Chapter 53
Jungkook seakan melupakan dunia sekitarnya saat sedang berkonsentrasi memasak. Ia sudah mempelajari resep masakannya dan menghapal semua isi resep dengan waktu yang tidak banyak. Jinri tidak terlalu terkejut dengan hal itu, tidak susah bagi Jungkook untuk mempelajari dan mengingat sesuatu dengan otak jeniusnya tersebut.
Namun, pada kenyataannya Jungkook tengah kebingungan. Ia bingung dengan takaran garam yang harus ia masukkan ke dalam panci untuk merebus spaghetti. Pada resep hanya dikatakan garam secukupnya. Kata secukupnya itu terlalu ambigu untuknya.
Ia tidak bisa mengira-ngira karena ia tidak punya pengalaman membuat Carbonara sebelumnya.
Jika Jungkook masih sibuk mengurus masakannya. Jinri sudah hampir menyelesaikan masakanannya. Ia memang mendapat giliran lebih dulu karena bahan makanan yang ia masak membutuhkan waktu cukup lama untuk dimasak.
Ia membuat Dakbal sekaligus kepiting rebus atas permintaan Jungkook. Ia jadi tidak tega juga karena lelaki itu terus-terusan memintanya untuk membuat kepiting rebus. Walaupun pada awalnya mereka harus beradu mulut dulu.
Setelah memastikan Dakbalnya sudah matang. Jinri beringsut mendekati Jungkook yang tengah menumis bawang bombay dan bawang putih. Ia menelusupkan kedua lengannya di pinggang Jungkook.
Jungkook hanya tertawa kecil ketika merasakan kedua lengan Jinri yang memeluk pinggangnya. Saat Jinri memasak di dapur ia juga suka melakukan kegiatan memeluk Jinri dari belakang dan seperti kebiasaannya itu menular pada wanita itu. Sekarang, Jinri sudah tidak segan lagi memeluknya atau sekedar memberi kecupan selamat pagi atau sebelum tidur.
"Masakanmu sudah selesai?" tanyanya membuka percakapan.
Jinri menempelkan pipinya dipunggung Jungkook. "Emm... tinggal kepiting rebus saja."
Jungkook tidak menjawab, ia hanya mengangguk karena tangannya sibuk mencampurkan spaghetti dengan saus yang ia buat. Jinri diam-diam memperhatikan cara Jungkook mencampurkan semua bahan ia masak. Terlihat sekali jika lelaki itu melakukannya dengan penuh perhitungan. Bahkan ia menakar susu cair dengan penuh ketelitian.
Untuk sentuhan terakhir Jungkook menambahkan kuning telur ke dalam rebusan pasta spaghettinya. Dari gerak-geriknya memang menjanjikan namun entah dengan rasanya. Jinri tanpa sadar melepas pelukannya dan berdiri di samping lelaki itu untuk melihat Jungkook memasak dengan lebih jelas.
"Selesai." ucap Jungkook dengan wajah penuh kelegaan. Ia langsung memeluk Jinri di sampingnya.
Walaupun bingung bercampur terkejut Jinri tetap membalas pelukan Jungkook. Ia mengusap-usap lembut punggung lelaki itu. "Kerja bagus. Kau berhasil menyelesaikan misimu."
Jungkook melepas pelukannya. Ia memegang kedua bahu Jinri. "Belum. Misiku belum selesai. Kau harus mencoba masakanku sekarang."
-00-
Jungkook dan Jinri membawa semua makanan yang mereka masak ke ruang tengah. Daripada menikmati makan malam di meja makan, pasangan itu lebih memilih untuk makan di depan televisi.
Yang paling tidak sabaran sudah pasti Jungkook. Ia membawa piring berisi Dakbal sambil menikmatinya. Jinri sudah memperingatinya untuk tidak makan terlebih dahulu namun tidak ia indahkan. Malah sekarang ia sudah duduk rapi di depan televisi sambil menikmati Dakbal.
"Jungkook-ah, kau sudah menghabiskan setengahnya." Jinri tidak percaya melihat Dakbal yang ia masak hanya tersisa sedikit. Ia hanya meninggalkan Jungkook beberapa menit untuk menerima panggilan dari ibunya.
"Itu karena kau terlalu lama. Aku sudah lapar." sahut lelaki itu santai.
Jinri hanya dapat mengambil napas pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Kerakusan Jungkook memang tidak diragukan lagi. Jika ia terlambat sedikit saja mungkin semua makanan di meja akan habis oleh Jungkook sendiri.
