang semula berjalan mendahului Talitha berhenti mendadak, membuat perempuan di belakangnya menubruk punggung lebarnya. Keduanya sudah sampai di depan rumah berpagar putih. Lampu teras menyala temaram meski ruang tamu menyala terang. Agaknya penghuni dua rumah yang berjejeran itu masih menunggu kepulangan mereka.

“Lo kalau bahasin deg-degan mulu, gue bikin deg-degan sekarang, mau?” Pria itu berkacak pinggang, menatap pada gadis yang tengah mendongak.

“Hah?”

Lalu, hanya berselang sepersekian detik ketika bibir beraroma mint itu menyambut bibir ranum gadis yang sedang kebingungan di depan rumahnya. Setelah dua puluh tujuh tahun lamanya, lelaki ini memberanikan diri untuk membuktikan bahwa prinsip Talitha tentang cinta berkaitan erat dengan debaran jantung itu terpatahkan. Sebab debaran itu juga bisa diciptakan dalam sekejap setelah keduanya mau membuka hati.

“Baraaa!”

“Talithaa!”

Suara dua ibu di teras rumah itu melengking, mengagetkan gadis yang semula hampir terlena dalam rengkuhan Bara. Ketika jarak kembali tercipta, Bara mencubit dua pipi Talitha yang masih terbengong dengan muka memerah.

“Sampai ketemu di KUA, Ta,” bisiknya dengan tatapan jail.

“Baraaa! Itu dosa tahuuuu!” Gadis itu berteriak lantang. Namun, napas yang tersengal dan dada yang bergemuruh tak mampu ia enyahkan.
Sementara itu, Bara tertawa, meski sampai di teras rumah cowok itu mendapat jeweran dan omelan perempuan paruh baya yang siap menyembur dengan pertanyaan dan desakan segera menikahi anak gadis tetangganya.

**

====💙💙💙====


Masih ada yang mau jadi pembaca pertama cerita ini sampai ending nggak nih?

Kalau nggak ada, yang di KaryaKarsa entar malam mau aku kunci pake koin. 😅

Buat yang udah baca dan follow akun aku di KaryaKarsa, terima kasih banyak. Terima kasih juga buat tap love dan kasih tip juga biar aku semangat nulis lagi.

Sehat selalu di mana pun kalian berada, ya. 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top