Chapter 22

Warning! Rating 17+
Jangan lupa sediain tissue, kali aja baper berkepanjangan :’v



Jimin menyodorkan sekaleng beer kepada Jungkook yang langsung diterima laki-laki itu dengan senyum tipis. Setelah menyodorkan beer untuk Jungkook, laki-laki bersurai blonde itu ikut duduk disebelah Jungkook.

Jimin menyerumput sedikit beernya. “Bagaimana? Apa kau sudah menemukan jawabannya?” tanya nya sedikit melirik sahabatnya itu.

Jungkook tidak langsung menjawab. Laki-laki itu ikut menyerumput beernya. “Kau pasti sudah tahu jawabannya.” sahutnya dengan senyum samar.

Jimin yang awalnya ingin menyerumput beernya kembali, langsung menghentikan bibirnya didepan kaleng beernya tersebut. Laki-laki itu menatap Jungkook dengan pandangan setengah tidak percaya.

“Shin Jinri... Mencintaimu?” tanya nya dengan nada pelan.

Jungkook tampak menghela napas lalu mengangguk dengan pandangannya yang lurus kedepan.

Jimin meletakkan kaleng beernya. “Ternyata benar, cinta bisa datang karena terbiasa,” gumamnya sambil terkekeh.

Jungkook tertawa pelan. “Aku membuatnya menangis beberapa kali hari ini dan sebagian karena rencana konyolmu itu,” ucapnya.

Jimin tertawa dengan keras. “Ia benar-benar cemburu dengan Irene Noona? Ya! Jika Shin Jinri tahu itu hanya akal-akalanmu saja, kau bisa hancur ditangannya.” ucapnya yang diselingi tawa.

Jungkook hanya mendengus mendengar perkataan sahabatnya itu tanpa berniat untuk menjawabnya. Ia kembali menyerumput beernya itu hingga tersisa sedikit. Suasana kembali diam, Jimin sudah berhenti dengan tawanya. Kini mereka berdua sama-sama menatap langit yang menghiasi pantai Laguna malam ini dengan pikiran masing-masing.

Jimin sedikit mengubah posisi duduknya. “Sekarang, kau sudah tahu bagaimana perasaannya padamu. Lalu, bagaimana denganmu?” tanya nya terdengar serius.

Jungkook tersenyum. “Aku bahagia dengannya,” sahutnya sambil menyerumput beernya hingga habis.

Jimin tampak sedikit terkejut. “Kau... Jangan katakan kau juga merasakannya?” tanya nya dengan antusias.

Jungkook meletakkan kaleng beernya yang telah kosong keatas meja lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia berdiri dengan tangannya memegang pembatas balkon sambil menghirup udara malam dengan aroma khas pantai yang menyegarkan.

Jungkook kembali tersenyum. “Jika kau ingin tahu... Aku bahkan lebih dulu merasakannya, ” ucapnya serius.

Jimin menganggukkan kepalanya paham. “Aku harap itu benar-benar perasaanmu yang sesungguhnya, Jeon Jungkook. Bukan hanya sekedar obsesimu yang ingin menang dari Ilhoon Sunbae,” sahut Jimin dengan nada bicara yang tenang namun mampu menusuk Jungkook tepat sasaran.

Senyum Jungkook tiba-tiba langsung luntur. “Aku harap juga begitu.” gumamnya.

-00-

Jinri terbangun lalu langsung mencari ponselnya yang terselip dibawah bantal untuk melihat jam. Ia mendesah pelan ketika melihat jam yang masih menunjukkan pukul 2 dini hari. Jika ia sudah terbangun seperti ini, sudah dipastikan akan susah untuk kembali tidur. Jinri mengubah posisi berbaringnya menjadi menghadap ke kanan dan gadis itu langsung menahan napas karena kaget ketika melihat Jungkook kini tengah duduk di sofa sambil menikmati mie cup dan tengah menatapnya sekarang.

Mereka cukup lama bertukar pandang sampai Jungkook melepas pandangannya terlebih dahulu. Laki-laki itu melanjutkan makannya tanpa memperdulikan Jinri yang ternyata masih lekat menatapnya.

Jinri akhirnya bangkit dari posisi tidurnya dan memberanikan langkahnya mendekati Jungkook yang masih berkutat dengan mie cupnya tersebut. Sadar Jinri yang kini berdiri didepannya, laki-laki itu menggeser sedikit tubuhnya memberi tempat untuk gadis itu duduk.

Jinri duduk disebelah Jungkook sambil memperhatikan gerak-gerik laki-laki itu. Mata Jinri berhenti pada cup mie yang sudah kosong dimeja. Ada 6 buah ditambah yang sedang dipegang oleh laki-laki itu sekarang, Jungkook menghabiskan 6 mie cup sekaligus. Jinri membulat matanya tidak percaya. Selera makan Jungkook tidak berubah. Sangat rakus.

Jungkook meletakkan cup mie ke-6 nya yang sudah kosong diatas meja. Ia melirik Jinri sekilas. “Kenapa kau bangun?” tanya nya membuka percakapan.

Jinri tampak terjengit ketika mendengar Jungkook berbicara kepadanya. “Entahlah. Mungkin karena tadi aku tidur terlalu awal dari biasanya,” sahutnya agak canggung.

Jungkook hanya menganggukkan kepalanya tanda paham. “Sebaiknya kau tidur kembali. Ini masih dini hari.” ucapnya sambil melihat jam tangannya.

Jinri baru saja menghempaskan bokongnya di sofa ini 5 menit yang lalu tapi ia sudah diusir. Ya... Ia paham maksud laki-laki itu, Jungkook secara halus menyuruhnya untuk menyingkir. Jinri tidak bisa memungkiri jika suasana diantara dirinya dan Jungkook setelah pertengkaran mereka mendadak menjadi aneh.

Jinri menyandarkan punggungnya disandaran sofa. Ia menghela napas pelan. “Aku tidak bisa tidur lagi jika sudah terbangun seperti ini,” sahutnya sambil memainkan ujung ikatan tali bathrobenya.

Jungkook hanya diam, ia tidak terlalu menyimak sahutan gadis itu. Entah sejak kapan fokusnya menjadi kearah tubuh Jinri yang kini hanya berbalut bathrobe. Apalagi sekarang, Jinri tengah memainkan tali pengikat bathrobe tersebut seolah-olah menggodanya untuk menarik tali itu dan membukanya. Ingin rasanya ia mengurung gadis itu di bawahnya dan membuat Jinri hanya mendesahkan namanya sepanjang malam. Pikirannya mulai kotor. Jangan salahkan pikirannya tersebut, Jungkook adalah pria normal.

Jungkook berdehem untuk membuyarkan pikiran gilanya itu. “Kenapa kau tidak mengganti bajumu? Apa kau tidak memiliki baju hingga kau memakai bathrobe seperti itu?” tanya nya sangat melenceng dari pembicaraan awal.

Jinri menunduk sebentar untuk melihat bathrobe yang ia pakai. “Ini nyaman untuk dipakai. Kenapa memangnya?” Jinri kembali memainkan tali bathrobenya tersebut.

Jungkook dengan cepat membuang tatapannya kearah lain. “Kau mengganggu mataku,” sahutnya.

Jinri kembali melihat bathrobe yang ia pakai. “Apa aku terlihat jelek memakai ini?” tanya nya dengan polos.

