Chapter 46
Jungkook dan Jinri masih bersantai di depan api unggun dengan ditemani secangkir coklat hangat. Udara dingin tidak membuat mereka berdua ingin cepat-cepat untuk berangkat tidur.
Pemandangan langit malam seakan menahan mereka untuk tidak beranjak dan menikmati waktu bersama lebih lama lagi. Jungkook maupun Jinri terlihat sama-sama betah duduk di depan api unggun sambil mengobrolkan banyak hal. Dari hal penting sampai hal yang tidak penting sama sekali.
Jinri menyerumput coklat hangatnya dengan pelan-pelan sambil melirik Jungkook yang tengah mengotak-atik kameranya.
"Jadi kau akan mengambil pemandangan langit malam sebagai tema milikmu?" tanya Jinri membuka suara.
Jungkook masih fokus dengan kamera ditangannya. "Hmm... aku pikir ini akan menjadi kenang-kenangan yang bagus untuk dipajang di ruang klub." sahutnya.
Jinri menganggukkan kepalanya. "Jadi, kapan kau mengambil foto-fotonya? Sekarang?" tanyanya lagi dengan nada terdengar antusias. Ia bermaksud ingin menemani laki-laki itu.
"Tengah malam ini." sahut Jungkook. Ia mengangkat kameranya dan membidik pemandangan langit dengan sembarang sekadar untuk mengetes kameranya. "Kau tidur saja duluan." tambahnya lagi.
Jinri mengernyit. "Hah? Kenapa harus tengah malam? Apa tidak bisa sekarang saja? Aku akan menemanimu."
Jungkook menolehkan kepalanya kearah Jinri. "Kenapa kau jadi bersemangat begitu? Udara di luar semakin dingin, sebaiknya kau tidur saja di dalam tenda." peringatnya. "langit saat tengah malam adalah objek yang terbaik." lanjutnya lagi dengan yakin.
Jinri terdiam. Memang apa bedanya langit sekarang dan tengah malam nanti. Menurutnya itu hanya alasan Jungkook saja, laki-laki itu secara halus menolak untuk ditemani karena ingin menikmati hobbynya itu sendiri saja.
Dengan helaan napas pelan Jinri mengganggukkan kepalanya. "Baiklah, lakukan sesukamu. Tapi jangan sampai tidak tidur." ucapnya.
"Hm... mungkin aku tidak tidur malam ini. Aku juga berniat mengambil objek langit saat dini hari." beritahu laki-laki itu dengan senyum tak berdosanya.
Raut wajah Jinri langsung berubah. "Hah? Jangan terlalu berlebihan. Jika kau kelelahan besok pagi, bagaimana dengan sarapan kita?"
Jungkook mengerutkan keningnya. "Sarapan? Kau yang akan membuat sarapan untuk kita berdua besok. Kau bisa menyiapkan sarapan selagi aku istirahat." sahutnya santai.
Jinri langsung menatap Jungkook dengan ekspresi terkejut. "Tunggu dulu... bukannya tugas memasak adalah tugasmu? Kau sendiri yang mengatakannya tadi sore. Kenapa jadi aku yang menyiapkan sarapan?"
Jungkook menegapkan punggungnya. "Aku tidak ada mengatakan seperti itu. Aku hanya mengatakan biar aku saja yang memasak untuk makan malam. Hanya untuk makan malam. Untuk sarapan tetap kau yang menyiapkan." jelasnya serius. Jinri sepertinya salah paham pikirnya.
Sepertinya ia terlalu banyak berharap. Jinri merasa ia terlalu melambung tinggi hingga lupa mencerna benar-benar apa yang dikatakan Jungkook padanya tadi.
"Ternyata hanya malam ini yang spesial. Besok aku sudah kembali menjadi ibu rumah tangga dengan menu sarapan wajib." gumam Jinri dengan wajah yang langsung terlihat lelah.
Jungkook mendengar gumaman istrinya itu. Apa membuat sarapan seberat itu pikirnya. "Jinri-ya, aku tidak bermaksud membuatmu kecewa. Aku memasak malam ini karena aku tahu kau kelelahan." jelasnya dengan nada tidak enak.
Jinri memicingkan matanya. "Bagaimana jika sampai besok pagi aku tetap kelelahan?"
