Chapter 31

Jinri menguyah makanannya dengan tidak berselera. Ia tidak bisa membohongi perasaannya, ia merasa risih dan tidak aman sekarang. Semua mata kini tertuju padanya. Sudah tiga hari sejak postingan itu, ia dan Jungkook sekarang menjadi topik perbincangan di seantero Universitas mereka.

Taehyung dan Yerin yang duduk berhadapan dengan Jinri tampak saling tukar pandang. Mereka berdua menyadari jika aura disekitar mereka sangat tidak beres. Semua mata kini tertuju pada meja mereka dengan bisik-bisik yang membuat kuping mereka panas. Taehyung dan Yerin saja hampir tidak sanggup mendengar bisik-bisik yang jelas-jelas berisi hinaan untuk Jinri. Lalu bagaimana dengan Jinri? Wanita itu sejak tadi hanya diam saja, ia terlihat berusaha tidak mendengar bisik-bisik disekitarnya.

"Jinri-ya, apa kau baik-baik saja?" tanya gadis itu akhirnya. Ia tidak bisa lagi menahan mulutnya untuk bertanya.

Jinri tampak tersenyum tipis. "Ah... Tentu saja aku baik-baik saja. Kenapa bertanya seperti itu?" suaranya terdengar ceria yang dipaksa-paksakan.

Taehyung dan Yerin kembali bertukar pandang. "Hah... Disini sangat berisik. Kantin fakultas kalian tidak asyik sekali," kali ini Taehyung yang bersuara mencoba mencairkan suasana.

Yerin mendelik tidak suka. "Ya! Memangnya seasyik apa kantin fakultasmu sampai kau berani berkata seperti itu? Aku yakin kantin fakultas kalian tidak berisik karena tidak ada kau saja," ucapnya dengan nada mengejek.

Taehyung tampak ikut mendelik dengan ekspresi berlebihannya. "Jangan salah. Jika aku ada disana semua orang akan terdiam karena pesonaku. Ah... Ketampananku ini sangat membebaniku." sahutnya dengan sombong.

Jinri tertawa pelan mendengar perdebatan sepasang kekasih itu. Taehyung dan Yerin sangat tahu bagaimana membuat ia tertawa. Andai ia bisa duduk bersama dengan Jungkook seperti Taehyung dan Yerin. Mereka berdua tampak sudah sangat leluasa berdua di depan umum sekarang. Dulu, Taehyung dan Yerin hampir senasib dengan dirinya dan Jungkook. Mereka berdua berhasil melewati hal sulit itu bersama.

Yerin dan Taehyung sama-sama memiliki mental yang kuat dan sedikit gila saat menghadapi orang-orang yang menghakimi hubungan mereka. Berbeda dengan dirinya. Ia tidak yakin apa ia bisa seperti Yerin. Ia tidak sekuat sahabatnya itu. Ia khawatir malah membebani Jungkook nantinya.

Jinri tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya membuat Taehyung dan Yerin menghentikan perdebatan mereka yang tak kunjung-kunjung selesai.

Yerin ikut bangkit berdiri. "Jinri-ya, kau mau kemana?" tanya nya tampak khawatir.

Jinri tersenyum. "Aku ke toilet dulu. Kalian berdua lanjutkan saja perbincangan kalian, okey?" ucapnya.

Yerin mengerucutkan bibirnya. "Jangan lama. Aku tidak mau berduaan dengannya," sahutnya sambil mendelik pada Taehyung, Taehyung tampak hanya berdecih tidak suka.

Jinri tertawa pelan. "Tenang saja. Aku tidak lama." jawabnya lalu pergi meninggalkan Taehyung dan Yerin.

-00-

Jinri mencuci tangannya di wastafel sambil mematut wajahnya di kaca besar di depannya. Ia mendesah pelan ketika melihat lingkaran hitam samar dimatanya. Itu terlihat mengganggunya. Setelah selesai mencuci tangan dan merapikan penampilannya, Jinri berniat untuk keluar. Namun, ada suara yang memanggil namanya dari arah belakang.

"Shin Jinri-ssi? Apakah itu kau?" tanya orang tersebut menghampiri Jinri dengan gaya anggunnya.

Jinri menatap orang tersebut dengan was-was. "Lee Hayoung-ssi, ada apa?" tanya nya berusaha setenang mungkin. Ia tahu siapa Lee Hayoung. Yerin pernah menceritakan padanya jika gadis ini tergila-gila pada Jungkook sejak tahun pertama mereka masuk Universitas.