“Kau terlihat sexy memakainya. Kau membuatku tergoda, bodoh.” Batin Jungkook berteriak frustasi.

Jungkook mengeluarkan senyum mengejeknya. “Lebih dari jelek,” sahutnya.

Jinri mendengus. Jungkook ternyata sudah kembali dengan sifat awalnya. “Terserah kau saja. Aku memang begitu, tidak secantik Bae Irene temanmu,” ucapnya dengan memberi penekanan pada kata “temanmu.”

Jungkook diam-diam tersenyum. “Tentu saja. Ia selalu terlihat cantik tidak peduli dengan apa yang ia kenakan,” pujinya dengan terang-terangan.

Jinri tidak sadar langsung mendengus keras. Raut wajahnya langsung berubah. “Ya, kau benar. Ah... Aku mengantuk. Sepertinya aku kembali tidur saja.” ucapnya berpura-pura menguap.

Jinri bangkit dari tempat duduknya. Tujuannya adalah tempat tidur. Walaupun ia sebenarnya tidak mengantuk sama sekali tapi ia akan memaksa dirinya untuk tidur setelah ini. Ia menyesal telah membuka topik tentang Bae Irene karena hal itu membuatnya kembali kesal. Jinri benar-benar muak mendengar Jungkook secara terang-terangan memuji gadis itu didepannya. Jika ia mendengarnya lebih lama lagi, itu akan menyakiti perasaannya sendiri.

Sudut bibir Jungkook terangkat dengan sempurna. Ia suka dengan reaksi gadis itu. Ia dengan gerakan cepat menangkap pergelangan tangan Jinri lalu menarik gadis itu agar kembali duduk. Jinri langsung terduduk disampingnya, hampir tidak ada jarang diantara mereka. Gadis itu tampak terkejut dengan tindakannya tersebut.

Jungkook tersenyum tipis. “Sepertinya ada yang masih cemburu, hm?!” tanya nya yang lebih terdengar seperti pernyataan itu.

Jinri menggeser sedikit bokongnya untuk memberi jarak antara dirinya dan Jungkook. “Kata siapa aku cemburu? Jangan mengada-ngada, Jeon Jungkook,” sahutnya.

Jungkook tampak menatap Jinri jahil. “Bukankah kau sendiri yang mengatakannya tadi?” tanya nya.

Jinri tampak salah tingkah. “I... Itu... Aku hanya terbawa suasana,” sahutnya dengan terbata-bata.

“Sudahlah. Aku ingin tidur,” lanjutnya. Jinri ingin bangkit dari tempat duduknya namun Jungkook menahan pinggangnya.

Jungkook langsung memeluk Jinri dari belakang. “Ia sepupuku. Bae Irene putri bibi Alice dan paman Hoon,” ucapnya.

Jinri langsung berbalik membuat Jungkook melonggarkan pelukannya. “Mwo? Jadi... Kau tadi sengaja mengerjaiku?” tanya nya dengan ekspresi menyeramkan.

Jungkook tersenyum. “Umm... Bisa dibilang seperti itu. Aku hanya ingin melihat reaksimu dan kau benar-benar cemburu,” sahutnya sambil terkekeh.

Jinri menatap Jungkook sinis. “Apa menurutmu itu lucu? Kau puas sekarang?” Jinri melepas dengan paksa pelukan Jungkook dipinggangnya. Ia menggeser duduknya menjadi jauh dari laki-laki itu.

Jungkook kelihatan tidak terkejut sama sekali dengan reaksi gadis itu. “Kau marah?” tanya nya mendekati Jinri.

Jinri langsung membuang mukanya kearah lain. “Bodoh... Tentu saja aku marah. Aku kesal. Kalian berdua tampak sangat mesra dan aku duduk seperti orang bodoh yang hanya bisa menonton kemesraan kalian. Bahkan, kenalan-kenalanmu berbisik-bisik dibelakangku karena kau lebih memilih Irene yang menjadi teman berdansamu,” ucap Jinri dengan suara yang bergetar menahan tangisnya. Akhirnya, gadis itu mengaku.

Jungkook tersenyum. Ternyata gadisnya benar-benar cemburu. Ia mengubah posisi Jinri menjadi menghadapnya. Airmata ternyata sudah membasahi pipi gadis itu. Jungkook tidak tahu jika Jinri bisa secengeng ini, biasanya gadis itu akan selalu bersikap galak padanya namun sekarang Jinri menunjukkan sisi yang lain.

Jungkook menghapus air mata gadis itu menggunakan ibu jarinya dengan usapan lembut. “Maafkan aku. Tadi, aku hanya ingin memastikan sesuatu,” ucapnya dengan suara setengah berbisik.

Jinri tampak langsung menatap laki-laki itu dengan sorot mata yang masih terlihat kesal. “Aku tidak mengerti apa maksud perkataanmu. Memastikan apa? Memastikan jika aku masih bisa kau usili sesuka hatimu? Begitu?” suaranya mulai meninggi disela-sela air matanya yang masih menetes.

Jungkook langsung menangkup wajah gadis itu dengan telapak tangan besarnya. “Pikiranmu memang tidak pernah maju-maju, selalu negatif terlebih dahulu,” sahutnya sambil terkekeh.

Jinri mendengus. “Lalu kau mau memastikan apa?” tanya nya ketus dengan wajah sembab.

Jungkook mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu hingga hidung mereka hampir bersentuhan. “Memastikan perasaanmu,” sahutnya dengan suara rendah.

Jantung Jinri mulai berdetak tak karuan apalagi sekarang wajah laki-laki itu semakin dekat. Tidak butuh beberapa detik hingga bibir mereka bertemu, Jungkook menghapus jarak diantara mereka dengan sebuah ciuman lembut nan manis. Jinri secara tidak sadar langsung menutup matanya menikmati sentuhan laki-laki itu pada bibirnya.

Jungkook semakin memperdalam ciumannya. Mengecap manis bibir Jinri yang merupakan candu baginya entah sejak kapan. Tangan Jinri kini sudah mengalung sempurna di leher kokohnya dan sadar atau tidak gadis itu membalas ciuman Jungkook yang tidak bisa dibilang sebagai sebuah ciuman lembut lagi.

Jinri sudah merasa kewarasannya berangsur-angsur menghilang. Ia baru saja marah dengan laki-laki itu namun sekarang kemarahannya itu entah menguap kemana. Sentuhan-sentuhan yang diberikan laki-laki itu membuatnya hampir lupa daratan. Tangan Jungkook kini tengah menari-menari didaerah pinggang dan perutnya. Gerakan tangan laki-laki itu begitu sensual membuat Jinri semakin terjerat.

Jungkook secara tiba-tiba melepas ciumannya lalu memindahkan bibirnya ke telinga Jinri. Ia mendekatkan bibirnya pada telinga gadis itu. Jinri dapat dengan jelas mendengar deru napas laki-laki itu yang langsung menciptakan sensasi aneh disekujur tubuhnya.

Jungkook membisikkan sesuatu ditelinga gadis itu.

“Aku juga mencintaimu.” bisiknya.

Tubuh Jinri langsung menegang ketika mendengar bisikan Jungkook yang tak pernah ia duga. Ia bahkan hampir lupa bagaimana caranya bernapas sekarang. Demi Dewa Dewi dilangit, Jungkook juga mencintainya.