Jungkook mengerutkan keningnya. "Kau akan istirahat dengan cukup malam ini. Aku tidak mengganggumu. Kau bisa tidur sesukamu malam ini. Aku akan memberikan banyak ruang untukmu di tenda, kau juga bisa mengambil tempatku." beritahunya, kembali dengan senyum tanpa dosanya.
Oh Tuhan, bukan itu maksudnya. Jinri mendesah lelah. "Terserah kau saja. Aku akan tidur sekarang." jawab Jinri seadanya.
Ia ingin bangkit dari tempat duduknya saat Jungkook menahan lengannya. Apalagi pikirnya. Jika laki-laki itu kembali ingin membahas masalah sarapan ia bisa saja benar-benar kesal.
"Kau sudah ingin tidur? Kita belum bertukar kado natal." ingat Jungkook.
Laki-laki itu mengambil sebuah kantong kertas dengan tempelan hiasan pita berwarna merah di depannya dari samping tempat duduknya. Entah sejak kapan bungkusan itu sudah ada di sana. Jinri sejak tadi tidak menyadarinya.
Jungkook memberikan bungkusan itu pada Jinri. "Untukmu."
Jinri terlihat terkejut. "Untukku? Ku pikir kau sudah melupakan kesepakatan bertukar kado kita."
Jungkook mengerutkan keningnya. "Aku tidak mungkin lupa. Kita sudah sepakat dengan apa yang kau rencanakan. Bertukar kado saat natal dengan syarat isi kado adalah barang buatan sendiri."
Jungkook memang susah ditebak. Saat Jinri memberitahukan rencananya pada Jungkook, laki-laki itu secara langsung menolak rencananya dengan berbagai macam alasan.
Tapi, lihat apa yang dilakukan laki-laki itu sekarang, ia tiba-tiba memberikan kado. Seingat Jinri, si Jeon itu tidak ada mengatakan kata 'sepakat' dengan rencananya.
"Mungkin saja. Saat aku mengatakan rencana bertukar kado saat hari natal kau menolaknya dengan berbagai alasan dan aku tidak pernah mendengar kau mengatakan sepakat dengan rencanaku tersebut." serang Jinri dengan sengit.
Melihat reaksi Jinri yang sepertinya mulai mengeluarkan argumen sengit, Jungkook hanya mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. "Aku mengatakan sepakat di dalam hati." Jawabnya singkat.
Apa? Di dalam hati? Apa jawaban itu bisa diterima? Jinri terperangah mendengar jawaban konyol suaminya itu.
"Di dalam hati? Kau pikir aku ini cenayang yang bisa membaca semua isi hatimu. Apa mengatakan sepakat dengan mulut sangat susah untukmu?" entah kenapa Jinri semakin kesal mendengar jawaban dari Jungkook yang terkesan tidak serius sama sekali.
Jungkook mengernyit. "Kenapa kau menjadi semarah itu? Ini hanya masalah sepele, tidak usah dibesar-besarkan seperti itu. "
Jinri tersenyum sinis. "Aku tidak marah, aku hanya sedang kesal dengan perkataanmu." jawabnya.
Apa bedanya? Wanita itu terlihat marah sekali padanya. Jungkook kembali menganggukkan kepalanya mengalah. "Kalau begitu maafkan aku. Jadi, daripada kau kesal seperti itu lebih baik kau buka saja kado natalnya."
Jinri menurut walaupun masih dengan wajah cemberut. Wanita itu membuka bungkusan kado yang diberikan oleh Jungkook dengan cepat.
Saat bungkusan kado tersebut sudah terbuka sepenuhnya, Jinri terdiam melihat isi kado yang dibuat oleh Jungkook. Ia ingin tersenyum namun ia berusaha menahan. Mau bagaimanapun ia masih dalam mode kesal sekarang.
Kado yang diberikan oleh Jungkook adalah lilin aromaterapi yang dibuat dalam mason jar. Lilin tersebut berwarna putih dengan beberapa tangkai kecil bunga lavender yang sengaja ditambahkan ke dalam lilin.
Untuk wanginya tentu saja wangi lavender, namun Jinri ragu jika wanginya hanya wangi lavender. Ada wangi lain yang bercampur namun ia masih tidak bisa menebak wangi tersebut.
Selain lilin aromaterapi, Jungkook juga memberikan kartu natal dengan amplop bermotif rusa dan secarik kertas kecil yang diikat dileher mason jar. Jinri mengambil secarik kertas tersebut lebih dulu.
Ia membaca secarik kertas tersebut dengan kerutan dahi. Isinya hanya satu kalimat.
