Bab 13

Ken terdiam, merapatkan matanya. Masih di dalam mobilnya meski sudah terparkir sempurna di depan Cafe milik Bayu. Tangannya mencengkeram ponselnya erat. Rahangnya mengeras. Dia berusaha untuk menahan dirinya dari gejolak emosi yang menggodanya.

Sampai jumpa nanti malam, Ken. Aku udah siapin tanggal cantik untuk pertunangan kita, tinggal kamu pilih salah satunya.

Prisma

Sepertinya perempuan itu serius dengan ucapannya. Dan Ken tidak akan pernah membiarkan Prisma turut merenggut kehidupannya seperti yang orangtuanya lakukan. Tidak akan pernah sekalipun Ken harus berjuang keras. Demi pilihannya yang menjadi tujuannya. Harapannya saat ini bukan segera mendapatkan Nanda. Tapi lebih pada perubahan sikap Nanda. Menghangat sedikit saja itu lebih dari cukup bagi Ken.

Nanda. Mengingat nama Nanda membuat Ken membuka matanya dengan segera. Keluar dari mobilnya ketika melihat Nanda melangkah masuk ke Cafe itu.

"Nanda!" seru Ken melangkah cepat menyusul perempuan itu.

"Kamu lagi? Kalau kamu cari Pak Bayu, belum datang. Kalau kamu cari saya untuk ngajak nikah lagi, jawabannya nggak berubah. Tetap enggak!" Nanda menjawab pertanyaan yang belum Ken katakan.

Lelaki itu terdiam, menatap Nanda dengan tatapan yang sulit Nanda artikan. Hingga sesaat kemudian Ken menggelengkan kepalanya lalu dengan cepat meraup tubuh Nanda.

"Ken!"

"Aku nggak minta kamu buat jawab iya lagi sekarang. Tapi, kapanpun itu kamu siap jawab, aku bakal nunggu, Nda. Cuma yang aku minta sekarang, boleh aku dekat sama kamu, Nda? Belajar kenal kamu."

Nanda terdiam, berniat melepaskan diri dari rengkuhan Ken namun gagal. Yang terjadi dia hanya bisa memberi jarak wajahnya dari wajah Ken. Permintaan Ken kali ini tidak bisa dianggap rayuan. Nada tulus itu mampu menyentuh hati Nanda. Apalagi ketika melihat sepasang mata redup itu, seperti bicara kalau dia butuh seseorang. Dia berada di tengah-tengah keluarga tapi situasi membuatnya tidak lebih dari seorang yatim piatu. Lubang kesepian tercetak jelas di mata itu.

Untuk sesaat Nanda mengakui mulai larut dalam tatapan itu. Sikap keras Nanda menyingkir untuk sesaat, masih dalam rengkuhan Ken. Tangan Nanda gemetar menyentuh wajah Ken.

"Kamu punya cerita!" cetus Nanda bergetar mengungkapkan apa yang dilihat dari sepasang mata itu.

"Nda,"

Nanda merapatkan matanya, menghela napas panjang. Ken meruntuhkan pertahanannya dengan sangat mudah di pagi hari ini, tanpa alasan yang bisa Nanda mengerti. Hanya dengan menatap ke dalam matanya, Ken mengantarkan bagaimana dia begitu lelah dan merasa sangat butuh seseorang untuk bersamanya. Ini aneh, kenapa Nanda harus tergerak hatinya. Kemana sikap keras Nanda saat ini?

Bahkan tangan Nanda ikut bicara kali ini. Mengusap lembut wajah itu seperti berkata untuk tetap semangat. Semangat untuk apa? Itu yang masih Nanda tidak mengerti. Yang dia tangkap hanyalah Ken punya banyak cerita di balik ketengilannya.

"Oke, Ken. Ayo, duduk. Kayaknya Pak Bayu agak siang datangnya hari ini. Kamu mau minum apa biar aku buatin?" Nanda tersenyum tipis, melepaskan diri dari Ken ketika Ken mulai melonggarkan rengkuhannya.

"Nda,"

"Aku nggak tahu. Cuma nebak aja, kamu punya banyak cerita. Tapi aku nggak mau tahu, tenang aja."

Ken terdiam, mengikuti langkah Nanda menuju ke sebuah meja. Duduk di sana berhadapan tapi entah, kali ini Ken tidak berani menatap Nanda.

"Aku sedikit kritis. Boleh aku simpulkan? Pernikahan yang kamu tawarkan ke aku adalah bentuk pelarian dari stres kamu kan? Ken, kamu nggak boleh melakukan itu. Karena nantinya kamu yang akan sakit, Ken."