Jinri masih asyik dengan keterkejutannya sampai ia tersadar jika sekarang ia ada dalam gendongan Jungkook. Laki-laki itu membawanya ke ranjang.

Jungkook membaringkan tubuh Jinri dengan pelan ke atas ranjang dengan tatapan mereka yang saling mengunci. Jantung mereka berdebar saling bersahutan. Untuk sekali lagi, laki-laki itu menghapus jarak diantara dirinya dengan gadis dibawahnya ini. Mereka saling memberi kecupan, hisapan dan lumatan seperti tidak ada hari esok.

“Jadilah milikku, Shin Jinri.” bisik Jungkook dengan suara rendahnya yang mampu menyihir Jinri untuk mengangguk patuh.

Setelah itu Jinri dapat merasakan tali pengikat bathrobe yang ia gunakan secara perlahan melonggar. Gadis itu hanya mampu menutup matanya pasrah, ada perasaan takut yang menyerangnya sekarang.

Haruskah ia menyerahkannya untuk Jungkook sekarang?

Bagaimana jika laki-laki itu tidak benar-benar mencintainya?

Bagaimana jika setelah ini laki-laki itu langsung meninggalkannya?

Cukup lama Jinri menutup matanya tapi ia tidak merasa sedikitpun pergerakan dari Jungkook. Ia memberanikan diri untuk membuka matanya dan ia dapat melihat kepala laki-laki itu sedikit menunduk diatasnya.

Laki-laki itu tengah asyik menatap sesuatu. Saat Jinri sadar apa yang membuat Jungkook cukup lama terdiam ia langsung menggerakkan tangannya untuk menutup dadanya yang setengahnya sudah terekspos.

“A... Apa yang kau lihat, Jeon Jungkook?” tanya Jinri setengah memekik.

Jungkook menyeringai. “Ternyata mereka sangat indah.” sahutnya dengan kerlingan nakal.

Jinri tidak tau bagaimana bentuk wajahnya sekarang. Ia benar-benar malu. Jungkook sudah melihat salah satu area privasinya. Ingin rasanya ia berteriak lalu terjun dari balkon sekarang juga. Ini serius pertama kali untuknya dan haruskah ia menyalahkan takdir untuk hal ini karena seorang Jeon Jungkook yang selalu mengambil hal pertama pada dirinya.

-00-

Hana keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat. Seperti pagi-pagi sebelumnya, pagi ini ia kembali mengalami morning sickness. Morning sickness pada trismester awal memang wajar terjadi dan semua wanita hamil mengalaminya. Hal itu yang dikatakan Seokjin saat ia memeriksa kandungannya pada sahabatnya itu beberapa hari yang lalu. Hana sangat bersyukur bisa merasakan morning sickness dipagi hari seperti wanita hamil lainnya, walaupun rasanya tidak enak namun ia menikmati masa-masa kehamilannya ini. 

Hana berjalan sambil mengusap pelan perutnya menuju ranjang dimana suaminya Namjoon masih terlelap. Pagi ini suaminya itu sama sekali tidak bangun saat morning sickness menyerangnya, biasanya laki-laki itu akan menemaninya dikamar mandi sambil memijit pelan tengkuknya lalu menenangkannya. Namun, kali ini Hana memakluminya, pasti Namjoon kelelahan.

“Katalk!”

Suara khas tanda pesan masuk Kakaotalk berbunyi dari ponsel Hana yang tergeletak di nangkas sebelah ranjang. Wanita itu mempercepat langkahnya ketika mendengar ponselnya berbunyi. Hana mengambil ponselnya lalu dengan cepat membuka isi pesan yang ternyata dari grup chat. Tumben grup chat yang isinya adalah teman-temannya dan teman-teman Namjoon itu berbunyi dipagi hari.

Hana mengerutkan keningnya ketika melihat yang mengirim chat adalah Sena istri Seokjin. Tumben Sena mengirim chat pagi-pagi, biasanya wanita itu paling jarang aktif di grup chat.

Seokkie Mom
Kalian tidak akan percaya ini. Pagi ini aku melihat seorang perempuan keluar dari apartemen Hoseok. Hoseok-ah, jelaskan pada kami!

Hana membulatkan matanya ketika melihat isi chat dari Sena. Sena juga menambahkan beberapa foto sebagai bukti. Memang benar ada seorang perempuan yang terlihat keluar dari apartemen Hoseok. Perempuan tersebut memiliki surai hitam sebahu dan postur tubuh tidak terlalu tinggi. Wajahnya tidak terlalu terlihat karena sepertinya Sena mengambilnya dari jarak yang cukup jauh.

Hana langsung naik ke atas ranjang lalu berusaha membangunkan Namjoon yang tengah tertidur dengan posisi menelungkup menunjukkan punggung telanjangnya tersebut.

Hana menepuk bahu suaminya itu pelan. “Oppa, bangun. Kau harus melihat ini,” ucap wanita itu dengan suara cukup keras.

Namjoon bergerak sedikit. “Hmm?” sahutnya dengan mata yang tertutup rapat.

Hana mendengus. “Ayo! Bangun, Joon Oppa,” suaranya semakin keras. Wanita itu juga kini menepuk-nepuk bahu Namjoon dengan keras.

Namjoon kembali bergerak mencari posisi nyamannya. “Nanti saja, sayang. Aku masih mengantuk.” sahutnya dengan suara parau.

Hana mengerucutkan bibirnya. Ia menatap punggung suami itu dengan sebal. Namun, itu tidak bertahan lama karena sekarang wanita itu mengeluarkan seringaian tipis.

Hana mendekatkan tubuhnya yang hanya tertutup atasan piyama kebesaran milik Namjoon tersebut dengan pelan. Ia mendekatkan bibirnya ditelinga suaminya itu lalu membisikkan sesuatu.

“Sayang, bangun.” bisik Hana dengan suara yang mengundang namun masih tidak ada respon dari suaminya itu.

Hana tidak langsung menyerah. Kini bibirnya sudah berpindah ke punggung polos Namjoon, ia mengecup punggung laki-laki itu dengan pelan. Tidak lupa dengan elusan menggodanya didaerah pinggang suaminya tersebut. Hana dapat mendengar erangan frustasi dari Namjoon ketika ia semakin gencar menggoda suaminya untuk cepat bangun.

Namjoon membuka matanya walaupun hanya setengah. Ia menangkap tangan istrinya yang sudah mulai menjalar ke bawah selimut. “Hana-ya, jangan memulai lagi. Ingat kandunganmu, oke?” peringat Namjoon.

Namjoon benar-benar khawatir pada kandungan istrinya. Ia sudah bertekad untuk tidak menyentuh wanitanya itu selama trismester awal karena itu cukup beresiko. Namun, tadi malam pertahannya runtuh karena Hana yang entah sejak kapan berubah menjadi bertambah agresif untuk menggodanya. Dan, pagi ini sepertinya Hana mulai kembali menggodanya.

Hana mengerucutkan bibirnya diatas punggung suaminya tersebut. “Ia tidak apa-apa. Aku sudah konsultasikan ini pada dokter,” sahutnya dengan nada suara terdengar sedikit merajuk.