Hayoung tampak menghalangi Jinri dengan terang-terangan. "Sejauh mana hubunganmu dengan Jeon Jungkook?" tanya nya to the point dengan nada bicara angkuh.

Jinri tampak mengambil napas dengan tenang. "Pertanyaan macam apa itu? Itu bukan urusanmu, Lee Hayoung-ssi," sahutnya sinis. Jinri terkejut dengan jawabannya. Entah kenapa kata-kata itu bisa keluar dari mulutnya.

Rahang Hayoung tampak mengeras. "Apa? Ya! Jaga mulutmu itu. Jauhi Jeon Jungkook sebelum aku merobek mulut sialanmu itu," bentaknya dengan kesal luar biasa.

Jinri mengepal tangannya mencoba menguatkan dirinya. "Apa hakmu untuk menyuruhku menjauhinya? Kau siapa, hah? Apa salah jika aku memiliki hubungan dengannya? Kau tidak memiliki hak untuk mengatur hubungan orang lain, Lee Hayoung-ssi," bentaknya tidak kalah.

Hayoung tampak terkejut atas sikap Jinri yang tidak kira-kira. "Dasar tidak tahu malu! Kau pikir, kau sedang berhadapan dengan siapa, hah? Kita lihat saja siapa yang akan menang nanti. Aku akan membuat semua orang membencimu," ancamnya.

Jinri menatap Hayoung dengan pandangan curiga. "Jangan-jangan... Kau yang menyebarkan berita itu dan foto-foto itu? Akun-akun itu milikmu," tuduhnya dengan yakin.

Tawa Hayoung langsung meledak ketika mendengar tuduhan Jinri. "Well... Bagaimana, ya? Bisa dikatakan ya. Apa kau menyukainya? Bagaimana rasanya menjadi topik pembicaraan semua orang? Makian dan hujatan itu pantas untukmu," jawabnya dengan seringaian penuh kepuasaan.

Jinri semakin kencang mengepalkan tangannya. Sudah ia duga pasti ini perbuatan Lee Hayoung dan teman-temannya. "Kau benar-benar kurang kerjaan sekali ya, Lee Hayoung-ssi. Tampaknya hidupku ini sangat menarik sampai kau mengikutiku. Bagaimana rasanya ketika melihat laki-laki pujaanmu bersama wanita lain, hm?" balasnya tidak kalah pedas. Ternyata hidup bersama Jungkook membuat mulut Jinri kini terlatih untuk berdebat dengan sindiran dan kata pedas.

Hayoung benar-benar terlihat terpojok dengan serangan Jinri. "Ya! Dasar jalang! Apa kau menjual tubuhmu untuk mendapatkannya? Ah... Tentu saja. Hal itu juga yang kau lakukan untuk mendapatkan Jung Ilhoon Sunbae, bukan?" ucapnya dengan pandangan merendah.

Rahang Jinri tampak ikut mengeras. "Berkacalah, Lee Hayoung-ssi. Kau bercerita tentang dirimu sendiri. Jalang berteriak jalang," sindirnya dengan tawa sinis.

Hayoung mengepal tangannya dengan keras dan...

"Plak!"

Gadis itu menampar pipi Jinri dengan sangat keras. "Diam kau, sialan. Tunggu saja. Aku akan membuatmu tidak akan bisa menginjak tempat ini lagi. Jeon Jungkook milikku," teriaknya dengan penuh amarah.

"Plak!"

Setelah gadis itu berteriak, Jinri reflek menampar pipi Hayoung dengan tidak kalah kerasnya juga.

Jinri menunjuk wajah gadis itu dengan ganas. "Lakukan saja sesukamu. Aku tidak takut. Lakukan... Kenapa kau diam, sialan? Lakukan sekarang. Aku ingin melihat apa yang bisa kau lakukan dengan segala kepicikanmu itu," teriaknya geram.

Hayoung tidak bisa lagi menahan amarahnya. Ia mengangkat tangannya kembali untuk menampar pipi Jinri. Namun, sebuah suara menghentikan pergerakannya.

"Ya! Apa yang terjadi?" itu suara Yerin.

Yerin langsung berlari menghampiri Jinri, ia mendorong Hayoung cukup keras. "Pergi kau gadis sialan," teriak Yerin.

Hayoung menatap Jinri dan Yerin dengan wajah murka. "Kalian menang kali ini. Tapi lihat saja. Aku akan membuat perhitungan untuk ini. Ingat saja!" ancamnya lalu pergi meninggalkan toilet.

Saat Hayoung keluar, gadis itu tampak tercekat ketika melihat Taehyung berdiri tidak jauh darinya.

