Chapter 27
WARNING NC 18+!
PERSIAPKAN JANTUNG DAN PERASAAN MASING-MASING UNTUK MEMBACA CHAPTER INI WKWKWK
NOTE: BAGI YANG TIDAK SUKA, TIDAK SETUJU ATAU BELUM CUKUP UMUR UNTUK ADEGAN DIBAWAH. SILAHKAN DISKIP. TERIMA KASIH.
Kejadian kemarin seperti mimpi bagi Jinri. Ia hampir tidak percaya ketika ia bangun pagi ini ia mendapatkan dirinya tertidur di pelukan Jungkook di kamar mereka. Ya... Di kamar mereka, tidak di kamar Yerin. Ternyata Jungkook berhasil membawa Jinri kembali pulang semalam.
Jinri beringsut melepaskan dirinya dari pelukan Jungkook, ia bergerak dengan pelan agar tidak membangunkan laki-laki itu. Ia menyibak selimut lalu bangun dari tempat tidur. Jinri mengambil jam weker yang berada di nangkas sebelah ranjang. Ia terkejut melihat pukul berapa sekarang. Ini sudah pukul 09.00 pagi. Pantas saja perutnya sudah meraung-raung minta diisi. Sebaiknya, ia segera ke dapur dan menyiapkan sarapan sebelum Jungkook bangun.
Gadis itu menolehkan kepalanya untuk melihat Jungkook yang kini sudah berganti posisi tidur menjadi terlentang. Diam-diam ia tersenyum. Jinri dengan pelan kembali naik ke atas ranjang lalu menghampiri suaminya tersebut. Ia dengan lembut menyingkirkan poni Jungkook yang menutupi dahinya tersebut dan mengecup pelan dahi laki-laki itu.
"Selamat pagi, Jeon." bisiknya.
Setelah itu, ia turun dari ranjang dan bergegas keluar dari kamar menuju dapur untuk membuat sarapan.
Jungkook membuka matanya setelah pintu kamar terdengar kembali tertutup. Ia memegang dahinya lalu tersenyum. Sebenarnya, ia sudah bangun bahkan sebelum Jinri bangun. Namun, ia lebih memilih menutup matanya menikmati moment paginya dengan Jinri yang berada dipelukannya.
Jinri meletakkan dua piring berisi nasi goreng kimchi ke atas meja makan dengan senyum puas. Sambil menunggu Jungkook bangun, ia kembali ke dapur untuk membersihkan sampah-sampah bekas memasaknya tadi lalu membuangnya ke tong sampah. Selesai dengan itu, ia segera ke wastafel untuk mencuci tangannya.
Saat ia berbalik, betapa terkejutnya ia ketika mendapati Jungkook berdiri didepannya. Jinri tersentak hingga pinggangnya terbentur pinggiran wastafel. Ekspresinya seperti baru saja melihat hantu dan hal tersebut membuat Jungkook mengangkat sebelah alisnya karena reaksi berlebihan gadisnya itu.
Jungkook sedikit mencondongkan tubuhnya kearah Jinri untuk melihat wajah gadis itu. "Apa aku terlalu tampan hingga kau terkejut seperti itu saat melihatku?" tanya nya dengan nada jahil.
Jinri berdecih pelan. "Siapa saja akan terkejut jika kau tiba-tiba berdiri dibelakang seperti itu dan tidak bersuara," ia tampak menegapkan punggungnya kembali.
Jungkook memasukkan kedua tangannya ke saku piyamanya. "Memangnya kenapa? Aku hanya sedang ingin memandang istriku yang tengah sibuk di dapur pagi hari ini," sahutnya dengan senyum yang menurut Jinri adalah senyum jahil. Jungkook kembali dengan kebiasaannya, menggoda Jinri.
Gadis itu tampak langsung membuang tatapannya kearah lain. Jinri salah tingkah walaupun ia tahu Jungkook hanya sengaja menggodanya. "Memandang apa? Kau itu malah mengganggu," Jinri bergeser ingin melewati Jungkook namun laki-laki itu menghalanginya langkahnya.
Jungkook mengambil langkah untuk lebih dekat dengan gadis itu. "Mengganggu? Aku bahkan tidak melakukan apa-apa. Aku hanya berdiri dan diam," ia kembali mencodongkan tubuhnya kearah depan hingga Jinri semakin memundurkan langkah kakinya.
Jinri tampak sudah mulai tidak nyaman ketika ia sadar Jungkook semakin dekat. Laki-laki itu seperti ingin menghimpit tubuhnya. "Kau membuatku terkejut. Itu juga termasuk mengganggu." sahutnya.
Jungkook membawa kedua tangannya ke sisi tubuh gadis itu, tangannya kini bertengger di pinggir wastafel hingga sekarang Jinri terkunci di antara kedua lengan laki-laki itu. Wajah mereka hanya berjarak beberapa centi sampai-sampai Jinri dapat merasakan deru napas Jungkook yang hangat mengenai wajahnya. Jinri secara spontan menahan napas, ingin rasanya ia memalingkan wajahnya kearah lain namun entah kenapa ia tidak mampu melakukannya.
Jinri menutup matanya ketika ia merasa Jungkook semakin mengikis jarak diantara mereka bahkan kini hidung mereka sudah saling bersentuhan. Jika, Jinri bergerak sedikit saja maka bibirnya pasti akan bersentuhan dengan milik laki-laki itu.
Jungkook dengan sengaja mendiamkan wajahnya didepan wajah gadis itu cukup lama lalu setelah itu menjauhkan wajah kembali. Ia menyeringai melihat Jinri yang menutup mata. Apa gadis itu menunggu untuk ciumannya? Sepertinya iya. Namun, Jungkook memilik tujuan lain hingga ia mengurungkan niatnya yang sebenarnya juga ingin merasakan bibir manis milik istrinya itu.
Laki-laki itu dengan gerakan pelan mengusap mata Jinri yang kini tengah tertutup. Mata gadis itu masih bengkak karena menangis. Menangis karenanya. Ketika mengingat hal itu, rasanya bersalahnya semakin besar.
Jinri membuka matanya terkejut ketika ia merasa sentuhan lembut ke kelopak matanya yang tertutup. Ia menatap Jungkook dengan tatapan bingung.
Jungkook mengusap pelan wajah gadisnya itu. "Matamu membengkak. Eomma pasti akan sangat mengkhawatirkanmu jika ia melihat matamu seperti ini," ucapnya.