Namjoon membalikkan tubuhnya. Ia sedikit meringis. Punggungnya masih terasa perih. Ya... Perih karena hasil karya Hana. Wanita itu dengan brutal mencakar punggungnya ketika kegiatan mereka tadi malam.

Namjoon menatap wajah istrinya lalu menarik wanitanya itu untuk masuk kepelukannya. Hana langsung merebahkan kepala ke dada bidang suaminya tersebut. “Aku tahu, sayang. Tapi, aku tidak ingin membuatmu lelah setelah itu. Kau masih mengalami morning sickness dan coba kau lihat wajah pucatmu itu. Aku benar-benar khawatir, sayang,” laki-laki itu mengelus rambut panjang istrinya itu lalu mengecup pucuk kepala Hana.

Hana menganggukkan kepalanya tanda paham. “Maafkan aku, Oppa,” gumamnya.

Namjoon tersenyum hingga menunjukkan lesung pipinya. “Lalu apa yang ingin kau tunjukkan untukku tadi?” tanya nya pada istrinya itu yang sekarang tampak nyaman dipelukannya.

Hana tampak langsung terkejut. “Ah... Iya, aku mau menunjukkan gossip hangat pagi ini, Oppa. Ini tentang Jung Hoseok,” Hana langsung bangun dari posisi nyamannya dipelukan suaminya itu. Wanita itu langsung mengambil ponselnya.

Hana mengusap layar ponselnya tersebut dengan wajah serius. “Sena mengatakan ia melihat seorang perempuan keluar dari apartemen Hoseok pagi ini,” lanjutnya masih sibuk mengusap ponselnya. Chat di grup sudah beratus-ratus dan hal itu membuat Hana sedikit kesusahan mencari foto yang dikirim oleh Sena tadi.

Namjoon mengubah posisinya menjadi bersandar pada headbed. “Mungkin itu salah satu asistennya,” sahutnya santai.

Hana mengalihkan fokusnya sesaat untuk melihat suaminya itu. “Tidak, Oppa. Mana ada seorang asisten datang ketempat atasannya pagi-pagi hanya menggunakan piyama,” jawabnya.

Namjoon menguap. “Entahlah. Terserah kalian,” gumamnya malas. Demi boneka Ryan nya, ia ingin kembali tidur. Ia baru saja tidur 2 jam dan sekitar 1 jam lagi ia mempunyai meeting penting di kantor.

Setelah mencari beberapa saat, Hana berhasil menemukan foto yang ia cari. “Ah... Dapat! Kau harus melihat fotonya. Aku yakin itu bukan asistennya,” ucap Hana lalu memberikan ponselnya pada Namjoon.

Namjoon terdiam sesaat saat ia melihat foto tersebut. Ia tampak sedang mengingat sesuatu. “Aku seperti mengenalnya. Model rambut ini dan postur tubuhnya... Perempuan ini mirip dengan seseorang,” ucap Namjoon. Laki-laki itu tampak memperbesar foto tersebut.

“Choi Ahra!” lanjutnya tampak terkejut.

Ekspresi wajah Hana langsung berubah ketika mendengar nama Choi Ahra. “Choi Ahra? Mantan kekasih Hoseok?” tanya nya pelan.

Namjoon mengangguk dengan semangat. “Ya, aku kenal betul. Aku yakin ini Choi Ahra. Wah... Sepertinya ada sesuatu diantara mereka.” sahutnya dengan raut wajah penasaran.

Namjoon langsung asyik mengscroll chat grup di ponsel istrinya tersebut. Seokjin dan Yoongi bahkan tampak bergabung di chat tersebut. Jiwoo kakak perempuan Hoseok yang paling heboh mengirim chat, pantas saja Yoongi ikut bergabung karena kini calon istrinya itu mengamuk di grup chat.

Hana menatap Namjoon dengan sorot mata yang entah kenapa jadi menyeramkan. Suaminya itu masih mengingat Choi Ahra bahkan laki-laki itu dapat mengenal dengan mudah postur tubuh dan potongan rambut dari perempuan di foto tersebut.

Ayolah... Siapa yang tidak mengenal Choi Ahra salah satu primadona di Universitas mereka dulu. Gadis itu bintang theater dan ballet. Semua laki-laki di Universitas mereka mengincar gadis itu termasuk Namjoon. Ya... Dulu Namjoon pernah menyukai gadis itu. Namun, Ahra lebih memilih Hoseok dibanding Namjoon.

Hana tahu kisah itu bahkan ia tahu jika gadis Choi itu adalah cinta pertama suaminya. Ada rasa yang janggal ketika ia melihat raut wajah Namjoon saat menyebut nama Choi Ahra. Laki-laki itu tampak bersemangat ketika mengetahui itu adalah Choi Ahra. Bahkan sekarang Namjoon mengacuhkannya karena laki-laki itu asyik bergabung di grup chat dengan ponselnya. Seharusnya, ia tidak usah memberitahukan hal ini pada suaminya jika pada akhirnya ia diacuhkan seperti ini.

Namjoon tertawa kecil. “Benar dugaanku. Itu benar-benar Choi Ahra. Ah... Hoseok sepertinya menyembunyikan sesuatu dari kita,” ucapnya dengan tangannya yang masih sibuk mengetik sesuatu di ponsel Hana tersebut.

Hana mendengus pelan. “Oh! Ya... Dugaanmu sangat tepat, Namjoon Oppa. Kau kan sangat mengenal Choi Ahra, walaupun hanya dengan melihat postur tubuhnya,” sahut wanita itu dengan nada ketus.

Namjoon langsung menghentikan kegiatannya. Ia menatap istrinya bingung. “Hana-ya, ada apa denganmu? Kenapa nada bicaramu seperti itu?” tanya nya dengan satu alis terangkat.

“Dasar tidak peka!” teriak batin Hana ganas.

Hana berdehem. “Tidak ada apa-apa. Lanjutkan saja kegiatanmu. Aku harus menyiapkan sarapan,” sahutnya lalu melengos pergi dengan hentakan kaki keras.

Kerutan didahi Namjoon semakin terlihat jelas ketika melihat tingkah Hana yang jelas-jelas terlihat sedang menahan kesal. Oke... Namjoon lupa jika ibu hamil memang sangat sensitif. Baru saja minggu lalu ibunya memberitahukannya hal tersebut. Hana memang sedikit berubah sejak kehamilannya, wanita itu lebih overprotektif padanya dan menjadi mudah cemburu.

Namjoon tertawa pelan. “Oh... Nyonya Kim sedang cemburu rupanya.” gumamnya.

Hana menyiapkan sarapan dengan mood yang sangat buruk. Wajahnya terlihat cemberut. Namjoon memang tidak peka sama sekali. Jelas-jelas ia sudah menunjukkan kekesalannya. Namun, sepertinya suaminya itu tidak berniat untuk menyusulnya. Buktinya, sudah 15 menit ia berkutat di dapur untuk membuat sarapan tapi tidak ada tanda-tanda Namjoon keluar dari kamar.

Saat Hana meletakkan piring terakhir berisi pancake di meja makan, ia merasakan ada sepasang tangan yang memeluk pinggangnya dari arah belakang. Namjoon memeluknya sambil mengelus perutnya lembut.

“Sayang, kau marah?” tanya laki-laki itu. Namjoon meletakkan kepalanya diceruk leher istrinya.

