Chapter 38

Setelah kejadian kedatangan Yuri dipesta pernikahan Yoongi dan Jiwoo, Jinri lebih memilih untuk tidak kembali ke pesta. Ia kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Rasa kesal membuatnya tidak berminat untuk melakukan apa-apa, ia juga tidak ingin bertemu dengan Jungkook untuk sementara waktu.

Jungkook masuk ke dalam kamar hotel dengan helaan napas lega ketika melihat Jinri ternyata ada di dalam kamar. Wanita itu tengah berbaring dengan posisi menyamping membelakanginya. Ia melangkahkan kakinya untuk mendekat, Jinri sepertinya tengah tertidur.

Ia duduk dipinggir ranjang, mengamati wajah terlelap istrinya itu. Ia tidak sengaja menemukan beberapa gumpalan tissue di atas lantai. Jungkook mendesah dengan berat, wanita itu pasti menangis. Menangis karenanya lagi.

Entah untuk keberapa kalinya ia selalu membuat wanita itu menangis. Ia membawa tangannya untuk menyentuh wajah Jinri namun ia kembali mengurungkan niatnya.

Jungkook bangkit dari tempat duduknya, ia mengacak rambutnya frustasi. Ia melonggarkan dasinya dengan kasar. Okey... Ia harus tenang, setelah ini ia bisa membicarakan masalah ini pelan-pelan pada Jinri.

Ia akhirnya memutuskan untuk mandi selagi menunggu Jinri bangun. Setelah ini, mereka akan berangkat lagi menuju villa pribadi milik Yoongi. Pasangan Min itu masih belum puas membuat pesta. Malam nanti, mereka akan membuat pesta lagi. Pasangan Min itu mengatakan ingin melakukan suatu perayaan yang sayangnya masih dirahasiakan.

Jinri membuka matanya ketika mendengar pintu kamar mandi tertutup. Ia bangkit dari tempat tidur dengan tatapan yang sayu. Sebenarnya, ia hanya berpura-pura tidur ketika Jungkook datang. Ia menghindari laki-laki itu.

Jungkook keluar dari kamar mandi dan tatapannya langsung bertemu dengan Jinri yang ternyata sedang berdiri tidak jauh dari nya. Wanita itu sedang memegang kemeja putih yang ia lepas begitu saja tadi.

Jinri yang pertama kali memutuskan kontak mata mereka. Wanita itu melewatinya tanpa sepatah kata pun. Jungkook mengikuti langkah Jinri, ternyata wanita itu tengah merapikan barang mereka ke dalam koper dan secara terang-terangan mengabaikannya.

Suasana seperti ini yang dibenci oleh Jungkook. Ia tiba-tiba menjadi kesal sendiri. Jungkook akhirnya menghampiri Jinri lalu menarik tangan istrinya itu untuk ikut dengannya. Ia membawa Jinri untuk duduk di sofa dengan posisi mereka yang berhadapan.

Jinri masih enggan menatapnya dan sepertinya tidak berniat untuk bersuara. Jika sekarang ia bisa memilih, Jungkook akan memilih Jinri yang mengomel padanya.

Jungkook menggenggam tangan Jinri dengan lembut, tangan wanita itu terasa dingin digenggamannya. "Jinri-ya, sampai kapan kau diam seperti ini? Bicaralah, hm. Aku minta maaf atas kejadian tadi. Aku tidak tahu ia tiba-tiba datang dan bersikap seperti itu," jelasnya.

Jinri menarik tangannya dari genggaman Jungkook. "Bisakah kita bahas ini nanti saja? Aku sedang lelah," gumamnya berniat untuk bangun dari duduknya namun Jungkook sempat menahannya.

"Kau kenapa? Bicaralah dan kita selesaikan masalah ini. Katakan saja apa yang ingin kau katakan. Jangan menghindar dariku seperti tadi. Aku tahu, kau hanya pura-pura tidur," ucapnya dengan suara yang ia usahakan setenang mungkin.

Jinri mengambil napas pelan. "Aku serius, Jeon Jungkook. Aku sedang tidak ingin mendengar penjelasan apapun darimu hari ini. Aku benar-benar lelah," sahutnya ketus.

Jungkook mendesah berat. "Baiklah, jika itu yang kau mau. Aku tidak akan bicara apapun lagi," ia tersenyum kecut.

"Aku minta maaf." lanjutnya dengan suara lirih.

Setelah berbicara seperti itu, Jungkook mengambil kopernya dan Jinri lalu keluar dari kamar meninggalkan wanita itu sendiri. Jinri hanya berdiri mematung. Kenapa malah ia yang merasakan sakit ketika Jungkook berkata seperti itu padanya. Apa yang ia harapkan sebenarnya? Ia tidak ingin memandang Jungkook namun disisi lain ia juga membutuhkan laki-laki itu.

