Chapter 45
Jinri merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku dan pegal. Ah... dia sangat lelah bahkan setelah bangun tidur. Bahkan, ia merasa waktu tidurnya sangat kurang namun apalah daya ia dan Jungkook harus melanjutkan jadwal liburan mereka hari ini.
Ngomong-ngomong masalah liburan, pagi ini mereka berencana untuk ikut tur mendaki gunung Fuji. Jinri menghela napas pelan dengan mata yang masih terpejam. Ia tidak yakin bisa menikmati kegiatan mendaki mereka hari ini. Tubuhnya lelah dan kurang tidur karena ulah Jungkook.
Jinri memaksa dirinya untuk mengubah posisi tidurnya menjadi duduk dengan harapan rasa kantuknya sirna. Ia meraba sekitar bantalnya untuk mencari ponselnya dan melihat pukul berapa sekarang.
Pukul 09.00 pagi.
Mata Jinri terbelalak kaget. Sudah jam segini pikirnya. Ya Tuhan, ia kesiangan. Mereka tidak punya waktu banyak untuk bersiap-siap jika seperti ini. Jika ia kesiangan maka tidak ada harapan untuk Jungkook bangun dari tidurnya juga.
Tapi, tunggu dulu. Sepertinya ia salah. Ia baru sadar jika Jungkook sudah tidak ada disampingnya. Tempat tidurnya kosong. Jika laki-laki itu sudah bangun. Kenapa tidak membangunkannya juga?
Ketika Jinri masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Jungkook datang dari arah pintu kamar sambil membawa kantong belanjaan yang cukup besar. Sepertinya laki-laki itu baru kembali dari acara belanjanya tanpa sepengetahuan Jinri.
Hal itu langsung mengundang keingintahuan Jinri. Ia langsung bangkit berdiri dan menghampiri Jungkook yang tengah melepas mantel tebalnya.
"Oh, kau sudah bangun?" Jungkook yang lebih dulu bersuara.
Jinri menyipitkan matanya setengah kesal. "Kita sudah hampir terlambat dan kau malah keluar tanpa membangunkan aku, Jungkook-ah. Kau dari mana saja?" omelnya.
Jungkook memegang kedua bahu Jinri dan mendorongnya pelan untuk duduk di kursi. "Tenang... tenang dulu. Kita tidak akan terlambat." ucapnya dengan nada tenang.
Jinri mengernyit bingung. "Maksudmu? Bukannya kita berangkat jam 10 pagi?" tanya nya sambil bersedekap.
Jungkook hanya menunjukkan senyum misteriusnya ketika mendengar pertanyaan Jinri. Ia ikut duduk di kursi berhadapan dengan istri cerewetnya itu. Ia berdeham pelan.
"Kita tidak jadi mendaki gunung Fuji." beritahunya. "Sebagai gantinya kita akan pergi ke suatu tempat yang tidak terlalu jauh dari sini."
Apa Jinri bisa bersorak bahagia sekarang? Akhirnya, ia terhidar dari kegiatan mendaki ditengah udara dingin seperti yang direncanakan Jungkook.
"Lalu kita pergi kemana?" tanya Jinri dengan senyum senang.
Jungkook tersenyum penuh arti. "Pergi ke danau Motosuko. Kita akan camping disana." sahutnya tanpa beban sama sekali.
Senyum senang yang sempat terpatri di wajah Jinri kini langsung luntur begitu saja ketika mendengar kata 'camping' yang keluar dari mulut Jungkook.
Jungkook benar-benar gila. Apa laki-laki itu tidak tahu berapa suhu diluar sana? Apa tidak ada kegiatan lain selain camping? Kenapa acara berlibur mereka menjadi acara ala-ala pecinta alam? Bagaimana pun camping saat musim dingin dengan suhu ekstrem bukanlah hal yang bagus. Lebih tepatnya tidak bagus untuknya. Ia tidak kuat udara dingin.
"Bisakah kita kembali ke Tokyo saja, Jungkook-ah? Jika kau ingin camping, kita bisa kesini saat musim panas nanti." tawarnya dengan wajah putus asa.
Jungkook menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju. "Kau lupa? Musim panas tahun depan kita sudah pindah ke Amerika. Mustahil bisa kembali kesini." beritahunya.