Hana memegang tangan suaminya itu. “Lepaskan, Oppa. Aku harus menyiapkan sarapan,” sahut Hana dengan suara sedingin mungkin.

Namjoon semakin mengeratkan pelukannya. “Tidak. Tetap seperti ini,” jawabnya pelan.

Hana mendengus pelan. “Lepaskan, Kim Namjoon Oppa. Kau memperlambat pekerjaanku.” suara Hana naik satu oktaf.

Namjoon langsung mengangkat kepalanya ketika mendengar suara Hana yang meninggi. Laki-laki itu melonggar pelukannya. Hana mengambil kesempatan itu untuk meloloskan diri. Wanita itu kembali melangkah kedapur, pura-pura sibuk dengan peralatan memasaknya.

Namjoon menyusul Hana kedapur. Ia kini berdiri dibelakang istrinya itu. Saat Hana berbalik, wanita itu tampak terkejut ketika melihatnya. Namjoon memegang kedua bahu istrinya itu.

Ia menatap Hana dengan pandangan yang susah diartikan. “Kau cemburu dengan Choi Ahra?” tanya nya.

Hana membuang mukanya kearah lain. “Menurutmu?” tanya nya balik.

Namjoon mengulum senyumnya. “Kau cemburu, sayang,” ucap laki-laki itu hampir tidak bisa menahan senyumnya.

Hana mempout bibirnya. “Kau bisa sangat mudah mengenalnya. Kau juga tampak langsung bersemangat ketika mengetahui itu Choi Ahra. Kau bahkan langsung mengacuhkanku tadi. Ah... Memang cinta pertama sangat berbekas, bukan?” mata wanita itu mulai berkaca-kaca.

Namjoon mendesah pelan. “Cinta pertama? Jadi, kau masih belum percaya jika Choi Ahra bukan cinta pertamaku?” laki-laki itu menatap istrinya tidak percaya.

Hana menunduk. Ia memainkan ujung piyama yang ia pakai. “Seokjin Oppa mengatakan jika Choi Ahra itu cinta pertamamu,” cicitnya.

Namjoon menghela napas. Ia memindahkan kedua tangannya kepinggang istrinya itu lalu mengangkat Hana untuk duduk dipantry dapur.

Namjoon meletakkan tangannya disisi tubuh istrinya tersebut. Mengunci wanita itu agar diam ditempatnya. “Jadi, selama ini kau lebih percaya perkataan Seokjin Hyung ketimbang aku? Dulu, aku memang sempat menyukainya tapi bukan dia cinta pertamaku,” jelas laki-laki itu dengan wajah serius.

Hana tersenyum. “Jadi, cinta pertamamu-” ucapnya sambil menunjuk dirinya sendiri.

Namjoon tersenyum tipis. “Menurutmu siapa lagi?” tanya nya.

Hana tersenyum dengan semburat merah dikedua pipinya. Moodnya langsung berubah drastis.

Namjoon mengelus pipi wanita itu dengan ibu jarinya. “Kau adalah cinta pertamaku dan aku selalu mengucap syukur pada Tuhan karena ternyata kau juga adalah cinta terakhirku. Percayalah, Kim Hana. Kau adalah yang pertama dan terakhir untukku,” ucapnya dengan senyum manisnya.

Hana kembali tersenyum namun dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia terharu.

Namjoon menghapus air mata wanitanya itu. “Kenapa kau menangis?” tanya nya bingung.

Hana memukul bahu suaminya pelan. “Dasar tidak peka. Aku sedang terharu, Oppa,” sahutnya.

Namjoon tertawa pelan lalu memeluk istrinya itu. Ia membiarkan Hana menangis dipelukannya membuat kemeja yang ia kenakan basah karena  air mata istri kesayangannya itu.

Cukup lama mereka berada diposisi berpelukan dengan Hana yang duduk di pantry dapur. Namjoon harus merelakan kakinya pegal karena Hana tidak mau melepas pelukan mereka.

Wanita itu kini mengelus punggung suaminya dengan pelan. “Oppa, pasti saat mandi kau sangat kesakitan,” ucapnya dengan nada menyesal. Wanita itu melepas pelukannya.

Namjoon mengecup sebentar bibir istrinya itu yang kembali cemberut. “Hanya sedikit perih. Kau benar-benar bermain kasar tadi malam,” sahut Namjoon dengan kerlingan nakal.

Hana menyeringai. “Tapi kau suka kan, Oppa?” tanya nya sambil memainkan kancing kemeja yang dikenakan oleh Namjoon.

Namjoon tertawa. “Tidak ada yang tidak aku suka darimu, sayang.” godanya.

Hana tertawa. Wanita itu mendekatkan wajahnya pada suaminya tersebut lalu menghapus jarak diantara mereka. Hana mencium Namjoon dengan lembut, hanya sebuah ciuman manis dipagi hari sebelum mereka berdua melakukan aktivitas masing-masing.

“Aku mencintaimu, Kim Namjoon,” bisiknya.

“Aku lebih mencintaimu, Kim Hana,” sahutnya lalu memberi satu kecupan manis pada istrinya itu.

Setelah itu, Namjoon menunduk menghadapkan wajahnya pada perut Hana yang masih terlihat rata. “Appa juga mencintaimu, baby Kim.” bisiknya lalu mencium lama perut istrinya itu dengan sayang.

-00-

Jungkook menopang kepalanya dengan tangan kanannya sambil memperhatikan Jinri yang kini masih terlelap disampingnya. Laki-laki itu tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya pagi ini. Senyumnya selalu terpatri dibibirnya.

Memori tadi malam masih berkelebat diingatannya. Ia hampir saja menyerang gadis itu namun hal itu terpaksa ia tunda. Jungkook harus menekan dalam-dalam keinginannya karena... Yah... Jinri sedang dalam periodenya. Ia harus sedikit bersabar, gadis itu pun juga terlihat belum siap. Ia tidak akan memaksa Jinri untuk hal satu ini. Jungkook tak ingin melukai gadis itu.

Jinri tampak secara perlahan-lahan membuka matanya. Gadis itu terbangun dari tidurnya karena suara deburan ombak yang terdengar jelas dari luar. Saat ia membuka mata dengan sempurna, hal yang pertama ia lihat adalah wajah tampan Jungkook yang tengah tersenyum padanya dan penampilan laki-laki itu yang hanya menggunakan bathrobe dengan... Yah... Tidak tertutup dengan sempurna di bagian dada. Dada bidang Jungkook adalah godaan bagi Jinri. Apa-apaan ini ya Tuhan pikirnya. Ia baru saja membuka matanya dan imannya langsung diuji.

Jungkook kembali menunjukkan senyum manisnya. “Selamat pagi, Shin Jinri,” sapanya dengan lembut. 

Jinri hampir tersedak air ludahnya sendiri. Suara rendah Jungkook dipagi hari membuatnya merinding tidak jelas. “Pa... Pagi,” sahut gadis itu terbata-bata.

Jungkook mengusap rambut istrinya itu dengan tangan kirinya. “Apa tidurmu nyenyak?” tanya nya.

“Tentu saja nyenyak. Pelukanmu sangat hangat dan nyaman, Jeon Jungkook.” batin Jinri bersorak.

Jinri menganggukkan kepalanya. “Ya, sangat nyenyak,” sahutnya tersenyum tipis.