Jinri keluar dari kamar dengan langkah lesu. Jungkook sudah jauh didepannya, laki-laki itu tengah berbincang dengan Taehyung yang tengah membawa barangnya dan Yerin. Taehyung sempat menatapnya lalu berbicara kembali dengan Jungkook. Sepertinya si Kim itu memaksa Jungkook untuk menolehkan kepalanya untuk Jinri. Namun, Jungkook malah melengos pergi begitu saja.

Yerin menghampiri Jinri dengan wajah khawatir. "Jinri-ya apa kau baik-baik saja? Apa kau sudah berbaikan dengan Jeon Jungkook?" tanya nya dengan hati-hati.

Jinri hanya tersenyum hambar. "Aku baik-baik saja. Bisakah kita tidak membahas tentangnya, Yerin-ah? Aku sedang malas membahas apapun tentangnya," pintanya.

Yerin menggigit bibirnya pelan. "Okey... Maafkan aku. Ayo, kita berangkat. Mereka sudah menunggu kita dibawah," ucapnya sambil mengusap bahu Jinri pelan.

Jinri menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Tidak apa-apa, Yerin-ah. Hmm... Bisakah aku berangkat bersama kalian saja? Aku tidak ingin satu mobil dengannya." pintanya sekali lagi.

Sudah dipastikan Jungkook dan Jinri sama-sama menghindar. Saat keluar dari kamar, pasangan itu juga terlihat hanya diam saja, saling memandang pun tidak. Padahal baru tadi pagi ia melihat Jungkook dan Jinri terlihat begitu lengket dan sore ini pasangan itu sudah tidak saling bicara lagi.

Jadilah, sore ini mereka berangkat menuju villa pribadi milik Yoongi yang terletak di pinggir kota Daegu. Butuh waktu sekitar 2 jam lebih untuk mencapai tempat tersebut.

Jungkook berangkat menggunakan mobil yang terpisah dengan Jinri. Ia lebih memilih ikut Hoseok dan Jimin sedangkan Jinri ikut bersama Taehyung dan Yerin. Aura diantara mereka berdua juga tidak terlihat bagus. Mereka yang menyadari ada perang dingin diantara pasangan termuda itu hanya geleng-geleng kepala saja.

Setelah menempuh waktu 2 jam 15 menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di villa bertingkat dua itu. Sebenarnya, villa ini awalnya adalah milik kakek dan nenek Yoongi. Sekitar 5 tahun yang lalu kakek dan neneknya memutuskan untuk mewariskan villa ini untuk Yoongi karena mereka memutuskan untuk pindah ke kota.

Mereka sekarang berkumpul di halaman depan menunggu si Tuan rumah membuka pintu. Tapi, sepertinya Yoongi kesulitan mencari kunci pintu.

Jiwoo ikut membongkar tas Yoongi dengan gerutuan. "Kau yakin ada membawa kuncinya? Kan aku sudah bilang untuk memeriksa barangmu terlebih dahulu sebelum berangkat," omelnya.

Yoongi menegapkan tubuhnya dengan wajah kesalnya. "Kenapa kau jadi menyalahkan aku? Kau tidak ada mengatakan itu padaku. Terakhir kau yang mengecek barang bawaan kita," sahutnya.

Jiwoo ikut menegapkan tubuhnya membalas tatapan sengit suaminya itu. "Tapi setidaknya kau ikut mengeceknya walaupun aku tidak mengatakannya padamu, Yoon. Aku juga sibuk mengurus barang-barang Young tadi," sekali lagi Jiwoo terdengar tidak mau kalah.

Yoongi mengambil tasnya lalu membongkarnya kembali. "Bagaimana aku bisa ikut mengeceknya dengan Young yang tidak mau lepas dari gendongan. Ia juga selalu merengek ingin cepat bertemu dengan Holly," ucapnya membela diri.

Jiwoo mengerling. "Itu karena kau selalu menjanjikan sesuatu padanya. Kau terlalu memanjakannya, Yoon." sanggahnya.

Mereka yang lain tengah menyaksikan adu mulut pengantin baru itu hanya dapat menghela napas sabar. Entah kenapa perdebatan pasangan Min itu kini merabat ke masalah anak. Jika orang lain melihat kelakuan Yoongi dan Jiwoo saat ini, mungkin mereka tak akan percaya bahwa pasangan ini baru saja menikah tadi pagi. Tidak ada kesan manis dan romantis yang terlihat diantara mereka.

Seokjin yang merasa kakinya mulai kram karena terlalu lama berdiri akhirnya membuka suara untuk melerai perdebatan yang tak kunjung-kunjung selesai itu. "Kalian berdua bisakah hanya fokus mencari kunci pintu? Pintu tak akan terbuka dengan sendirinya jika kalian berdua berdebat seperti itu," lerainya dengan perkataan yang cukup pedas.