Jinri terdiam. Ada terbesit rasa sedih ketika ia mendengar perkataan Jungkook. Setiap ia mengingat atau mendengar tentang kepindahan mereka nanti, ada sesuatu perasaan sedih yang tak ia mengerti. Mungkin perasaan sedih itu karena ia akan berpisah jauh dengan orangtuanya dan teman-temannya.
"Semakin lama kau berpikir, semakin banyak waktu bersiap-siap terbuang. Jadi, kau ikut atau tidak?" tanya Jungkook kembali menuntut jawaban cepat dari Jinri.
Jinri bangkit dari tempat duduknya. Ia menggulung rambutnya dengan cepat. "Kau tidak usah bertanya seperti itu karena sebenarnya aku tidak punya pilihan lain selain ikut denganmu, bukan? Jika aku kembali sendirian ke Tokyo, kau bisa saja dihajar oleh Appa." sahutnya sedikit ketus.
Apa boleh buat, Jinri tidak punya pilihan selain ikut dengan Jungkook. Ia tidak mungkin merusak acara liburan mereka yang langka ini. Setelah dipikir-pikir Jungkook tidak pernah gagal dalam hal urusan menentukan tempat liburan anti mainstreamnya.
Jungkook ikut bangkit dari tempat duduknya. Ia menghampiri Jinri lalu membawa tangannya untuk mengacak pelan rambut wanita itu. "Aku jamin, kau tidak akan menyesal ikut denganku kali ini. Keputusanmu sangat bagus, sayang." ucapnya sambil tersenyum. Setelah itu seperti tidak terjadi apa-apa Jungkook melenggang pergi menuju kamar mandi.
Jinri memegang pipinya yang memanas. Apa yang dikatakan Jungkook barusan? Sayang? Sangat jarang laki-laki itu memanggilnya dengan kata 'sayang' kecuali disaat-saat tertentu.
-00-
Sebelum berangkat camping dadakan mereka, Jungkook dan Jinri harus membeli beberapa keperluan dan bahan makanan sehingga mereka berdua singgah di sebuah supermarket yang tidak jauh dari hotel.
Jinri cukup terkejut dengan persiapan yang dilakukan Jungkook tadi pagi saat ia masih tidur. Hampir semua perlengkapan camping mereka sudah ada tanpa repot-repot mengeluarkan uang banyak untuk membelinya.
Jungkook meminjam beberapa perlengkapan camping dengan kakak sepupu Ken yang kebetulan tinggal didaerah ini. Kakak sepupu Ken itu juga meminjamkan mobilnya untuk Jungkook atas bantuan dalam bentuk bujuk rayu Ken tentu saja.
"Apa tidak apa-apa ia meminjamkan mobilnya untuk orang asing seperti kita, Jungkook-ah?" tanya Jinri pada Jungkook yang tengah mendorong troli belanjaan disampingnya.
Jungkook berhenti didepan deretan ramen berbagai merk dan rasa. Ia melirik Jinri sebentar. "Ryou-san itu orang yang baik. Kau tidak usah khawatir." sahutnya lalu memasukkan dua cup ramen rasa kari ke dalam troli belanjaan.
Jinri tersenyum tipis. "Aku tidak menyangka kau cukup banyak kenalan disini." ucapnya.
Jungkook ikut tersenyum. "Asal kau tahu aku banyak kenalan diberbagai tempat." sahutnya dengan sedikit nada sombong.
Jinri hanya memutar matanya jengah. Ia baru berkata seperti itu, Jungkook sudah mengeluarkan kesombongannya. "Iya... iya. Omong-omong, kau ingin makan apa malam ini?" tanya Jinri mengalihkan pembicaraan.
Jungkook kembali mendorong troli belanjaannya. "Malam ini biar aku saja yang memasak makan malam. Kau bersantai saja nanti. Camping ini khusus untukmu." ucapnya dengan nada sangat yakin namun tidak di telinga Jinri.
Memasak? Yang benar saja pikir Jinri. Memang Jungkook ingin memasak apa? Setahunya laki-laki itu hanya bisa memasak makanan instan. Jinri melirik isi troli belanjaan, hanya ada 2 cup ramen dan beberapa bungkus kopi dan coklat instan. Ayolah... jangan katakan Jungkook ingin memasak ramen instan untuknya.
"Benarkah? Kau yakin? Memangnya kau ingin memasak apa, Jungkook-ah? Memasak diatas api unggun itu sulit, aku tidak ingin nanti malam berakhir dengan kau yang membakar hutan." Jinri masih sanksi dengan niat baik suaminya itu.
