Chapter 34
Jinri terbangun ketika merasakan suhu di kamar semakin dingin. Ia meraba nakas disamping ranjang untuk mencari remote AC lalu mematikan mesin pendingin ruangan tersebut. Jinri mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap kanan. Ia tersenyum kecut menatap tempat kosong di sampingnya. Jungkook tidak kembali ke kamar. Semarah itu kah Jungkook padanya hingga tidur disampingnya pun laki-laki itu enggan.
Lelah berlarut-larut dengan masalah Jungkook yang tak kembali ke kamar. Jinri akhirnya memilih untuk bangkit dari posisi tidurnya. Wanita itu melangkah untuk keluar kamar.
Ruang tengah dan dapur terlihat dalam keadaan gelap. Jungkook tidak ada disana. Jinri melanjutkan langkahnya menuju ruang studio pribadi suaminya. Jungkook pasti ada di studio pikirnya.
Ia membuka pintu studio dengan gerakan pelan. Pintunya tak terkunci yang menandakan jika Jungkook ada didalam. Ia mengintip ke dalam, takut laki-laki itu masih belum tidur. Namun, studio tampak sunyi hanya komputer yang dibiarkan menyala menunjukkan wallpaper dirinya dan Jungkook yang tengah tertawa didepan kamera. Ia ingat foto itu diambil saat mereka pergi ke LA.
Jinri cukup lega ternyata Jungkook tak mengganti wallpaper komputernya dengan gambar lain. Saat ia mengganti wallpaper komputer, Jungkook sempat protes. Laki-laki itu mengatakan wallpapernya sangat norak. Memang sangat Jungkook sekali yang kerap kali mengeluarkan protesnya dengan apa yang Jinri lakukan.
Jinri tersenyum ketika mengingat bagaimana ekspresi pasrah Jungkook saat ia mengganti wallpaper komputer yang awalnya bergambar Ironman berubah menjadi foto mereka berdua. Jinri juga mengotak-atik isi meja laki-laki itu. Sekarang, di meja kerja Jungkook sudah dipenuhi fotonya, fotonya bersama Jungkook dan foto pernikahan mereka.
Sejak pertengkaran mereka waktu itu, Jungkook tidak melarangnya lagi untuk masuk ke dalam studio pribadinya. Laki-laki itu memberikan kebebasan sepenuhnya untuk Jinri. Mereka berdua bahkan sering mengisi waktu bersama di studio jika ada waktu. Mengobrol, bermain game, menonton film, mengerjakan tugas kuliah bersama, membaca komik bahkan sampai... ehm... bercinta sering mereka lakukan di studio yang tak terlalu luas itu.
Puas melihat isi meja Jungkook, Jinri memalingkan wajahnya ke arah sofa dimana Jungkook tengah tidur meringkuk dengan pulas. Ia menghampiri laki-laki itu dengan langkah pelan berusaha tidak menciptakan suara apapun yang dapat membangunkan Jungkook.
Sebenarnya, Jungkook bukanlah orang yang mudah terbangun karena suara atau apapun itu, bisa dikatakan si Jeon itu akan seperti orang mati jika sudah bertemu dengan bantal. Ia tidak akan peduli dengan suara apapun saat ia sudah terlelap dalam tidurnya. Apalagi laki-laki itu tengah kelelahan sekarang. Tidurnya pasti akan sangat pulas. Namun, Jinri tetap saja waspada. Ia hanya takut Jungkook terbangun dan mendapati dirinya masuk ke studio. Ia tidak tahu harus berkata apa. Mereka masih bersitegang.
Jinri menarik pelan-pelan selimut yang tersampir di lengan sofa, dibawah kaki Jungkook. Laki-laki itu terlihat bergerak sedikit lalu kembali tertidur. Jinri tanpa sadar menghela napas lega. Ia dengan telaten menyelimuti Jungkook yang meringkuk di sofa.
Selesai menyelimuti suaminya itu, Jinri tidak langsung pergi. Wanita itu malah duduk berjongkok menatap wajah tertidur laki-laki yang dicintai itu dengan tatapan sendu.
Jinri membawa tangannya untuk mengusap kening Jungkook. "Kau sangat menyebalkan hari ini, Jungkook-ah." bisiknya.
