Bab 1

"Ken, temannya Bayu. Aku taksir kamu masih single."

Nanda menahan napas, mempersiapkan stok kesabarannya. Laki-laki menggemaskan ini membuatnya menarik paksa senyuman lebar demi kata temannya Bayu.

"Temannya Pak Bayu ya? Silahkan duduk. Saya telfon Pak Bayu sebentar ya?"

"Oke, saya tunggu Bayu di sini aja. Nggak apa-apa kan?" katanya tanpa menyurutkan senyuman menggodanya.

Penilaian ke empat, entah genit atau emang ramah. Dua hal itu beda tipis ternyata untuk kasus saat ini. Sementara Nanda lagi-lagi hanya bisa meringis tipis sambil menelpon Boss, Bayu. Dan baru Nanda mengerti kesamaan dua sahabat itu. Sama-sama sinting dan suka menggoda.

"Aduh, Nanda. Kan tadi saya bilang kalau nelpon saya yang mesra dikit. Nyenengin boss sekali-kali itu nggak dosa kan?" protes Bayu sambil menuruni anak tangga yang di desain menggunakan kayu itu.

"Ssh!" desis Nanda memperingatkan lengkap dengan tatapan matanya pada Bossnya.

"Hei, Ken," sapa Bayu menghentikan senyuman menggodanya, sebelum Nanda semakin bertambah kesal. Dia bergegas menghampiri Ken yang masih berdiri di depan meja kasir dan tentu saja di depan Nanda.

"Seleramu masih aja tinggi," sahut Ken merentangkan tangannya, menyambut Bayu.

"Selera yang mana sih? Namanya Nanda. Jangan godain partner kerja gue nanti dia kabur, gue yang repot sendiri," jawab Bayu sambil menggiring Ken untuk duduk di salah satu kursi. Tapi sebelumnya dia memberikan seringaian lebar pada Nanda tanpa Ken tahu.

Bukan sebuah rahasia bagi Bayu kalau laki-laki setahun di bawahnya ini sudah banyak memakan korban. Mereka patah hati dengan berbagai macam reaksinya karena salah mengartikan Ken. Lelaki itu hanya menggoda tanpa berniat untuk serius. Bukan memberi harapan palsu karena Ken bukan tipe seseorang yang menyukai komitmen. Entah pacaran atau sekedar dekat. Ken itu laki-laki bebas.

"Tapi masih single kan?" tanya Ken melemparkan lirikan matanya pada Nanda.

"Ken!" Bayu berdecak. Ken masih tertawa kecil tanpa melepaskan lirikan matanya. Sementara Nanda kembali sibuk pada pekerjaannya.

"Gue nanya, Bay. Atau jangan bilang dia menuju ke partner hidup lo?" tebak Ken menyelidik.

"Sayangnya dia nggak tertarik. Dan gue juga belum tertarik buat nikah. Jadi, dia masih partner kerja gue," jawab Bayu ikut menatap Nanda.

"Gue taksir dia sepantaran sama kita. Satu atau dua tahun lebih muda sih."

"Jadi lo ke sini mau apa? Ngomongin karyawan gue?"

"Nah iya. Gue lupa. Karyawan lo lebih menarik sih," kata Ken menyeringai.

Bayu menahan napas. Tidak ada yang berubah malah makin menjadi. Tiga tahun tidak bertemu langsung tidak ada bedanya dengan pribadi Ken Pratama ini. Sikap Ken yang tergolong perayu ulung kali ini naik kadarnya.

"Kebiasaan! Kontrol woi!" decak Bayu.

"Pengen berkunjung aja sih. Lihat-lihat Cafe lo. Emang lo doang yang bisa main-main ke Cafe gue?" ledek Ken.

"Serius, Ken. Masalahnya lo jarang ketemu gue tiba-tiba kontak gue pengen ketemu. Kenapa? Nyokap lo masih reseh?" tanya Bayu.