"Eomma mengundang kita untuk makan malam di rumah nanti malam," lanjutnya. Ia menjauhkan tangannya dari wajah gadis itu lalu kembali menegap tubuhnya memberi beberapa jengkal jarak diantara mereka.
Jinri mengerjap-ngerjap matanya beberapa kali. "Kenapa tiba-tiba sekali?" tanya nya dengan ekspresi terkejut.
Jungkook mengangkat bahunya. "Entahlah. Eomma juga mengundang Hana Noona dan Namjoon Hyung nanti malam," sahutnya.
Jinri terlihat menggigit bibirnya. "Bagaimana bisa aku datang dengan wajah seperti ini," gumam gadis itu sambil menangkup kedua pipinya dengan telapak tangannya.
Jungkook tersenyum. Ia mengambil telapak tangan kiri gadis itu lalu menggenggamnya. "Waktunya masih lama. Aku akan membantumu untuk menghilangkan bengkaknya nanti," ucapnya pasti.
Jinri mengangkat sebelah alisnya. "Bagaimana caranya?" tanya nya dengan pandangan yang sekilas terlihat ragu.
Laki-laki itu kembali tersenyum. "Kau akan tahu nanti. Sebaiknya kita sarapan dulu. Aku sudah sangat lapar." ucapnya lalu menarik istrinya itu menuju meja makan.
-00-
Setelah sarapan dan mandi, Jungkook benar-benar menepati janjinya untuk membantu Jinri. Ia menyuruh Jinri untuk menunggunya di kamar. Sebenarnya, Jinri masih sanksi untuk percaya pada perkataan laki-laki. Jungkook itu memiliki pola pikir yang tidak tertebak dan sifat usilnya itu juga perlu diwaspadai. Walaupun ia sudah berbaikan dengan laki-laki itu, Jinri masih was-was dengan kelakuan aneh Jungkook yang kadang-kadang kambuh.
Jungkook kembali dari dapur dengan membawa mangkuk yang entah apa isinya. Jinri yang tengah duduk di depan meja rias diam-diam memperhatikan gerak-gerik suaminya itu. Sebenarnya, tidak ada gerak-gerik yang mencurigakan dari laki-laki itu. Hanya saja Jinri belum terbiasa dengan sikap baik laki-laki itu pasca pertengkaran mereka kemarin.
"Sampai kapan kau terus memandang wajahmu didepan cermin seperti itu? Ayo... Cepat kemari," panggil Jungkook. Cara bicara sama sekali tidak berubah. Masih tetap menyebalkan.
Jinri bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri laki-laki itu yang kini sudah duduk diatas ranjang dengan bantal di pangkuannya.
Jinri menghentikan langkahnya. "Kita mau apa?" tanya nya dengan was-was.
Jungkook memutar mata jengah. "Membuat anak." sahutnya asal.
Bola mata Jinri langsung melebar ketika mendengar sahutan Jungkook yang sembarangan seperti itu. Apa laki-laki itu tidak memiliki kosakata lain selain kata "membuat anak" untuk menjawab pertanyaannya. Itu terlalu vulgar di pendengarannya.
Jungkook menghela napas. "Tentu saja untuk mengompres mata bengkakmu itu. Kau pikir aku ingin apa?" lanjutnya dengan raut wajah mulai kesal. Sifat mudah marahnya mulai mencuat kembali ke permukaan.
Jinri memainkan bibirnya sebal. "Biasa saja. Tidak usah marah-marah seperti itu. Kau akan cepat tua jika seperti itu," ucapnya lalu naik keatas ranjang.
Jungkook mendengus pelan. "Aku tidak marah. Ayo... Cepat. Rebahkan kepalamu disini dan tutup matamu." perintahnya sambil menepuk bantal di pangkuannya.
Jinri merebahkan kepalanya di bantal lalu menutup matanya dengan ragu-ragu. Ia masih tidak tahu dengan apa Jungkook mengompres matanya. Tidak butuh lama, Jinri merasa benda hangat menyentuh kedua kelopak matanya. Ia meraba benda yang ternyata kantong teh celup. Jungkook mengompres matanya dengah teh celup yang sudah diseduh terlebih dahulu.
Jinri pernah membaca sebuah artikel kecantikan jika teh celup bekas memang bisa digunakan untuk mengompres mata sembab. Teh yang bagus untuk mengompres mata adalah teh hijau atau teh hitam karena kedua teh tersebut lebih banyak menyimpan kafein dimana kafein di dalam teh dapat membantu menekan pembekakan seperti pada kedua matanya sekarang.
Tidak sampai disitu, kini Jungkook juga memijit daerah pelipis dan kepala gadis itu. Hal tersebut membuat Jinri merasa semakin rileks. Hangat dari kantong teh celup yang kini mengompres matanya dan pijatan Jungkook dikepalanya terasa begitu nyaman.
Ia tidak tahu jika Jungkook bisa bersikap seperti ini padanya. Sangat manis menurutnya. Ternyata masih banyak hal yang tidak ia tahu dari laki-laki itu.
"Bagaimana? Apa kepalamu masih pusing?" tanya laki-laki itu setelah menghentikan pijatannya dikepala istrinya itu.
"Sudah mendingan... Tapi... Tunggu dulu. Darimana kau tahu aku sedang pusing?" kerutan didahi gadis itu langsung tercipta.
"Hanya menebak. Dari cara mu yang menangis semalaman itu sudah pasti saat bangun tidur kau akan terkena pusing. Kau itu ternyata benar-benar cengeng, Shin Jinri," ucap laki-laki itu dengan nada mengejek.
"Ya! Kau pikir aku menangis karena siapa? Itu semua karenamu. Dasar menyebalkan!" sahut Jinri tidak terima.
"Oh ya? Kau ternyata sudah sangat cinta berat padaku rupanya," godanya dengan seringaian yang sudah terbentuk dibibirnya.
"Ya, aku mencintaimu. Karena cinta berat ku itu lah aku menjadi orang yang terkonyol kemarin. Aku sangat malu dengan Yerin dan Taehyung. Apa kau puas?" jawabnya dengan ketus. Ia benar-benar malu dengan Yerin dan Taehyung. Ia menangisi Jungkook didepan mereka hanya karena masalah ia cemburu.
"Hmm... Begitukah?" sahut Jungkook terdengar acuh. Jinri semakin sebal mendengar sahutan dari laki-laki itu. Ia tahu, Jungkook hanya sengaja menggodanya tapi tetap saja rasanya menjengkelkan.
"Jungkook-ah, apa kau benar-benar mencintaiku?" tanya gadis itu tiba-tiba.
