Chapter 40
WARNING! POKOKNYA WARNING AJA XD AWAS JANGAN BAPER WKWK!
Setelah kembali dari Daegu, Jungkook maupun Jinri langsung disibukkan kembali dengan aktivitas perkuliahan mereka. Apalagi Jinri, semester ini termasuk semester yang padat untuknya. Sejak tadi pagi sampai siang ini, ia bahkan belum istirahat sedikit pun. Banyak kelas yang harus ia ikuti.
Jinri keluar dari perpustakaan dengan susah payah, ia tengah membawa beberapa tumpuk buku dipelukannya untuk referensi tugasnya. Ingin rasanya ia mengutuk Prof. Lim yang dengan seenak jidatnya saja memberi tugas tambahan tanpa memikirkan keadaan mahasiswanya.
Demi Tuhan, tugas minggu lalu saja belum ia selesaikan dan sekarang dosen setengah gila itu malah memberi tugas tambahan lagi. Jika dihitung-hitung ada sekitar 5 tugas yang deadline minggu ini. Jinri bahkan bisa merasakan otaknya sudah memanas dan mungkin sebentar lagi akan meledak begitu saja.
Ingin rasanya ia menangis. Tugas menghantuinya belum lagi pekerjaan di rumah menantinya. Memasak, membersihkan apartemen, mencuci pakaian, belanja keperluan dapur, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Masih sibuk dengan pikirannya sendiri, Jinri tidak sadar jika ia sudah mengabaikan panggilan Ilhoon yang tengah menyapanya. Ia bahkan melewati laki-laki itu begitu saja. Ia terkejut ketika Ilhoon menepuk bahunya pelan, karena terkejut ia hampir saja menjatuhkan buku-buku yang ia bawa jika Ilhoon tidak membantu menahan buku-buku itu.
"Kau tidak apa-apa, Jinri-ya?" tanya nya terdengar khawatir.
Jinri tampak masih belum bisa mengontrol keterkejutannya. "Ah... I⎯iya, Sunbae. Aku tidak apa-apa." sahutnya dengan cepat.
Ilhoon memperhatikan wajah Jinri cukup lama. "Kau yakin tidak apa-apa? Ku perhatikan sejak tadi kau berjalan sambil melamunkan sesuatu. Bahaya jika kau seperti itu saat naik atau turun tangga," cemasnya pada Jinri.
Jinri tersenyum tipis. "Aku hanya melamunkan sesuatu yang tidak penting, Sunbae." sahutnya lagi. Jinri terang-terangan terlihat tidak nyaman berbicara dengan Ilhoon. Apalagi banyak berpasang-pasang mata memperhatikan mereka berdua, dimata semua orang di universitas ini ia adalah kekasih dari seorang Jeon Jungkook. Jadi, sedikit saja ada yang janggal dengannya pasti ia langsung menjadi bahan pembicaraan.
Semoga tidak ada gosip miring tentangnya setelah ini karena ia mengobrol dengan Ilhoon. Apalagi berita-berita aneh itu sampai ketelinga Jungkook. Demi apapun, Jungkook memiliki telinga dimana-mana. Apapun yang ia lakukan dikampus, laki-laki itu pasti tahu.
Entah ada apa dengan Ilhoon, tatapannya tidak bisa lepas dari wajah Jinri yang menurutnya semakin hari semakin mempesona. "Kau sudah makan siang?" tanya nya berbasa-basi.
Jinri dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Belum, Sunbae." jawabnya. Seperkian detik setelah itu Jinri langsung menyumpahi dirinya sendiri. Kenapa ia harus menjawab seperti itu? Sebenarnya, ia harus menjawab sudah makan siang lalu permisi untuk pergi.
Ilhoon tersenyum melihat cara Jinri menjawab pertanyaannya. Kesan polos wanita itu tidak berubah sejak dulu. "Kalau begitu kita makan siang. Aku dengar menu makan siang hari ini spesial." ajaknya. "Ah... Biar aku membantumu membawa buku-bukumu itu." ia mengambil tumpukan buku yang Jinri bawa lalu membawanya pergi.
Jinri terkejut dengan tindakan Ilhoon yang tiba-tiba merebut buku-buku itu dari pelukannya. Mau tidak mau ia mengikuti langkah laki-laki itu.
"Sunbae... Tunggu. Kau tidak usah repot-repot membawanya. Aku... Aku memilik janji setelah ini. Buku itu biar aku yang bawa." cegahnya dengan alasan yang sepertinya tak diterima laki-laki itu. Terbukti dengan Ilhoon yang tetap melanjutkan langkahnya ke kantin kampus mereka.
Ilhoon kembali memberikan senyum hangatnya. "Tidak apa-apa. Kau tidak usah sungkan seperti itu. Kau harus makan siang dulu, baru kau urus janjimu itu. Tidak baik melewatkan makan siang." ucapnya. Untuk kesekian kalinya laki-laki itu memberikan perhatiannya pada Jinri.