Yoongi dan Jiwoo terdiam walaupun masing-masing dari mereka berdua terlihat belum puas berdebat. Saat itu juga Yoongi tidak sengaja melihat jejeran pot bunga di depan villa itu. Ia menepuk dahinya, ia lupa jika villa ini memiliki kunci cadangan dan selalu disimpan dibawah pot bunga.

Setelah pintu terbuka, mereka langsung masuk membawa barang masing-masing dan memeriksa kamar yang sudah Yoongi dan Jiwoo sediakan untuk teman-teman mereka itu. Pada lantai pertama dan kedua masing-masing memiliki tiga kamar.

Kamar lantai bawah diisi oleh Yoongi dan Jiwoo, Namjoon dan Hana, dan Yerin yang mendapatkan kamar sendiri. Sebenarnya, Yerin sekamar dengan Ahra, namun kekasih dari Hoseok itu harus kembali ke Seoul siang tadi karena masalah pekerjaannya.

Kamar lantai atas diisi oleh Seokjin dan Sena, Jungkook dan Jinri, dan kamar yang paling ujung Hoseok, Jimin dan Taehyung yang menempatinya.

Villa yang awalnya selalu sepi itu, kini diramaikan oleh kedatangan mereka. Seperti tidak merasa lelah, setelah beristirahat sebentar mereka mulai menyiapkan bahan makanan dan alat pemanggang di halaman belakang untuk acara barbekyu malam ini.

Yoongi yang selama ini selalu terlihat malas melakukan hal apapun itu, terlihat sangat berbeda hari ini. Ia cukup terlihat normal. Setidaknya itu yang dikatakan Seokjin saat manusia batu itu tidak ada bersama mereka.

Seperti tidak terpengaruh dengan suara riuh dari lantai bawah. Jungkook dan Jinri masih sibuk dengan dunia mereka berdua masing-masing. Mereka berdua masih tidak saling berbicara, ekor mata mereka saja yang terlihat bereaksi saling memperhatikan secara diam-diam.

Jungkook dan Jinri serempak bangkit dari tempat duduk mereka dan sama-sama melangkah menuju kamar mandi. Hal itu membuat mereka berdua terlihat langsung canggung.

Jungkook berdehem. "Kau saja yang duluan," ucapnya tanpa menatap Jinri.

Jinri menggeser sedikit tubuhnya menjauh dari pintu kamar mandi. "Tidak. Kau saja duluan," sahutnya.

Terdengar helaan napas dari Jungkook. "Kau bisa memakai kamar mandi ini. Aku akan memakai kamar mandi diluar." putusnya lalu tanpa menunggu respon dari Jinri, ia melangkah kakinya untuk pergi keluar dari kamar.

Jinri menundukkan kepalanya, ia menyandarkan tubuhnya pada dinding dibelakangnya. Jejak wangi Jungkook masih terasa dipenciumannya ketika laki-laki itu pergi melewatinya.

"Kenapa aku malah merindukannya disaat seperti ini?" gumamnya pada dirinya sendiri.

-00-

Yuri menatap pemandangan kota Daegu dari kaca mobil dengan tatapan menerawang. Tidak seperti di pesta tadi, kini ia tidak menyembunyikan wajah sendunya. Seolah-olah wanita itu sekarang tengah membuka topeng yang sebenarnya.

"Kudengar kau membuat masalah di pesta tadi?" tanya Wonwoo disampingnya.

Yuri mengalihkan pandangannya dari jendela mobil menjadi lurus kedepan. Ia kembali memasang topeng angkuhnya. "Apa itu bisa dibilang masalah? Aku hanya sekedar menyapa," sahutnya.

Wonwoo tertawa pelan. "Kau tidak pernah berubah. Namun, sayangnya apa yang kau lakukan hanya membuatmu terperosok semakin dalam ke lubang yang sama," komentarnya dengan santai.

Raut wajah Yuri tampak berubah. "Apa maksudmu?" desisnya.

Seakan puas dengan perubahan raut wajah wanita disampingnya ini, Wonwoo semakin melebarkan senyumnya. "Kau hanya mempermalukan dirimu sendiri, Nona Kwon. Sikapmu itu hanya membuat kehidupanmu terlihat semakin menyedihkan," ejeknya dengan senyum merendahkan.

Yuri mengepal tangannya dengan kuat. "Tahu apa kau tentang kehidupanku? Dasar, brengsek!" umpatnya dengan tajam.