"Kau hanya bisa menyalakan lilin ini jika kau sedang merindukanku."
Jinri menatap Jungkook dengan ekspresi tidak terbaca. "Jungkook-ah, apa kau ada mengintip kado yang akan kuberikan padamu? Terutama kertas yang aku selipkan di bungkusannya?" tanyanya tiba-tiba dengan serius.
Jungkook menggelengkan kepalanya dengan raut wajah tidak paham. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku tidak akan securang itu, aku masih suka dengan kejutan."
Jinri tidak menjawab, wanita itu malah terdiam sambil menatap secarik kertas yang ada ditangannya. Apa ini kebetulan pikirnya. Kalimat yang ditulis Jungkook sama dengan yang ia tulis di kertas yang ia selipkan dibungkusan kado untuk Jungkook.
-00-
Hana masuk ke dalam kamar dengan gerutuan tidak jelas. Gerutuannya itu mengundang perhatian Namjoon yang tengah duduk santai di atas sofa sambil membaca buku. Ada apa lagi pikirnya. Hari ini entah kenapa Hana semakin cerewet dan sering menggerutu tidak jelas.
Mood wanita itu sejak tadi pagi sudah tidak baik entah karena apa. Saat ia bertanya malah ia yang diomeli oleh Hana.
Hana duduk di sebelah Namjoon dengan dengusan keras. "Dasar Jungkook!" gerutunya lagi.
Namjoon ber'oh'ria di dalam hati. Penyebab mood istrinya itu sangat buruk hari ini adalah karena sang adik, Jungkook.
Namjoon menutup buku bacaannya. "Kenapa dengan Jungkook? Kalian bertengkar lagi?" tanyanya.
Hana menoleh masih dengan wajah cemberut. "Lebih dari itu. Aku sangat kesal padanya. Entah kapan anak itu bisa bersikap sopan pada orang yang lebih tua darinya." sahutnya dengan nada marah.
Namjoon menghela napas. "Jungkook memang seperti itu. Biasanya juga begitu, kan?" ucapnya enteng.
Tatapan garang langsung dilemparkan Hana padanya. Namjoon mengernyit bingung. Apa perkataannya salah? Jungkook memang suka bersikap seenaknya dan Hana sudah tahu tabiat adiknya itu.
"Kau membelanya, Oppa?" tuduhnya dengan geram.
Namjoon menggelengkan kepalanya. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, Hana-ya. Sikapnya memang seperti itu dan kau sudah tahu itu. Paling ia hanya sengaja menggodamu dan membuatmu marah seperti biasa."
Hana mendengus. "Tapi ini kali ini ia sudah keterlaluan." keluhnya.
Namjoon meletakkan bukunya ke atas meja lalu mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Hana. "Memangnya apa yang ia katakan kali ini?" tanya nya.
Hana mengambil ponselnya dari kantong piyamanya. Ia membuka ponselnya beberapa saat lalu setelah itu memberikannya pada Namjoon.
Namjoon melihat apa yang ingin istrinya tunjukkan itu. Ternyata isi chat Hana dan Jungkook tadi pagi. Laki-laki itu membaca sekilas isi chat tersebut, ia menganggukkan kepalanya paham. Pantas saja Hana kesal, isi pesan Jungkook benar-benar singkat, padat, dan mengesalkan untuk Hana yang sedang sensitif-sensitifnya.
Isinya hanya 'Tidak. Terima kasih' ketika Hana mengirim chat panjang lebar.
"Tadi pagi aku berniat memberikan hadiah natal sebuah makan malam romantis untuknya dan Jinri di restoran tempat kita biasa. Tapi, ia malah menolaknya seperti itu." cerita Hana dengan hati dongkol luar biasa.
Tidak ada ekspresi berarti yang ditunjukkan oleh Namjoon, sangat berbanding terbalik dengan Hana yang terlihat berapi-api.
"Jungkook sudah punya rencana lain. Biarkan saja kalau ia tidak mau." tanggap Namjoon seadanya.
Terlihat dari wajah Hana, wanita itu belum puas dengan jawaban suaminya yang terdengar ogah-ogahan. "Rencana apa? Aku kan berniat baik untuk membantunya menyenangkan Jinri. Anak itu tidak pernah peka dengan apa yang disukai wanita."
Namjoon mengangkat kedua alisnya. "Sayang, kau tidak tahu Jungkook dan Jinri tidak ada di Tokyo sekarang. Mereka sedang pergi camping ke Danau Motosuko." beritahunya.