Taehyung menghampiri gadis itu. "Dapat kau, Lee Hayoung. Aku akan memberitahukan Jungkook atas kelakuanmu ini. Setelah ini, kau harus bersiap-siap untuk mengemasi barang-barangmu di club. Clubku tidak menerima penghuni kebun binatang sepertimu." ucapnya dengan senyum mengerikan lalu pergi.

-00-

Yerin menatap Jinri dengan rasa khawatir yang luar biasa. Jinri bahkan tidak menjawab pertanyaannya. Wanita itu hanya diam sambil memegang pipinya yang memerah. Mereka berdua keluar dengan Yerin yang memegang Jinri. Taehyung tampak langsung menghampiri mereka berdua. Ia menatap Jinri dengan Yerin secara bergantian.

"Apa kau baik-baik saja? Aku akan menghubungi Jungkook untuk menjemputmu," Taehyung mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Jungkook.

Jinri dengan cepat menahan tangan Taehyung. "Tae, bisakah kau tidak memberitahukan hal ini pada Jungkook? Aku tidak ingin membuatnya khawatir," pintanya.

Taehyung tampak berpikir, ia menatap Yerin meminta pendapat. Gadis itu mengganggukkan kepalanya. "Baiklah. Aku akan merahasiakan hal ini pada Jungkook tapi aku tidak bisa menjamin hal ini tidak sampai ke telinganya. Bisa saja ada yang mendengar kalian bertengkar selain kami berdua Yerin," sahutnya tampak ragu-ragu.

Jinri mengganggukkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Tae. Terima kasih kalian berdua sudah menolongku," ia tersenyum pada Taehyung dan Yerin.

"Aku sepertinya pulang lebih awal hari ini. Yerin-ah, maaf aku tidak bisa menemanimu ke perpustakaan hari ini," lanjutnya sambil memegang tangan sahabatnya itu.

Yerin tampak menganggukkan kepalanya pelan. "Tidak apa-apa, Jinri-ya. Sebaiknya kau menenangkan diri dan beristirahat. Aku dan Taehyung Oppa akan mengantarmu pulang, okey?" tawarnya.

Jinri menggenggelengkan kepalanya menolak. "Tidak usah. Aku bisa pulang menggunakan bus. Setelah ini, aku juga harus mampir kesuatu tempat," tolaknya dengan lembut.

Yerin tampak menghela napas dengan berat. Gadis itu masih mengkhawatirkan keadaan sahabatnya. "Baiklah. Hati-hati dijalan, okey? Jika ada apa-apa hubungi aku. Beristirahatlah jika kau sudah sampai di apartemen." ucapnya dengan perhatian.

Jinri hanya tersenyum untuk menanggapi perkataan sahabatnya itu. Setelah itu ia melangkahkan kakinya meninggalkan Yerin dan Taehyung. Jinri memegang pipinya yang masih memerah bahkan rasa perih di pipinya masih terasa. Tangannya gemetar dan saat itu juga ia tidak bisa lagi membendung air matanya. Kini, air matanya keluar tanpa kontrol membasahi kedua pipinya.

-00-

Jiwoo menatap adiknya Hoseok sambil bersedekap. Jung bersaudara ini sepakat untuk bertemu di cafe milik Park Jimin yang tidak jauh dari tempat studio milik Hoseok. Aura disekitar mereka tampak tidak bagus kali ini. Tidak seperti biasanya, jika bertemu Jung bersaudara ini pasti selalu mengeluarkan gurauan dan candaan tapi sekarang mereka berdua tampak sama-sama serius.

Jimin yang sejak tadi berdiri di balik meja kasir menatap kedua bersaudara itu dengan pandangan aneh. Jiwoo dan Hoseok bahkan sama-sama tidak menyapanya ketika masuk ke dalam cafenya. Tidak seperti biasanya pikirnya. Namun, akhirnya Jimin mengangkat kedua bahunya tidak peduli. Mungkin Jung bersaudara yang terkenal berisik itu sedang tidak mood meramaikan suasana cafenya kali ini.

Jiwoo berdehem pelan untuk sekedar mencairkan suasana tegang dantara mereka. "Apa kau benar-benar kembali menjalin hubungan dengan mantan kekasihmu itu?" tanya nya membuka percakapan dengan to the point.

Hoseok tampak menyandarkan punggung dikursi dengan tenang. "Kami bahkan sudah tinggal bersama sejak dua bulan yang lalu," sahutnya santai.