"Kau membuatku takut." lanjutnya sangat pelan.
Ia menghentikan usapannya lalu menarik tangannya menjauh dari kening laki-laki itu. Jinri menundukkan kepalanya sejenak, wanita itu tampak menghela napas dengan pelan. Kenapa rasa sakit semakin menggerogoti hatinya? Perkataan dan sikap kasar Jungkook terhadapnya masih terngiang-ngiang dipikirannya. Jungkook seperti memiliki dua sisi dalam dirinya dan Jinri berdiri di antara dua sisi tersebut. Ia akan terlena dengan sisi manis Jungkook, sisi itu sangat memikatnya membuat ia hayut akan segala perbuatan laki-laki itu. Namun, sisi lain dari Jungkook yang begitu gelap dan kelam bisa kapan pun bangun dan mengendalikan pikiran dan emosi laki-laki itu. Jungkook yang manis dan penuh kelembutan seperti hilang digantikan dengan keberingasannya.
Dua sisi itu menjadi pertanyaan besar bagi Jinri. Yang mana sebenarnya sosok Jungkook sebenarnya di antara kedua sisi itu. Menikah dan hidup bersama Jungkook tidaklah membuat ia semakin mengenal sosok Jungkook yang sebenarnya. Tidak terbaca dan misterius, itulah kata yang mewakili Jungkook menurut pemikirannya.
Apa Jungkook memiliki kepribadian ganda?
Atau jangan-jangan Jungkook diam-diam memiliki jiwa psikopat?
Pertanyaan itu kadang-kadang melintas dipikirannya saat ia bangun tengah malam dan memperhatikan Jungkook di sampingnya. Ia tahu imajinasinya memang sangat tinggi, tapi melihat sikap Jungkook yang dapat berubah dalam hitungan detik itu merupakan hal yang cukup janggal.
Jinri menggeleng-gelengkan kepalanya. "Itu tidak mungkin." batinnya.
Ia akhirnya bangkit dari posisi berjongkoknya. Mungkin sebaiknya ia kembali ke kamar dan mencoba untuk tidur lagi. Pagi masih lama, mungkin sekitar 3 jam lagi. Kondisi tubuhnya juga belum terlalu membaik. Jinri tidak ingin memaksa dirinya untuk terjaga terlalu lama walaupun matanya terasa segar. Ia akan memaksa dirinya untuk tidur.
Jinri membalikkan tubuhnya dengan gerakan pelan lalu melangkah dengan setengah berjinjit. Baru dua langkah, tiba-tiba ia menghentikan kakinya. Wanita itu kembali berbalik menghadap Jungkook.
"Kenapa disaat-saat seperti ini aku bahkan masih merindukanmu? Kenapa aku tidak bisa berlama-lama marah padamu?" tanya nya pelan pada Jungkook yang masih terlelap dengan nyamannya.
Ia maju mendekati sofa tempat Jungkook terlelap. Jinri kembali ke posisi berjongkoknya, ia menatap wajah suaminya itu cukup lama. Ia menyentuh pipi Jungkook pelan. Hal ini sering ia lakukan ketika ia terbangun saat tengah malam dan susah untuk kembali tidur. Jinri akan menatap dan menyentuh wajah Jungkook sampai ia kembali tertidur lagi. Jungkook tidak tahu akan kebiasaan Jinri ini.
Puas menatap dan menyentuh wajah Jungkook. Wanita itu mendekatkan wajahnya dan mengecup pipi suaminya itu pelan.
"Selamat malam, Jeon. Bermimpilah yang indah." bisiknya.
-00-
Jinri meletakkan piring terakhir berisi omelet kesukaan Jungkook di atas meja dan di saat itu juga Jungkook masuk ke dapur untuk mengambil sebotol air mineral. Jinri mencoba mencairkan atmosfer penuh kecanggungan di antara mereka dengan tersenyum saat laki-laki itu datang ke dalam dapur. Namun, hanya wajah datar Jungkook yang ia dapatkan.