Ia melihat Carbonara buatan Jungkook. Ia hampir lupa dengan masakan suaminya itu, mungkin Carbonaranya mulai mendingin. Salahnya juga tadi tidak langsung mencicipinya.
Jungkook menghentikan kunyahannya, ia menatap Jinri dengan serius ketika melihat wanita itu mulai mencicipi masakannya. Apalagi setelah mencicipi masakannya, Jinri terlihat terdiam sambil mengecap-ngecap lidahnya lalu tidak lama setelah itu langsung minum air putih. Wajah Jungkook semakin serius.
"Berapa banyak kau menabur merica, Jungkook-ah?" tanya Jinri setelah ia menghabiskan satu gelas air minumnya.
"Hah?... eng... secukupnya." sahutnya ragu-ragu.
"Secukupnya bagaimana? Ini sangat pedas. Coba cicipi." Jinri yakin merica di dapurnya tersisa sedikit karena Carbonara Jungkook.
Jungkook dengan cepat mencicipi Carbonara buatannya dan matanya langsung membulat. Ia dengan susah payah menelan spaghetti miliknya. Rasanya pedas hingga tenggorokannya terasa panas. Ia tidak menyangka Carbonaranya malah terasa pedas ketimbang asin. Padahal sejak tadi ia khawatir Carbonaranya terasa asin.
Sepertinya ia tidak sadar menabur merica berkali-kali karena sibuk memikirkan resep yang ia hapal dan tadi Jinri juga sempat mengganggunya hingga membuat konstrasinya buyar.
"Sepertinya aku tidak sengaja menaburnya beberapa kali." akunya pada Jinri. "lebih baik kau tidak usah memakannya. Ini akan semakin pedas jika kau memakannya bersama Dakbal."
Jinri menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tetap akan memakannya. Inikan Carbonara perdanamu."
Ia tidak mungkin membuat kerja keras Jungkook sia-sia. Carbonaranya masih layak untuk dimakan. Walaupun Jungkook terlihat biasa-biasa saja tapi ia menebak jika lelaki itu sebenarnya kecewa.
"Hah? Kau yakin? Jangan menyalahkanku jika terjadi apa-apa pada perutmu besok pagi." ucap Jungkook. Jinri memang sering terkena gangguan pencernaan jika terlalu banyak makan makanan pedas.
"Hmm... tenang saja." sahut Jinri. "ini enak."
Percaya atau tidak kata 'enak' yang dikatakan oleh Jinri bagaikan angin surga bagi Jungkook. Ada satu kelegaan ketika istrinya mengatakan masakan amburadulnya itu enak. Ia tahu Jinri hanya mencoba menghiburnya tapi tetap saja ia senang. Setidaknya kerja kerasnya terbayar.
Jadilah, mereka berdua menikmati Dakbal, Carbonara, dan kepiting rebus dengan penuh penghayatan. Pedasnya dakbal dipadukan dengan panasnya merica membuat mata dan hidung mereka berair. Bibir Jungkook terlihat memerah, ia mengipas wajahnya dengan kipas karena terlalu pedas. Tidak berbeda dengan Jinri, wanita itu bahkan hampir kembung karena terlalu banyak minum sejak tadi.
Karena terlalu menghayati makan malam mereka, Jungkook dan Jinri sama-sama lupa tujuan utama acara mereka malam ini. Untung saja saat Jinri pergi ke dapur untuk mengambil air minum, ia melihat cake yang sudah lengkap dengan lilin di atas meja makan.
Seharusnya cake itu bintang utama di dalam acara mereka tapi ia dan Jungkook malah sibuk menikmati makan malam.
Akhirnya, ia membawa cake itu ke ruang tengah. Jungkook juga terlihat terkejut melihat cake tersebut. Padahal ia yang membeli cake itu tapi ia juga yang melupakannya. Rencananya setelah ia keluarkan dari kotaknya langsung ia bawa ke ruang tengah namun ia lupa karena terlalu menikmati Dakbal.
"Kita hampir melupakan cake ini." ucap Jinri. Ia meletakkan cake itu ditengah-tengah meja setelah menyingkirkan piring-piring bekas makan malam mereka yang sudah habis.
"Seharusnya tadi aku membawanya. Aku lupa karena Dakbal buatanmu sangat enak." kata Jungkook dengan wajah tanpa dosa.