Jiwoo hampir menyemburkan air minum dari mulutnya ketika mendengar jawaban jujur dari adiknya tersebut. "Apa? Ya! Jangan bercanda. Bagaimana bisa semudah itu kalian berdua kembali setelah sembilan tahun berpisah?" wanita itu menatap Hoseok tidak percaya.

Hoseok menghela napas pelan. "Ceritanya panjang, Noona. Masalah itu sudah kami selesaikan dan setelah itu kami memutuskan untuk memulainya kembali dari awal." jawabnya kembali tanpa beban sedikitpun.

Jiwoo terdiam dengan sorot mata penuh selidik. Apa didepannya ini benar-benar adiknya Jung Hoseok? Mau bagaimana pun Choi Ahra adalah penyebab terpuruknya Hoseok selama sembilan tahun ini. Hoseok bahkan sempat ingin bunuh diri karena gadis itu dan lebih parahnya lagi setelah itu Hoseok bahkan tidak pernah lagi terlihat berkencan dengan gadis lain. Lalu bagaimana ceritanya mereka tiba-tiba kembali menjalin hubungan bahkan sampai tinggal bersama?

Jiwoo memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. "Aku tidak melarangmu untuk menjalin hubungan dengan siapapun. Itu hakmu. Tapi... Apa kau yakin dengan keputusanmu untuk kembali padanya? Bagaimana pun ia pernah meninggalkan mu selama sembilan tahun, Hoseok-ah. Apa kau tidak berpikir tentang hal itu?" ucap wanita itu panjang lebar.

Hoseok menatap wajah kakak perempuannya itu. Ia tahu kakaknya itu pasti mengkhawatirkannya. "Aku yakin, Noona. Hal ini sudah aku pikirkan secara matang-matang. Masalah kami sudah selesai. Itu hanya masa lalu. Aku bahkan tidak ingin mengingatnya lagi." sahutnya tersenyum miris.

Ya Tuhan, ingin rasanya ia membongkar isi kepala adiknya tersebut. Ia masih belum mengerti dengan kisah percintaan Hoseok yang sangat aneh menurutnya. Hal tersebut masih belum masuk ke akal sehatnya.

Jiwoo kembali berdehem. "Lalu apa rencanamu selanjutnya? Kalian akan menikah? Apa Eomma dan Appa tahu hal ini?" tanya nya dengan nada bicara yang ingin tahu sekali.

Hoseok tampak menyerumput air minumnya terlebih dahulu sebelum ia menjawab pertanyaan kakak perempuannya itu. "Kami belum merencanakan sampai ke jenjang itu. Untuk sekarang, kami masih ingin menjalin hubungan seperti ini. Aku akan memberitahukan kepada mereka jika aku sudah siap. Noona, kau pasti paham akan hal itu," sahutnya dengan senyum khasnya.

Jiwoo menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu. Aku harap kau tidak menyesal dengan semua keputusanmu ini. Aku belum merestui hubunganmu dengannya. Jika ia meninggalkanmu lagi, aku akan membunuhnya." ancam Jiwoo dengan wajah yang dibuat-buat kesal. Hoseok hanya tertawa melihat tingkah kakak perempuannya itu. Kakaknya tidak pernah berubah, sejak dulu memang Jiwoo selalu bersikap overprotectif padanya.

Setelah perbincangan itu, mereka sama-sama terdiam. Hoseok memandang kakak perempuannya itu dengan raut wajah berpikir. Ia mengambil napas pelan lalu menghembuskannya denga pelan juga.

"Bagaimana rencana pernikahanmu dengan Yoongi Hyung?" tanya nya membuka percakapan kembali.

Jiwoo menyandarkan punggungnya di kursi. "Tunggu saja undangan pernikahanku sampai di pintu apartemenmu," sahutnya dengan senyum menyebalkan.

Hoseok menatap kakaknya itu sebal. "Kalian berdua sama saja. Kenapa tanggal dan tempat pernikahan kalian sangat dirahasiakan seperti itu?" protesnya.

Yoongi maupun Jiwoo memang masih sama-sama merahasiakan tanggal dan tempat mereka melangsungkan pernikahan mereka. Entah apa alasan mereka kompak berbuat seperti itu. Bahkan, Hana yang bertanggung jawab dengan gaun pengantin dan tata rias saja masih tidak tahu dimana lokasi dan tanggal berapa pernikahan pasangan penuh rahasia itu berlangsung.

Jiwoo terkekeh. "Hanya ingin saja. Tenang saja, kalian hanya tinggal berangkat dan menikmati pestanya nanti," sahutnya sambil mengibas-ngibas tangannya pelan.