Setelah menghabiskan hampir setengah botol air mineral, Jungkook meletakkan botol itu ke atas meja dan berlalu. Senyum Jinri langsung luntur ketika melihat Jungkook melewati meja makan begitu saja. Melirik pun tidak. Apa ada yang salah dengan menu sarapannya hari ini pikir Jinri. Biasanya, Jungkook paling bersemangat jika berurusan dengan sarapan.
Jinri mengikuti langkah lebar Jungkook menuju ruang tengah dimana laki-laki itu meninggalkan ranselnya. "Jungkook-ah, kau tidak sarapan?" tanya nya dengan kerutan di dahi.
Jungkook mengambil ranselnya lalu memakainya di punggungnya dan melanjutkan langkahnya menuju ruang depan tanpa mengubris pertanyaan Jinri. Ia bersikap seolah-olah Jinri tidak ada disekitarnya.
Jinri kembali mengikuti langkah Jungkook. "Apa kau ingin memakan sarapanmu di kampus saja? Aku akan menyimpannya ditempat bekal jika kau ingin," tawarnya.
Jungkook menghentikan langkahnya dengan helaan napas kasar. "Tidak usah. Aku sedang tidak berselera," sahutnya dengan sinis.
Jinri menutup matanya sejenak. Ia sudah cukup bersabar sejak kemarin tapi hari ini entah kenapa emosinya mudah sekali tersulut. "Jangan kekanak-kanakan, Jeon Jungkook. Apa menurutmu sikapmu yang seperti ini dapat menyelesaikan masalah kita?" suaranya meninggi.
Jungkook membalikkan tubuhnya ketika mendengar perkataan Jinri. "Lantas bagaimana? Kau ingin aku membentakmu seperti kemarin atau memukulmu, begitu? Itu yang kau mau?" tanya nya tidak kalah tinggi.
"Aku sudah mencoba menahan diriku agar tidak lepas kendali padamu, Shin Jinri. Jangan mendesakku dengan ocehan tidak pentingmu itu. Kita bahas ini setelah aku pulang," lanjutnya mencoba untuk mengalah.
Namun, Jinri bukanlah orang yang akan diam saja jika ia sudah terlanjur tersulut. Tatapannya masih menantang laki-laki itu untuk beradu argumen."Jadi kau menganggap semua perkataanku kemarin dan hari ini sama sekali tidak penting untukmu? Bahkan permintaan maafku pun tidak penting? Aku tidak paham denganmu, Jeon Jungkook. Mengendalikan diri. Persetan dengan hal itu. Sejak kemarin yang kau lakukan hanya menjadikanku sebagai objek pelampiasan kemarahan tak mendasarmu itu." Suara Jinri kembali meninggi.
Jungkook mendesah dengan berat. Betapa keras kepalanya wanita di depannya ini. "Tak mendasar? Sepertinya kau tidak menyadari kesalahanmu sendiri, Shin Jinri. Kau bertengkar dengan Lee Hayoung dan penyebab kau terkunci di ruang musik adalah karena ia ingin balas dendam padamu. Yang lebih fatalnya lagi, kau merahasiakan semua hal itu dariku,"
Jinri mendongak kepalanya dengan ekspresi tercekat. "Darimana kau tahu?" tanya nya dengan suara mulai merendah.
Jungkook menatap ke dalam mata Jinri dengan tatapan tajamnya. Laki-laki itu sedang memberikan pengaruh berbahayanya. "Aku mengatahui semua apa yang kau lakukan dibelakangku. Kenapa kau tidak memberitahukanku? Kau tidak tahu apa yang bisa dilakukan Lee Hayoung padamu. Ia bisa saja melukaimu lebih dari ini." gertaknya.
Ia sebenarnya sudah mengetahui semua rencana Hayoung dari kedua sahabat gadis itu tadi. Tidak ada yang bisa luput dari dirinya walaupun Ahrin dan Sejin awalnya mencoba mengelak. Kedua akun yang menyebarkan berita kencannya bersama Jinri adalah milik kedua gadis itu. Hayoung dan kedua sahabatnya benar-benar sudah hancur di tangan Jungkook sebelum rencana-rencana busuk mereka yang ingin melukai Jinri terlaksana. Mengunci Jinri di ruang musik hanya gertakan kecil dari Hayoung. Gadis itu sudah memiliki puluhan rencana yang lebih parah. Hal itu yang membuat Jungkook marah besar.