Jinri menggigit bibirnya cemas. Semoga tidak ada Jungkook maupun teman-teman Jungkook dikantin siang ini. ia berdoa dalam hati. Tidak lucu jika Jungkook mengamuk lagi, ia tidak bisa membayangkannya.
Kini, mereka sudah duduk disalah satu kursi yang terletak di samping dinding kaca berhadapan dengan halaman luas universitas mereka. Makanan sudah ada didepan mereka namun, Jinri belum sama sekali menyentuh makan siangnya itu. Ia malah sibuk memperhatikan sekitarnya.
Ilhoon sadar dengan kegelisahan Jinri sejak tadi. Ia hanya berpura-pura seakan-akan ia tidak tahu dan bersikap seperti biasanya saja. Sorot mata Jinri seperti menujukkan ketakutan. Ia tertawa dalam hati. Jungkook sepertinya sudah berbuat sesuatu untuk menjauhkan dirinya dengan Jinri.
Ilhoon meletakkan sumpitnya keatas meja. "Bagaimana hubunganmu dengan Jeon Jungkook?" tanya nya mencoba menarik perhatian wanita didepannya ini.
Jinri tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan Ilhoon. "Hmm... Kami baik-baik saja," sahutnya seadanya.
Ilhoon menganggukkan kepalanya paham. "Syukurlah. Omong-omong, selamat untuk kalian berdua. Maaf, aku terlambat memberikan ucapan selamat. Hmm... Aku sedikit ketinggalan gosip sebenarnya." ucapnya sambil terkekeh.
Jinri tertawa pelan namun terdengar seperti tidak tulus sama sekali. "Oh, iya... Tidak apa-apa, Sunbae. Terima kasih." sahutnya.
Saat Jinri ingin menikmati makan siangnya, ia tidak sengaja melihat Taehyung dan Jimin dipintu masuk kantin. Tidak menutup kemungkinan jika setelah ini Jungkook juga akan datang.
Tidak butuh lama setelah pikiran itu melintas diotaknya. Sosok Jungkook terlihat memasuki area kantin mengikuti langkah Taehyung dan Jimin. Laki-laki itu berjalan lurus tanpa memperhatikan sekitarnya tapi itu sudah cukup membuat jantung Jinri berdegup kencang.
Ia meletakkan kembali sumpitnya. Jinri dengan cepat mengambil tasnya dan tumpukan bukunya. Ia berdiri dengan tergesa-gesa.
"Sunbae, sepertinya aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku harus segera masuk kelas." pamitnya. Ia membukuk sedikit pada senior sekaligus mantan kekasihnya itu lalu pergi dengan langkah lebar.
Ilhoon tersenyum getir. Belum 10 menit mereka duduk bersama Jinri sudah terlihat tidak nyaman bersamanya. Bahkan tawa dan senyum wanita itu juga terlihat tidak tulus sama sekali. Sepertinya Jinri hanya mencoba menghargainya.
Ilhoon menolehkan kepalanya kesamping dan tatapannya tidak sengaja bertubrukan dengan tatapan tajam milik Jungkook. Sorot mata Jungkook sama sekali tidak terlihat baik-baik saja, ia dengan terang-terangan menunjukkan tatapan menantang perang.
Sisi gelap laki-laki itu terlihat jelas. Ilhoon hanya tersenyum meremehkan. Ia seolah-olah balas menantang Jungkook. Ia tidak akan semudah itu terpengaruh dengan ancaman tak langsung yang dilempar si Jeon itu.
Jika Jungkook selalu mengedepankan emosinya untuk menghadapinya. Maka lain dengannya, ia lebih mengedepannya akal ketimbang emosi. Ia akan menggunakan akalnya untuk menjatuhkan Jungkook.
-00-
Jungkook baru saja keluar dari kelas terakhirnya sore ini ketika ponselnya bergetar di kantong coat yang ia kenakan. Saat melihat layar ponselnya, Jungkook tampak mendesah berat. Sejak tadi ibunya selalu menghubunginya tapi tidak ia angkat karena masih di dalam kelas.
"Hmm... Eomma." jawabnya malas.
Suara cerewet ibunya langsung terdengar sampai-sampai ia menjauhkan ponselnya dari kupingnya. Astaga, bukannya ia ingin durhaka dengan ibunya sendiri, tapi jika lama-lama berbicara dengan ibunya itu di telpon bisa saja kupingnya mengalami gangguan.
"Kau dengar kata Eomma? Satu jam lagi Eomma dan Appa akan mampir ke apartemenmu dan Jinri." terdengar suara Nyonya Jeon diseberang sana.
Jungkook terkejut mendengar perkataan ibunya. "Tapi... Eomma... Aku dan Jinri masih di kampus. Jinri juga mungkin belum keluar dari kelasnya. Kenapa tidak hari lain saja?" sahutnya dengan tawaran.