Jinri menyingkirkan kentong teh celup yang digunakan untuk mengompres matanya. Ia mendongakkan sedikit kepalanya untuk melihat wajah laki-laki itu.
"Bukankah kau sudah mengetahuinya?" Jungkook menundukkan kepalanya sedikit. Tatapan mereka berdua langsung bertemu.
"Aku ingin mendengarnya sekali lagi." pinta gadis itu.
Jungkook tidak menjawab. Ia hanya diam dengan tatapan teduhnya pada gadis itu. Namun, itu tidak lama sampai secara perlahan-lahan Jungkook menundukkan kepalanya. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah istriya itu.
Jinri menutup matanya ketika bibir Jungkook mulai menyentuh bibirnya. Laki-laki itu menciumnya dengan posisinya kepalanya yang masih dipangkuan laki-laki itu.
Jungkook hanya memberi lumatan-lumatan kecil pada bibir gadis itu. Ia ikut memejamkan matanya untuk menikmati setiap inci sentuhan ciuman mereka yang kini dipenuhi oleh perasaan cinta. Tidak seperti biasanya, kali ini Jinri juga langsung membalas ciuman laki-laki itu.
Mereka sama-sama tersenyum dalam ciuman memabukkan yang mereka ciptakan tersebut. Jungkook mengecup-ngecup bibir gadis itu dengan gemas lalu bibirnya berpindah mengecup hidung, kedua kelopak mata gadis itu, dahi dan telinga gadis itu.
Jungkook mengecup telinga Jinri dengan lembut. Jinri langsung merasakan gelenyar-gelenyar aneh yang memenuhi dirinya. Demi Tuhan... Ia bisa gila jika Jungkook selalu menggodanya seperti ini.
Jungkook menghentikan kecupannya lalu membisikkan sesuatu di telinga gadis itu.
"Aku mencintaimu... Lebih dari yang kau tahu."
-00-
Malam ini, Jinri ikut pulang bersama Jungkook ke kediaman orangtua suaminya itu untuk ikut makan malam. Mereka berdua datang setelah Hana dan Namjoon yang ternyata datang lebih awal.
Mereka sudah berkumpul di meja makan dan mulai menikmati makan malam dengan berbagai macam menu masakan. Nyonya Jeon memang sengaja memasak banyak untuk kedua anak dan menantunya itu. Ia tersenyum senang ketika melihat semuanya menikmati masakannya walaupun makan malam kali ini ada yang kurang. Tuan Jeon ternyata tidak ikut bergabung makan malam kali ini karena sedang keluar kota untuk beberapa hari. Seperti biasa, Tuan Jeon selalu sibuk dengan bisnisnya.
Ternyata karena alasan itu juga Nyonya Jeon membawa anak dan menantunya untuk makan malam di rumah. Bahkan, ibu dua anak itu menyuruh mereka untuk menginap saja malam ini. Hana dan Namjoon ternyata sudah berencana menginap di rumah bahkan sudah membawa baju ganti. Pasangan ini memang sering menginap di rumah keluarga Jeon ini karena Hana walaupun sudah menikah masih saja ingin bermanja-manja dengan ibunya. Apalagi saat ini wanita itu sedang mengandung, manjanya semakin berlipat ganda.
Berbeda dengan Hana, Jungkook yang paling jarang pulang ke rumah orangtuanya setelah ia menikah dan memiliki apartemen sendiri. Laki-laki itu asyik dengan kehidupan barunya. Namun, Nyonya Jeon memakluminya. Anak bungsunya itu masih pengantin baru. Ia paham pasti Jungkook dan Jinri masih asyik menikmati waktu berdua.
Nyonya Jeon senang melihat Jungkook dan Jinri yang tampak sangat akur. Tidak seperti dulu, sebelum mereka berdua menikah. Hal yang bisa mereka lakukan hanya membuat onar dan bertengkar setiap hari. Namun, sekarang terlihat pemandangan berbeda dari pasangan tersebut. Jungkook maupun Jinri seperti tidak bisa jauh dengan satu sama lain. Mereka selalu kemana-mana berdua. Sejak datang tadi pasangan itu terlihat lengket dan sering kedapatan bermesraan jika ada kesempatan.
Nyonya Jeon tersenyum penuh arti. Sepertinya, ia akan mendapatkan cucu lagi.
Setelah makan malam selesai, acara mereka belumlah selesai. Jinri, Hana dan Nyonya Jeon masih sibuk didapur. Para wanita itu sedang sibuk mencicipi beberapa biskuit buatan Nyonya Jeon yang katanya resep baru. Tentu saja Jinri dan Hana langsung tertarik dan akhirnya mereka bertiga sibuk membahas resep baru tersebut.
Berbeda dengan para wanita yang sibuk didapur, Jungkook dan Namjoon lebih memilih untuk mengobrol di ruang keluarga sambil menonton acara olahraga. Topik obrolan mereka tidak jauh dari masalah pekerjaan. Akhir-akhir ini, Namjoon memang sedang gencar ingin merengkrut Jungkook untuk ikut bekerja di agensi miliknya. Mengingat sebentar lagi Jungkook akan lulus dari Universitas.
Namjoon menyandarkan punggungnya di leher sofa. "Bagaimana? Apa kau sudah memikirkannya?" tanya laki-laki itu.
Jungkook tampak menganggukkan kepalanya. "Bekerja di studiomu sepertinya tidak buruk, Hyung," sahutnya dengan nada bergurau.
Namjoon terkekeh. "Itu akan menjadi studio milikmu nanti," ucapnya lalu menepuk punggung sahabat sekaligus adik iparnya itu.
Jungkook tertawa. "Aku akan menagih janjimu itu, Hyung," sahutnya yang hanya dijawab acungan jempol oleh Namjoon.
Mereka cukup lama terdiam, pandangan mereka sama-sama fokus ke televisi yang sedang menyiarkan pertandingan basket. Namun, setelah itu Namjoon mengalihkan pandangannya dari televisi kearah Jungkook.
Namjoon tampak menghela napas. "Ngomong-ngomong bagaimana dengan beasiswa S2 mu? Apa kau sudah membicarakannya dengan istrimu?" tanya laki-laki itu.
Jungkook tampak langsung tertegun. Ia menyenderkan punggungnya di leher sofa. "Jinri belum tahu hal itu, Hyung," sahutnya dengan setengah bergumam.