Hoseok menghela napas pasrah. "Terserah kalian saja. Tapi aku tidak menjamin bisa hadir jika undanganmu tiba-tiba datang dan bertabrakan dengan jadwalku," peringatnya.

Jiwoo tersenyum tenang. "Tidak akan. Tanggal pernikahan kami sudah kami sesuaikan dengan semua jadwal pekerjaan kalian. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak hadir," sahutnya sombong.

Hoseok tertawa. "Noona, aku benar-benar tidak paham dengan kalian berdua. Menikah saja sampai serepot ini." candanya.

"Hmm... Lalu bagaimana rencana pindah kalian? Apa itu benar?" lanjutnya.

Jiwoo menyerumput air minumnya sambil menganggukkan kepalanya. "Ya, setelah menikah kami akan pindah. Yoongi bersikeras membawa aku dan Young pindah ke Daegu. Ia juga akan vakum untuk beberapa tahun ini," sahutnya dengan raut wajah tidak seceria tadi.

Ekspresi Hoseok tampak langsung terkejut. "Vakum? Itu bukan keputusan yang bagus. Bagaimanapun karir Yoongi Hyung sekarang sedang melenjit. Sangat disayangkan jika ia vakum ditengah ketenarannya seperti sekarang," ucapnya sangat menyayangkan.

Jiwoo menghembuskan napasnya dengan kasar. "Itu sudah menjadi keputusannya. Aku tidak bisa mencegahnya. Banyak berita miring yang menyerang kami, mungkin itu salah satu alasannya vakum untuk beberapa tahun ini," ucapnya sambil menatap keluar jendela.

Hoseok ikut menatap keluar jendela. "Aku pasti akan merindukan Young setelah ini. Aku harap Yoongi Hyung bisa menjadi ayah yang sempurna untuknya," gumamnya terdengar sedih.

Jiwoo tersenyum lalu memegang tangan adiknya itu. "Kau bisa mampir ke Daegu untuk menjenguknya. Bagaimanapun posisimu tidak bisa digantikan, Hoseok-ah. Posisimu dan posisi Yoongi sama-sama memiliki tempatnya masing-masing di hati Young. Aku yakin itu," hiburnya.

"Aku juga ingin mengucapkan terima kasih sebanyak mungkin padamu, Hoseok-ah. Terima kasih karena kau telah menjadi sosok ayah untuk Young selama ini, menjaganya, merawatnya dan menyayanginya seperti anakmu sendiri. Aku tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikanmu." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Inilah paling dibenci Hoseok, ia tidak suka melihat kakaknya seperti ini. Bicaranya seperti mereka bukan saudara saja. "Noona, jangan bicara seperti itu. Kau tidak usah membalas apapun. Aku tulus melakukannya, aku sudah menganggap Young sebagai putriku. Tidak ada yang lebih baik dari kebahagian kalian berdua. Melihat kau dan Young bahagia saja sudah menjadi balasan yang setimpal untukku. Kalian berdua harus lebih bahagia setelah ini." ungkapnya dengan senyum tulus.

-00-

Jungkook mengerutkan keningnya ketika melihat apartemennya bersama Jinri itu sunyi. Ini masih sore, biasanya pada jam-jam seperti ini Jinri akan sibuk di ruang tengah melipat pakaian atau sibuk di dapur menyiapkan bahan untuk memasak makan malam. Namun, sore ini Jinri tidak terlihat dimana pun. Kemana dia pikirnya. Padahal Jungkook sengaja pulang lebih awal lagi karena jujur saja ia merindukan wanitanya itu, yang ada dipikirannya hanya Shin Jinri saja seharian ini.

Ia melangkahkan kakinya ke kamar, hanya kamar saja yang belum ia cek. Mungkin Jinri berada di kamar dan tidak mendengar ia pulang. Benar saja, saat Jungkook masuk ke dalam kamar. Ia dapat melihat Jinri sedang berbaring di ranjang dengan posisi menyamping. Wanita itu sedang tidur. Pantas saja Jinri tidak mendengarnya pulang, wanita itu tidur dengan sangat pulas.

Jungkook meletakkan tas ranselnya di atas sofa lalu pelan-pelan naik ke ranjang. Ia merebahkan tubuhnya di samping istrinya lalu menatap Jinri tanpa melakukan apa pun. Ia cukup lama melakukan hal itu.