Tangan Jungkook berpindah ke pipi gadis itu, mengusapnya menggunakan ibu jarinya dengan lembut. “Mandilah setelah itu sarapan. Aku sudah memesan sarapan untuk kita.” ucapnya masih mengusap pipi gadis itu namun matanya sudah jatuh ke bibir merah Jinri yang sedikit membengkak karena ulahnya tadi malam.

Jinri ingin bangun dari posisi tidurnya namun tiba-tiba Jungkook menahan bahunya. Ia menatap laki-laki itu bingung. Namun, kebingungannya tidak bertahan lama ketika Jungkook mendekatkan wajahnya dengan tatapan intens.

Jinri menggigit bibirnya. Ia langsung merasa tidak karuan ketika hampir tidak ada jarak diantara mereka berdua sekarang. “Jungkook-ah, aku mau mandi. Menyingkirlah,” ucapnya dengan susah payah.

Jungkook menyeringai. “Aku ingin morning kiss ku dulu,” sahutnya dengan tangannya yang entah sejak kapan sudah bermain dipinggang Jinri.

Jinri tampak langsung gelagapan. “Y... Ya! Jangan meminta hal yang aneh-aneh. Cepat menyingkir, aku ingin mandi sebelum pelayan datang mengantar sarapan.” Jinri mencoa mendorong dada Jungkook yang sudah setengah menindihnya.

Laki-laki itu tidak mengubris perkataan Jinri. Ia memindahkan tangan Jinri yang berada didadanya menjadi mengalungi lehernya. Setelah itu tanpa aba-aba Jungkook langsung menyatukan bibir mereka.

Ciuman mereka sangat lembut. Jungkook tahu bagaimana caranya membuat Jinri takluk padanya. Gadis itu suka kelembutan. Tidak butuh lama untuknya mendapatkan respon dari gadis itu. Jinri sudah mulai membalas ciumannya. Jungkook tersenyum disela ciuman mereka. Ia berhasil.

Kecupan, jilatan, hisapan, semua mereka lakukan dengan lembut namun menuntut. Tangan Jungkook sudah bergerilya dimana-mana, gerakannya pun mulai agresif. Tali bathrobe yang digunakan Jinri kini melonggar dan pada akhirnya lepas dengan sempurna. Laki-laki itu mulai menyentuhnya lebih dalam lagi membuat Jinri kembali merasakan sensasi yang aneh menyerang seluruh syaraf-syarafnya.

Jinri bahkan sempat mengumpat pada dirinya sendiri ketika desahannya berhasil lolos dari mulutnya. Ia mati-matian agar suara anehnya itu tidak keluar namun tanpa sadar suara tersebut keluar begitu saja. Hal itu memancing Jungkook menjadi lebih liar dan lepas kendali.

Kini tubuh Jinri sudah benar-benar terkunci dibawah kungkungan tubuh laki-laki itu. Ciuman mereka pun kini menjadi ciuman panas. Jungkook bahkan tidak memberi jeda untuk Jinri mengambil napas. Laki-laki itu baru melepas ciumannya ketika merasa Jinri menepuk bahunya pelan. Jinri langsung mengambil napas dengan rakus. Jungkook memang keterlaluan. Ia bisa mati kehabisan napas karena permainan laki-laki itu.

Jungkook juga tampak terengah-engah namun tidak separah Jinri yang berada dibawahnya. Laki-laki itu mengusap kening istrinya yang sudah dipenuhi oleh peluh dengan tatapan yang melembut. Hatinya benar-benar menghangat sekarang. Rasa ingin memiliki dan melindungi semakin besar menyerang dirinya.

“Ting...Tong!”

Suara bel pintu kamar berhasil mengalihkan fokus mereka. Jinri menepuk dada Jungkook pelan agar laki-laki itu menyingkir dari tubuhnya.

“Jungkook-ah, sepertinya itu pelayan yang mengantar sarapan,” ucapnya.

Jungkook menghela napas di ceruk leher istrinya tersebut. “Biarkan saja,” sahutnya. Laki-laki itu semakin menenggelamkan  kepalanya di ceruk leher Jinri dengan manja.

Jinri memutar matanya jengah. “Dasar! Cepat bangun. Buka pintunya. Aku juga ingin mandi setelah ini.” ucap gadis itu setengah membentak.

Jungkook dengan terpaksa mengangkat kepalanya. “Aish! Mengganggu saja.” sahutnya menggerutu.

Laki-laki itu benar-benar bangun dan menyingkir dari tubuh Jinri. Wajahnya tampak menyeramkan. Sepertinya kedatangan pelayan tersebut mempengaruhi mood seorang Jeon Jungkook.

Jinri juga kini sudah mengubah posisinya menjadi duduk sambil merapatkan bathrobenya yang hampir terbuka seluruhnya. Saat ingin turun dari ranjang, tampak Jinri langsung meringis sambil memegang perutnya. Ini hari keduanya pantas saja perutnya masih terasa sakit.

Jungkook tampak langsung menatap Jinri khawatir. “Kau baik-baik saja?” tanya nya.

Jinri tersenyum tipis. “Aku tidak apa-apa. Ini wajar terjadi,” sahutnya sambil mengikat kembali tali bathrobe yang ia kenakan.

“Cepat buka pintunya. Kau membuat pelayan itu menunggu lama.” lanjutnya lalu turun dari ranjang.

Jungkook tidak menjawab namun wajahnya masih terlihat khawatir. Laki-laki itu turun dari ranjang menuju pintu kamar. Suara bel kembali terdengar berbunyi membuat Jungkook kembali menggurutu.

Jinri menghentikan langkahnya lalu berbalik melangkah menghampiri Jungkook yang hampir saja membuka pintu. “Jungkook-ah, tunggu sebentar,” cegatnya. Kini gadis itu sudah berdiri didepan Jungkook.

Jungkook mengerutkan dahinya bingung. “Kenapa?” tanya nya.

Jinri mengangkat tangannya dan tanpa diduga gadis itu merapatkan bathrobe Jungkook yang memang sejak tadi tidak tertutup sempurna dibagian atas.

“Jangan memberi tontonan gratis pada oranglain.” ucapnya tanpa menatap Jungkook. Setelah itu, Jinri langsung pergi menuju kamar mandi dengan langkah cepat. Jungkook tertawa kecil, gadisnya itu ternyata mulai mengeluarkan sikap protektifnya.

-00-

Jinri kini berdiri didepan cermin dengan mata yang membulat dengan sempurna. Leher dan dadanya terlihat mengerikan. Jinri hampir saja menangis melihat kulit putihnya kini di penuhi tanda kemerahan. Kenapa Jeon “sialan” Jungkook itu hobby membuat tanda kemerahan pada kulitnya.

Jinri mengacak rambutnya frustasi. Pupus harapannya bisa menggunakan bikini untuk berjemur di pantai jika karya Jungkook memenuhi dadanya seperti ini. Tidak seperti di dadanya, bagian lehernya hanya ada tiga tanda kemerahan. Ia yakin itu bisa ditutupi dengan rambutnya. Sepertinya, Jinri tidak akan bisa memakai bikini yang sudah ia bawa. Percuma waktu itu ia berdebat dengan laki-laki itu untuk memperjuangkan bikini kesayangannya, karena pada ujungnya ia hanya membuang energi dengan sia-sia.