Namjoon tampak mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Kau harus segera membicarakan hal itu padanya. Bagaimanapun beasiswa itu adalah kesempatanmu," laki-laki itu berbicara sambil melirik kearah dapur. Takut-takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.
Jungkook tampak terdiam, laki-laki itu hanya menghela napas dengan berat. Hal ini salah satu yang masih ia rahasiakan dari Jinri bahkan dari orangtuanya. Hanya Namjoon yang mengetahui hal tersebut. Ia berhasil mendapatkan tawaran beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya pada salah satu Universitas ternama di Amerika yang selama ini ia incar.
Dulu, mungkin ia akan menerima beasiswa itu tanpa pikir panjang. Namun, sekarang ia membutuhkan begitu banyak pertimbangan tentang beasiswa itu. Ia tidak bisa sembarangan pergi begitu saja, ada Jinri sekarang yang bersamanya dan juga tanggungjawabnya. Ia tidak bisa meninggalkan Jinri sendiri, ia tidak mungkin membiarkan Jinri tanpa dirinya.
Jungkook sempat berpikir untuk membawa gadis itu ikut dengannya. Tapi, ia tidak yakin Jinri mau ikut dengannya. Gadis itu masih menyelesaikan kuliah hingga tahun depan. Orangtuanya pun pasti akan menentang keputusannya tersebut. Pilihan ini sangat berat untuknya. Ia harus memilih antara mimpinya atau gadis yang ia cintai.
-00-
Jungkook tengah menuangkan air ke gelasnya ketika ia melihat Hana kakak perempuannya menghampirinya dengan membawa gelas dan juga botol vitamin. Hana duduk disebelah adiknya tersebut, menuangkan air ke gelasnya dan mulai membuka botol vitaminnya.
Hana tampak menghela napas setelah menelan vitamin-vitamin yang wajib ia minum setiap hari tersebut. Ia meletakkan gelas yang sudah kosong isinya ke atas meja, disebelah gelas milik Jungkook.
Hana menyandarkan punggungnya di leher kursi dengan nyaman, ia melirik Jungkook sebentar lalu berdehem pelan. "Bagaimana hubunganmu dengan Jinri? Apa kalian baik-baik saja?" tanya wanita itu.
Jungkook menolehkan sedikit kepalanya untuk melihat kakak perempuannya tersebut. "Hmm... Seperti yang Noona lihat. Kami baik-baik saja," sahutnya.
Hana kembali melihat adiknya tersebut. "Kau tidak sedang berbohongkan? Kau tidak ingin menceritkan sesuatu pada Noona mu ini, hm?" wanita itu terseyum.
Jungkook terdiam. Tidak ada gunanya berbohong pada kakaknya itu. Mata Hana sangat jeli memperhatikan sesuatu hal. Wanita itu sejak tadi selalu memperhatikan Jinri. Jungkook menyadari pandangan kakaknya itu sejak mereka datang.
"Apa kalian baru saja bertengkar? Mata Jinri tampak sedikit membengkak," Hana mulai meluncurkan pertanyaan. Wanita itu memang memiliki type yang selalu ingin tahu pada adiknya.
Jungkook mengambil napas pelan. "Hanya masalah kecil. Kami bertengkar sedikit," dustanya lagi. Bertengkar sedikit apa? Jinri bahkan sampai pergi dari apartemen karena ulahnya.
Hana langsung mengubah posisi duduknya jadi menyamping menghadap adiknya itu. "Masalah apa? Jangan katakan jika masalah..." Hana menggantungkan kalimatnya untuk melihat respon Jungkook.
Jungkook menganggukkan kepalanya. Ia tahu arah pembicaraan kakaknya itu. Masalah Kwon Yuri dan masa lalunya bersama gadis itu.
"Sudah aku duga, karena gadis ulat bulu itu. Apa lagi yang ia lakukan sekarang? Jangan katakan jika kau berselingkuh dengannya?" tuduhnya dengan nada geram.
Jungkook langsung menatap kakaknya itu dengan tatapan tidak terima. "Kami bertengkar hanya karena salah paham dan aku tidak berselingkuh dengannya," sahutnya sedikit kesal.
Hana mengibas rambutnya acuh. "Siapa tahu jika kau diam-diam berselingkuh dibelakang Jinri. Predikat playboy internasionalmu itu masih melekat diwajahmu asal kau tahu. Kau pikir aku tidak tahu jika kau dulu diam-diam mengencani teman-temanku. Aish... Seleramu itu sangat buruk. Bagaimana bisa kau selalu tertarik dengan Noona-Noona, huh?" topik pembicaraan Hana tiba-tiba melenceng kesana-kemari.
Jungkook hampir merasa otaknya mendidih ketika mendengar kakaknya itu mulai membahas masa lalunya. "Itu hanya masa lalu. Aku tidak mengencani mereka. Mereka yang mengejarku," sahutnya membela diri.
Hana tertawa pelan. "Aku melihatmu, Jeon Jungkook. Aku benar-benar melihatmu. Jika Jinri mengetahui tabiatmu dulu yang suka mengencani wanita yang lebih tua. Aku tidak yakin ia akan tetap mau mengakuimu sebagai suaminya," ejeknya.
Jungkook menatap Hana dengan kesal. "Noona!" peringatnya.
Hana kembali tertawa. "Oke... Oke... Lupakan," ucapnya sambil menepuk-nepuk lengan adiknya tersebut. Setelah hamil, mulut Hana semakin menyebalkan. Jungkook baru menyadari itu.
Mereka berdua kembali terdiam. Hana tampak menghela napas. Wanita itu tampak mengelus-elus kandungannya yang kini mulai memasuki bulan ketiga.
Jungkook melirik kakak satu-satunya itu. "Noona kau tidak istirahat? Ini sudah tengah malam. Namjoon Hyung akan marah denganmu jika kau tidak kembali ke kamar. Ingat kandunganmu," ucapnya mengingatkan Hana yang tampak ingin membuka mulut lagi untuk berbicara padanya.
Hana tampak terkejut. "Hah? Astaga aku lupa... Namjoon Oppa memintaku untuk membuat kopi tadi." pekik wanita itu.
Jungkook hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kakak perempuannya tersebut. Untung Namjoon selalu sabar dengan kakaknya itu. Seperti sekarang, wanita itu lupa membuat kopi untuk suaminya malah asyik membongkar masa lalu adiknya sendiri.