"Tidak ada tawar-menawar, sayang. Sampai ketemu satu jam lagi. Pastikan kalian ada di apartemen saat Eomma dan Appa sudah sampai." paksa Nyonya Jeon. Setelah berkata seperti itu, ibu dua anak itu langsung memutuskan sambungan sebelum Jungkook menyahut.
Jungkook menghembuskan napas dengan kasar. Ibunya memang suka bersikap seenaknya saja. Ia harus segera menghubungi Jinri.
Setelah menghubungi Jinri yang ternyata sedang menuju tempat parkir, Jungkook langsung mempercepat larinya menuju tempat parkir. Untung ia membawa mobil hari. Sampai di tempat parkir, ia melihat Jinri menyandarkan tubuhnya di mobil dengan napas terengah-engah. Wanita itu juga berlari dari kelas setelah mendapatkan pesan dari ibu mertuanya jika satu jam lagi akan bertamu ke apartemen.
Jinri tentu saja langsung panik. Tadi pagi ia tidak sempat membersihkan apartemen. Ruang tengah, dapur apalagi kamar masih sangat berantakan. Mereka juga sedang kehabisan bahan makanan. Jinri mulai memutar otaknya memikirkan menu makan malam. Ia tidak mungkin menyungguhkan makanan seadanya pada ayah dan ibu mertuanya. Apalagi mertuanya itu jarang bertamu ke apartemen mereka. Setidaknya ia harus memberi kesan yang baik saat kedua orangtua suaminya itu datang.
Jungkook dan Jinri dengan panik masuk kedalam mobil. Mereka berdua tidak memiliki waktu banyak. Waktu yang diperlukan dari kampus ke apartemen saja butuh 30 menit belum lagi membersihkan rumah dan memasak. Jinri ragu apa ia bisa menyelesaikan semua itu dengan waktu 30 menit.
Jinri menggigit bibirnya gelisah. "Jungkook-ah, kita harus belanja untuk makan malam. Kita sedang kehabisan bahan makanan di dapur," ucapnya terdengar sedikit panik.
Jungkook menoleh sebentar. "Tidak... Tidak. Kau tidak usah memasak. Kita pesan makanan saja. Jika kau memasak, itu memakan waktu lama. Pesan makanan direstoran dekat apartemen." sahutnya memberi masukan.
Jinri tanpa pikir panjang langsung menghubungi restoran di dekat apartemen mereka dan memesan beberapa makanan. Biasanya, restoran itu sangat cepat dan tepat waktu dalam urusan mengantar pesanan. Pihak restoran mengatakan mereka akan mengantar makanan dalam waktu 20 menit. Hal itu membuat Jinri sedikit bernapas lega.
Masalah makanan sudah teratasi, tinggal masalah membersihkan apartemen yang harus mereka kerjakan secepatnya.
Sesampai mereka di apartemen, Jungkook maupun Jinri langsung bekerja. Jinri membersihkan dapur dan Jungkook membersihkan ruang tengah.
Jungkook berdecak pelan melihat boxernya tergeletak begitu saja di karpet. Entah kenapa boxernya itu bisa terdampar di ruang tengah. Ia menyampirkan boxernya itu keatas bahunya lalu kembali membersihkan karpet dengan penyedot debu.
Mereka berdua bekerja dalam diam. Jungkook maupun Jinri terlihat fokus dengan pekerjaan masing-masing sampai suara bel berdenting nyaring.
Jinri dengan gerakan cepat ke ruang tengah. "Makanannya sudah datang." pekiknya sambil menyambar cepat dompet Jungkook yang tergeletak begitu saja di atas meja bersama ponsel laki-laki itu.
"Jungkook-ah, aku pakai kartu kreditmu, okey?" ucapnya sambil berlari ke ruang depan tanpa mau repot-repot mendengarkan persetujuan dari Jungkook.
Jungkook kembali menghembuskan napasnya dengan kasar. "Semoga makanan yang ia pesan bukan makanan mahal." gumamnya.
Ruang tengah dan dapur sudah terlihat rapi seperti biasanya. Jungkook menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Ia lelah. Kegiatan bersih-bersih bukanlah keahliannya. Pekerjaan seperti itu sama saja dengan beban berat untuknya.
Ia sudah terbiasa dimanjakan oleh Jinri. Semua urusan bersih-bersih, wanita itu yang kerjakan. Ia tidak paham bagaimana Jinri bisa melakukan semua pekerjaan rumah sekaligus dan tidak terlihat lelah sedikitpun. Jungkook mengakui walaupun tubuh Jinri terbilang mungil tapi wanita itu kuat. Jinri bisa melakukan semua pekerjaan rumah dengan cepat, memasak makanan enak setiap hari untuknya, dan mengurusnya dengan baik. Jinri adalah sosok istri ideal.