Setelah 20 menit berkutat dikamar mandi, akhirnya Jinri keluar dari kamar mandi dengan lesu. Moodnya memburuk karena hasil karya suami menyebalkannya itu.

Baru beberapa langkah ia keluar dari kamar mandi, matanya sudah dikejutkan dengan keadaan kamar yang luar biasa berantakan. Baju yang berhamburan di ranjang, bathrobe yang tergeletak begitu saja di lantai dan jika Jinri tidak salah melihat ia kini tengah menginjak sebuah boxer.

Hidung gadis itu sudah kembang kempis menahan emosinya ditambah dengan moodnya semakin memburuk. Gadis itu sekarang dalam masa-masa sensitifnya karena tamu bulanannya.

Jinri mengambil boxer yang sudah pasti milik Jungkook itu dengan kasar. “Ya! Jeon Jungkook! Apa yang kau lakukan, hah? Kenapa kamar ini berubah seperti kapal pecah?” omel Jinri.

Jungkook yang kini tengah menikmati sarapannya itu hanya melirik Jinri sekilas. “Aku hanya menghamburnya sedikit. Tenang saja, nanti pelayan akan datang kesini untuk membersihkannya,” sahutnya dengan santai.

Jinri mendelik dengan ganas. “Hanya sedikit katamu? Walaupun pelayan akan datang untuk membersihkannya tetap saja ini memalukan. Apa kau ingin pelayan-pelayan itu memungut ini juga, hah?” Jinri langsung melempar boxer yang ia pegang tadi pada Jungkook. Lemparan gadis itu tepat mengenai wajah Jungkook yang sedang asyik menyuap roti bakar kedalam mulutnya.

Jungkook langsung melayangkan tatapan tajamnya. “Ya! Shin Jinri! Kenapa kau melemparnya? Dasar, gadis jadi-jadian,” teriak Jungkook tidak mau kalah.

Jinri membulatkan matanya ketika mendengar Jungkook mengatainya. “Apa? Gadis jadi-jadian? Kalau begitu jangan menyentuhku lagi. Awas jika kau mencoba menyentuhku, kau akan menerima akibatnya,” Jinri mengacungkan jari telunjuknya kearah Jungkook dengan kata-kata ancamannya.

Jungkook tampak terkejut mendengar ancaman istrinya. Namun, karena ego seorang Jeon Jungkook sangat tinggi, laki-laki itu mengangkat kepalanya dengan sombong menantang Jinri.

Jungkook menyeringai. “Jangan terlalu percaya diri, Shin Jinri. Tidak ada masalah jika kau melarangku untuk menyentuhmu. Aku bisa melakukannya dengan gadis lain. Detik ini pun aku bisa menghubungi mereka jika aku mau. Kim Minjoo sepertinya tidak sibuk hari ini, bermain-main sedikit dengannya tidak terlalu buruk,” serangnya balik.

Jinri sudah mengepal tangannya dengan keras. Tingkat emosinya semakin naik ketika Jungkook menyebut nama Kim Minjoo. “Terserah kau saja. Lakukan sesuka hatimu.” sahutnya dengan suara dingin.

Setelah mengatakan itu, Jinri langsung berbalik kembali ke kamar mandi lalu masuk kesana. Gadis itu menutup pintu dengan bantingan yang keras. Jungkook mengulum senyumnya, melihat Jinri yang marah karena cemburu memang benar-benar menjadi hiburan baru untuknya. Bukannya terlihat galak, malah Jinri akan terlihat menggemaskan ketika sedang cemburu.

-00-

Butuh 30 menit bagi Jungkook untuk merayu Jinri agar keluar dari kamar mandi. Akhirnya, ia harus membuang jauh-jauh egonya karena gadis itu. Jungkook harus merelakan kupingnya untuk mendengarkan omelan dan rengekan Jinri selama 30 menit. Gadis itu pintar menyambung-nyambungkan kesalahannya sehingga permasalahan yang awalnya hanya satu kini menjadi menjalar kemana-mana.

Untung saja, kemarahan gadis itu mereda karena Jungkook berjanji akan menemaninya berjalan-jalan dan bersantai di pantai sehari penuh. Mood gadis itu akhirnya berangsur-angsur membaik. Ternyata menghadapi perempuan yang sedang mendapatkan masa periodenya sangat merepotkan.

Jungkook dan Jinri kini sudah memasuki kawasan pantai. Sesampainya mereka dipantai, Jinri sudah bersorak heboh seperti baru pertama kali melihat pantai. Gadis itu langsung berlari-lari menuju bibir pantai menceburkan kakinya di air dingin pantai tersebut. Jungkook hanya mengekor dibelakang gadis itu sibuk dengan kameranya yang selalu ia bawa sejak tadi.

Jinri benar-benar lupa dengan kekesalannya tadi yang tidak bisa memakai bikini untuk berjemur. Gadis itu sekarang memakai mini dress dengan motif bunga-bunga lalu dilapiskan dengan atasan crochet berwarna putih. Rambut coklat panjangnya dibiarkan tergerai dengan indah. Mini dress yang ia gunakan sangat cocok dengan tubuhnya. Jinri terlihat manis menggunakan dress tersebut sehingga banyak pengunjung pantai yang diam-diam meliriknya. Ayolah... Siapa yang dapat menolak pesona gadis Asia.

Bosan bermain air, gadis itu akhirnya menghampiri Jungkook yang kini sedang asyik menyandarkan punggungnya di kursi pantai. Laki-laki itu sesekali terlihat menguap.

“Cih, dasar pemalas!” gumam Jinri diam-diam mencibir.

Jungkook berdehem. “Aku mendengar kata-katamu, sayang,” ucapnya dengan nada mengejek.

Jinri mengerucutkan bibirnya. “Kau sudah berjanji untuk menemaniku untuk jalan-jalan tapi sekarang kau malah bermalas-malasan disini. Waktu tidak menunggu kita, Jeon Jungkook,” gadis itu mulai mengeluarkan omelannya.

Jungkook hanya menanggapi omelan gadis itu dengan senyum mempesona khasnya.

“Aggap saja omelannya itu adalah desahannya, Jeon Jungkook.” batinnya berbisik bak setan penghasut.

Jungkook menarik tangan Jinri agar duduk. “Kemarilah. Bersantailah sebentar, kau akan lelah nanti jika selalu berdiri seperti itu.” ucapnya.

Jinri dengan wajah terpaksa yang sebenarnya hanya pura-pura saja, menuruti apa yang dikatakan oleh laki-laki tersebut. Ia dengan gaya malu-malu duduk diantara kedua sela paha Jungkook lalu dengan gerakan pelan menyenderkan tubuhnya di dada bidang laki-laki itu. Jinri yang kini duduk disela kedua pahanya dengan posisi membelakanginya tersebut memundahkan Jungkook untuk memeluk gadis itu dengan sepuasnya. Ia sekali-kali mencium kepala gadis itu dengan sayang membuat pipi Jinri merona tidak terkontrol sekarang.

Jungkook mengelus perut Jinri dengan lembut. “Apa masih sakit?” tanya nya pelan.

Jinri menganggukkan kepala pelan. “Umm... Ya... Tapi tidak sesakit tadi malam,” sahutnya.

