Prolog
"Nanda, nanti kalau ada yang cari saya, kasih tahu. Telfon saya aja," ujar Bayu begitu dia masuk dengan langkah tergesa demi mendapatkan hawa dingin AC.
"Bapak mau kemana?" tanya Nanda mengangkat wajahnya menatap Boss-nya.
"Ke atas. Kamu mau ikut?" tanyanya dengan senyum menggoda, membuat Nanda mengerucutkan bibirnya.
Ada tawa bernada puas sudah membuat Nanda mendengus kesal dari Bayu sebelum pria 30 tahun itu berlari kecil menaiki tangga dengan lantai berlapis kayu itu.
Nanda sudah bekerja sebagai tangan kanan Bayu ini sekitar tiga tahunan. Pertama bertemu dulu Nanda suka nongkrong di Cafe ini bersama teman-temannya. Dan salah satu teman Nanda itu teman SMA Bayu. Saat itu Nanda sudah merasa jenuh dengan pekerjaannya menjadi seorang staff admin di sebuah kantor. Bagi Nanda, sepertinya pekerjaan yang memerlukan komunikasi aktif setiap saat dengan orang-orang baru lebih menyenangkan dari pada berkutat pada berkas dan layar monitor.
Ini yang mendasari Nanda menerima tawaran pria itu untuk bekerja sama. Bayu menyebutnya partner kerja. Tidak pernah mau disebut Boss. Cafe yang menyediakan aneka dessert itu memang tidak memiliki banyak pegawai. Bayu turun tangan langsung, dari proses membuat dessertnya sendiri. Lalu Nanda diberi tugas mengelola keuangannya merangkap kasir. Bayu mempekerjakan dua orang lainnya untuk bagian melayani tamu dan bersih-bersih, dua orang lagi sebagai partner dia di bagian produksi.
"Nanda," panggil Bayu membungkukkan badannya dari tangga demi melihat Nanda.
"Ya, Pak?" Nanda mendongakkan wajahnya ke arah samping.
"Kayaknya saya butuh masukan kamu deh," ujarnya lalu kembali turun menghampiri Nanda. Mengambil satu kursi dan duduk di samping Nanda yang sedang merapikan tumpukan uang.
"Masukan apa, Pak?" tanya Nanda.
"Kita perlu tambah tenaga nggak sih? Saya kasihan lho lihat kamu gedebag-gedebug sendirian. Belum lagi kalau saya minta temenin sama kamu. Besoknya kerjaan kamu numpuk. Saya tambah tenaga aja kali ya?" tanya Bayu sambil mengusap-usap dagunya, memikirkan apa yang menjadi niatnya.
"Yakin?"
"Saya pikirin nanti lagi aja deh. "
"Tapi kayaknya sih iya, Pak. Kecuali kalau Bapak mau gaji saya dobel," sahut Nanda menyeringai.
"Boleh. Nanti juga ada Bonus. Lima persen keuntungan Cafe," ungkap Bayu.
"Angin segar nih."
Bayu mengangguk, "DP nglamar kamu. Cukup kan?"
Bayu terbahak melihat reaksi Nanda, mendengus sebal. Partner kerja, orang kepercayaan dan orang yang selama ini selalu mendukungnya untuk menjalankan Cafe ini. Dari tertatih menjadi begitu lancar.
"Becanda! Jangan lupa kalau ada teman saya, telfon saya. Yang mesra ya biar seneng jawab telfonnya," kata Bayu mengedipkan matanya kemudian bergegas melesat sebelum Nanda meleparnya dengan roll printer kasir.
"Mbak Nanda," panggil seorang waitress.
"Kenapa, Mel?" tanya Nanda menoleh.
"Pak Bayu lucu kalau sama Mbak Nanda. Mbak Nanda dekat ya sama Pak Bayu?"
"Belum waktunya ngerumpi. Ada customer tuh, sambut gih," jawab Nanda kalem, menyembunyikan senyum kemenangan ketika dia berhasil membelit pertanyaan dari karyawan-karyawan Bayu untuk yang kesekian kalinya. Dan kali ini dari bawahan Nanda, Mella.
Mella segera menyambut sesosok laki-laki berpostur tubuh tinggi, putih dengan rambut sedikit ikal tanpa meninggalkan kesan rapi dengan setelan kemeja dan celana cinno-nya. Tampan, jujur itu penilaian pertama bagi siapapun yang bertemu dengannya.
"Pak Bayu ada?" tanya pria itu tanpa menjawab sambutan dari Mella.
Penilaian kedua, songong. Ini penilaian pribadi dari Nanda. Dia bahkan bicara sambil berjalan tanpa menatap Mella.
Laki-laki itu berhenti ketika melintas di depan kasir. Menoleh dan terdiam sejenak, menatap Nanda dengan tatapan menilai.
Penilaian ketiga, sinting. Penilaian pribadi kedua dari Nanda. Ketika dia sertamerta menghampirinya lalu menjulurkan tangannya.
"Ken, temannya Bayu. Aku taksir kamu masih single," katanya tersenyum menilai.
Nanda meringis terpaksa. Menyambut uluran tangan laki-laki itu ragu. Bagaimana bisa seorang Bayu memiliki teman seperti laki-laki di hadapannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top