Jungkook masih asyik dengan pikirannya sendiri ketika ponselnya bergetar. Ia bangun dari posisinya untuk mengambil ponselnya ia letakkan diatas meja.
Ada satu pesan masuk dan itu dari ibunya. Jungkook dengan cepat membuka pesan masuk tersebut, ia takut jika terlambat membuka atau membalas pesan dari ibunya, ia akan diomeli lagi.
"Maafkan Eomma dan Appa. Sepertinya, Eomma dan Appa akan mampir kapan-kapan saja. Kami memiliki urusan mendadak dan tidak bisa ditinggal. Katakan pada Jinri permintaan maaf Eomma. Jaga istrimu dengan baik, nak. Jangan lupa, berikan kami seorang cucu."
Jungkook tidak tahu harus berkata apa ketika melihat pesan dari ibunya itu. Ia dan Jinri hampir seperti orang gila membersihkan apartemen dan menyiapkan makanan tapi seperti biasanya ibunya sangat suka bersikap seenaknya saja.
Saat membaca kalimat terakhir dari pesan ibunya, Jungkook terlihat langsung mendesah berat lalu memijit kepalanya pelan. Setiap ibunya menghubunginya, mengirim pesan, atau saat bertemu langsung kata 'berikan kami seorang cucu' tidak pernah luput dari topik pembicaraan.
Jinri datang dari arah dapur masih menggunakan apronnya. Ia melihat Jungkook tengah memegang ponsel. Mungkin saja ibu dan ayah mertuanya baru saja memberi kabar. Jinri merasa semakin gugup ketika memikirkan hal itu.
"Apa Eommonim ada menghubungimu? Kapan mereka sampai?" tanya nya duduk disamping Jungkook dengan penasaran.
Jungkook menganggukkan kepalanya. "Eomma baru saja mengirim pesan. Kau bisa baca sendiri." sahutnya lalu memberikan ponselnya pada Jinri.
Jinri dengan cepat mengambil ponsel itu lalu membaca pesan dari ibu mertuanya. Wajah Jinri langsung terlihat lesu ketika selesai membaca pesan dari Nyonya Jeon.
Ia mengembalikan ponsel itu pada Jungkook. Jinri melepas apron yang ia gunakan lalu menyampirkannya di lengan kursi. "Padahal makanan sudah siap." gumamnya. Ada gurat kelelahan di wajah wanita itu. Tentu saja ia lelah, sejak tadi pagi ia sibuk di kampus lalu sorenya tanpa istirahat sedikitpun ia langsung melanjutkan pekerjaan bersih-bersih dirumah.
Jungkook menghela napas. "Kemarilah. Rebahkan kepalamu disini." perintahnya sambil menepuk pahanya.
Jinri beringsut mendekati Jungkook lalu merebahkan kepalanya di pangkuan laki-laki itu. Rasanya begitu nyaman, ia langsung meluruskan pinggangnya yang sejak tadi terasa kaku.
Jungkook memijit pelan kepala istrinya itu. "Kau sudah bekerja keras hari ini," hiburnya.
Jinri menutup matanya, mengistirahatkan sebenatar seluruh tubuhnya. "Aku terlalu banyak memesan makanan. Kita berdua tidak mungkin bisa menghabiskannya sekaligus malam ini," ucapnya teringat dengan makanan yang memenuhi meja makan mereka.
Jungkook menghentikan pijatannya. "Aku bisa menghabiskan semuanya," sahutnya terdengar yakin.
Jinri membuka matanya lalu memukul tangan Jungkook yang ada di atas kepalanya. "Jangan macam-macam. Kau bisa masuk rumah sakit setelah itu." komentarnya tidak setuju.
Jungkook hanya tertawa sedangkan Jinri tampak bangun dari posisi nyamannya. Ia menatap suaminya itu dengan decakan pelan.
Wanita itu menggulung rambutnya. "Kau mandilah dulu. Baru setelah itu kita makan malam," perintahnya pada Jungkook yang sejak tadi sudah berkeringat banyak. Baju laki-laki itu juga terlihat basah oleh keringat. Padahal Jungkook hanya membersihkan ruang tengah apartemen yang tidak seberapa luasnya tapi keringatnya keluar seperti baru saja membersihkan seluruh ruangan.
Jungkook menarik tangan Jinri. "Mandi bersama. Itu dapat menghemat waktu." ajaknya dengan senyum mencurigakan.
Jinri menyipit matanya curiga. Menghemat waktu apanya, ia yakin Jungkook akan menahannya berjam-jam di dalam kamar mandi jika mereka mandi bersama.
Seakan mengerti dengan jalan pikiran Jinri. Jungkook membawa tangannya untuk mengacak pelan rambut istrinya itu. "Tidak usah terlalu khawatir seperti itu. Kita hanya mandi. Aku akan menggosok punggungmu," ucapnya meyakinkan Jinri yang masih terlihat menatapnya curiga.