-00-
Jinri membuka pintu menuju balkon kamar milik Jungkook tersebut dan angin malam langsung berhembus menerbangkan helaian anak rambutnya. Cuaca malam ini sedikit berangin dan dingin namun itu tidak mengurungkan niat gadis itu untuk keluar menuju balkon. Ia ingin menghirup udara malam sebentar sebelum tidur. Hal ini sering ia lakukan saat masih tinggal dirumah orangtuanya. Rumah yang tepat berhadapan dengan rumah keluarga Jeon ini. Ah... Ia jadi merindukan rumah. Sayangnya, rumahnya sekarang sudah disewakan karena orangtuanya pindah ke Jepang untuk melanjutkan bisnis mereka yang memang berpusat disana.
Tuan dan Nyonya Shin memang memutuskan pindah ke Jepang setelah Jinri menikah. Itu juga termasuk alasan mereka cepat-cepat menikahkan satu-satunya putri mereka tersebut. Mereka sudah mempercayakan Jinri pada Jungkook, pada keluarga Jeon. Jinri sebenarnya sedih ketika mengetahui ia akan berpisah jauh dari orangtuanya, awalnya ia tidak yakin bisa hidup tanpa dekat dengan orangtuanya. Namun, ternyata ia bisa mengatasi ketidakyakinannya itu. Sekarang, ia baik-baik saja.
Lamunan Jinri langsung buyar ketika mendengar suara pintu kamar terbuka. Ia memutar tubuhnya dan terlihat Jungkook yang tengah mengunci pintu kamar. Jinri dengan cepat masuk kembali ke kamar dan menutup pintu balkon untuk menghampiri suaminya tersebut.
Jungkook berjalan kearah istrinya tersebut yang tengah berjalan kearahnya juga. "Apa yang kau lakukan di balkon? Udara diluar dingin. Nanti kau bisa masuk angin," ucapnya setengah mengomel.
Jinri tersenyum tipis. "Hanya mencari udara sebentar," sahutnya. Gadis itu memilih duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan disamping rak buku-buku koleksi Jungkook.
Jungkook ikut duduk disebelah gadisnya itu. "Apa ada yang sedang kau pikirkan?" tanya nya sambil melirik Jinri disebelahnya.
Jinri menghela napas pelan. "Aku merindukan Appa dan Eomma. Aku rindu kembali ke rumah." gumamnya.
Benar dugaannya. Jinri pasti langsung teringat dengan orangtuanya ketika mereka pulang kesini. Saat mereka datang tadi, mata Jinri tidak berhenti menatap rumah keluarga Shin yang sekarang sudah disewakan.
Jungkook langsung membawa Jinri kepelukannya. "Kau sudah menghubungi mereka?" tanya nya sambil mengelus kepala gadis itu.
Jinri memeluk pinggang Jungkook dengan erat lalu menganggukkan kepalanya pelan. "Sudah. Tapi hanya sebentar, mereka sedang sibuk," sahutnya dengan suara yang terdengar lesu.
Jungkook mencium pucuk kepala istrinya pelan. "Jika ada waktu libur, kita bisa pergi ke Jepang untuk mengunjungi orangtuamu," ucapnya.
Jinri langsung melepaskan pelukannya. Gadis itu menatap wajah Jungkook dengan mata yang terlihat berbinar. "Benarkah? Kita akan pergi ke Jepang?" tanya nya dengan nada bicara yang terdengar senang.
Jungkook menganggukkan kepalanya. "Ya. Bagaimana jika saat libur akhir tahun?" usulnya.
Jinri menganggukkan kepalanya dengan antusias. "Hmm... Oke... Aku setuju," sahutnya kelewat senang.
"Terima kasih, Jungkook-ah." lanjutnya lalu kembali memeluk laki-laki tersebut.
Jungkook hanya tersenyum, ia menganggukkan kepalanya pelan lalu membalas pelukan gadisnya tersebut. Hanya dengan melihat Jinri tersenyum entah kenapa rasa bahagia langsung membucah dihatinya apalagi saat ia mengetahui jika gadis itu tersenyum karenanya.
Jungkook mengubah sedikit posisi duduknya agar Jinri lebih nyaman dipelukannya. Ia menepuk-nepuk pelan punggung gadis itu. "Noona, ada menanyakanmu tadi? Sepertinya ia sadar," ucapnya membuka percakapan kembali.
Jinri menarik kepalanya dari dada Jungkook. Ia melonggarkan sedikit pelukannya di pinggang laki-laki itu. "Benarkah? Apa yang dikatakan Hana Eonnie? Ia tidak memarahimu, kan?" tanya gadis itu dengan beruntun.
Jungkook tersenyum tipis. "Ia hanya bertanya apa kita berdua baru saja bertengkar. Tidak... Noona tidak memarahiku. Tenang saja." sahutnya.
Jinri tampak mendesah lega. Ia hanya takut Hana memarahi Jungkook dan menyalahkan laki-laki itu. Padahal dalam masalah ini sebenarnya ia juga salah.
Mereka kembali terdiam dan sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Hingga suara jam yang berdenting nyaring dilantai bawah mengejutkan mereka berdua. Jinri berdehem, ia menarik dirinya dari pelukan Jungkook.
Jinri mengambil ponselnya yang ia simpan dikantong baju piyamanya untuk melihat jam. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 00.00 malam. Pantas saja jam besar klasik yang berada di ruang keluarga berbunyi nyaring.
"Jungkook-ah, aku mengantuk," Jinri ingin bangkit dari tempat duduknya namun laki-laki itu menahannya.
Jungkook menarik pinggang gadisnya itu. "Jinri-ya," panggilnya.
Jinri mengerjapkan matanya. "Ya? Ada apa?" tanya nya.
Jungkook terdiam sejenak lalu menggelangkan kepalanya pelan. "Tidak... Tidak ada," jawabnya lalu menjauhkan kedua tangannya dari pinggang gadis itu.
Sikap aneh yang ditunjukkan Jungkook barusan langsung mengundang banyak pertanyaan dibenak Jinri. Dari sorot mata laki-laki itu, sepertinya ada yang sedang disembunyikan.
Jinri memberanikan dirinya untuk menyentuh pipi Jungkook dan laki-laki itu langsung menatapnya. "Ada apa? Katakan saja," ucapnya dengan suara lembut.
Jungkook tampak menarik napas. "Tidak. Kita bahas kapan-kapan saja. Aku tidak ingin merusak moodmu. Tidurlah... Ini sudah larut malam," sahutnya sambil mengacak rambut istrinya itu pelan.
