Bab 3

Ken melempar apronnya dengan kesal ketika Bayu sengaja membawa kabur Nanda dari Cafenya. Rintangannya kali ini Bayu, cukup sulit untuk dilalui. Sementara rasa penasaran mulai menggelitik hasratnya yang sudah lama tertidur. Terakhir dia menggoda perempuan, tiga tahun yang lalu. Korban paling mengenaskan karena gadis itu cukup terpukul bahkan nyaris bunuh diri begitu tahu kalau Ken tidak benar-benar serius menginginkannya.

"Bay!" erang Ken kesal saat Bayu menjawab panggilan telfonnya.

"Apa sih, Ken? Sekali enggak tetap enggak. Dia karyawan gue. Kalau lo bikin dia patah hati, gue nggak punya kekuatan lagi," ujar Bayu dengan nada bijaksananya.

"Kalau gue serius?" tanya Ken menaikkan alisnya sebelah.

"Yaelah, Ken. Seserius apa sih lo? Gue tahu boroknya lo. Mentok-mentok lo cuma pacarin dia terus lo tinggalin kalau udah bosan," cibir Bayu masih dengan nada santainya.

Ini bukan sesuatu hal yang aneh lagi bagi Bayu ataupun Ken. Dua-duanya sama. Tingkat paling tinggi keseriusan mereka adalah pacaran. Itupun tidak lama. Rekor pacaran paling lama bagi Ken adalah tiga bulan. Dan Bayu adalah enam bulan. Itu terjadi beberapa tahun yang lalu saat mereka masih SMA.

"Makanya lo bagi nomer dia dong. Atau kalau nggak, kasih nomer gue ke dia," desak Ken. Tidak tahu, pertama melihat Nanda, dia merasa seperti ditarik dalam suasana aneh yang membuatnya belingsatan ingin tahu semua tentang Nanda. Untuk saat ini dia masih meyakini kalau ini hanya sebatas penasaran.

Sensasi luar biasa yang datang hanya karena dia sudah lama tidak menyentuh hal seputar perempuan. Dia terlalu sibuk fokus pada impiannya, menjadi barista dan memiliki beberapa kedai kopi. Saat ini, Nanda seperti membangkitkan kembali apa yang menjadi kesenangannya dulu.

"Gue bilang, minta sendiri. Apa urusannya gue ngasih nomer lo ke Nanda? Udah pasti dia bakal ketawain gue dengan pertanyaan nyakitin 'Terus apa urusannya?'. Udahlah, Ken. Yang lain aja jangan Nanda."

"Ah! Bilang aja lo naksir dia. Makanya lo nggak suka dia gue deketin," cetus Ken kemudian mematikan telfonnya dengan kesal.

Bayu terdiam. Tuduhan Ken baru saja membuatnya tercubit. Apa benar dia menyukai Nanda? Tiga tahun kerja bersama Nanda tanpa Bayu sadari, Bayu selalu bersemangat. Bayu selalu optimis mengenai bisnis Cafenya sekalipun banyak yang meragukan kemampuan Bayu. Dan sekarang, Bayu bisa berdiri tegak dengan senyum lebarnya.

Ah, Nanda. Sampai detik ini dia tidak mengerti mengapa wanita selalu berperan penting dalam kehidupan laki-laki. Wanita bisa menguatkan tapi bisa menghancurkan. Bayu menghela napasnya. Bibirnya tersenyum tipis.

Sorry, Ken. Bukan karena gue suka sama Nanda. Tapi Nanda terlalu baik untuk lo sakiti. Gue tahu, cewek semandiri Nanda jangan sampai punah. Apalagi hancur karena patah hati. Cewek itu makhluk berperasaan sekalipun luarnya keras atau galak, gumam Bayu dalam hati, meletakkan ponselnya di meja kerjanya. Beranjak menuju ke jendela, menatap Nanda di bawah yang sedang sibuk menggarap laporan omset harian di laptopnya.

***

"Ken?" Seseorang menghampiri Ken yang sejak tadi kesal sendiri setelah menelpon Bayu.

Suara itu membuat Ken membuang napas. Suara lembut yang seharusnya dia rindukan seperti orang-orang. Tapi nyatanya malah menambah frustrasi dirinya.

"Mami kenapa ke sini?" tanya Ken tanpa menoleh, masih dengan posisinya, duduk di kursi dengan kaki naik ke meja, begitu santai dan tidak peduli.

"Kakimu, Ken. Yang sopan sedikit," tegur Maminya sambil mengambil duduk di depan Ken.

"Hm. Jadi, kenapa Mami ke sini?" tanya Ken dengan enggan menurunkan kakinya, menatap Maminya pun dengan enggan. Karena memang tidak biasanya wanita itu datang ke Cafenya. Maminya malah orang pertama yang menentang mati-matian impian Ken.

"Lumayan ramai. Tapi lihat akhir tahun nanti. Oya, jangan lupa antar Mami arisan besok malam. Prisma udah luangin waktu buat kamu," kata Maminya Ken dengan nada kaku tak terbantah lalu beranjak meninggalkan Ken tanpa menunggu jawaban dari putranya.

Tidak ada yang tahu, ini adalah salah satu alasan mengapa Ken tumbuh menjadi lelaki liar diam-diam. Tekanan dari Maminya sejak dia kecil. Ken harus begini, Ken harus begitu. Ken harus membanggakan orangtua dengan prestasi-prestasi numerik. Rasanya dunia Ken hampir meledak. Dan sepertinya tinggal menunggu waktu saja.

Dering telfon dari ponselnya kembali menarik perhatiannya. Entah siapa yang berniat menambah lagi kekesalannya hari ini. Sepertinya hari ini bukan hari yang tenang bagi Ken. Semuanya menyulut kekesalannya.

"Ya?" jawab Ken enggan melihat nomor tak dikenal menelponnya. Sesaat dia merutuki dirinya, sejak kapan dia peduli dengan nomor asing? Lagipula mengapa dia harus menjawabnya?

"Jangan dimatiin. Ini gue, Bayu. Kayaknya dompet gue ketinggalan. Amanin tolong. Sorry, gue pake HP Nanda. Gue masih suka lupa ngisi pulsa ternyata," ucap Bayu diakhiri dengan derai tawa kecilnya.

"HP Nanda?" tanya Ken mengernyit.

"Iya, HP Nanda. Ya udah, nanti malam gue ke sana buat ambil. Jangan pulang dulu. Oke? Thank you, Ken," jawab Bayu kemudian menutup telfonnya.

HP Nanda. Kata itu masih bermain-main di otak Ken, melupakan apa yang menjadi kekesalannya baru saja. Entah, dua kata yang sangat jelas tapi Ken masih memutar otaknya untuk memahaminya masih dengan menatapi deretan angka itu.

"Nomor Nanda? Simpan? Coba ah. Mana tahu ini benar nomornya," gumam Ken sambil menyimpan nomor Nanda. Hingga sesaat kemudian dia berteriak histeris kala muncul ikon whatsapp di kontaknya.

Jarinya menyentuh kontak whatsapp untuk mengeceknya. Bibirnya melengkung naik, melebar penuh kemenangan seperti dia memenangkan lotre, mendapati foto Nanda di profil whatsapp.

"Yosh!!! Jodoh nggak kemana kan?" ucap Ken sekali lagi dia berteriak histeris. Tidak perlu merengek-rengek minta ke Bayu.

***
Senin, 29 Okt 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top