Jinri menggeser posisi duduknya menjauhi Jungkook. "Aku mau mandi sendiri. Kau duluan saja mandi, okey?" tolaknya.
Jungkook ikut menggeser duduknya hingga kini Jinri terhimpit di antara lengan sofa dan tubuhnya. "Tidak baik menolak tawaran suami tampanmu ini, Nyonya Jeon." ucapnya dengan senyum yang mengerikan dimata Jinri.
Setelah berkata seperti itu, tanpa perlu mendengarkan jawaban Jinri, ia menggendong istrinya itu untuk membawanya ke kamar mandi.
Terdengar teriakan Jinri yang mencoba untuk menolak namun bukan Jungkook namanya jika ia tidak bisa mengatasi hal tersebut. Tidak butuh lama terdengar suara gemericik air dari kamar mandi dan suara tawa yang menggema. Suara tawa Jungkook dan Jinri, entah apa yang mereka candakan.
-00-
Yuri entah untuk keberapa kalinya mencoba membuka pintu kamarnya namun nihil. Pintu itu terkunci dari luar. Wonwoo kembali menguncinya di dalam kamar ketika ia mencoba untuk melawan laki-laki itu tadi pagi. Setiap mereka bertengkar, ia akan berakhir seperti ini.
Jeon Wonwoo adalah wujud lain dari iblis di mata Yuri dan malangnya ia kembali terjerat pada sang iblis itu. Laki-laki itu menahannya dan membuatnya tak bisa lari sejengkal pun dari apartemen mewah milik si Jeon itu yang lebih mirip seperti penjara baginya. Laki-laki itu memberikan segalanya untuknya namun tidak dengan kebebasan.
Ia hanyalah sebuah boneka pemuas nafsu di mata laki-laki itu. Ia ingin lari dari dekapan berbahaya Wonwoo namun ia tidak bisa. Hidupnya tergantung pada laki-laki itu. Ia butuh uang untuk memberikan kehidupan yang layak untuk ibu dan adiknya.
Yuri sempat bebas dari cengkraman laki-laki itu namun, yang terjadi ia selalu kembali terjerat. Kenangan beberapa tahun yang lalu kembali terngiang dibenaknya. Ketika ia tergoda dengan tawaran laki-laki itu.
Ia menjual harga dirinya untuk Wonwoo demi uang. Ia mengorban harga dirinya untuk uang jutaan won. Ia nekad mengubah dirinya menjadi seorang jalang demi keselamatan keluarganya. Umurnya masih sangat muda saat itu tapi kehidupannya sudah dibebani dengan hutang orangtuanya.
Yuri mengambil ponselnya di atas nakas, ia menghela napas dengan berat ketika melihat pesan dengan isi pemberitahuan tagihan kartu kredit ibunya. Ibunya kembali menghambur-hamburkan uang dengan berbelanja barang-barang mahal.
Ia langsung mencari kontak ibunya dan menghubunginya. Beberapa saat menunggu, akhirnya ibunya mengangkat panggilannya itu.
Yuri mengambil napas. "Eomma, apa yang kau lakukan? Jangan menghambur-hamburkan uang seperti ini." keluhnya.
"Ya! Kenapa kau berbicara seperti itu? Wajar saja kan Eomma berbelanja. Eomma hanya membeli beberapa tas dan sepatu. Harganya juga tidak akan membuatmu bangkrut." Terdengar suara ibunya dari seberang menjawab perkataannya dengan ketus.
Yuri memijit kepalanya. "Eomma, ini sudah keempat kalinya kau berbelanja untuk bulan ini. Bisakah Eomma berhemat sedikit?" pintanya dengan suara yang ia usahakan setenang mungkin.
"Apa itu salah? Aku adalah ibu dari seorang model terkenal dan fashionku juga harus sepadan dengan pekerjaanmu, Yuri-ya. Eomma melakukan ini agar kau tidak malu. Kenapa kau begitu keberatan ketika Eomma memakai uangmu? Apa kau tidak sadar bakat dan kecantikanmu itu dari Eomma? Jadi, wajar saja kau memberikan uang yang banyak pada Eomma mu ini. Seharusnya kau berterima kasih padaku, Yuri-ya." ibunya kembali mengomelinya dengan alasan yang selalu sama sejak dulu.
Air mata mulai mendesak untuk keluar, Yuri mencoba menahan tangisnya. Ia kesal, ia marah pada ibunya. Kenapa wanita itu begitu jahat padanya? Ibunya tidak pernah memikirnya, yang ibunya pikirkan hanya uang. Ibunya tidak pernah tahu bagaimana usahanya untuk mencari uang selama ini. Ia mengorbankan hidupnya, harga dirinya, bahkan perasaannya sendiri untuk uang.