Jika mereka dalam komik mungkin Jinri dapat melihat kepulan asap emosi muncul di kepala Jungkook. Ia tidak mungkin sampai membakar hutan hanya karena memasak. Itu terlalu berlebihan jika wanita itu ingin meremehkannya.
"Kau meremehkanku? Aku tidak sepayah itu." Jungkook kesal dan kali ini langsung ia keluarkan.
Jinri menahan senyum gelinya. "Kenapa kau sangat sensitif sekali hari ini? Aku hanya bercanda. Jadi, kau ingin memasak apa, Jungkook-ah?" ia melingkarkan tangan kanannya di lengan Jungkook dengan pelan.
Jungkook mengambil napas lalu menghembuskannya dengan pelan. "Nabe Gyoza." sahutnya singkat.
Jinri terdiam. Ia menatap wajah Jungkook dengan ekspresi yang nyata-nyata menunjukkan ketidakpercayaan. "N-nabe? Kau bisa memasaknya?" tanya nya.
Seringaian sombong tercipta disudut bibir Jungkook. "Tentu saja. Itu mudah. Tinggal masukkan semua bahan lalu rebus sampai matang." sahutnya dengan nada bicara penuh keyakinan.
Jawabannya malah membuat Jinri semakin tidak yakin. Doakan saja malam ini acara memasak Jungkook tidak berakhir dengan membakar hutan.
-00-
Perjalanan menuju danau Motosuko hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam, itupun karena Jungkook menyetir dengan santai. Mereka masih banyak waktu karena itu Jungkook lebih memilih menyetir dengan santai sambil menikmati pemandangan di sepanjang jalan.
Sebelum menuju kawasan perkemahan, terlebih dulu mereka menuju tempat penyewaan tempat dan tenda. Mereka berdua tidak membawa tenda sendiri karena tadi saat mereka ingin membeli harganya terbilang lumayan mahal. Jadilah, mereka berdua sepakat untuk menyewa tenda saja.
Jungkook keluar dari tempat penyewaan dengan membawa kantong tenda di bahunya. Semua barang sudah Jinri keluarkan dari mobil dan kegiatan itu lumayan membuat tubuhnya hangat. Lumayanlah pikirnya.
Jinri mengambil tas ranselnya dan mengambil beberapa kantong belanjaan. "Bagaimana? Apa sudah selesai?" tanya nya. Ia sedikit khawatir ketika Jungkook menolak untuk ditemani untuk mengurus penyewaan tempat dan tenda karena laki-laki itu sebenarnya tidak lancar berbahasa Jepang.
Jungkook menganggukkan kepalanya dengan tangannya sibuk menumpuk barang-barang perlengkapan mereka. "Pemiliknya bisa berbahasa Inggris. Kita check-out jam 10 pagi besok." beritahunya. "Bawa barang yang ringan-ringan saja, sisanya biar aku bawa." lanjutnya yang hanya dijawab anggukan paham Jinri.
Dari tempat penyewaan menuju danau Motosuko membutuhkan waktu sekitar 10 menit dengan berjalan kaki dan itu cukup membuat Jinri terengah-engah. Ia memang payah dalam urusan jalan kaki apalagi dengan punggung yang membawa ransel dan tangan penuh kantong belanjaan.
Sesampai mereka di tempat perkemahan yang terletak di pinggir danau, Jungkook tidak ingin buang-buang waktu. Laki-laki itu langsung mengambil ancang-ancang untuk memasang tenda terlebih dahulu. Sedangkan, Jinri mulai membongkar perlengkapan mereka. Ia menyiapkan meja kecil dan kursi portable. Mengeluarkan kompor gas portable untuk merebus air.
Tidak butuh lama bagi Jungkook untuk membangun tenda. Jika ia ingin menyombongkan diri, ia bisa saja membangun tenda dengan mata tertutup. Sejak kecil ia sudah terbiasa camping dan membangun tenda sendiri.
Setelah ini tinggal mencari kayu bakar untuk membuat api unggun. Udara malam sangat dingin, mereka tidak akan bisa bertahan jika hanya mengandalkan hotpack. Penyewaan murah seperti tempat mereka sekarang memang tidak menyediakan kayu bakar sebagai gantinya pengunjung dapat mencari kayu bakar sendiri di dalam hutan sekitar danau dengan bebas.
Ia mengeluarkan kapak kecil dari dalam tas ranselnya. Untung Ryou sangat baik hati mau meminjamkannya semua perlengkapan berkemah.
