Bab 5
Dua hari setelah insiden datangnya Ken hanya untuk mengembalikan dompet Bayu siang itu, Nanda masih bisa bernapas lega. Sepertinya tidak ada alasan bagi Ken untuk mengganggu Nanda seperti yang Bayu khawatirkan. Ponsel Nanda masih adem, sama sekali tidak ada gangguan dari Ken.
Gangguannya malah dari Bayu. Karena setiap kali Bayu menanyakan, 'gimana Ken?', 'Dia nggak ganggu kan?' dan sejenisnya. Lagi, semua mengenai Ken. Dan itu nyaris tanpa mengenal waktu.
"Nda? Serius?" tanya Bayu sarat dengan penasaran.
Nanda hanya mengangguk sambil merapikan meja kasir dari berkas-berkas laporan harian yang baru saja dia kerjakan.
"Dia nggak hubungi kamu sama sekali kan?"
"Iya, Pak. Malah Bapak yang ganggu saya, tiap saat nanyain teman Bapak."
"Ye, saya kan cuma khawatir. Nanti kalau kamu kabur gara-gara dia kan jadi saya yang repot sendiri ngurusin Cafe," sahut Bayu membela diri.
Nanda terkekeh. Tangannya meletakkan berkas itu dalam sebuah map warna kuning. Lalu menatap Bayu yang berdiri bersandar di pembatas tangga.
"Ngurusin Cafe sendiri juga bukan punya orang lain," balas Nanda tak mau kalah.
"Tapi kan kamu saya gaji," kata Bayu tidak mau kalah.
"Berarti saya bisa resign dong sewaktu-waktu."
Bayu mendengus, "Pastikan sendiri kalau saya mampu tanpa kamu."
"Duh, Pak Bayu pagi-pagi udah romantis aja ngomongnya," cibir Nanda tertawa kecil. Kemudian berubah terbahak kala Bayu menggeram kesal tanpa menyahut kalimat Nanda. Lebih memilih kembali ke ruang kerjanya. Kapan lagi Boss diledek anak buahnya.
Nanda menghela napasnya, masih menatap ke arah tangga yang hanya memiliki satu tujuan, ruang kerja Bayu. Bibirnya tersenyum tipis, seperti bicara terima kasih untuk hari-hari yang menyenangkan selama tiga tahun bekerja di Cafe ini.
"Nda,"
Panggilan bernada rendah namun lembut membuat Nanda nyaris tersedak napasnya sendiri. Lebih dari itu, rasanya dia hanya berjarak beberapa centi saja.
"Astaga!"
"Ken," jawabnya tersenyum lebar.
Nanda sudah tahu kalau itu Ken. Tapi kenapa harus dia yang datang? Itu yang menjadi pertanyaannya. Sesaat dia menyesal sudah memikirkannya sejenak beberapa saat yang lalu. Nyatanya dia muncul, kata orang, panjang umur dipikirin terus nongol orangnya.
"Ya, Ken. Mau ketemu Pak Bayu?" tanya Nanda bersikap ramah seperti dia menyambut pelanggan.
"Nggak. Masa cowok nyarinya cowok." Ken menyunggingkan senyum tipis namun begitu manis, menyandarkan satu pinggulnya di meja kasir. Bersikap begitu santai tapi tengil.
"Terus?"
"Mau ketemu kamu. Kamu pulang jam berapa?"
"Oh, ada perlu apa? Saya sampai Cafe ini tutup," jawab Nanda dengan bahasa formalnya.
"Ya udah aku tungguin kamu."
"Emang Bapak nggak nungguin Cafe?" tanya Nanda menyipitkan matanya.
"Emang Bayu doang yang punya asisten. Kamu manggilnya jangan Bapak dong. Ken aja."
Nanda tertawa lirih. Tidak tahu harus menjawab apa. Lelaki itu sudah menjauh darinya, duduk di salah satu meja. Tapi matanya tidak lepas menatapi Nanda. Itu membuat Nanda menahan napas. Kenapa harus ada sosok Ken yang mampir ke kehidupan Nanda? Lelaki tengil yang sayangnya memaksa Nanda harus mengakui kalau dia tampan.