Yuri menggigit bibirnya. "Eomma, apa kau pernah memikirkanku? Apa kau pernah berpikir bagaimana beratnya bebanku selama ini? Apa kau tahu bagaimana beratnya mencari uang untukmu dan So Ah? Aku mengorbankan segalanya untuk kebahagian kalian berdua tapi apa yang aku dapat. Kau hanya menjadikanku mesin penghasil uang. Kau tidak pernah memikirkan kebahagianku, Eomma." ucapnya dengan isakan. Ia tidak bisa lagi menahan emosinya.
"Memang itu yang harus kau lakukan untuk membalas budi pada Eomma. Kau terbeban dengan hal itu? Siapa yang mengajarkanmu untuk berbicara kurang ajar seperti itu? Apa Jeon Jungkook? Kau masih dekat dengannya? Sudah Eomma katakan berhenti untuk bergaul dengan anak brengsek itu. ia hanya memberi pengaruh yang tidak baik padamu. Carilah laki-laki yang dapat menjamin kehidupanmu bukan seperti bocah kurang ajar itu. Ia tidak bisa memberikan apapun padamu," entah kenapa Nyonya Kwon kini membawa nama Jungkook diperdebatan mereka.
Yuri menutup matanya sejenak. "Eomma, jangan bawa-bawa namanya. Ia tidak ada hubungannya dengan masalah ini." bentaknya.
"Kau berani membentakku, Kwon Yuri? Eomma berbicara seperti itu juga untuk kehidupanmu, untuk masa depanmu. Sebaiknya kau renungkan semua perkataan Eomma mu ini. Jadilah anak yang baik." sanggah ibunya dengan suara keras.
"Setelah ini, kirimkan uang untuk So Ah. Jika kau tidak ingin memikirkan Eomma, setidaknya kau memikirkan adikmu dan pendidikannya." lanjut nyonya Kwon lalu menutup panggilan secara sepihak.
Tubuh Yuri langsung merosot ke lantai. Ia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk kedua lututnya. Sampai akhirnya, ibunya memang tidak pernah peduli padanya, yang dipikirkan ibunya adalah kesenangannya sendiri.
Hal yang dipikirkan ibunya dan adiknya hanyalah uang. Mereka bahagia diatas kesengsaraannya.
Yuri mengangkat kepalanya. Ia kembali mengambil ponselnya lalu membuka galeri fotonya. Ia menatap foto dirinya dan Jungkook yang tengah tersenyum di depan camera seolah-olah tidak ada beban sedikitpun. Dirinya terlihat bahagia di foto itu.
Ia mengusap wajah Jungkook di foto itu. Jika dulu saat ia terpuruk seperti ini, laki-laki itu selalu ada disisinya untuk menghiburnya tapi untuk sekarang ia hanya bisa melihat wajah laki-laki itu dari kenangannya saja. Jungkook sudah jauh darinya dan hampir tidak bisa ia raih lagi.
Jungkook sudah menemukan kebahagian yang baru. Ia bukanlah lagi sumber kebahagian Jungkook, posisinya sudah digantikan oleh Jinri. Ia menyadari hati laki-laki itu sudah tidak ada di genggamannya lagi dan tidak mungkin dapat ia rebut kembali.
Namun, hatinya masih tidak bisa melepas Jungkook begitu saja. Selama ini, hanya laki-laki itu yang paham akan perasaannya dan selalu mengerti keadaannya. Jungkook adalah bentengnya ketika dunia menghakiminya.
Wanita itu mematikan ponselnya ketika ia mendengar suara langkah dari luar. Sepertinya Wonwoo sudah kembali dari kantor. Ia dengan cepat bangkit dari posisi duduknya lalu naik keatas ranjang.
Yuri menghapus air matanya lalu pura-pura menutup matanya seakan-akan ia tengah tidur ketika pintu kamarnya dibuka.
Wonwoo menutup pintu kamar Yuri dengan pelan. Ia melangkah menghampiri ranjang untuk melihat keadaan wanitanya itu.
Ia duduk dipinggir ranjang sambil menatap wajah tertidur Yuri. Ia membawa tangannya untuk pengusap pelan kepala wanita itu. Wonwoo tersenyum getir dengan perasaan yang berkecamuk.
Wonwoo tidak pernah merasakan perasaan aneh ini ketika bersama wanita lain. Yuri selalu memberi perasaan yang berbeda padanya, karena hal itulah ia tidak ingin melepas wanita itu lagi. Wanita itu mampu meluluhkan hatinya yang dingin dan memberikan warna pada hidupnya yang gelap.
Namun, ia tidak tahu harus berbuat apa untuk memiliki wanita itu. Ia bukanlah laki-laki yang pintar dalam hal mengungkapkan perasaan. Bisa dikatakan Wonwoo sangat bodoh dan kaku dalam hal perasaan.