Jinri sebenarnya terkejut dengan gertakan Jungkook padanya. Sekeras-keras dirinya, ia akan ciut juga jika si Jeon pemarah itu bersikap keras padanya. "Aku... Aku merahasiakannya karena aku takut kau semakin khawatir dan kembali melalaikan tugasmu. Kau sering dicibir oleh anggotamu karena kau sering menghilang di tengah tanggung jawabmu. Itu karena aku," tanpa sengaja suara Jinri meninggi menyaingin suara Jungkook.
Demi Tuhan... Jungkook tidak paham dengan isi otak istrinya itu. "Apa tugas itu terlihat sangat penting? Hal yang terpenting sekarang adalah kau. Kebahagianmu, kesehatanmu, keselamatanmu, dan semuanya yang ada dihidupmu adalah tanggung jawabku. Aku seperti orang payah yang tak tahu apa-apa dalam masalahmu ini. Kau tidak menceritakannya padaku. Entah kau sadar atau tidak, kau memperlakukanku seperti orang lain di hidupmu," ungkapnya jujur. Akhirnya, Jungkook mengeluarkan isi hatinya karena kekesalannya memuncak.
"Bahkan si brengsek Jung itu mengetahui masalah ini. Apa kau juga menceritakan semua masalahmu padanya? Ah... Ya, kalian sekarang berteman. Aku juga tidak tahu akan hal itu," lanjutnya. Jika Jinri peka, ia sebenarnya dapat mendengar nada suara Jungkook berubah. Ada nada kecewa yang terdengar dari laki-laki itu.
Jinri mendelik ketika mendengar Jungkook membawa nama Jung Ilhoon yang tak ada hubungannya dengan masalah mereka sekarang. "Jangan menyimpulkan segalanya dengan seenakmu saja. Kau tidak seharusnya menyebutnya seperti itu. Bagaimana pun ia yang telah menyelamatkanku. Demi Tuhan... Aku memang berteman dengannya tapi bukan berarti aku menceritakan semua hal padanya," sahutnya tidak terima.
Jungkook terdiam sesaat. Sorot mata tajamnya melemah. "Kau bahkan membelanya sekarang. Ternyata benar, kita memang dekat tapi pada kenyataannya kita masih sangat jauh, Shin Jinri." ucapnya lalu memutuskan kontak matanya pada Jinri.
Jungkook memutuskan untuk menghentikan adu mulut mereka yang tak berujung itu dengan meninggalkan Jinri dan melanjutkan langkah menuju ruang depan. Laki-laki itu membawa langkahnya dengan penuh kekecewaan. Bukan itu yang ia harapkan.
Jinri tidak bergeming dari tempatnya. Ia tertegun dengan perkataan terakhir Jungkook. Dan... Apa yang terjadi dengan sorot mata laki-laki? Jungkook seperti langsung melemah dan lebih memilih pergi ketimbang meladeni pertengkaran mereka seperti biasa.
-00-
Jinri sama sekali tidak berniat untuk pergi ke kampus hari ini. Moodnya benar-benar sangat buruk. Yerin sudah menghubunginya untuk mengajaknya ke kampus karena hari ini hari terakhir festival. Namun, Jinri tidak mau repot-repot datang kesana hanya untuk menyaksikan festival yang di ketuai oleh Jungkook itu. Ia akan terus melihat Jungkook dan kawan-kawannya mondar-mandir di sekitar tempat festival. Itu pasti akan semakin menganggu moodnya.
Mendengar Jinri yang tidak berminat untuk datang ke kampus hari ini, akhirnya Yerin mengurungkan niatnya untuk pergi ke kampus dan memilih mampir ke apartemen Jinri dan Jungkook.
Dan... Disinilah Yerin tengah menyantap sarapan pagi di meja makan pasangan Jeon ini. Ia cukup terkejut ketika Jinri tiba-tiba mengajaknya untuk sarapan bersama. Apalagi menu sarapannya cukup banyak. Yerin awalnya cukup percaya diri mengira Jinri memang menyiapkan menu sarapan yang banyak untuk menyambutnya yang jarang bertamu tapi nyata nya sarapan yang ia makan ini sebenarnya adalah milik Jungkook.