Jinri menghampiri Jungkook ke dalam tenda. "Jungkook-ah, kau mau kemana membawa kapak seperti itu?" tanya nya.
Jungkook memasukkan kapak itu kembali ke dalam sarung khusus. "Untuk mengusir hantu." jawabnya asal.
Jinri mengerucutkan bibirnya. "Bercandaanmu tidak lucu. Aku serius. Kau mau kemana?"
Sebelum menjawab, Jungkook keluar dari tenda yang diikuti oleh Jinri dengan ekspresi wajah menuntut jawaban.
"Aku mau mencari kayu bakar untuk nanti malam. Kau disini saja. Aku hanya sebentar." akhirnya Jungkook menjawab.
Jinri tampak berpikir. Jika Jungkook mencari kayu bakar ke dalam hutan saja otomatis ia akan sendiri disini. Jiwa penakutnya langsung memasang alarm bahaya setelah itu.
Ia memegang ujung lengan mantel hitam Jungkook pelan. "Aku ikut." pintanya.
Sudah bisa diduga pikir Jungkook. Kebiasaan takut berlebihan Jinri memang tidak pernah berubah. "Hmm... terserah kau saja." sahutnya dengan malas.
Jinri terlihat langsung girang. Ia langsung menautkan jari-jarinya di jari-jari besar milik Jungkook lalu mengayunkan-ayun tangan mereka sambil berjalan masuk ke dalam hutan.
-00-
Memilih kayu bakar tidak semudah seperti yang dilihat. Ternyata kayu nya harus benar-benar kering. Jika masih basah api tidak akan menyala bahkan bisa saja kayunya membuat api memercik dan itu sangat bahaya.
Jinri sejak tadi sudah beberapa kali mendapat penolakan untuk kandidat kayu bakarnya oleh Jungkook. Laki-laki itu bahkan sampai mengomentarinya sangat payah dalah hal memilih kayu bakar.
Setelah beberapa menit berkutat dengan kayu bakar. Akhirnya, mereka berdua berhasil mendapatkan kayu bakar yang bisa dikatakan lebih dari cukup untuk malam ini.
Sekarang tinggal mengangkutnya menuju tempat perkemahan dan memotongnya.
Kembali dari hutan, Jungkook langsung mengeluarkan kapak kecil andalannya untuk memotong kayu-kayu tersebut. Ia dengan santai mengayunkan kapak itu seolah-olah kayu-kayu didepannya ini hanyalah seonggok gabus ringan.
Jika memotong kayu kecil seperti ini bagi laki-laki hanya sebuah pekerjaan biasa. Lain halnya dimata perempuan. Faktanya laki-laki akan terlihat keren saat tengah memotong kayu bakar dan itu dibenarkan oleh Jinri.
Mata wanita itu sejak tadi memerhatikan gerak-gerik yang dilakukan Jungkook di depannya. Entah kenapa Jungkook terlihat semakin tampan ketika tengah memotong sebuah kayu bakar dengan kapak kecil di tangannya.
Jungkook menghentikan kegiatan memotong kayunya ketika sadar tatapan berbinar Jinri kearahnya. Apa Jinri juga ingin mencoba memotong kayu pikirnya.
"Kau mau mencoba?" tawarnya sambil menunjuk tumpukan kayu bakar yang belum ia potong.
Jinri mengerutkan keningnya tidak paham. "Hah? Mencoba apa?" tanya nya.
Jungkook memberikan kapaknya pada Jinri. "Mencoba memotong kayu bakar." sahutnya.
Wanita itu menatap Jungkook dan kayu bakar secara bergantian sambil berpikir. "Hmm... tapi jangan salahkan aku jika tidak terpotong dengan bagus." akhirnya ia meng'iya'kan tawaran Jungkook.
Jungkook tertawa kecil. "Potong saja sesukamu asal jangan sampai hancur saja." ucapnya.
Jinri menganggukkan kepalanya lalu mengambil kapak dari tangan Jungkook. Jungkook mengambil satu kayu yang sekiranya dapat Jinri potong lalu memberikannya pada istrinya tersebut.
Ancang-ancang Jinri terlihat meragukan menurut Jungkook. Maklum saja ini pertama kalinya wanita itu memegang kapak. Jinri mengayunkan kapaknya dan tanpa diduga kayu tersebut langsung terbelah dua hanya dengan sekali ayunan kapak.