Mata Hana terlihat melebar dengan ekspresi terkejut. "Hah? Pergi camping? Darimana kau tahu, Oppa?" tanya nya dengan suara nyaring.
Namjoon memundurkan sedikit kepalanya sambil mengernyit. Suara Hana begitu memekak telinga. "Dari Jungkook sendiri." sahutnya.
Hana mengecurutkan bibirnya. "Kenapa ia tidak memberitahuku dan malah memberitahumu, Oppa? Jika aku tahu, aku akan menghubungi Jinri untuk menerima hadiahku saja daripada pergi camping di saat musim dingin seperti ini." omelnya.
Namjoon mengangkat bahunya pelan. "Entahlah. Mungkin Jungkook tahu jika ia memberitahumu hanya akan merusak rencananya." sahutnya santai tanpa tahu jika lawan bicaranya bisa saja kesal kembali.
Benar saja, Hana memicing matanya kesal kearah suaminya itu. "Aku hanya ingin ia mengerti selera wanita itu seperti apa. Wanita mana yang mau camping saat malam natal? Itu sama sekali tidak romantis. Jungkook memang tidak peka, seharusnya ia mengajak Jinri ketempat-tempat romantis bukannya ke hutan yang dipenuhi nyamuk dan serangga." wanita itu kembali mengeluarkan omelannya dengan nada bicara yang cepat.
Namjoon terlihat tidak berniat menjawab namun, laki-laki itu langsung menatap istrinya dengan sorot mata yang tidak Hana pahami.
"Kenapa kau menatapku seperti itu, Oppa?" tanya Hana bingung.
Namjoon tersenyum kecut. "Setidaknya tempat camping mereka memang tempat camping biasa. Tidak seperti tempat camping yang kau inginkan tahun lalu."
Tahun lalu Hana dan Namjoon sempat menghabiskan waktu libur singkat mereka di California untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka. Saat itu tanpa pikir panjang terlebih dahulu Namjoon mempersilahkan Hana yang merencanakan acara jalan-jalan mereka.
Pada awalnya semuanya baik-baik saja sampai Hana mengutarakan keinginannya untuk camping yang katanya menjadi camping romantis.
Namun, semuanya di luar dugaan Namjoon. Saat mereka sudah sampai tujuan, ia tidak bisa berkata-kata dengan tempat yang katanya menjadi tempat camping romantis menurut Hana.
Wanita itu mengajaknya ke Taman Nasional Yosemite, salah satu tempat paling populer di dunia untuk berkemah ekstrim.
Mereka akan camping di antara tebing dengan ketinggian sekitar 2000m. Untuk tenda mereka akan menggunakan portaledge (tenda sistem gantung).
Entah dari sisi mana kegiatan ekstrim itu menjadi romantis, jatuh bersama dari ketinggian 2000m dan mati bukan definisi romantis untuk Namjoon.
Untungnya mereka membatalkan camping karena Namjoon pingsan saat baru seperempat perjalanan hingga dilarikan ke rumah sakit.
Dokter mengatakan ia pingsan karena kelelahan dan juga stres.
Baru saat itu Namjoon mengucap syukur ketika dirinya pingsan hingga masuk rumah sakit. Ia tidak tahu bagaimana mengerikannya jika mereka benar-benar melakukan camping seperti yang diinginkan oleh istrinya itu.
Hana pelan-pelan mengalihkan pandangannya kearah lain. "Iya, aku tahu kesalahanku. Tidak usah dibahas lagi." gumamnya.
Saat kejadian itu Hana sebenarnya tidak henti-hentinya menangis sambil meminta maaf. Ia tidak menyangka Namjoon benar-benar tertekan dengan keinginan anehnya. Namjoon memang selalu menemaninya dan terlihat ikut menikmati liburan ekstrim mereka. Namun, sepertinya camping diantara tebing dengan ketinggian 2000m sudah keterlaluan bagi Namjoon.
Namjoon tersenyum, ia mengacak pelan rambut Hana. "Menurutku terserah Jungkook dan Jinri saja. Kita tidak berhak mengganggu atau mengatur acara liburan mereka kecuali Jungkook mengajak Jinri untuk camping di antara tebing dengan ketinggian 2000m."
Hana tertawa pelan. "Saat itu terjadi, jangan menahanku untuk menghajar Jungkook."