Kalian pasti bisa menebak. Jinri menyiapkan menu sarapan yang cukup banyak untuk Jungkook sebagai permintaan maafnya. Namun, mereka malah kembali bertengkar dan berakhir Jungkook tak menyentuh sarapannya sama sekali. Yah... Seperti itulah kira-kira kronologi yang dapat Yerin simpulkan dari cerita Jinri.
Yerin menghela napas pelan. "Menurutku wajar jika Jeon Jungkook marah padamu. Tidak seharusnya kau merahasiakan hal itu darinya. Ia suamimu," ucapnya jujur.
Jinri tampak mengerucutkan bibirnya. "Aku tahu. Aku salah dalam hal itu. Tapi... Ia juga membawa-bawa nama Ilhoon Sunbae dalam pertengkaran kami. Padahal ia tahu, Ilhoon Sunbae tidak ada sangkut pautnya dengan masalah kami. Sebenarnya ia harus mengucapkan terima kasih pada Ilhoon Sunbae. Bagaimana pun ia yang sudah menyelamatkanku," sahutnya kembali terdengar kesal.
Apakah Yerin bisa meneriaki sahabatnya ini dengan sebutan bodoh? Ia ingin melakukan hal itu jika ia tidak mengingat mereka sekarang sedang di meja makan. Jinri benar-benar tidak peka. "Ya Tuhan, Shin Jinri. Aku disini tidak berpihak pada Jeon Jungkook atau kau. Namun, menurutku kau yang tidak paham akan situasi sejak kemarin. Sebenarnya, ini hanya masalah sepele," ucapnya dengan gemas.
Tatapan mata Jinri terlihat langsung menunjukkan ketidakpahaman. "Apa yang tidak aku pahami?" tanya nya.
Yerin memajukan kepalanya lalu menatap Jinri dengan serius. "Dengarkan aku baik-baik. Jeon Jungkook marah padamu karena ia cemburu pada Jung Ilhoon Sunbae. Aku yakin ia semakin marah ketika kau mengatakan seharusnya ia berterima kasih pada Jung Ilhoon Sunbae. Ia tidak terima karena mantan kekasihmu lah yang menolongmu bukan ia. Yah... Itu selain dari kau yang merahasiakan pertengkaranmu dengan Lee Hayoung," jelas Yerin dengan panjang lebar.
Jinri menyandarkan punggungnya dengan kerutan di dahinya. "Entahlah. Aku lelah dengan sikap kekanak-kanakannya. Sebenarnya, tidak ada yang patut ia cemburukan. Ilhoon Sunbae hanya menolongku. Hanya itu," keluhnya dengan frustasi.
Yerin tampak mengangkat bahunya santai. "Itu menurut pemikiranmu. Bagaimana jika kau yang berada diposisinya?"
Jinri terdiam. Bagaimana jika ia yang berada di posisi Jungkook? Bagaimana jika Jungkook bersama Kwon Yuri? Tentu saja ia marah. Ia tidak lupa bagaimana cemburunya ia ketika menemukan foto suaminya itu bersama Kwon Yuri padahal Jungkook sudah tidak pernah menyentuh foto itu lagi. Namun, rasa sakit masih ia rasakan. Apa itu juga yang dirasakan Jungkook padanya?
-00-
Yerin sudah pulang sejak satu jam lalu karena gadis itu harus mengurus beberapa paket pesanan pelanggannya. Yerin dan Taehyung memang memiliki bisnis olshop bersama dengan mereka berdua sendiri yang menjadi modelnya. Bermodalkan keahlian bergaya di depan kamera dan juga status mereka sebagai pasangan Ulzzang. Yerin dan Taehyung berhasil menggaet banyak pelanggan untuk olshop kecil-kecilan mereka.
Jinri sebenarnya masih ingin berlama-lama mengobrol dengan Yerin. Ia bosan juga hanya berdiam diri sendiri di apartemen yang sunyi senyap seperti ini. Biasanya ia masih dapat mendengar suara tetangga-tetangga sebelahnya untuk sekedar membunuh kesunyian. Namun, hari ini tidak ada suara-suara yang terdengar dari tetangganya. Sepertinya, mereka sedang pergi ke suatu tempat.