Jinri membuka matanya secara perlahan-lahan lalu merenggangkan tubuhnya. Tidurnya sangat nyenyak sekali. Saat ia membuka matanya dengan sempurna, Jinri hampir saja bangun dan melompat dari ranjang karena terkejut luar biasa. Bagaimana tidak, Jungkook tiba-tiba ada disebelahnya, memandangnya dengan mata bulatnya itu dan perlu dicatat wajah laki-laki itu sangat dekat dengan wajahnya. Ya Tuhan... Jinri bahkan sempat berpikir itu adalah hantu.

Jungkook menopang kepalanya dengan tangan kanannya. "Kenapa kau memandangku seperti itu? Aku bukan hantu," ucapnya seakan tahu apa yang ada dipikiran istrinya itu.

Jinri mennyipitkan matanya sebal. "Apa yang kau lakukan tadi? Kau mencuri kesempatan saat aku tidur, kan?" tanya nya penuh curiga.

Jungkook menyeringai tipis. "Hmm... Hanya sedikit," godanya. Matanya langsung turun ke kancing baju Jinri yang terbuka sedikit.

Jinri menutup dadanya dengan cepat. "Ya! Apa yang kau lihat?" teriaknya.

Jungkook tertawa dengan keras. Jinri terlihat lucu ketika bertingkah polos seperti itu. Jungkook bangun dari posisi tidurnya. Jinri terlihat masih menutup dadanya dengan selimut dan memandangnya dengan siaga.

Jungkook tersenyum geli. "Jangan bersikap seolah-olah kita tidak pernah melakukannya, Shin Jinri. Walaupun kau menutupnya, aku sudah tahu bentuknya bagaimana. Aku bahkan bisa membayangkannya sesuai ukuran," godanya kembali.

Pipi Jinri tampak sudah merona dengan sempurna. "Ya! Diam! Dasar mesum!" teriaknya lalu memukul Jungkook dengan bantal.

Jungkook kembali tertawa dengan keras sambil menghindar pukulan bantal bertubi-tubi dari istrinya itu. Mereka bahkan sekarang bermain kejar-kejaran dengan Jinri yang membawa bantal.

-00-

Lelah bermain kejar-kejaran, akhirnya pasangan Jeon itu sama-sama berbaring di ranjang dengan napas yang terengah-engah. Mereka kini saling bertatapan lalu tertawa bersama. Menertawakan kekonyolan mereka. Jungkook maupun Jinri masih suka bermain seperti itu jika mereka memiliki waktu senggang. Bahkan mereka berdua pernah bermain petak umpet, ular tangga atau kejar-kejaran seperti tadi di apartemen mereka. Kekanak-kanakan memang, namun begitulah cara mereka untuk menikmati waktu berdua.

Jungkook kembali menopang kepalanya dengan tangannya lalu memandang Jinri disebelahnya. "Jinri-ya, bagaimana jika kita jalan-jalan sore? Saat aku pulang tadi, langit terlihat cerah," ajaknya.

Jinri mengerutkan keningnya samar. "Kapan? Kemana?" tanya nya.

Jungkook memutar matanya jengah. "Tentu saja sekarang. Berkeliling di taman saja. Tidak usah jauh-jauh," sahutnya lalu bangun dari posisi tidurnya.

Jinri tampak menganggukkan kepalanya. "Hmm... Okey," jawabnya dengan riang.

"Jungkook-ah... Bantu aku bangun," panggilnya sambil mengulurkan kedua tangannya.

Jungkook berdecak pelan. "Dasar manja." guraunya. Ia menarik Jinri untuk bangun.

Namun, sepertinya Jungkook dan Jinri harus membatalkan rencana jalan-jalan sore mereka karena sekarang hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya. Mereka berdua berdiri di depan jendela besar di ruang tengah apartemen mereka dengan wajah yang terlihat kecewa.

Jungkook menatap keluar jendela. "Kenapa bisa hujan? Padahal saat aku pulang tadi langit sangat cerah," gerutunya.

Jinri menepuk bahu Jungkook dengan pelan. "Ya... Mau bagaimana lagi. Memang akhir-akhir ini cuaca sedang tidak menentu. Jalan-jalan sorenya bisa kapan-kapan saja. Masih banyak waktu," hiburnya.

Jungkook tampak menghela napas lelah lalu duduk begitu saja dilantai. "Aku jadi malas melakukan apapun jika begini," ia kembali mengeluh.

Jinri tampak berpikir. Ia mencoba mencari ide kegiatan apa untuk mengisi sore mereka yang sangat jarang ini. "Jungkook-ah, apa kau lapar?" tanya nya.