Ken mengusap tengkuknya. Dan bukan hal baru yang Bayu dengar lagi mengenai sosok ibunya Ken. Ken Pratama, anak pertama dan terakhir, sama saja anak tunggal. Ibunya cukup ketat mengontrol kehidupan Ken termasuk masalah jodoh. Tapi yang tidak Bayu habis pikir, ibunya masih saja kecolongan. Ini lebih mengenai sikap Ken yang tidak mau terikat. Sejauh apa seseorang mengontrol sikap seorang yang dia sayang, masih ada saja celah kecil yang terlewat.

"Dari minggu lalu. Gigih banget minta anter ke arisan temannya. Gua heran, kenapa ibu-ibu suka banget arisan. Yang notabene cuma kamuflase dari ngerumpi," keluh Ken.

"Minta anterin doang kan?"

"Darimana urusannya ibu-ibu cuma minta anterin doang. Bay, pasti ada ekornya. Soalnya nyokap gue mulai getol nyeritain anak temannya. Gue lupa namanya."

"Anak teman nyokap lo cewek?" tanya Bayu mengangkat alisnya sebelah.

Ken mendengus, melempar bantal kursi dengan sebal.

"Ya kali gue homo. Diceritainnya tentang anak cowok!"

"Terus kenapa lo datang ke gue?"

Ken mengedikkan bahunya. Dia tidak memiliki alasan mengapa dia mendatangi Bayu untuk masalahnya saat ini. Padahal dia tahu kalau Bayu tidak akan membantunya sedikitpun. Memang Bayu tidak memiliki ide untuk jawaban dari masalah Ken. Bayu itu tipe lelaki yang dingin dan tidak peduli dengan statusnya. Masalah percintaan ada di deretan paling bawah dalam hidup Bayu. Ken tahu itu. Bahkan Ken belum pernah melihat Bayu kencan dalam artian di dalam sebuah komitmen.

"Nggak tahu. Padahal gue tahu kalau datang ke lo itu sia-sia. Tapi kayaknya nggak begitu sia-sia sih. Bagi nomor karyawan lo dong. Siapa namanya?"

"Nanda? Apa Mella?"

"Partner kerja lo deh. Siapa? Nanda?"

Bayu menaikkan alisnya sebelah, berpikir sejenak. Sebelum kemudian sudut bibirnya tersenyum miring.

"Lo mau nomer HP-nya Nanda?"

"Iya. Nggak tahu, gue penasaran sama dia."

Bayu menjulurkan tubuhnya, menghapus jarak hingga wajahnya berada beberapa centi dari wajah Ken. Hal yang tidak keduanya tahu, posisinya saat ini tertangkap oleh mata Nanda. Membuat Nanda mengernyit jijik.

"Minta sendiri aja kalau mau. Tapi gue jamin, lo gagal."

Ken terdiam, mengerjabkan matanya. Sesaat kemudian dia menyeringai, merasa tidak terima dianggap remeh reputasi seorang Ken yang bisa mendapatkan segalanya yang dia inginkan.

"Kalau gue bisa dapet nomernya?" tanya Ken menaikkan alisnya kembali merasa tertantang.

"Coba aja. Dia bukan termasuk tipe lo. Yang ada, lo yang dibikin merengek-rengek sama dia."

"Wow! Menarik. Gue jamin, gue bukan cuma dapet nomer HP dia. Tapi juga hati dia. Lihat aja, calon Nyonya Ken Pratama," ucap Ken percaya diri membuat Bayu seketika terbahak dan kembali duduk pada posisinya.

"Serius, Ken," ucap Bayu setelah tawanya mereda.

"Lihat nanti aja. Jangan kaget kalau gue bakal sering datang," jawab Ken tanpa ada nada becanda seperti biasa. Bahkan matanya menatap lurus pada sosok Nanda yang sedang berbicara dengan pelanggan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top