"Ya?" Ken mengangkat wajahnya, menatap Nanda linglung.

"Ada banyak cara untuk menghindar dari Prisma kalau memang kamu tertekan mengenai perjodohanmu dengan Prisma. Jangan takut."

"Ini bukan hanya tentang Prisma," lirih Ken.

Nanda mengulum senyum. Menghela napas panjang sebelum meraih tangan Ken dan mengenggamnya. Memaksa Ken untuk menatap dirinya.

"Oke. Kayaknya kamu butuh teman sharing. Aku pikir-pikir, kamu bisa datang padaku kalau emang dirasa Pak Bayu malah bikin kamu tambah tertekan. Oke, kamu bisa itu," ujar Nanda mengangguk-angguk tanpa pikir panjang lagi.

Sekeras-kerasnya Nanda, jika ada hal mengenai kepahitan hidup, Nanda pasti akan luluh. Karena Nanda paham benar, hidup sendiri menghadapi naik-turunnya kehidupan itu tidak mudah. Ada rasa saat ingin menyerah, saat merasa tidak ada harganya dan saat merasa tidak ada yang menginginkannya. Titik terendah dalam hidup pasti akan ditempuh setiap orang.

Nanda sangat paham itu. Apalagi lingkungan Nanda selalu berbagi kepahitannya pada Nanda. Terlebih mengenai masalah rumah tangga.

"Ken? Eh, lo ngapain pagi-pagi ke sini? Gue tebak lo nggak pulang kan makanya lo ke sini? Kenapa lagi..."

"Pak Bayu, ini nggak lucu. Jangan didengar, Ken. Pak Bayu emang suka becanda nggak tahu kondisi," potong Nanda lengkap dengan pelototan kesal pada Bayu tanpa menyadari ekspresi terkejut dari Bayu.

"Nda?" Mulut Bayu terbuka. Beberapa kali dia mengerjabkan matanya. Bagaimana bisa Nanda menatapnya jengkel seperti ini? Biasanya Nanda akan mati-matian mengusir Ken. Bukan sebuah hal baru ketika Nanda mencak-mencak pada sahabat Bayu itu. Tapi kali ini, keadaan berbanding terbalik. Tanpa sebab ataupun tanda-tanda sebelumnya.

"Apa?" tanya Nanda kali ini menautkan alisnya.

"Ini mimpi kan?" tanya Bayu tertawa kecil, masih menganggap ini lelucon.

"Enggak. Oke, mending Bapak duduk, temani dia,"

Jawaban Nanda membuat Bayu terbungkam. Ini serius, entah apa yang sudah Ken lakukan sampai membuat Nanda luluh seperti ini. Tapi rasanya masih sangat aneh bagi Bayu. Tatapan Bayu kali ini beralih pada Ken.

Dahinya mengernyit. Dia jadi merasa pusing seketika. Berharap ada seseorang yang membangunkan dari mimpinya pagi ini. Ken di hadapannya, bukan lagi Ken yang tengil seperti yang dia kenal. Lelaki itu menatap Bayu dengan begitu menyedihkan. Seperti anak kecil yang butuh perlindungan.

"Oke, mungkin ini cuma halusinasi pagi hari. Nda, aku masuk dulu. Perlu cuci muka kayaknya. Kayaknya mines mataku bertambah deh. Temani Ken dulu," gumam Bayu sambil bergegas meninggalkan meja itu.

Nanda hanya menggeleng pelan melihat sikap Boss-nya. Dia kembali beralih pada Ken, tersenyum tipis pada lelaki itu.

"Aku nggak mau tunangan sama dia, Nda," lirih lelaki itu.

Apa yang dia katakan, membuat Nanda tertawa kecil. Ibu jarinya mengusap punggung tangan Ken yang dia genggam.

"Kamu itu lucu. Hari ini kamu nggak lebih dari anak gadis yang takut dijodohin. Oke, nggak usah takut. Aku jamin, pernikahan itu nggak akan terjadi."

"Caranya?" mata Ken berkilat.

"Entah. Kita pikirkan nanti kalau jalan ceritanya udah jelas. Sekarang, jangan dibawa stres. Ingat, kalau Bayu bikin jengkel, masih ada aku."

"Ini beneran?"

"Ya."

Ken ingin mempercayai itu, tapi rasanya sulit. Mengingat Nanda memang tidak pernah bersikap lunak seperti ini. Atau memang sepertinya Ken sedang berhalusinasi saja seperti apa yang Bayu alami?

***
Tbc
03 November 2018
S Andi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top