-00-
Jinri memberikan kado untuk Jungkook dengan ragu-ragu. Ia tidak yakin Jungkook menyukai kado yang ia buat.
Jungkook dengan wajah berbinar menerima bungkusan kado yang diberikan oleh Jinri. Tanpa menunggu lama laki-laki itu langsung membuka bungkusan kado tersebut.
Ekspresi Jungkook begitu sangat senang seakan ia tengah menerima sekantong emas. Jinri sempat bingung melihat tingkah suaminya itu.
Setelah isi kadonya dikeluarkan, Jungkook terlihat langsung tersenyum. Ekspresi wajah yang tidak disangka sama sekali oleh Jinri. Ia kira Jungkook akan langsung cemberut atau mendesah kecewa melihat kado yang dibuatnya.
"Permen? Aku tidak tahu kau bisa membuat permen." ucap Jungkook masih dengan senyum mengembang diwajahnya.
Ia tidak menyangka Jinri memberikannya setoples permen buatan sendiri. Baru kali ini ia mendapatkan hadiah sebuah permen buatan sendiri.
Jinri memang memberikan kado permen madu lemon yang ia letakkan di dalam mason jar. Entah kebetulan kado mereka seperti setema, dari bungkusannya hingga mason jar yang mereka gunakan. Perbedaannya hanya terletak pada isi mason jarnya saja.
Jinri berdeham pelan, ia terlihat sedikit gugup. "Aku tidak tahu rasanya. Itu pertama kalinya aku membuat permen. Jika tidak enak aku bisa membuatnya ulang."
"Ini enak." sahut Jungkook cepat. Laki-laki itu sudah memasukkan dua sekaligus permen ke dalam mulutnya.
Jinri terkejut melihat Jungkook yang tanpa ragu-ragu memakan permen buatannya. Ia sudah bertanya dengan Yerin tentang resep permen madu lemon tersebut tapi ia tidak yakin dengan rasa permen yang ia buat. Bagaimanapun ini pertama kalinya ia membuat permen.
"Benarkah?" tanya Jinri dengan wajah harap-harap.
Jungkook menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu berniat untuk mengambil permen lagi dari dalam toples sampai Jinri menahan tangannya.
"Seperti lilin aromaterapimu, permen ini juga punya aturan." beritahu Jinri yang hanya disambut kerutan dahi Jungkook.
"Apa? Jadi aku tidak bisa menghabiskannya sesuka hati?" tanya Jungkook dengan wajah sedikit kecewa.
Jinri menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Tidak bisa."
Jungkook terlihat menghela napas berat. Padahal ia berniat untuk menikmati permen itu sepuasnya.
Seperti kado miliknya, Jinri juga menyisipkan secarik kertas. Mungkin ini maksud istrinya itu dengan aturan.
Jungkook mengambil secarik kertas tersebut lalu membacanya.
"Kau hanya bisa mengambil dan memakan permen ini jika kau sedang merindukanku."
Jungkook tertegun. Kenapa isinya hampir sama dengan pesan miliknya? Pantas saja Jinri menuduhnya mengintip kado milik wanita itu.
"Jinri-ya, kenapa?" tanyanya dengan wajah takjub bercampur bingung.
Jinri mengangkat bahunya pelan. "Itu yang aku maksudkan tadi. Entah kenapa kita bisa menulis pesan sama seperti itu. Kita seperti ingin berpisah jauh saja." sahut Jinri sambil terkekeh.
"Jinri-ya, bagaimana jika kita benar-benar berpisah jauh suatu saat nanti? Apa kau akan menyalakan lilin itu saat merindukanku?" pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari mulut Jungkook.
Jinri langsung menolehkan kepalanya kearah Jungkook, wanita itu terdiam sesaat lalu tersenyum. "Mungkin. Bagaimana denganmu, Jungkook-ah?"
Jungkook menatap langit dengan helaan napas. "Aku akan menghabiskan semua permennya dalam satu malam." sahutnya.
"Aku tidak yakin kau saat itu sedang merindukanku atau sedang lapar." gerutu Jinri yang disambut kekehan Jungkook.
-TBC-
Chapter pemanasan. Maaf pendek karena hanya ini bisa litmon tulis sekarang setelah berbulan-bulan menderita karena writer's block. Jika lupa alur ceritanya, baca ulang. Tapi kalau malas juga gak apa-apa. Litmon gak maksa.
Sekian dari litmon. Bye-bye.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top