Awalnya, ia tidak pernah memandang wanita dengan cinta, ia menganggap wanita hanyalah mainan untuk bersenang-senang sampai Yuri hadir dikehidupannya dan mengubah cara pandangnya. Saat itulah ia berpikir untuk mendapatkan Yuri dengan cara liciknya. Walaupun keputusannya itu akhirnya menghancurkan kepercayaan Jungkook padanya.
Wonwoo menatap Yuri dengan sendu. "Maafkan aku. Hanya ini yang dapat aku lakukan agar kau selalu disisiku. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu." gumamnya.
Sebelum ia pergi, ia mencium kening wanitanya itu cukup lama seakan dengan ciuman itu ia menyalurkan semua cinta yang ia rasakan.
Saat Wonwoo sudah keluar dari kamar, saat itulah terlihat satu tetes air mata mengalir dari mata tertutup Yuri. Wanita itu menangis dalam diam.
-00-
Perkiraan Jinri memang tidak salah. Jika Jungkook membawanya mandi bersama sudah dipastikan laki-laki itu dengan berbagai cara menahannya agar tetap berada dikamar mandi.
Seperti sekarang, mereka berdua tengah berendam air hangat di bath-up yang diusul oleh Jungkook. Jinri tidak bisa menolak karena laki-laki itu menahannya. Tapi, jika dipikir-pikir berendam berdua tidaklah terlalu buruk. Apalagi Jungkook dengan sukarela memijat bahunya yang beberapa hari ini memang kaku karena kelelahan. Mereka berdua juga mengobrolkan banyak hal selagi berendam.
Posisi Jinri sekarang duduk membelakangi Jungkook sehingga laki-laki itu mudah untuk memijat bahu dan pinggangnya. Pijatan Jungkook dan air hangat adalah kombinasi yang sempurna. Jinri sudah merasakan tubuhnya kembali rileks setelah menjalani aktivitas berat seharian ini. Jungkook tahu caranya memanjakan dirinya dan mengembalikan moodnya.
Jungkook menghentikan pijatannya. "Apa sudah baikan?" tanya nya.
Jinri menganggukkan kepalanya lalu menyandarkan punggung polosnya di dada laki-laki itu. "Terima kasih, Jungkook-ah. Pijatanmu membuatku merasa lebih baik," ucapnya sambil mengusap lengan Jungkok yang ada di atas perutnya.
Jungkook mengecup bahu Jinri dengan lembut. "Hmm... Bukan apa-apa. Aku tahu kau sangat lelah." sahutnya sambil memberikan usapan pelan di perut rata istrinya itu.
Jinri menggeliat geli. Tangan Jungkook mulai nakal dibawah sana. Tidak macam-macam apanya, laki-laki itu mulai melancarkan godaannya.
"Jungkook-ah, apa kau tidak lapar?" tanya nya mencoba mengalihkan perhatian laki-laki itu.
Jungkook tidak langsung menjawab, ia malah membawa tangannya semakin keatas. "Tidak. Aku sudah kenyang hanya dengan bersamamu seperti ini." sahutnya yang diakhiri dengan kecupan manis dibahu Jinri dan tangannya yang mulai menyentuh ujung dada wanita itu.
Jinri menahan napas, ia menggigit bibirnya bawahnya. Pertahanannya hampir saja runtuh jika ia tidak mengingat mereka belum makan malam. Ia juga harus mengerjakan beberapa tugas kuliahnya malam ini untuk dikumpul besok siang. Jika ia meladeni Jungkook, sudah dipastikan laki-laki itu akan menahannya semalaman di atas ranjang dan berakhir bangun kesiangan esok harinya karena kelelahan.
"Tapi aku lapar. Aku juga harus memanaskan kembali makanan tadi." ucap Jinri mencoba mencari alasan agar dapat kabur dari kamar mandi.
Alasan Jinri sepertinya tidak bisa menghentikan kegiatan tangan Jungkook dibawah sana. Ia memijat pelan dada wanita itu hingga sekarang Jinri mulai bergerak gelisah. Ia membawa bibirnya untuk mencumbui bahu dan leher mulus milik wanitanya itu. Jinri hanya bisa mendongakkan kepalanya keatas tanpa sadar memberikan akses lebih untuk Jungkook.
Jinri dengan susah payah mencari kesadarannya agar tidak hanyut dengan buaian memabukkan yang diberikan oleh Jungkook padanya. "Jungkook-ah, kau melanggar janjimu," peringatnya.
Jungkook menghentikan ciumannya di leher Jinri. "Baiklah, aku tidak akan melanjutkannya." sahutnya. Ia menjauhkan bibirnya dari leher wanita itu. Namun, tidak dengan tangannya.
Jinri menangkap tangan Jungkook yang semakin turun. Ia tahu maksud laki-laki itu. "Jangan coba-coba." peringatnya lagi.
Jungkook terkekeh. "Iya... Iya. Aku tahu, Nyonya Jeon." sahutnya. Ia akhirnya hanya memeluk wanita itu dengan sesekali memberikan kecupan hangat dibahu Jinri.