Bosan hanya menonton televisi dengan acara yang tidak jelas. Jinri akhirnya memilih bangkit dari tempat duduknya. Ia membawa langkahnya menuju kamar mandi di sebelah dapur yang diubah fungsikan menjadi ruang mencuci.
Terdengar helaan napas berat dari mulut Jinri ketika melihat tumpukan pakaiannya dan Jungkook di keranjang pakaian kotor. Sepertinya, ia harus mencuci hari ini sebelum ia dan Jungkook kehabisan pakaian bersih.
Jinri mulai memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci dengan gerakan pelan. Ia terlihat sedikit meringis sambil memegang perutnya. Kram perutnya kembali. Ia baru saja kedatangan tamu bulanannya dan hari ini adalah hari pertama. Pantas saja sakitnya sangat terasa.
Ia sempat cemas beberapa hari yang lalu karena ia telat hampir seminggu dari jadwal biasanya. Jika biasanya ia tidak terlalu mengkhawatirkan hal itu. Namun, mulai sekarang ia harus berjaga-jaga dengan kemungkinan hadirnya Jeon kecil di rahimnya. Hal itu sangat mungkin terjadi, apalagi Jungkook sempat dua kali lupa menggunakan pengaman saat mereka berhubungan sekitar 3 minggu yang lalu.
Ia dan Jungkook sudah membicarakan hal ini. Tentang ia yang belum siap untuk hamil dan mempunyai anak di usia mereka sekarang. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menundanya. Orangtua mereka tidak tahu akan hal ini. Jika orangtua mereka tahu ia menunda kehamilannya, mereka akan marah besar. Orangtuanya maupun orangtua Jungkook sudah sering terang-terangan meminta cucu padanya dan Jungkook.
Jinri mencoba mengabaikan sakit pada perutnya dan melanjutkan kegiatan mencucinya. Namun, itu tidak bertahan lama ketika kram perutnya semakin parah. Ia meringis lagi dengan keringat dingin yang kini membasahi keningnya. Sudah sekitar tiga bulan setiap ia dalam masa periodenya ia mengalami kram perut berlebihan. Jinri sudah konsultasikan ini pada Seokjin dan tidak ada hal yang serius yang terjadi dengan kesehatan rahimnya. Seokjin mengatakan kemungkinan penyebab kram perutnya terjadi karena faktor psikologis dan hormonalnya yang tidak stabil.
Dari arah depan, terlihat Jungkook melepas sepatunya dengan terburu-buru. Raut wajahnya terlihat kesal luar biasa. Taehyung tidak sengaja menghapus data-data pengeluaran dana untuk festival di dalam flashdisknya yang sudah disusun olehnya dengan susah payah. Lebih parahnya bendahara mereka sedang tidak ada di kampus karena terkena diare dan harus dilarikan ke UGD.
Berhasil mendapatkan salinan data-data itu dari laptopnya. Jungkook segera melangkahkan kakinya untuk melangkah menuju ruang depan. Saat ia melewati ruang tengah, Jungkook baru sadar jika sejak tadi ia tidak melihat Jinri. Saat ke kamar, ia melihat tas dan ponsel Jinri tergeletak begitu saja di meja rias menandakan wanita itu tidak pergi kemana-mana.
Semarah-marahnya ia pada Jinri, ia tetap saja memikirkan dan mengkhawatirkan istrinya itu. Bagaimana jika Jinri kembali pingsan? Wanita itu belum benar-benar pulih.
Jungkook akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi, ia tidak bisa melawan rasa khawatirnya. Benar saja, ketika ia melewati dapur. Jungkook melihat Jinri tengah duduk berjongkok sambil memegang perutnya di samping mesin cuci.
Jungkook langsung masuk ke ruang mencuci dengan raut wajah khawatir. "Shin Jinri, kau kenapa?" tanya nya.
Jinri terkejut ketika mendengar ada suara Jungkook disekitarnya. Ia mengangkat sedikit kepalanya. "Jungkook-ah, kapan kau pulang?" tanya nya berusaha terlihat baik-baik saja.