Jungkook terdiam sesaat. "Wow." gumamnya tidak menyangka Jinri cukup kuat.
Karena sudah sekali berhasil Jinri tiba-tiba bersemangat dan tanpa sadar hampir memotong habis kayu bakar di depannya. Matanya menjadi berapi-api penuh ambisi ketika tangannya sudah nyaman memegang kapak kecil tersebut dan itu membuat Jungkook sedikit merinding.
-00-
Waktu selalu berjalan, tidak terasa hari sudah mendekati gelap. Waktunya untuk Jungkook dan Jinri menyiapkan makan malam. Tadi mereka berdua hanya minum secangkir kopi hangat tanpa cemilan.
Jungkook sudah siap dengan peralatan dan bahan memasaknya. Ia sama sekali tidak mengijinkan Jinri membantunya. Ia menyuruh Jinri untuk duduk tenang di kursinya sambil menghangatkan diri.
Hanya duduk dan menghangatkan diri memang enak tapi Jinri tidak bisa mengabaikan Jungkook yang katanya ingin memasak Nabe Gyoza untuknya. Memasak mie instan saja kadang-kadang ia yang membantu apalagi memasak Nabe Gyoza. Hal itu membuatnya menjadi tidak tenang di kursinya.
Jungkook mengeluarkan semua bahan yang ia perlukan sambil bergumam mengabsen satu-satu bahan tersebut. "Daun bawang, tofu, toge, bawang putih, kubis, gyoza. Bahan lengkap." gumamnya dengan senyum tipis.
"Apa kau perlu bantuan, Jungkook-ah?" tanya Jinri entah untuk keberapa kalinya.
Jungkook mengangkat tangan kanannya memberi tanda penolakan. "Tidak. Kau tetap duduk disitu dan bersantai."
Jinri menghela napas pelan. Entah apa yang membuat Jungkook repot-repot ingin memasak sendiri dan sepertinya hanya bermodalkan keyakinan saja. Jika laki-laki itu gagal, Jinri tidak akan tinggal diam. Ia akan mengambil alih dan membuat laki-laki itu tidak akan menyentuh bagian memasak lagi.
Gerak-gerik Jungkook terlihat cukup meyakinkan. Tangannya cepat memotong kubis dan daun bawang dengan gunting yang ia bawa. Ia juga terlihat santai-santai saja, tidak ada tanda-tanda kepanikan. Tingkahnya sudah seperti koki profesional.
Jinri mengerutkan kening ketika melihat Jungkook banyak memasukkan kubis. "Kau yakin tidak apa-apa dengan kubis sebanyak itu?" tanya nya.
Jungkook menolehkan kepalanya sebentar kearah Jinri yang terlihat bingung bercampur khawatir. "Kau menyukai kubis, kan? Aku tidak masalah dengan kubis. Masalahku hanya pada sawi putih dan brokoli." sahutnya dengan tangannya sibuk memasukkan tofu ke dalam hot pot.
Memang apa bedanya kubis dengan sawi putih. Mereka berdua sama-sama keluarga kubis-kubisan pikir Jinri. "Aku pikir kau membenci semua jenis sayur-sayuran." ia merapatkan selimut yang melingkari tubuhnya.
Jungkook menyalakan kompor gasnya setelah selesai memasukkan semua bahan Nabe Gyozanya. Ia kini benar-benar mengalihkan tatapannya kearah Jinri. "Aku hanya ingin mulai menyukai mereka dan merubah kebiasaan burukku." ucapnya.
"Kau sudah memakai penghangat?" lanjutnya mengalihkan pembicaraan ketika melihat Jinri semakin merapatkan selimut ditubuhnya.
Jinri menggelengkan kepalanya. "Belum. Karena terlalu dingin aku jadi malas bergerak untuk memasang penghangat." Sahutnya. Pipinya terlihat memerah karena udara dingin.
Jungkook berdecak pelan. Ia pikir Jinri sudah memasang penghangat ditubuhnya. Jika tidak memasang penghangat, wanita itu bisa saja terkena pilek. Ia belum menyalakan api unggun karena sibuk memasak.
Ia mengeluarkan lima bungkus penghangat dari kantong mantelnya. "Pakai ini. Kau bisa terkena pilek." nada bicaranya terdengar khawatir.
Jinri mengambil penghangat tersebut dari tangan Jungkook. "Sebaiknya aku memasangnya dimana?" tanyanya. Ia dengar-dengar ada tempat-tempat untuk memasang penghangat agar hangatnya lebih efektif.