Walaupun Jungkook tidak menjelaskan, Jinri sudah tahu apa alasan suaminya itu. Ia saja hampir dilupakan hanya karena Dakbal. Sepertinya Jungkook sudah cinta mati pada Dakbal hari ini.
-00-
Jungkook dan Jinri sama-sama meniup lilin ulang tahun pernikahan mereka yang pertama dengan doa dan permohonan di dalam hati. Mereka berdua langsung bertukar senyum setelah itu. Terlihat jelas ada binar kebahagian diwajah mereka.
Jungkook merentangkan kedua tangannya dan Jinri langsung menghambur kepelukannya. Tidak ada yang bersuara diantara mereka namun hati mereka sama-sama berbicara. Jinri yang paling terlihat jelas terharu. Ia tidak menyangka pernikahan ini yang awalnya terjadi karena sebuah insiden konyol dapat bertahan hingga satu tahun dengan mereka yang pada akhirnya saling mengakui perasaan masing-masing.
"Terima kasih untuk satu tahun ini, Jungkook-ah." ucap Jinri masih dipelukan Jungkook.
"Terima kasih juga, sayang." balas Jungkook. Ia mencium puncak kepala Jinri dengan sayang.
Jinri mendongakkan kepalanya. Ia tersenyum. Jungkook langsung mengecup bibirnya singkat lalu tersenyum dengan jari-jarinya mengusap sudut mata Jinri yang basah.
-00-
"Aku punya hadiah untukmu." beritahu Jungkook.
Ketika mendengar hadiah mata Jinri langsung berbinar. Ia dengan cepat menarik dirinya dari pelukan Jungkook. "Hadiah apa?"
Jungkook berdiri dari tempat duduknya. "Kau tunggu disini."
Lelaki itu dengan langkah setengah berlari menuju ruang studionya. Ternyata Jungkook menyembunyikan kejutannya di studio karena ia tahu ruangan yang paling jarang Jinri datangi hanya ruang studionya.
Jinri melihat pintu ruang studi Jungkook masih tertutup rapat. Lelaki itu belum keluar. Ia berlari kearah dapur lalu membuka salah satu lemari tempat penyimpanan alat-alat memasak. Jinri sengaja menyembunyikan kado untuk Jungkook di dapur karena hanya dapur tempat teraman. Jika ia menyembunyikannya di kamar, tidak menutup kemungkinan lelaki itu menemukannya.
Setelah mengambil kado itu, Jinri dengan cepat berlari kembali ke ruang tengah lalu menyembunyikan kado miliknya di bawah meja.
Tidak lama setelah itu Jungkook keluar dari studionya dengan membawa hadiah yang ia maksud. Jinri terperangah dengan hadiah yang dibawa oleh Jungkook.
Lelaki itu membawa sebuket bunga mawar, yang membuat ia terperangah adalah ukuran buketnya. Jungkook memberinya sebuket besar bunga mawar merah. Ia hampir tidak percaya melihatnya.
"Apa ini untukku?" tanya Jinri masih tidak percaya.
"Tentu saja. Semua bunga ini untukmu. Kau suka?" sahut lelaki itu.
Mata Jinri terlihat berkaca-kaca, ia menangis karena terlalu senang. Untuk pertama kalinya ia mendapatkan buket bunga sebesar ini. "Terima kasih, Jungkook-ah. Aku sangat-sangat menyukainya."
Jungkook tersenyum sambil mengusap pipi basah Jinri. "Sama-sama. Aku senang kau menyukainya."
Belum puas hanya memberi bunga, Jungkook kembali memberikan sesuatu pada Jinri. Katanya itu adalah hadiah utamanya. Jungkook mengeluarkan kotak kecil berwarna cream yang dihiasi pita berwarna merah dari kantong Hoodienya.
Jinri dengan senyum bahagia membuka kotak kecil itu yang ternyata berisi jam tangan. Jam tangan keluaran terbaru dari brand yang ia suka. Jungkook memang tahu apa yang ia inginkan.
"Ya Tuhan, bagaimana kau bisa mendapatkan jam tangan ini? Bukankah di tokonya sudah habis sejak bulan lalu." jam tersebut memang sudah lama habis setelah beberapa minggu dikeluarkan. Jinri takjub Jungkook dapat membeli jam tangan itu.
"Aku sudah membelinya sejak hari pertama jam tangannya keluar." sahut Jungkook santai.
Memang tidak bisa tertebak, Jungkook selalu melakukan sesuatu yang tak terpikirkan olehnya. Mendapatkan jam tangannya ini tidak mudah karena edisi terbatas. Ia sempat ingin memesan namun tidak sempat.