Wonwoo bukanlah orang yang mudah terpengaruh hanya dengan umpatan tidak berguna seperti itu. Ia masih bisa tersenyum dengan angkuhnya seolah-olah segala umpatan yang dilayangkan wanita disampingnya ini hanyalah angin lalu.

Wonwoo menghentikan mobilnya di salah satu restoran langganannya. "Aku sudah mentransfer uang ke rekeningmu. Kirimkan itu untuk ibumu dan sisanya gunakan untuk membayar uang sekolah adikmu," ucapnya mengindahkan segala umpatan yang diberikan Yuri padanya. Nada bicaranya pun tidak semenyebal tadi.

Yuri mnghela napas. "Kenapa kau melakukan semua ini padaku?" tanya nya terdengar melemah.

Wonwoo tidak langsung menjawab. "Aku akan melakukan apapun untuk menahanmu agar kau selalu ada disisiku dan itu adalah salah satu caraku. Aku akan membuatmu selamanya hanya bergantung padaku, Kwon Yuri. Maka dari itu jadilah wanita yang patuh, karena hidupmu ada ditanganku sekarang." ucapnya lalu keluar dari mobil dengan seringaian puas di kedua sudut bibirnya.

-00-

Acara pesta barbekyu sudah dimulai sejak 30 menit yang lalu. Semua terlihat sibuk, Jiwoo dan Hana sibuk didapur menyediakan menu lainnya. Yoongi, Seokjin dan Jungkook secara bergantian memanggang daging di atas panggangan. Sedangkan, Namjoon dan Hoseok tengah berebut playlist siapa yang lebih dulu diputar. Jimin sejak tadi sudah kehabisan akal untuk melerai kedua Hyungnya itu.

Yerin ikut bersama Taehyung untuk keluar membeli beer dan belum kembali-kembali sejak tadi. Jadilah, Jinri hanya duduk sendiri setelah menata meja makan. Ia awalnya bersama Sena, namun sekarang wanita itu tengah mengambil daging di dapur.

Jinri mengusap lengannya, udara diluar cukup dingin padahal ia sudah memakai sweater tebal. Tapi, tidak lama kemudian ia dapat merasakan selimut hangat tersampir dipundaknya. Ia meraba selimut itu. Ah... Salah, itu bukan selimut melainkan sebuah mantel.

Jungkook menarik tudung mantel yang ia sampirkan dipundak Jinri lalu menutupi kepala wanita itu dengan tudung mantel tersebut. "Kau bisa mengabaikanku tapi jangan abaikan dirimu sendiri." ucapnya lalu pergi begitu saja.

Jinri menoleh menatap punggung Jungkook yang semakin menjauh. Ia memakai mantel itu dengan cepat. Tangannya meremas ujung mantel yang ia gunakan. Rasa kesal memang masih menguasai dirinya namun, jauh didalam hatinya ia sebenarnya tidak menginginkan suasana penuh kecanggungan seperti ini.

Dari awal acara sampai diakhir acara, Yoongi dan Jiwoo masih belum memberitahukan kepada mereka apa tujuan pesta ini dilaksanakan selain merayakan hari pernikahan mereka berdua tentunya. Pasangan Min itu mengatakan ingin merayakan sesuatu, tapi 'sesuatu' yang mereka maksud itu masih belum jelas sampai sekarang.

Setelah menyantap makanan utama, kini mereka menyantap makanan penutup berupa cemilan dan minuman yang dibeli oleh Taehyung dan Yerin tadi sembari mengobrol berbagai macam hal termasuk rasa penasaran mereka terhadap tujuan pesta malam ini.

Yoongi berdehem pelan untuk memulai menjawab rasa penasaran teman-temannya itu. "Hmm... Sebenarnya tujuanku dan Jiwoo mengundang kalian disini bukan hanya untuk merayakan hari pernikahan kami." Jelasnya. Ia menjeda perkataannya membuat semua yang ada di meja makan itu menatapnya dan Jiwoo penasaran. "Tapi untuk merayakan kehamilan Jiwoo juga."

Semuanya terlihat terkejut kecuali Seokjin, dan dari semuanya, Hoseok lah yang terlihat paling syok. Pernikahan kakaknya bersama si Min batu itu saja sudah membuatnya hampir jantungan dan sekarang ia kembali mendapat kabar yang lebih mengejutkan lagi. Kakaknya tengah hamil dan ia tidak tahu sama sekali kabar ini. Padahal ia keluarga terdekat pasangan Min itu disini.

Hoseok menatap kakaknya kesal. "Noona!" teriaknya.

Reaksi berlebihan Hoseok langsung mengundang tawa yang lainnya. Hal itu pasti sangat keterlaluan bagi Hoseok, karena ia sama sekali tidak tahu apa-apa.