Jungkook berdecak kesal. "Apa itu penting sekarang? Kau kenapa? Kenapa dengan perutmu?" tanya nya bertubi-tubi. Laki-laki itu kini memegang kedua bahu Jinri dengan lembut.
Jinri memegang lengan Jungkook mencari pelampiasan untuk rasa ngilu di perutnya. "Perutku... Kram. Hari ini hari pertamaku," sahutnya dengan terbata-bata.
Jungkook mengusap keringat di dahi Jinri dengan lembut. "Aku akan mengangkatmu ke kamar. Kau harus minum obat." ucapnya yang lebih terdengar seperti perintah.
Tanpa menunggu persetujuan, Jungkook langsung menggendong Jinri menuju kamar. Jinri hanya bisa pasrah. Ia tidak kuat melakukan apapun, bergerak sedikit saja perutnya akan terasa semakin ngilu.
Sesampai di kamar, Jungkook langsung merebahkan tubuh Jinri di ranjang mereka dan menyelimuti wanita itu sampai sebatas dada. Setelah itu, tanpa berbicara apapun laki-laki itu melangkah dengan langkah lebar keluar dari kamar. Entah kemana.
Tidak butuh beberapa menit kemudian, Jungkook kembali masuk ke kamar dengan membawa segelas air dan bungkusan obat di tangannya. Ia meletakkan gelas dan obat di meja nakas lalu membantu Jinri untuk bangun.
Ia memberikan air dan obat pada wanita itu. "Minum obatmu. Ini obat anti nyeri yang di berikan Seokjin Hyung untukmu," ucapnya.
Jinri segera meminum obatnya lalu kembali merebahkan tubuhnya. "Terima kasih, Jungkook-ah," ucapnya pelan dengan senyum tipis.
Jungkook menganggukkan kepalanya. "Bukan apa-apa. Sebaiknya kau istirahat. Jangan memaksakan dirimu untuk melakukan pekerjaan rumah. Untuk pakaian kotor, aku akan mengantarnya ke laundry saja nanti." perintahnya sambil merapikan selimut yang digunakan Jinri.
Jungkook bangkit dari tempat duduknya untuk keluar dari kamar agar Jinri dapat beristirahat dengan nyaman. Ia sadar, atmosfer di antara mereka berdua terasa aneh setelah pertengkaran mereka tadi pagi.
Namun, Jinri dengan cepat menahan tangan Jungkook persis seperti di ruang kesehatan. Bedanya, kali ini laki-laki itu tidak menarik tangannya, ia membiarkan Jinri memegang tangannya. Ia hanya diam tidak berniat untuk bertanya dan lebih memilih untuk menunggu apa yang ingin dikatakan istrinya.
Jinri melepas genggamannya secara sepihak. "Bisakah kau tetap disini? Temani aku sebentar saja," pintanya terdengar hati-hati.
Jungkook melihat jam tangannya sebentar. Sebenarnya ia harus kembali ke kampus namun ia juga tidak bisa menolak permintaan Jinri. Akhirnya, laki-laki itu menganggukkan kepalanya lalu kembali duduk di kursinya tadi.
Wajah Jinri tampak belum puas ketika melihat Jungkook hanya kembali duduk di tempatnya semula. "Temani aku disini." pintanya sambil menepuk sisi kanannya yang kosong.
Tidak terduga, Jungkook kembali menuruti permintaan Jinri untuk berbaring di sampingnya. Sikap laki-laki itu terlihat berbeda dari tadi pagi. Jungkook terlihat lebih peduli walaupun ekspresinya tetap datar dan irit bicara.
Kini, posisi mereka berhadapan dengan kesunyian yang kembali tercipta. Tidak ada yang bersuara di antara mereka. Jungkook hanya berbaring dengan tatapan jauh menatap dinding dan Jinri yang hanya bisa menunduk menatap warna baju yang di kenakan Jungkook seakan warna baju itu lebih menarik dari apapun. Rasa canggung mulai merayap diantara mereka.