Ada apa sebenarnya? Jungkook tampak bersikap aneh. Dari sorot matanya terlihat laki-laki itu tengah kacau. Entah kenapa kali ini laki-laki itu tidak bisa bertahan lama untuk menyembunyikan raut wajah gelisahnya.
Jinri tersenyum. "Aku tidak apa-apa. Katakan saja. Jika kau tidak memberitahukannya, aku akan tetap memaksamu," desaknya.
Jungkook menolehkan kepalanya. Tatapan mereka bertemu namun hanya sejenak karena laki-laki itu memutuskan tatapan mereka kembali. Terdengar Jungkook menghela napas. "Foto itu... Fotoku bersama Yuri Noona. Maafkan aku karena aku masih menyimpannya," gumamnya.
Jinri tertegun mendengar perkataan laki-laki itu. Namun, setelah itu gadis Shin itu tersenyum. "Tidak apa-apa. Bukankah kemarin aku sudah mengatakan padamu bahwa aku percaya padamu. Aku yang salah. Aku yang terlalu berlebihan," sahutnya dengan ketenangan luar biasa. Jinri sadar jika ia terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan. Jungkook memang masih menyimpan foto itu namun satu hal yang baru ia sadari sekarang. Jungkook tidak pernah menyentuh foto itu lagi. Laki-laki itu bahkah membiarkan bingkai foto itu berdebu dengan posisi terbalik di meja. Bukankah itu sudah menunjukkan jika laki-laki itu sudah lama tidak memperdulikan foto tersebut.
Jungkook menatap dalam-dalam kedua mata Jinri, ia tengah mencari kesungguhan dari kedua mata tersebut. "Kau yakin tidak apa-apa? Kau bisa kembali marah padaku atau memaki ku jika kau ingin." ucapnya.
Wajah Jungkook terlihat sangat serius. Melihat laki-laki itu yang tampak berbeda dari biasanya membuat Jinri menahan tawa. Sejak kapan seorang Jeon Jungkook meminta dirinya untuk dimaki? Ternyata kejadian kemarin masih mengganggu pikiran laki-laki itu. Rasa bersalahnya mungkin masih mendominasi.
Jinri tertawa pelan. "Ya. Aku yakin, Jeon Jungkook." sahutnya pasti.
Dari saat itu juga, raut wajah Jungkook langsung terlihat lega. Laki-laki itu membawa kedua tangannya untuk menangkup kedua pipi Jinri yang terlihat bersemu merah. Tanpa aba-aba Jungkook langsung mencium gadis itu. Ia mengecup bibir manis tersebut dengan awalan yang pelan lalu berangsur-angsur gerakan bibir laki-laki itu menjadi kasar dan menuntut.
Jinri terlihat berusaha mengimbangin permainan bibir Jungkook diatas bibirnya. Ini bukan pertama kalinya Jungkook menciumnya dengan gerakan kasar namun sampai sekarang ia masih tidak memiliki kemampuan untuk mengimbangi ciuman laki-laki itu.
Suara decakan yang dihasilkan dari ciuman mereka terdengar jelas memenuhi kamar. Hal tersebut membuat Jungkook semakin tidak bisa mengontrol dirinya, ia semakin memperdalam ciumannya. Apalagi sekarang, ia merasa salah satu tangan Jinri mengelus dadanya lalu menjalar keleher kokohnya. Oh... Tuhan. Apa gadisnya itu tengah berusaha menggodanya?
Jungkook menghentikan pergerakan bibirnya lalu melepaskan tautan mereka. Jinri tampak langsung mengambil napas dengan rakus. Bibir gadis itu sudah terlihat membekak. Jungkook mengusap dagu Jinri yang basah karena saliva hasil pertautan mereka dengan lembut.
"Kau tahu... Aku sudah lama menahan diriku untuk tidak menyerangmu dan memakanmu hidup-hidup," ucapnya dengan suara beratnya. Tangan laki-laki itu kini mengusap bibir Jinri yang terlihat sangat menggiurkan dimatanya.
"Malam ini... Maafkan aku... Aku tidak bisa menahan diriku lagi." lanjutnya lalu dengan gerakan cepat ia mengangkat gadis itu ke pangkuannya. Jinri sempat terpekik kaget.
Jungkook memeluk pinggang Jinri yang kini duduk dipangkuannya. "Jadi... Bisakah?" bisiknya.
Jinri tidak tahu bagaimana caranya untuk menggambarkan kebrutalan jantungnya sekarang. Ia menelan ludahnya dengan susah payah. Jungkook benar-benar tengah menggodanya, tangan laki-laki itu sudah bergerak-gerak mengusap pinggangnya.
Jinri menggigit bibirnya. "Bagaimana jika aku menolak?" tanya nya dengan suara yang ia buat senormal mungkin.
Jungkook menatap Jinri sejenak. "Kau dalam periodemu lagi?" tanya nya.
"Baiklah jika kau menolak... Aku akan tidur di sofa. Aku tidak memaksamu." lanjutnya dengan nada bicara yang terdengar kecewa.
Laki-laki itu berniat untuk menurunkan Jinri dari pangkuannya namun gadis itu malah memeluk lehernya erat. Tawa Jinri hampir meledak melihat Jungkook yang tampak sangat kecewa tapi pura-pura terlihat baik-baik saja.
Jinri mendekatkan bibirnya ke telinga laki-laki itu membisikkan sesuatu yang membuat senyum Jungkook mengembang.
"Aku sedang tidak dalam masa periodeku kali ini." bisiknya.
-00-
Jinri tersadar ketika punggungnya menyentuh ranjang dengan Jungkook yang menindihnya dengan tekanan tubuh yang diusahakan tidak menyakitinya. Bibir mereka kembali menyatu dengan hasrat yang memenuhi mereka. Suara decakan kembali terdengar hingga membuat suasana dikamar tersebut berubah semakin panas.
Jungkook menyeringai dalam ciumannya ketika Jinri tidak segan-segan membalas ciumannya. Tangan gadis itu tidak berhenti menyentuh dada dan lehernya dengan gerakan yang sensual menurutnya. Tangan Jungkook pun tidak tinggal diam, tangan laki-laki itu sudah menjelajah kesana-kemari dibalik piyama gadisnya itu.
Entah sejak kapan tangan laki-laki itu sudah membuka kancing baju piyama Jinri seluruhnya dan membebaskan piyama tersebut dari tubuh gadis itu. Tidak sampai disitu saja, kini Jungkook membangunkan tubuh Jinri, ia mengecup bahu gadis itu dengan gerakan pelan dengan tangannya yang meraba punggung Jinri.