Padahal Nanda selalu berharap akan ada lelaki cool, seperti yang sering dia tonton dalam drama-drama asia. Catat, itu tipe lelaki idaman Nanda. Tapi tidak tahu, kenapa Tuhan malah mengirim lelaki konslet seperti Ken. Memangnya tidak ada stok lain? Tapi tunggu, mengapa dia harus ge-er kalau Ken suka sama Nanda? Mana tahu dia hanya main-main seperti yang Bayu katakan. Mendadak Nanda terbungkam, semuanya lenyap tanpa menyisakan rasa sedikitpun.
"Mbak Nanda," panggil seorang waitress.
"Ya?" Nanda mengangkat wajahnya.
"Kata orang yang di sana, Mbak Nanda mau makan siang nggak?"
Orang yang di sana? Nanda menoleh pada arah yang ditunjuk Anin. Dia mendapati Ken melambaikan tangan padanya, sementara Mella, satu waitress yang lainnya sedang menunggu Ken memilih menu.
"Enggak. Saya makan di luar nanti kalau kerjaan sudah selesai. Makasih ya, Anin," jawab Nanda dengan senyum ramahnya kemudian waitress itu kembali meninggalkannya.
Nanda berdecak. Tidak habis pikir tentang apa yang Ken lakukan. Untuk apa dia datang menungguinya? Normalnya lelaki pasti tahu mana prioritas untuk saat ini. Hanya orang sinting saja yang membuang waktu menunggu seseorang dengan meninggalkan pekerjaannya.
"Nda."
Jantung Nanda nyaris copot ketika suara itu datang di sampingnya disertai dengan tarikan satu kursi begitu dekat dengan Nanda.
"Ken!"
"Kamu kenapa nggak mau makan siang sama aku?" tanya Ken dengan tatapan tak senangnya.
"Kenapa harus mau?" balas Nanda menaikkan alisnya sebelah setelah dia kembali mendapatkan kendali atas dirinya.
"Ya udah kalau nggak mau. Tapi kalau nikah sama aku mau kan?"
Nanda membeliakkan matanya. Kadar sintingnya mungkin sudah akut. Dalam diam Nanda bergidik ngeri.
"Enggak!"
"Pasti kamu nyangkanya becanda. Aku nggak seiseng itu kok," katanya membuat Nanda menoleh, menatap lelaki itu.
Dia mendapati mimik muka meyakinkan disertai dengan senyuman lebarnya dari seorang Ken. Sebelum kemudian, Nanda menggigit bibir dalamnya, menahan tawa yang siap meledak ketika Bayu menepak kepala Ken dari belakang.
"Bagus! Udah gue bilang jangan cari perkara. Jangan Nanda, tapi lo nggak dengerin gue!" omel Bayu berkacak pinggang.
Ken menoleh ke belakang, meringis. Yakin, tepakan Bayu di kepalanya meninggalkan rasa pedih. Tapi sepertinya tidak begitu berarti bagi Ken. Lelaki itu memutar badannya menghadap Bayu.
"Kan gue udah bilang, lo kayak nggak kenal Ken aja. Ken Pratama, lo tahu reputasi gue kan?"
"Tahu banget! Makanya gue minta jangan deketin Nanda."
"Kenapa nggak boleh?" tanya Ken menaikkan alisnya sebelah, menatap Bayu, "Nanda itu... Calon masa depan. Nda, sampai jumpa nanti ya!" lanjut Ken sambil beranjak dengan kerlingan matanya untuk Nanda.
"Masa depan gigi lo!" umpat Bayu yang dijawab dengan gelak tawa dari Ken. Untung saja Cafe masih sepi. Ya, untung saja.
***
Hehemmm... Ini cerita yang bahasanya campuran Lo gua, aku kamu. Berasa aneh bacanya. Pertama kalinya bikin cerita sesantai ini.
30 Oktober 2018
S Andi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top