Mereka akhirnya memberi selamat kepada Yoongi dan Jiwoo yang sebentar lagi akan mendapatkan anak kedua. Young pasti akan senang jika mengetahui sebentar lagi ia akan menjadi seorang kakak.

Jimin merangkul Namjoon disampingnya. "Wah, kau memiliki saingan sekarang, Hyung," ucapnya bergurau.

Seokjin menganggukkan kepalanya. "Jika anak kalian sudah lahir, kalian bisa menjodohkan anak kalian," tambahnya dengan tawa jahil.

Yoongi dan Namjoon tampak langsung menunjukkan wajah tidak setuju. "Tidak akan!" sahut mereka secara bersama. Sedangkan, Jiwoo dan Hana malah menyetujui saran Seokjin.

Hoseok berdehem. "Jadi, berapa usia kandunganmu, Noona?" tanya nya penasaran setelah terdiam cukup lama karena kesal dengan kakaknya itu.

Bukannya Jiwoo maupun Yoongi yang merespon, kali ini Seokjin yang membuka suara. "Usianya 12 minggu," sahutnya santai.

Hoseok mengerutkan keningnya bingung. "Jin Hyung, kenapa malah kau yang menjawabnya?" tanya nya kembali dengan ekspresi berlebihan.

Seokjin memukul kepala Hoseok pelan. "Aku dokternya, bodoh." sahutnya gemas yang hanya dibalas oleh Hoseok dengan gerutuan tidak jelas sambil mengusap kepalanya.

"Nah, siapa lagi yang ingin menyusul? Aku harap saat kalian datang ke ruanganku, kalian tidak memintaku untuk merahasiakan berita kehamilan seperti yang dilakuan pasangan Min kita ini. Aku lelah menampung rahasia kalian," lanjut Seokjin dengan keluhannya.

Taehyung meyeringai disamping kakaknya. "Hyung, ku pikir setelah ini Hoseok Hyung dan Ahra Noona yang akan datang ke ruanganmu," ejeknya yang langsung dapat tatapan membunuh dari Hoseok.

Hoseok mengacungkan garpu ke arah Taehyung. "Ya! Bocah, jangan berbicara yang macam-macam." protesnya.

Namjoon dan Hana langsung tersenyum penuh arti dari tempat duduk mereka. "Hmm... Jangan terlalu mengelak seperti itu Hobi-ya. Kami tahu hubunganmu bersama Ahra," Hana semakin memperparah keadaan.

"Kami melihatmu kemarin, Jung." tambah Namjoon.

Perkataan Namjoon dan Hana langsung menarik perhatian semua orang. Kini, semua mata tertuju padanya. Hoseok benar-benar mati kutu sekarang. Ia mendesah dengan berat tidak bisa mengelak. Jimin yang duduk disampingnya hanya bisa menepuk bahu Hyungnya itu.

Mereka semua larut dalam candaan yang tak habis-habisnya namun ada dua orang yang sepertinya asyik dengan dunia masing-masing. Jungkook maupun Jinri sejak tadi hanya tertawa seadanya dan terlihat canggung satu sama lain.

Jiwoo yang duduk didekat Jinri terlihat mencolek Jinri. "Jinri-ya, lalu kapan kau menyusul Eonnie?" tanya nya yang langsung menarik perhatian yang lain.

Mereka lupa jika diantara mereka masih ada pasangan muda yang sempat jadi bahan perbicangan beberapa bulan yang lalu karena pernikahan mereka.

Hana terlihat langsung menggeser duduknya antusias. "Iya, kapan kalian berdua merencanakan kehadiran Jeon baby, hah? Para orangtua sudah menagih cucu pada kalian berdua,"

Jungkook dan Jinri tampak tersenyum kikuk. "Masalah itu, kami belum merencanakannya." Jungkook lebih dulu menjawab.

Sena mengibas-ngibaskan tangannya. "Jangan terlalu lama menundanya, Kook. Tahun depan usia pernikahan kalian masuk tahun pertama dan kau juga sudah lulus dari Universitas tahun depan. Tidak ada salahnya kau dan Jinri mulai merencanakan program," ucapnya yang mendapat anggukan dari semua orang.

"Kami ingin keponakan baru lagi." tambah Jimin yang langsung mendapat tatapan horor dari Jungkook dan Jinri.

"Itu terserah Jungkook."

"Itu terserah Jinri."

Jungkook dan Jinri serempak menyahut, mereka berdua langsung bertukar pandang cukup lama dengan raut wajah tidak sehat. Setelah itu, mereka berdua sama-sama membuang muka kearah lain.

Pemandangan itu begitu menarik dimata teman-teman mereka. Semuanya tampak menahan senyum geli dengan kelakuan kekanak-kanakan pasangan Jeon itu. Cara bertengkar mereka terlihat lucu.