Jungkook mengambil kembali beberapa bungkus penghangat itu dari tangan Jinri. "Aku akan memasangkannya untukmu." tawarnya. "Sebaiknya dipasang di daerah yang ada pembuluh vena tebal. Kau bisa memasangnya di tengah perut, di tengah leher, dan diantara tulang belikat."
Ia menyuruh Jinri untuk berdiri agar ia mudah menempel penghangat. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menempel penghangat tersebut pada Jinri.
Jungkook kembali memasang mantel dan syal ke tubuh Jinri. Tidak lupa ia juga memasang topi rajut untuk wanita itu. "Selesai." gumamnya.
Jinri menghela napas lega. "Terima kasih, Jungkook-ah. Ini terasa hangat dan nyaman."
"Oh, ya? Apa lebih hangat dari pelukanku?" goda Jungkook.
Jinri tertawa pelan. "Kupikir begitu." Godanya balik.
Jungkook berdecak cukup keras. "Aku tidak percaya pelukanku kalah saing dengan penghangat kecil seperti itu." protesnya dengan nada jenaka tapi ia tetap membawa Jinri ke dalam pelukannya.
"Ini terlalu nyaman. Bisakah kita berlama-lama seperti ini?" ucap Jinri semakin menenggelamkan dirinya di dalam pelukan Jungkook.
Jungkook terkekeh. "Tentu saja. Kau masih banyak waktu sebelum Nabe Gyoza matang."
-00-
Jinri hampir tidak percaya melihat Nabe Gyoza buatan Jungkook yang ia wanti-wanti akan gagal matang dengan sempurna. Dari bentuk dan wanginya tidak ada yang aneh. Itu benar-benar Nabe Gyoza, hanya saja ia belum yakin dengan rasanya. Apakah rasanya enak seperti tampilannya atau sebaliknya?
"Merah sekali. Berapa banyak kau menambahkan bubuk cabai?" tanya Jinri ketika ia menyadari sebenarnya Nabe Gyoza buatan si Jeon itu terlalu merah.
"Sekitar 5 sendok makan jika tidak salah." jawab Jungkook dengan wajah tak berdosanya.
Jinri membulatkan matanya tidak percaya. "Hah? 1-2 sendok makan saja sudah cukup. Kau bisa membakar lidah dan lambung kita jika sebanyak itu." omelnya.
Jungkook mengangkat bahunya tidak peduli. "Tenang saja. Itu tidak akan terjadi. Bubuk cabai ini berbeda dengan bubuk cabai yang kau gunakan di rumah." sahutnya.
Ia memberikan semangkok Nabe Gyoza pada Jinri dengan senyum penuh yakin jika masakannya itu sangat enak. "Coba saja. Aku yakin kau akan jatuh cinta dengan Nabe Gyoza buatanku." ucapnya.
Pertama-tama Jinri mencium aroma Nabe Gyoza ala Jungkook tersebut. Aroma cabai begitu mendominasi penciumannya. Setelah itu dengan ragu Jinri menyerumput kuah Nabe Gyoza itu sambil berdoa dalam hati kuah itu tidak membakar lidahnya.
Namun, diluar dugaannya. Kuah Nabe Gyoza itu tidak sepedas seperti aromanya. Pedasnya tidak membuat lidahnya terbakar.
"Ini enak." gumamnya dengan mata berbinar.
Jungkook masih bisa mendengar gumaman istrinya itu. Ia tersenyum puas. Jangan meremehkannya, ia sudah sering membuat Nabe saat ia pergi camping dulu.
Tidak butuh lama bagi mereka berdua untuk menghabiskan makan malam mereka. Jinri lah yang paling banyak melahap Nabe buatan Jungkook. Ia menyesal sempat meremehkan masakan suaminya itu. Siapa yang menyangka Jungkook yang terlihat sangat payah dalam urusan memasak itu bisa memasak Nabe Gyoza yang membuat Jinri jatuh cinta berkali-kali malam ini.
Setelah makan malam, mereka berdua duduk bersebelahan menghadap api unggun sambil menikmati coklat hangat. Lagu berjudul Orange yang di populerkan oleh band 7!! (dibaca: Seven Oops) menemani keheningan malam di danau Motosuko.
Lagu itu sebenarnya tidak cocok untuk didengarkan saat berduaan seperti ini. Itu bukan lagu cinta yang romantis namun lebih ke lagu tentang perpisahan dan kerinduan.