Jinri memberanikan dirinya untuk menyentuh baju Jungkook. Gerakan kecil dari jari Jinri berhasil menarik perhatian laki-laki itu. Jungkook sedikit menundukkan kepalanya untuk melihat apa yang tengah di lakukan Jinri.
Terdengar Jinri menarik napas lalu menghembuskannya dengan pelan. "Aku tidak tahu apa kau ingin mendengar perkataanku ini. Aku... Aku ingin minta maaf untuk semuanya. Aku egois karena terlalu memikirkan perasaanku tanpa memikirkan perasaanmu. Yerin sudah menceritakan semuanya padaku. Terima kasih karena sudah membelaku padahal Lee Hayoung melakukan hal itu juga karena salahku. Aku⎯⎯"
Jinri tidak kuat untuk melanjutkan perkataannya karena sekarang ia mulai terisak. Banyak yang ingin ia katakan namun hanya suara isakan yang dapat ia keluarkan sekarang. Rasa bersalah dan menyesal membuatnya tidak bisa menghentikan tangisnya. Jinri marah pada dirinya sendiri.
Ekspresi Jungkook tidak berubah sedikitpun namun jauh di dalam hatinya sedikit demi sedikit ia luluh juga. Emosinya semakin meredup ketika mendengar Jinri menangis sesegukan untuk meminta maaf padanya. Kelemahannya adalah melihat Jinri menangis. Hatinya terasa ikut hancur ketika bahu ringkih wanitanya itu bergetar hebat karena menangis. Apalagi penyebab Jinri menangis karena dirinya.
Jungkook tidak bisa menahan tangannya untuk tidak mengusap air mata Jinri yang kini sempurna membasahi pipi wanita itu tanpa berbicara sedikit pun. Ia membiarkan Jinri untuk mengeluarkan semua emosinya.
Jinri mendongakkan kepalanya ketika ia merasa tangan hangat Jungkook menyentuh pipi dinginnya. "Jangan mengabaikanku lagi. Itu membuatku takut. Aku membutuhkanmu," ungkapnya masih sesegukan.
Tangan Jungkook berhenti mengusap pipi wanita itu. Ia menatap mata sembab Jinri dengan tatapan yang kembali teduh. "Aku yang sebenarnya harus minta maaf padamu. Maaf karena sikapku terlalu keras padamu. Tempramenku sangat buruk belakangan ini dan itu berimbas padamu. Bahkan aku tidak bisa menepati janjiku untuk menjagamu. Aku sudah lalai hingga membiarkanmu terluka," sahutnya lalu membawa Jinri ke dalam pelukannya.
Jinri menggelengkan kepalanya di pelukan Jungkook. "Aku sudah memikirkan perkataanmu tadi pagi. Kau tidak salah, Jungkook-ah. Mulai sekarang aku akan mendengarkan perkataanmu," ucapnya di sela tangisnya.
Jungkook melonggarkan pelukannya. Ia menatap wajah Jinri yang terlihat berantakan karena terlalu banyak menangis. "Benarkah? Kau akan mendengarkan semua perkataanku mulai sekarang?" tanya nya dengan wajah serius. Jinri menganggukkan kepalanya yakin.
"Kalau begitu, jauhi Jung Ilhoon mulai sekarang. Lakukan itu untuk membuktikan kesungguhanmu." lanjutnya.
-TBC-
Gue gak mau panjang lebar disini. Chapter minggu ini masih fokus ke Jungkook dan Jinri dulu. Untuk part Hoseok, gue belum bisa ngelanjutin karena selalu mentok ditengah cerita.
Telat update, litmon baru punya kuota :'v baru sembuh dari sakit juga. Mudahan chapter ini bisa mengobati rasa penasaran kalian sama Jungkook dan Jinri. Habis ini mungkin gue bisa ngilang lagi tanpa kabar karena gue mau liburan wkwk xD tapi tenang aja gue disana masih tetap nulis cuma gak update doang wkwk mudahan pas gue balik ini ff udah 1M yang baca. Itu harapan gue buat lebaran ini :'v #lahapaini
Diatas gue bilang gak mau panjang lebar ternyata panjang lebar juga akhirnya wkwk -_-
Udah itu aja dari litmon. Selamat membaca dan jangan lupa vomentnya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top