Jungkook dan Jinri memang tidak saling bicara namun, sejak tadi jika diperhatikan mereka berdua masih memperhatikan satu sama lain dengan diam-diam. Jungkook maupun Jinri sama-sama tidak bisa menyembunyikan rasa peduli mereka. Buktinya, Jungkook selalu memberi daging yang ia panggang untuk Jinri sebaliknya Jinri selalu menyodorkan makanan pada Jungkook walaupun dengan wajah menekuk dan tidak saling pandang. Mereka berdua bertengkar seperti layaknya pasangan kekasih, bukan seperti suami-istri.

-00-

Sepertinya Jinri tetap melakukan aksi tidak bicaranya pada Jungkook. Ia bahkan malam ini lebih memilih ikut tidur bersama Yerin dilantai bawah ketimbang tidur sekamar dengan Jungkook. Rasa kesal dan kecewanya masih ada pada laki-laki itu.

Namun, baru beberapa jam Jinri terlelap, ia terbangun dengan napas yang terengah-engah. Ia bermimpi buruk lagi. Pasti ini karena saat mereka berkumpul, mereka menceritakan cerita hantu. Jinri yang memang sejak awal takut dengan hantu akhirnya terpengaruh dengan cerita-cerita menyeramkan itu dan terbawa kemimpinya.

Jinri mengubah posisinya menjadi menghadap kanan. "Jungkook-ah, aku⎯" ia tidak melanjutkan perkataannya ketika ia sadar Yerin lah yang tidur disampingnya.

Wajahnya terlihat langsung murung. Ia berusaha mengabaikan Jungkook, namun pada kenyataannya ia tidak bisa. Ia sudah terlanjur bergantung pada Jungkook, ia membutuhkan laki-laki itu.

Jinri bangkit dari posisi tidurnya, menyibak selimut yang ia gunakan dengan hati-hati agar tidak membangunkan Yerin disampingnya. Jinri turun dari ranjang lalu melangkah keluar kamar dengan langkah pelan.

Taehyung menghembuskan napasnya dengan berat, ia memasukkan kedua tangannya ke saku hoodie yang ia gunakan. Ia mengadah menatap langit dengan senyum hambar. Angin malam berhembus secara perlahan-lahan membawa hawa dingin yang menusuk namun sepertinya tidak berpengaruh pada Taehyung saat ini.

Menyendiri dan merenungkan segala sesuatu saat semua orang sudah tidur adalah kegiatan yang sering Taehyung lakukan. Saat bersama teman-temannya, ia akan selalu tersenyum dengan senyum idiotnya itu dan melakukan hal konyol yang mampu mengundang tawa semua orang. Namun, dibalik semua itu ia banyak menyimpan beban pikiran yang ia tanggung sendiri selama ini. Senyumnya itu hanya usahanya untuk menutupi segala macam masalah yang tengah ia hadapi. Ia tidak ingin orang-orang tahu masalahnya, ia lebih suka menanggung masalahnya sendiri.

Saat acara pernikahan Yoongi dan Jiwoo, orangtuanya turut hadir. Mereka melihatnya bersama Yerin. Cara pandang orangtuanya dengan kekasihnya itu tidak berubah, mereka terlihat begitu membenci kehadiran Yerin disampingnya. Ayahnya bahkan tidak menyapanya, hanya menyapa Seokjin saja.

Yerin pasti menyadari sikap orangtuanya, gadis itu pasti sedih. Taehyung kembali mengadah menatap langit. "Apa aku harus melakukannya?" gumamnya entah pada siapa.

Puas menatap langit, Taehyung menolehkan kepalanya kearah ruang tengah yang hanya dibatasi dinding kaca dengan tempat ia duduk sekarang dan ia hampir saja terjatuh dari tempat duduknya ketika melihat ada seseorang yang berjalan menaiki tangga. Ia memicingkan matanya karena keadaan didalam minim cahaya.

"Shin Jinri?" gumamnya dengan alis terangkat. "Apa yang ia lakukan malam-malam begini kelantai atas?" tanya nya pada dirinya sendiri.

Namun, beberapa saat kemudian senyum anehnya tercipta. "Hmm... Begitu. Benar apa yang aku katakan. Mereka tak akan tahan lama-lama saling mendiamkan seperti itu." gumamnya, kali ini ia berbicara pada vas bunga di depannya.

Jinri membuka pintu kamarnya dan Jungkook. Ia masuk dengan langkah yang ia usahakan untuk tidak menimbulkan suara apapun yang dapat membangunkan Jungkook.

Ia menyibak sedikit selimut lalu naik keatas ranjang dengan gerakan pelan. Ia sempat menghentikan gerakannya ketika Jungkook tiba-tiba bergerak. Setelah memastikan laki-laki itu tidak terbangun, Jinri merebahkan tubuhnya dengan posisi menghadap Jungkook.