"Oh ya, aku juga punya sesuatu untukmu." Jinri mengeluarkan kado miliknya untuk Jungkook.
Jungkook terlihat membulatkan matanya dengan wajah senang. Kado itu besar dan berat. Ia kaget dengan berat dari kado tersebut. Jika kado ini jatuh menimpa kakinya, ia yakin jari kakinya paling tidak memar hingga keretakan tulang.
Ia membuka kotak kado tersebut dan langsung mengerutkan kening ketika melihat isinya. Isinya adalah sebuah album foto yang sangat tebal dengan sampul depan dihiasi kolom berisi namanya dan nama Jinri.
"Album foto? Ini besar sekali." komentar Jungkook.
"Coba kau buka isinya." ucap Jinri dengan semangat.
Jungkook membuka isinya. Ia langsung tersenyum ketika melihat foto-foto di dalam album foto tersebut. Isinya adalah foto masa kecilnya dan Jinri, setelah itu fotonya dan Jinri saat sekolah, dan terakhir foto pernikahannya bersama Jinri.
"Jadi ini album foto keluarga kita?!" simpul Jungkook sambil membalik halaman per halaman untuk melihat fotonya dan Jinri.
Mendengar kata 'keluarga kita' membuat mata Jinri berbinar. Ia tidak berharap Jungkook langsung menyimpulkan seperti itu. Awalnya, ia berpikir jika fotonya dan foto Jungkook dalam satu album akan lebih mempermudah untuk dilihat daripada banyak album. Tapi, Jungkook sepertinya langsung berpikir album itu tujuannya adalah kumpulan foto keluarga.
"Hmm... ya. Bagaimana menurutmu?" tanya Jinri dengan senyum yang tak bisa ia bendung lagi.
"Ini bagus. Aku suka. Aku akan mencetak foto-foto kita saat liburan untuk ditambahkan disini." sahut Jungkook setuju. Album foto keluarga terdengar bagus. Jadi setiap momennya dan Jinri terkumpul dalam satu album foto.
"Tapi kau harus menyisakan beberapa halaman." ucap Jinri yang langsung mendapatkan respon kerutan dahi dari Jungkook. "untuk anak-anak kita nanti." lanjutnya dengan pipi yang memerah.
Jungkook terlihat terkejut namun tidak lama setelah itu ia tersenyum. Sorot matanya melembut. Anak-anak, ya? Ia bahkan tidak terpikir tentang hal itu. Tentu saja dalam album foto ini bukan hanya momennya bersama Jinri, nanti suatu hari album foto ini akan terisi momen-momen mereka bersama anggota keluarga baru.
"Tentu saja." jawab Jungkook. "apa itu alasan ada dua kolom kosong disampul?"
Pada sampul album ini memang tertulis namanya dan Jinri namun dibawah masih ada dua kolom kosong. Setelah Jinri mengatakan untuk menyisakan beberapa halaman untuk anak-anak mereka nanti, ia baru sadar kenapa ada dua kolom nama yang masih kosong.
Jinri mengangguk. "Ya... bisa dikatakan seperti itu. Apa kolom namanya kurang? Kau bisa menambahnya jika mau."
Apa Jinri tidak sadar dengan perkataannya sendiri barusan? Sepertinya ya. Jika seperti itu secara tidak langsung wanita itu mengatakan mereka bisa saja memiliki anak lebih dari dua. Padahal awalnya Jinri menentang jika memiliki anak lebih dari dua. Walaupun itu baru rencana tapi wanita itu sangat serius menanggapinya hingga mereka sempat beradu argumen hanya karena masalah anak.
Jungkook mendekatkan wajahnya kearah Jinri. "Jadi kau setuju jika kita mempunyai anak lebih dari dua? Kalau begitu bagaimana dengan empat anak? Dua perempuan dan dua laki-laki."
Jinri terlihat salah tingkah. Kelihatan jika wanita itu baru sadar dengan perkataannya tadi. "Hah? Bu⎯Bukan seperti itu maksudku... eng... maksudku... itu... kalau kau mau tiga. Aku akan mempertimbangkannya nanti."
Jungkook tidak tahan lagi untuk tidak tersenyum. Astaga... ia tidak percaya sudah satu tahun tinggal bersama dan melakukan banyak hal bersama tapi tetap saja ia tidak bosan melihat segala tingkah laku lucu istrinya itu. Malah setiap hari semakin menarik.
-TBC-
Bonus:
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top