Hanya saja Jinri tidak peduli dengan keadaan. Ia hanya ingin mendengar lagu tersebut karena akhir-akhir ini ia sedang menyukai lagu-lagu dari band tersebut.
"Kenapa kau tidak memberitahukanku jika kau bisa membuat Nabe seenak itu?" tanya Jinri akhirnya bersuara.
Jungkook tidak langsung menjawab. Ia menyerumput coklat hangatnya terlebih dulu. "Itu senjata rahasiaku. Aku akan mengeluarkannya hanya saat-saat seperti ini." sahutnya dengan senyum jahil.
Jinri mengerucutkan bibirnya sebal. "Kalau tahu, aku akan menyuruhmu membuat Nabe di rumah dan memamerkannya pada Appa dan Eomma." ia terkekeh dengan perkataannya sendiri.
Jungkook tertawa. "Jangan. Mereka akan jatuh cinta dengan Nabe buatanku dan merebutku dari mu." candanya.
Jinri berdecih pelan sambil tersenyum geli. "Mereka tidak akan sanggup mengurus anak nakal dan rakus sepertimu." ejeknya yang langsung mendapatkan cubitan gemas Jungkook di kedua pipinya.
-00-
Jinri masih mengusap kedua pipinya yang ia yakini sangat merah sekarang karena cubitan gemas Jungkook. Laki-laki itu hanya tertawa geli melihat Jinri yang cemberut sambil mengusap kedua pipi memerahnya. Wanita itu terlihat semakin menggemaskan.
"Hei... coba lihat ke atas langit." Jungkook tiba-tiba menyuruh Jinri untuk melihat ke atas langit.
Jinri mengikuti perintah Jungkook. Ia menatap langit yang sejak tadi ia abaikan karena sibuk bercanda dengan Jungkook.
Ia terperangah. Bintang bertaburan begitu banya di langit. Rasanya seperti mimpi melihat keindahan langit yang hanya dapat ia temukan disini.
"Ini benar-benar indah, Jungkook-ah." ucapnya masih terpaku dengan pemandangan langit di atasnya.
Jungkook menganggukkan kepalanya setuju. "Jika kita sudah mempunyai anak, aku ingin menamainya Jeon Byeol." ucapnya tanpa terduga. (Byeol: Bintang)
Jinri mengalihkan pandangannya menjadi kearah Jungkook. Ia terkejut dengan gagasan tiba-tiba laki-laki itu. "Kau ingin anak pertama perempuan?" tanya Jinri.
Laki-laki itu mengalihkan pandangan kearah Jinri. Ia menganggukkan kepalanya. "Iya, karena menurutku anak perempuan lebih baik menjadi seorang kakak. Jika sudah bekerja, ia dapat memberi uang kepada adik laki-lakinya."
Ternyata karena itu pikir Jinri. Sepertinya itu berdasarkan pengalamannya sendiri. "Kenapa kau bisa seyakin itu? Dan... apa maksudmu dengan adik laki-laki? Kau terlalu jauh merencanakannya, Jungkook-ah." ia bahkan belum punya rencana hamil dan sampai sekarang masih menunda, tapi Jungkook sudah merencakan anak pertama perempuan dan anak kedua laki-laki.
Jungkook tertawa. "Itu bisa diatur. Kita tinggal tanya Jin Hyung bagaimana caranya mendapatkan anak perempuan terlebih dulu. Maksudku aku ingin mempunyai dua anak. Satu perempuan, satu laki-laki. Jika kau ingin lebih juga tidak apa-apa. Kau bebas memlih jenis kelamin untuk anak ketiga kita." sahutnya dengan santai tanpa menyadari jika lawan bicaranya sekarang sudah memerah seperti kepiting rebus.
Entah kenapa perkataan Jungkook membuat Jinri antara malu dan kesal. Ia kesal karena Jungkook berbicara seolah-olah mendapatkan anak itu seperti memilih barang. Ia pikir hamil dan melahirkan itu gampang. Apalagi laki-laki itu mulai membahas anak ketiga.
Jinri berdeham pelan. "Kalau begitu kau saja yang hamil dan melahirkan." ucapnya yang hanya disabut kekehan Jungkook. Laki-laki itu tadi pasti sengaja menggodanya.
Mereka berdua kembali terdiam cukup lama. Jinri menjadi terpikir apa alasan Jungkook membatalkan niatnya mendaki gunung Fuji hingga berubah menjadi pergi ke danau Motosuko untuk camping.