Jinri tidak paham dengan hatinya sendiri. Bagaimana pun ia berusaha untuk menghindar dari Jungkook, pada akhirnya hatinya pasti akan menuntunnya untuk kembali pada laki-laki itu. Seperti sekarang, ketika ia sudah dekat dengan Jungkook, rasa takut dan gelisah yang ia rasakan tiba-tiba menguap begitu saja.

"Kenapa aku tidak bisa berlama-lama marah padamu? Apa yang kau perbuat dengan hatiku, hm?" bisiknya berbicara pada Jungkook yang tengah terlelap disampingnya.

Namun, sepertinya perkiraan Jinri salah tentang Jungkook yang tengah tidur terlelap. Saat ia selesai berkata seperti itu, Jungkook membuka matanya. Tatapan mereka berdua langsung bertubrukan menciptakan sengatan tak terduga pada Jinri.

Jungkook belum melepas tatapannya. "Jadi, kau tidak marah lagi padaku?" tanyanya dengan suara serak.

Jinri tidak tahu harus berbuat apa, ia ingin bangkit pergi namun Jungkook menahan pinggangnya. "Jawab pertanyaanku, Nyonya Jeon." ucapnya dengan suara yang mampu meruntuhkan pertahanan Jinri kapanpun.

Jinri tidak menjawab dan hal itu membuat Jungkook tampak kecewa. Ia melepas pelukannya pada pinggang Jinri. "Baiklah jika kau tidak mau menjawab. Sepertinya, aku yang salah mengira kau kembali kekamar karena sudah memaafkanku," ucapnya lagi.

"Apa kamar di lantai bawah tidak nyaman? Jika kau tidak nyaman, kau bisa tidur disini. Aku akan pindah ke kamar Taehyung." lanjutnya lalu bangun dari posisi tidurnya.

Jungkook bersiap untuk turun dari ranjang ketika Jinri menarik ujung piyama yang ia pakai. "Aku... Aku sudah memaafkanmu. Sejak tadi siang, aku sudah memaafkanmu," cicitnya. Tangannya masih memegang ujung piyama suaminya itu.

Jungkook masih belum berbalik. Terdengar helaan napas dari laki-laki itu. "Lalu kenapa kau tidak ingin mendengar penjelasanku?" tanya nya pelan.

Jinri menundukkan kepalanya. "Aku hanya kecewa padamu, Jungkook-ah. Kau hanya diam dan seperti pasrah saja ketika Kwon Yuri bersikap seperti itu padamu. Melihat kalian seperti itu membuatku seperti terhempas begitu saja," ungkapnya dengan suara yang bergetar. Jika sudah seperti ini, Jinri tak akan kuasa menahan air matanya. Ia begitu sensitif jika sudah menyangkut dengan perasaannya.

"Aku tidak sanggup melihatnya. Aku takut. Aku takut kau kembali padanya dan meninggalkanku." lanjutnya dengan setetes air mata yang berhasil lolos dari kontrolnya.

Jungkook tidak langsung menjawab. Laki-laki itu tampak mengambil napas dengan dalam. "Aku tidak menginginkannya. Aku juga terkejut ketika ia tiba-tiba datang dihadapan kita. Kau harus tahu satu hal, Jinri-ya. Sekarang dan sampai kapanpun, aku tidak pernah berharap untuk bersamanya lagi. Ia hanya sebagian dari masa laluku. Kehidupanku sekarang sudah berbeda, aku tidak mungkin meninggalkanmu. Kau itu adalah kehidupanku sekarang." jelasnya dengan suara yang begitu tenang namun sarat akan ketegasan dan kesungguhan disetiap kata-katanya.

Walaupun Jungkook tengah membelakanginya sekarang, entah kenapa Jinri dapat merasakan kesungguhan laki-laki itu.

Jungkook menundukkan kepalanya setelah menyelesaikan perkataannya. Ia masih belum berniat untuk berbalik, ia lebih memilih untuk membelakangi Jinri. Jungkook hanya tidak ingin Jinri melihat raut wajahnya sekarang. Ia tidak mampu menyembunyikan ekspresi sendunya.

Ia memang terlihat tidak menunjukkan ekspresi yang berarti ketika Jinri mengabaikannya dan menolak untuk mendengar penjelasannya bahkan tak ingin berbicara dengannya. Namun, sebenarnya jauh didalam hatinya ia juga terluka dengan sikap istrinya itu. Ia juga kecewa dengan penolakan Jinri terhadap dirinya.

Tidak kunjung mendapat respon dari Jinri membuat Jungkook mulai berpikir jika Jinri sebenarnya tak sepenuhnya memaafkannya.