Jungkook mendongakkan kepalanya sedikit. "Hmm... Sedikit. Aku ingin ice choco dan biskuit susu." ucapnya langsung memberitahukan keinginannya.

Jinri menyipitkan matanya sebal. Giliran makan saja, laki-laki itu sangat cepat memikirkan apa yang ingin dimakan. Jinri tidak menjawab perkataan suaminya tersebut. Jinri langsung melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mencari makanan yang dimaksud oleh Jungkook.

Jungkook menatap rintik-rintik hujan diluar sana dengan raut wajah berpikir. Ia kembali teringat dengan perkataan dosen Nam tadi siang tentang beasiswanya. Kelulusannya sebentar lagi dan ia harus cepat memutuskan apa ia akan menerima beasiswa itu apa tidak. Beasiswa itu adalah impiannya dan akhirnya ia berhasil menggenggam kesempatan itu. Ia hanya memiliki satu kesempatan ini untuk mendapatkan beasiswa tersebut.

Namun, rasa bimbang langsung menghantamnya ketika ia mengingat Jinri. Jika ia menerima beasiswa itu otomatis ia akan berpisah dengan istrinya. Ia tidak yakin dirinya maupun Jinri dapat menjalani hubungan jarak jauh. Ia ingin membawa Jinri, namun wanita itu tidak akan mungkin mau. Jinri belum menyelesaikan kuliahnya.

Jungkook masih bimbang untuk membicarakan hal ini pada Jinri. Ia khawatir ini menjadi beban pikiran wanita itu. Jungkook mendesah pelan, ia bingung harus bagaimana. Ia tidak bisa memutuskan antara Jinri atau beasiswanya.

Jinri datang dengan membawa nampan berisi dua cangkir minuman dan setoples biskuit susu. Ia meletakkannya di depannya dan Jungkook lalu ikut duduk di sebelah laki-laki itu.

Jungkook langsung mengalihkan tatapannya dari jendela ketika menyadari Jinri ada disebelahnya. Ia langsung tersenyum pada wanita itu untuk menutup segala sesuatu yang ia pikirkan.

Laki-laki itu mengalihkan pandangannya menuju nampan yang di bawa Jinri. Saat ia melihat air minum yang dibawa oleh istrinya itu, Jungkook langsung mengernyit.

"Teh hangat? Kau tidak membuat ice choco?" tanya nya dengan raut wajah protes.

Jinri menghela napas pelan. "Kita kehabisan ice choco. Hanya ada teh di dapur," sahutnya acuh.

"Minum teh hangat saat hujan seperti ini lebih baik daripada minum ice choco. Jadi, jangan protes." lanjutnya.

Jungkook terlihat hanya bersungut-sungut sambil membuka toples biskuitnya. Ya sudahlah pikirnya dari pada tidak ada yang diminum. Teh buatan Jinri tidak kalah enaknya dari ice choco kesukaannya.

Jungkook menyodorkan toples biskuitnya pada Jinri. "Bagaimana kegiatanmu di kampus hari ini? Apa berjalan lancar? Apa ada yang mengganggumu?" tanya laki-laki itu dengan beruntun.

Jinri terdiam sesaat lalu tersenyum. "Hmm... Seperti biasa. Semuanya berjalan lancar. Tidak ada... Mereka hanya menatapku dengan bisik-bisik seperti... Yah... Kau tahulah," sahutnya berbohong. Ia tidak mungkin memberitahukan Jungkook tentang pertengkarannya dengan Lee Hayoung siang tadi. Entah apa yang dilakukan laki-laki itu jika ia tahu hal tersebut.

Jungkook tampak menganggukkan kepalanya paham. "Syukurlah jika seperti itu. Tapi, usahakan jangan pergi sendirian jika kau berada di kampus. Mereka bisa melakukan apa saja padamu. Setidaknya bawa Yerin jika kau bepergian," peringatnya sambil mengacak pelan rambut Jinri.

Jinri ikut menganggukkan kepalanya. "Aku tahu. Aku selalu bersama Yerin jika bepergian. Jadi, kau tenang saja." sahutnya.

Jungkook hanya tersenyum untuk menanggapi perkataan istrinya itu. Ia membawa kepala Jinri untuk bersandar dibahunya. Mereka berdua sama-sama terdiam, menikmati rintik-rintik hujan yang tampaknya tidak berniat untuk berhenti membasahi bumi.

Jungkook membawa tangannya untuk mengusap kepala Jinri di bahunya. "Jinri-ya, jika aku pergi jauh apa yang akan kau lakukan?" tanya nya memecah keheningan diantara mereka.