"Jungkook-ah, kenapa kau membawaku kesini dan membatalkan rencana awalmu untuk mendaki gunung Fuji?" akhirnya Jinri bertanya. Ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.
Jungkook cukup lama terdiam seolah ia sedang memikirkan alasan apa yang akan ia katakan. "Aku pikir kau tidak akan menyukai rencana awalku. Kau juga terlihat lelah, oleh karena itu aku mengajakmu kesini dan berharap kau bisa sedikit merilekskan tubuh dan pikiranmu." beritahunya. "dan alasan lain aku mengajakmu kesini karena aku ingin menunjukkan tempat rahasia sekaligus tempat favoritku yang sering aku kunjungi jika aku pergi ke Jepang."
Jinri tidak sadar jika sebenarnya Jungkook diam-diam memperhatikannya. Laki-laki itu pun tahu jika sebenarnya Jinri sangat keberatan dengan kegiatan mendaki gunung Fuji.
"Kenapa kau mengajakku ke tempat rahasiamu? Jika kau mengajakku ke semua tempat rahasiamu maka itu bukan tempat rahasiamu lagi." sebenarnya tanpa bertanya pun Jinri tahu jawaban apa yang akan diberikan Jungkook. Namun, sekali lagi ia ingin mendengar jawaban itu dari mulut laki-laki itu.
Jungkook tersenyum. "Karena kau sangat spesial untukku. Bukan masalah bagiku jika kau tahu semua tempat rahasiaku karena mulai sekarang tempat-tempat itu akan menjadi tempat rahasia kita." jawabnya.
Jawaban itu yang ingin Jinri dengar. Ia memeluk Jungkook yang langsung dibalas oleh laki-laki itu. "Jika begitu aku juga akan menunjukkan tempat rahasiaku padamu."
Jungkook melonggarkan pelukannya. Ia memandang wajah Jinri dengan kerutan di dahinya. "Dimana tempatnya?" tanyanya.
Jinri menunjukkan senyum misteriusnya. "Masih rahasia. Dulu aku sering melihatmu tertawa lepas tanpa beban dari tempat itu." jawabnya semakin membuat Jungkook bertanya-tanya.
"Aku tidak tahu seberapa terlukanya hatimu dulu hingga kau tidak mampu tertawa lepas. Tapi, ada satu tempat yang membuatmu bisa tertawa lepas tanpa beban dan aku menyukai itu." lanjut Jinri dengan perkataan yang masih ambigu bagi Jungkook.
Jungkook semakin melonggarkan pelukannya. "Apa maksudmu? Kau memperhatikanku sejak dulu?" tanya nya. Dari perkataan Jinri ia bisa sedikit memahami jika Jinri sejak dulu sudah memerhatikannya.
Jinri mengangkat bahunya santai. "Entahlah, yang pasti aku tidak akan membuatmu kehilangan tawa bahagiamu seperti yang dia lakukan padamu bertahun-tahun yang lalu."
-TBC-
Semoga gak ada yang jantungan ya karena litmon balik tanpa bilang-bilang dulu wkwk
Litmon cuma balik bentar kok hitung-hitung buat pemanasan. Chapter ini juga ringan banget karena tanpa konflik. Sengaja sebagai pembukaan karena litmon lama dilanda writer's block. Jika ada yang aneh sama tulisannya itu karena litmon udah lama gak nulis.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya kenapa litmon lama ngilang. Alasan utama itu karena sibuk skripsi, hal itu jujur banyak menyita waktu dan pikiran. Kedua, litmon juga awal-awal tahun ini dikejutin sama sakit tifus. Entah itu penyakit litmon dapat darimana -_- jadi lama istirahatnya dan jujur saja pemirsah sakit itu mengundang kemageran wkwk
Ketiga, bulan ini litmon sibuk berurusan dengan beberapa author yang ngelapor kalau readers bikin ulah lagi -_- kasusnya hampir sama kaya yang kemaren. Itu lelah sekali dan menguras emosi. Tolong, lain kali komentarnya dijaga ya, jangan sampai bikin author-author di sebelah risih apalagi kalian sampai banding-bandingin karya oranglain. Dibandingin itu sakit coy :'v
Semua author punya style menulisnya masing-masing.
Sekian dari litmon. Jangan lupa follow ig litmon : @_litmonstagram
Semoga chapter ini bisa menghibur malam senin kalian ya. Bye-bye 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top