Jinri bahkan melepaskan genggaman tangannya pada ujung piyama Jungkook. Hal itu membuat Jungkook merasa kosong, ia seolah-olah merasa Jinri beringsut-ingsut mundur menjauhinya.

Tapi, itu hanyalah sebagian dari kekhawatirannya saja. Saat Jungkook berpikir untuk berbalik, ia merasakan lengan Jinri menelusup disekitar perutnya dan kehangatan dipunggungnya.

Jinri ternyata memeluknya dari arah belakang. Wanita itu menyandarkan kepalanya dipunggung Jungkook dengan nyaman. "Kau harus memegang perkataanmu, Jungkook-ah. Jangan membuatku selalu takut," ucapnya dengan pelan.

Jungkook tersenyum, ia mengusap punggung tangan Jinri yang berada di atas perutnya sekarang. "Maka dari itu, tetap berdiri disisiku, jangan pergi sejengkal pun dari sisiku. Aku pun tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku akan selalu menggenggam tanganmu dan membawamu melangkah bersamaku." sahutnya berjanji.

"Kecuali kau sendiri yang memintaku untuk meninggalkanmu dan melepaskan genggamanmu padaku. Maka saat itu juga aku akan benar-benar pergi meninggalkan langkah yang telah kita buat." batinnya.

Taehyung merebahkan tubuhnya disamping Yerin dengan pelan. Ia menumpu kepalanya dengan tangannya sambil memperhatikan wajah terlelap kekasihnya itu. Taehyung membawa tangannya untuk menyentuh helaian rambut Yerin yang menutupi sebagian wajah kekasihnya itu. Ia tersenyum samar dengan perasaan yang berkecamuk.

Yerin sepertinya terusik dengan sentuhan Taehyung pada helaian rambutnya. Ia membuka matanya secara perlahan, saat matanya sudah terbuka sempurna dan mendapatkan fokus. Gadis itu hampir saja berteriak jika saja Taehyung tidak cepat menutup mulut kekasihnya itu dengan telapak tangan besarnya.

"Hei... Hei... Sayang, ini aku." Ucapnya sambil berbisik.

Yerin menyingkirkan telapak tangan Taehyung di mulutnya. "Oppa, kenapa kau ada disini? Dimana Jinri?" tanyanya dengan berbisik juga.

Taehyung tersenyum. "Tentu saja untuk tidur, memangnya apalagi. Ia sudah aku usir," sahutnya santai.

Yerin bangun dari posisi tidurnya. "Siapa yang menyuruhmu tidur disini, Oppa? Tidur dikamarmu sana. Aku serius, Kim Taehyung Oppa. Dimana Jinri?" ia memukul Taehyung keras.

Taehyung tampak langsung meringis. "Ah! Kenapa kau memukulku, Yerin-ah? Aku tidak bisa tidur bersama Jimin dan Hoseok Hyung. Mereka selalu merebut gulingku. Aku serius, aku mengusirnya ke kamar Jungkook," sahutnya dengan senyum aneh diakhir kaliamatnya.

Yerin membulatkan matanya tidak percaya. "Jadi, Jinri kelantai atas?" tanya nya tidak percaya.

Taehyung menganggukkan kepalanya malas. "Hmm... Sudah sejak 2 jam lalu ia pergi kelantai atas. Mungkin mereka berdua sudah berbaikan," jawabnya sambil mencari posisi nyaman dan mengambil bantal milik Yerin sebagai gulingnya.

Yerin tampak menganggukkan kepalanya paham. "Syukurlah... Tapi... Aish! Oppa! Bantalku. Bagaimana bisa aku tidur jika kau yang memeluk bantalku seperti itu." protesnya dengan wajah cemberut.

Taehyung menumpuk bantal Yerin dengan bantal yang ia gunakan lalu kembali merebahkan kepalanya dengan nyaman. "Siapa yang menyuruhmu untuk tidur? Kita tidak akan tidur malam ini," sahutnya. Ia menjilat bibirnya dengan pandangan tak Yerin pahami. Kenapa Taehyung begitu menyeramkan malam ini dimatanya.

Yerin beringsut menjauh. "Hah? Ke⎯kenapa?" tanya nya dengan was-was.

Taehyung bangun dari posisi tidurnya. Ia mendekatkan wajahnya pada Yerin. "Karena kita akan bersenang-senang malam ini." bisiknya dengan senyum lebar.



-TBC-

Jangan lupa komentar dan votenya ya ^^

Maaf jika chapter ini rada berantakan dan ditengah-tengah mungkin rada gak nyambung atau malah gak ada feelnya sama sekali. Litmon lagi dalam mood yang kurang baik. Lagi malas ngetik juga.

Terima kasih dan Selamat membaca 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top