Jinri menahan napas ketika merasa Jungkook berhasil melepas satu-satunya penutup tubuh bagian atasnya tersebut. Hingga sekarang dadanya terekspos dengan sempurna didepan laki-laki itu. Jungkook kembali menekannya diranjang dan mata laki-laki itu sudah tertuju kearah dadanya. Wajah Jinri sudah memerah sempurna, ketika melihat Jungkook menatap dadanya dengan lekat. Apa Jungkook akan mengejeknya kembali dengan mengatakan dadanya rata lagi?
Namun, sepertinya dugaan Jinri salah. Laki-laki itu malah menyentuh dadanya dan bermain disana. Jinri menggigit bibirnya ketika ia merasa sentuhan lidah dan mulut laki-laki itu didadanya. Membuai dan meremasnya dengan tempo yang cepat. Ia tidak tahu sensasinya bisa sehebat ini.
"Ngh... Jung-ahh."
Satu desahan lolos dari mulut gadis itu. Suara itu bagaikan alunan lagu surga bagi Jungkook. Laki-laki itu semakin melancarkan serangannya dan membuat Jinri berkali-kali mendesah karenanya.
Kini, piyama Jinri sudah terlepas keseluruhannya. Tubuhnya kini polos sempurna dibawah tubuh Jungkook yang juga sudah melepas seluruh pakaiannya. Kulit mereka bersentuhan dengan bebas meninggalkan jejak panas hasrat yang semakin meningkat. Jinri semakin kuat mencengkram lengan Jungkook ketika laki-laki itu menelusuri setiap lekuk tubuhnya, memberi kecupan-kecupan hangat dan gigitan-gigitan kecil yang akhirnya membuat Jinri kembali mendesahkan nama suaminya tersebut.
Jungkook kembali menuju bibir gadisnya itu. Bibir mereka saling bertautan, saling melumat, berperang lidah hingga bertukar saliva. Jinri semakin memejamkan matanya ketika Jungkook mulai menyentuh bagian bawahnya, membuai bagian sensitifnya itu dengan gerakan yang benar-benar menggoda.
Jungkook benar-benar ingin cepat-cepat merasakan tubuh gadisnya itu namun ia menahan dirinya. Ia tidak ingin bermain cepat, Jungkook ingin lebih lama menikmati setiap inci sentuhannya di tubuh indah istrinya itu. Ia juga takut akan melukai Jinri jika bermain dengan terburu-buru. Ini adalah moment pertama mereka, ia tidak ingin membuat Jinri takut padanya. Malah ia ingin memberikan rasa aman dan nyaman bagi gadis itu. Karena itu sejak tadi, Jungkook mengontrol setiap gerakannya, berusaha selembut mungkin.
Jungkook mengubah posisi berbaring istrinya itu dibawahnya menjadi senyaman mungkin. Dibawah sana ia sudah bersiap dan Jinri sepertinya paham akan hal itu. Gadis itu memberikan senyumnya, meyakinkan Jungkook jika ia siap.
Jungkook mengecup dahi Jinri dengan lembut lalu membawa kedua lengan gadis itu untuk memegang bahunya. "Kau bisa mencakar atau memukulku jika aku menyakitimu. Aku akan berhenti jika kau tidak kuat," ucapnya dengan tatapan teduhnya.
Jinri menganggukkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa... Kau bisa melakukannya." sahut gadis itu dengan setengah berbisik.
Jinri menutup matanya ketika merasa sesuatu yang sudah mengeras menyentuh bagian sensitifnya seakan menekan kuat miliknya sudah basah. Tangannya langsung mencekram kuat bahu Jungkook ketika rasa nyeri mulai menghantam miliknya. Jinri tidak bisa menggambarkan bagaimana rasanya saat ini, raut wajahnya seperti menahan sesuatu. Ia mencoba membungkam mulutnya agar tidak meringis kesakitan. Ia tidak ingin membuat Jungkook khawatir padanya.
Jungkook berusaha mendorong miliknya masuk ke tubuh gadisnya itu. Ia cukup kesusahan karena ini pertama kalinya bagi Jinri.
Pertama kali? Pertanyaan itu berputar di benaknya.
"Jadi, Ilhoon belum sama sekali menyentuhnya?" batinnya.
Jungkook tentu saja lega bercampur senang ketika mengetahui Jinri masih menjaga kehormatannya mengingat gadis itu pernah memiliki hubungan dengan Ilhoon. Siapa yang tidak tahu bagaimana brengseknya Jung Ilhoon. Entah apa alasan laki-laki itu tidak menyentuh Jinri sama sekali. Namun, dibalik itu Jungkook sangat bersyukur karena ia yang mendapatkannya pertama kali. Sekarang, Jinri adalah miliknya. Seutuhnya. Dan... Ia tidak akan membiarkan laki-laki Jung itu menyentuh miliknya sejengkal pun mulai sekarang.
Jungkook memajukan wajahnya lalu melumat bibir Jinri yang sudah sangat membangkak secara tiba-tiba dan saat itu juga Jinri dapat merasakan bagian sensitifnya terasa penuh dengan rasa nyeri yang luar biasa. Kedua sudut matanya berair ketika rasa nyeri dan perih menyatu dibawah sana.
Cengkraman tangannya di bahu Jungkook melemah. Ia dapat merasakan sesuatu yang mengalir di sela-sela rasa perih dan nyerinya. Jinri menutup matanya lalu mengalungkan kedua tangannya di leher Jungkook yang masih melumat bibirnya dengan serakah.
Jungkook sudah berhasil mempersatukan tubuh mereka berdua. Kini, ia adalah milik laki-laki itu. Seutuhnya. Jinri telah memberikan satu-satunya mahkota berharganya pada Jungkook. Laki-laki yang ia cintai.
Jungkook masih mendiamkan miliknya. Ia tahu, Jinri masih kesakitan karenanya. Ia melepas ciumannya lalu menatap kedua mata istrinya itu dengan tatapan teduh miliknya.
"Aku mencintaimu, Jeon Jinri." bisiknya.
Lalu, laki-laki itu menurunkan ciumannya disekitar rahang Jinri lalu turun keleher. Jungkook dengan gerakan pelan mengecup seluruh permukaan leher wanitanya itu tanpa meninggalkan tanda. Tidak sampai disitu, ciuman Jungkook semakin turun menuju dada Jinri. Ia menghisap permukaan kulit dada istrinya itu hingga meninggalkan tanda yang terlihat mencolok dipermukaan kulit putih milik Jinri tersebut.