Jinri tampak langsung mengangkat kepalanya bingung. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya nya balik.

Jungkook kembali membawa kepala wanita itu dibahunya. "Jawab saja," pintanya.

Jinri cukup lama terdiam, wanita itu tampak berpikir. "Aku akan mencegahmu untuk pergi dengan cara apapun," sahutnya dengan yakin.

Tidak ada ekspresi yang berarti yang ditunjukkan Jungkook saat ini. Entah apa yang dirasakan laki-laki itu ketika mendengar jawaban jujur dari Jinri. "Lalu bagaimana jika aku tetap pergi?" tanya nya kembali.

Jinri mengubah posisinya lalu memeluk pinggang Jungkook dari samping. "Aku akan menahanmu seperti ini. Jika tidak berhasil, aku akan mengejarmu dan ikut bersamamu. Kau tidak bisa pergi tanpaku. Nanti kau akan terus makan ramyeon tiga kali sehari jika tidak ada aku," sahutnya sambil terkekeh.

Raut wajah Jungkook tampak langsung berubah. Laki-laki itu terdiam. Jinri menyadari perubahan itu. Ia melepas pelukannya lalu menatap Jungkook yang tampak sedang melamun.

Jinri menyentuh pipi Jungkook pelan namun itu berhasil membuat laki-laki itu terkejut. "Kau melamun? Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya nya dengan raut khawatir.

Jungkook mencoba untuk tersenyum. "Tidak... Aku hanya memikirkan sesuatu yang tidak penting," bohongnya dengan lancar.

Jinri tampak tidak percaya. Ia sejak tadi curiga dengan sikap Jungkook yang tampak aneh. "Kau ingin pergi jauh? Kau ingin meninggalkanku?" tanya nya to the point kali ini.

Jungkook membawa tangannya untuk mengusap lembut pipi Jinri. "Jangan berpikir yang aneh-aneh. Untuk apa aku pergi jauh dan meninggalkanmu," laki-laki itu membawa Jinri ke dalam pelukannya.

Jinri menopang dagunya di bahu Jungkook. "Lalu kenapa kau bertanya seperti itu? Pertanyaanmu membuatku takut," akunya terdengar sedih.

Jungkook terkekeh. "Aku hanya iseng menanyakan hal itu. Aku hanya penasaran bagaimana tanggapanmu jika aku pergi jauh." ucapnya dengan nada bicara setenang mungkin.

Jinri tidak menyadari bagaimana ekspresi Jungkook sebenarnya. Laki-laki itu sengaja memeluk Jinri, menyembunyikan wajah wanita itu di pelukannya agar Jinri tidak melihat ekspresi sendunya yang tidak bisa ia sembunyikan lagi.

Jungkook mengeratkan pelukannya pada wanita itu. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sebelum kau sendiri yang memintaku untuk pergi." batinnya.





-TBC-





Haluuu~ Litmon kembali lagi wkwk *lambailambaicantik

Acieee pada kaget litmon balik cepat wkwk buat minggu ini litmon putuskan untuk double update untuk menebus kesalahan litmon yang sering tidak menepati janji ini. Litmon tahu ini gak cukup untuk menebus kesalahan litmon yang suka phpin kalian dan sering menunggu lama buat ff ini. Tapi, semoga dengan updatenya ff ini lagi bisa mengobati penantian kalian selama ini yang begitu berharga /? (abaikan bahasa litmon yang penuh dosa ini ya /? xD)

Semoga feelnya dapat ya, gregetnya juga dapat. Soalnya, adegan yang trakhir antara jk sama jinri litmon bapereu nulisnya wkwk :'v ada sakit nya gimana gitu :'v

Tolong juga jangan bash Hoseok ya disini. Budaya tinggal bersama di sana itu sudah mulai biasa dilakukan oleh pasangan-pasangan. Jika ada yang kurang setuju bisa tinggalkan komentar. Tapi, disini Litmon berusaha menunjukkan kisah cinta yang berbeda-beda pada setiap member. Hoseok kenanya konsep ini. Semoga litmon berhasil menyajikan alur ceritanya ya xD

Semua budaya dan cara pacaran disini ambil yang positifnya aja, okey? Jangan ditiru, ini cuma sekedar cerita fiksi untul hiburan semata. Litmon tidak bermaksud mengajarkan kalian untuk berlaku seperti itu juga. Jadi, adegan- adegan diatas jangan ditiru apalagi yang masih dibawah umur.

Udah itu aja dari litmon. Selamat membaca. Sampai ketemu minggu depan. Bye-bye 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top