"Apa ada yang ingin kau ceritakan lagi?" tanya Jungkook kembali membuka percakapan.
Jinri tampak berpikir sejenak. "Hmm... Tidak ada. Aku sudah menceritakan semuanya padamu tadi," sahutnya sambil memainkan jari-jari Jungkook di sela-sela jarinya.
Sorot mata laki-laki itu tampak berubah. "Kau yakin? Apa kau ada bertemu dengan seseorang tadi saat jam makan siang?" pancingnya. Ia ingin mendengar respon Jinri. Apa wanita itu akan jujur padanya atau tidak.
Jinri terdiam sejenak. Ia menelan air ludahnya pelan. "Ti⎯Tidak. Aku tadi sibuk di kelas lalu ke perpustakaan saat jam makan siang," sahutnya berbohong. Jelas-jelas ia bertemu dengan Ilhoon bahkan sempat menemani laki-laki itu makan siang.
Tanpa Jinri sadari, ekspresi Jungkook benar-benar berubah sekarang. Ada raut kecewa di wajah laki-laki itu. "Benarkah? Berarti aku hanya salah melihat saja tadi. Aku melihat seseorang yang mirip denganmu saat jam makan siang di kantin universitas. Untung aku tidak menyapanya." ucapnya dengan nada bercanda. Namun, wajahnya tidak menunjukkan perkataannya itu hanyalah sebuah candaan belaka.
Jinri tertawa hambar. Sepertinya wanita itu juga tidak nyaman dengan situasi ini. "Iya... Untung saja." sahutnya seadanya.
Jungkook melepas pelukannya pada Jinri. "Aku mulai lapar," keluhnya mengalihkan pembicaraan.
Jinri dengan cepat bangun dari posisinya yang bersandar di dada Jungkook lalu menolehkan kepalanya kebelakang untuk menatap Jungkook yang masih nyaman menyadarkan tubuhnya di bath-up. "Apa yang aku katakan tadi? Aku akan memanaskan makanan." ucapnya dengan nada sedikit kesal karena laki-laki itu sempat menahannya tadi.
Jungkook menganggukkan kepalanya. "Kau bisa duluan keluar untuk memanaskan makanan. Aku ingin berendam sebentar lagi, nanti aku menyusul," sahutnya dengan senyum manisnya.
Jinri ikut menganggukkan kepalanya pelan. "Jangan lama-lama. Airnya mulai dingin." ingatnya pada Jungkook yang hanya dibalas anggukan kecil laki-laki itu.
Jinri akhirnya keluar dari bath-up, wanita itu mengambil bathrobe untuk menutupi tubuh polosnya. Sambil mengikat tali bathrobenya ia berbalik untuk melihat Jungkook yang ternyata tengah memperhatikannya.
Mereka berdua bertukar senyum sampai Jungkook menunjuk bibirnya. "Sebelum pergi, cium dulu," pintanya dengan senyum menggoda.
Jinri berdecak pelan tapi tidak menolak permintaan laki-laki itu. Ia kembali mendekati Jungkook, ia menunduk untuk mencapai bibir laki-laki itu. Jinri mengecup bibir Jungkook dua kali yang langsung mendapat senyuman puas dari suaminya itu.
Setelah itu Jinri keluar dari kamar mandi meninggalkan Jungkook yang masih betah berendam di dalam bath-up dengan air yang mulai mendingin.
Jungkook menghembuskan napas dengan kasar. Ia menyisir rambutnya dengan jarinya ke belakang lalu tersenyum sinis. "Aku tahu apa yang kau rencanakan, Jung Ilhoon." gumamnya.
Jinri sepertinya tidak berani untuk jujur padanya. Untuk saat ini ia akan membiarkan hal itu. Jungkook mencoba mengendalikan emosinya, kali ini ia tidak akan bersikap gegabah. Ia akan melihat sampai mana Jinri berbohong padanya.
-TBC-
Akhirnya, si Yuri dapat part banyak wkwk xD dari sekian part di chapter ini, litmon nangis pas nulis partnya si Yuri :'v kya sakit banget gitu/? Wkwk
Mungkin kalian bersorak gembira melihat si ulat bulu lagi sedih-sedihan tapi litmon sedih pas nulisnya wkwk. Entah litmon berhasil atau gak nuangin emosi yuri disini, mudahan kalian paham dengan maksud litmon menunjukkan sisi lain dari si yuri.
Buat para readers, jangan lupa juga mampir ke ff Propose, okey? FF itu masih berhubungan sama FF MBA ini. FF itu spesial partnya Namjoon dan Hana sebelum menikah. Jadi, buat yang mau tahu kerempongan pasangan itu. Silahkan cek work litmon ^^
Jangan lupa vote dan komentarnya ya ^^
Sekian dari litmon. Terima kasih dan selamat membaca 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top