Jinri kembali mengeluarkan desahannya ketika Jungkook mulai membuai dan meremas dadanya denga tempo lambat. Tangan Jungkook bermain-main dengan puncak dadanya memberi sensasi menggelitik yang terasa nikmat untuknya.
"Kau sangat nikmat, sayang." bisik laki-laki itu kembali menggoda.
Pusat tubuh mereka yang menyatu, sudah Jungkook gerakkan sejak beberapa menit yang lalu. Desahan mereka saling beradu. Mereka sama-sama menikmati penyatuan tubuh mereka yang memiliki kenikmatan tidak ada taranya.
"Jung-akh..."
Jinri kembali mengeluarkan suara ketika Jungkook mengulum puncak dadanya dengan lapar. Laki-laki itu menghisapnya dengan penuh hasrat.
Setelah puas bermain dengan dada wanitanya itu, Jungkook membawa tangannya untuk membelai pipi memerah milik istrinya itu. Ia mengecup dahi Jinri sebentar lalu kedua tangannya membawa kedua kaki Jinri melingkari pinggulnya untuk mempermudah gerakannya dibawah sana.
Jungkook sudah tidak bisa mengontrol dirinya lagi. Ia semakin menyentuh lebih dalam milik Jinri, memenuhinya dengan miliknya. Laki-laki itu beberapa kali mengerang pelan bersahutan dengan desahan Jinri yang selalu memanggil namanya.
Jinri menyisir kasar rambut Jungkook dan menjadikan rambut laki-laki itu sebagai sasaran pelampiasannya. Ia semakin gelisah ketika merasa ada sesuatu yang mendesak ingin keluar.
"Jungkook-ah... aku ingin keluar," ucapnya disela-sela desahannya.
"Bersama-sama, sayang." sahut laki-laki itu dengan suara rendahnya.
Jungkook semakin mendorong miliknya semakin cepat dengan berulang-ulang. Jinri langsung meraih punggung Jungkook, memeluk laki-laki itu dengan erat.
Jungkook tersenyum. "Mendesahlah. Sebut namaku." bisiknya.
Dan...
Saat itu juga mereka sama-sama sampai pada puncaknya. Jungkook menumpahkan semua cairan hangatnya di dalam tubuh Jinri. Jinri dapat merasakan kini rahimnya menghangat di dalam sana.
Mereka berhenti, menikmati sisa-sisa pelepasan yang mampu membuat mereka melayang seketika. Jungkook melepas penyatuan mereka lalu menghempaskan tubuhnya ke samping Jinri. Dadanya naik turun, Jungkook masih mengontrol deru napasnya yang berangsur-angsur normal.
Ia menoleh untuk melihat wajah Jinri. Jungkook tersenyum ketika melihat Jinri juga ternyata tengah menatapnya. Ia mengubah posisi berbaringnya menjadi menyamping, ia menyelipkan satu tangannya pada leher belakang istrinya itu lalu menarik Jinri ke pelukan hangatnya. Ia berkali-kali mengecup puncak kepala Jinri dengan sayang.
Setelah itu, ia melonggarkan pelukannya hingga sekarang mereka kembali bertatapan. Tatapan penuh cinta.
Jungkook mengambil telapak tangan Jinri lalu menempelkan telapak tangan lembut itu kepipinya. "Terima kasih karena kau telah memberikannya untukku." ucapnya dengan setengah berbisik. Jinri tersenyum lalu menganggukkan kepalanya pelan.
Jungkook mengecup telapak tangan Jinri. Kecupannya tepat di jari manis wanita itu yang tersemat cincing pernikahan mereka.
"Sekarang... Aku adalah milikmu," ucapnya pelan.
"Dan... Aku adalah milikmu. Seutuhnya, Jeon Jungkook." balas Jinri dengan senyum simpulnya.
Sementara itu, di kamar Hana yang terletak di sebelah kamar Jungkook. Terlihat Namjoon dan Hana yang tertidur pulas tanpa memperdulikan keadaan sekitar mereka lagi. Pasangan Kim ini sama-sama tidur bak orang pingsan. Namjoon tampak tidur terlentang dengan mulut yang sedikit terbuka. Suara dengkurannya memenuhi kamar. Sedangkan, Hana tertidur dengan salah satu kakinya yang berada diperut suaminya dan wanita itu sudah membuat beberapa pulau dibantalnya.
Mereka berdua sama sekali tidak mendengar suara berisik yang di ciptakan oleh Jungkook dan Jinri dari kamar sebelah. Pasangan Kim itu benar-benar larut dalam tidur lelap mereka. Ya... Sepertinya malam ini mereka berdua melewatkan hal yang sangat menarik. Sangat disayangkan.
-TBC-
ACIEEEE JUNGKOOK SAMA JINRI UDAH RESMI ACIEEEE :V
ACIEEEE LITMON UPDATE SORE-SORE WKWKWK :V
MAAFKEUN CHAPTER INI YANG BEGITU NISTA :"V BUNUH LITMON COBA :"V LITMON MALU SEBENARNYA NULIS ADEGAN ANU KAYA GINI WAKS :"V
CAPSLOCK LITMON LAGI JEBOL JADI JANGAN PROTES :"V
Litmon balik bawa kejutan wkwkwk :v
Maafkan litmon yang telat pake banget updatenya. Kalian tahu... Litmon benar-benar sibuk sekarang. Lagi banyak kegiatan kampus. Mana revisian numpuk lagi. Jadi, updatenya selalu tertunda :"v
Chapter ini sebenarnya hasil kegilaan litmon yang gak tidur berhari-hari wkwk
Ini aja belum sempat dapat waktu tidur :"v maklumin aja ya tiba-tiba chapter ini ratingnya naik karena pikiran liar litmon yang nista ini waks xD
Bagaimana dengan chapter ini? Apakah berhasil mengaduk-aduk perasaan? #acielahbahasague/?
Jangan ngomentarin adegannya kurang hawt ya, itu nc nya udah sampai segitu aja. Litmon gak kuat lagi bikin yang lebih dari itu. Bahasanya litmon usahain gak terlalu vulgar banget, litmon lebih suka yang implisit wkwkwk
Dan... Dari chapter ini Jinri resmi jadi seorang wanita waks xD. Jadi, untuk chapter selanjutnya. Untuk Jinri, yang awalnya litmon menggunakan kata "gadis" akan berubah menjadi "wanita". Jangan bingung nanti.
Udah itu aja lah dari Litmon. Selamat membaca. Bye-bye 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top