Jungkook mencium bahu gadis itu sekilas. “Kau yakin ingin jalan-jalan dengan kondisimu yang seperti ini?” ada nada khawatir diperkataannya.

Jinri menggenggam tangan Jungkook dengan lembut. “Aku tidak apa-apa. Ini hanya tamu bulanan bukan sakit yang parah.” sahutnya sambil terkekeh.

Jungkook terdengar menghela napas lega tanpa menjawab perkataan gadis itu lagi. Mereka sama-sama diam, menikmati semilir angin yang menerpa kulit mereka dengan lembut. Jinri menutup matanya mencoba merilekskan tubuhnya, ia dapat merasakan lengan Jungkook yang melingkar di sekitar bahunya melonggar dan setelah itu terdengar dengkuran halus dari laki-laki itu. Jungkook tertidur. Jinri tahu jika Jungkook tidak bisa tidur semalaman karena menjaganya. Ya... Malam tadi perutnya tiba-tiba kram dan hal tersebut sempat membuat laki-laki itu panik.

-00-

Jungkook dan Jinri memang benar-benar menggunakan hari ini untuk acara jalan-jalan. Mereka mengelilingi kawasan pantai Laguna dengan sepuasnya. Mereka juga mencoba berbagai macam makanan dibeberapa restoran dan cafe dan juga berbelanja. Hal ini membuat senyum Jinri tidak pernah luntur dari bibirnya apalagi ia dapat berbelanja sepuasnya menggunakan uang Jungkook tentunya. Ia benar-benar dimanjakan oleh laki-laki tersebut.

Hari sudah mulai sore ketika mereka berdua memutuskan untuk kembali ke hotel. Sebenarnya, Jinri ingin melihat sunset di pantai. Namun, Jungkook menolaknya. Laki-laki itu mengatakan jika melihat sunset dari balkon kamar mereka lebih bagus ketimbang di pantai. Mereka berdua sempat beradu mulut mengenai hal tersebut di toko baju. Sangat memalukan.

Jinri memperlambat langkahnya. “Ah... Kaki ku sakit,” keluhnya sambil melirik Jungkook disebelahnya. Berharap laki-laki itu peka padanya. Menawarkan gendongan seperti di drama misalnya.

Laki-laki itu hanya memiliriknya sekilas. “Kau benar-benar payah, Shin Jinri. Setelah ini kau harus sering-sering berolahraga.” nasehat laki-laki itu dengan santai.

Nihil. Jangan berharap seorang Jeon Jungkook dapat menjelma jadi peka. Bukannya mendapatkan perhatian manis, ia malah disarankan olahraga oleh laki-laki itu. Akhirnya, Jinri dengan terpaksa menyeret langkahnya menuju hotel dengan wajah cemberut.

Mereka berdua kini sudah sampai di kamar hotel. Jinri langsung meletakkan semua paper bag yang ia bawa ke atas ranjang lalu berjalan menuju balkon. Ia ingin segera melihat sunset.

Jungkook menghela napas lega ketika ia meletakkan semua paper bag yang ia bawa ke atas ranjang. Belanjaan Jinri lumayan banyak dan lumayan menguras kantongnya. Istrinya itu benar-benar menyalurkan hobby belanjanya ketika Jungkook mengatakan bahwa ia yang akan membayar. Kini ia paham bagaimana perasaan ayahnya dan kakak iparnya Namjoon ketika harus merelakan uang mereka terkuras begitu saja karena ibunya dan kakak perempuannya Hana juga memiliki hobby yang sama dengan Jinri. Hobby berbelanja.

Jungkook menyusul Jinri yang kini sudah duduk manis dikursi panjang yang terletak di balkon kamar mereka tersebut. Ia duduk disebelah gadis itu.

“Kemarikan kakimu.” perintahnya membuat Jinri tampak bingung.

Jinri hanya melongo tidak mengerti sambil menatap wajah Jungkook. Laki-laki itu memutar matanya jengah.

Jungkook berdecak kesal. “Letakkan kakimu disini,” perintahnya kembali sambil menepuk pahanya.

“Aku akan memijit kakimu.” lanjutnya.

Jinri menganggukkan kepalanya patuh. Ia meletakkan kedua kakinya dipangkuan Jungkook. Laki-laki itu langsung memijit kakinya dengan pelan.

Gadis itu tidak berhenti memperhatikan wajah Jungkook yang kini tengah serius memijit kakinya. Pantas saja para gadis bahkan dosen muda di universitas mereka menyukai laki-laki didepannya ini, Jungkook benar-benar memiliki wajah yang sempurna. Matanya yang bulat yang sedikit berbeda dari orang korea biasanya, mata itu yang terkadang terlihat bersinar penuh kebahagian namun dapat berubah menjadi tak terbaca. Ada sisi misterius pada tatapan laki-laki itu. Hidungnya yang mancung sempurna dan demi apapun Jinri sering mengira jika hidung besar Jungkook itu boros oksigen. Lalu bibir laki-laki itu yang tidak akan absen dari perhatian Jinri, bibir yang sering menunjukkan seringaian daripada senyuman itu mampu membuatnya kehilangan kewarasan ketika benda kenyal dan lembut itu memanjakannya. Jinri yakin, Jungkook diam-diam merawat bibirnya dengan baik.

“ Oh... Tuhan. Apa yang sedang aku pikirkan?” batin Jinri terkejut.

Pipinya langsung merona ketika memikirkan bibir Jungkook yang menci... Ah... Lupakan saja. Ia tak berani melanjutkan pikirannya tentang bagaimana bibir itu menyentuh bibirnya dan bagian lainnya.

Jungkook menghentikan pijatannya pada kaki gadis itu. “Bagaimana? Apa sudah baikan?” tanya nya masih memegang kaki istrinya itu.

Jinri terlihat sedikit terkejut ketika mendengar suara Jungkook yang berbicara padanya. “Hah? Umm... Ya, rasanya sudah baikan. Terima kasih, Jungkook-ah,” sahutnya terlihat kikuk.

Jungkook mengerutkan keningnya ketika melihat Jinri yang tiba-tiba kikuk dan pipi gadis itu juga merona. “Kau kenapa? Jangan-jangan kau tadi sedang berpikiran jorok, hm?” tanya laki-laki itu dengan seringaian jahil yang sudah terbentuk di bibirnya.

Jinri terperanjat. “Ti... Tidak. Ya! Untuk apa aku berpikiran jorok. Kurang kerjaan sekali,” sahutnya terbata-bata.

Jungkook tertawa pelan. “Kau tidak usah memperhatikan aku diam-diam seperti itu. Kau bisa melihatku sepuas-puasnya. Wajah tampan dan tubuh sexy ku ini milikmu,” rayunya dengan kerlingan nakal.

Jinri langsung memukul tangan Jungkook dengan keras. “Jangan meracau yang tidak jelas. Dasar aneh!” sahutnya dengan senyum yang tak bisa ia tahan.

Jungkook tertawa. Laki-laki itu menurunkan kaki Jinri lalu menggeser tubuhnya mendekati gadis itu. Ia mengubah posisi Jinri menjadi membelakanginya dan gadis itu langsung terperangah melihat pemandangan didepannya kini.

“Sunsetnya sangat indah,” pekik Jinri girang.

Jungkook memeluk pinggang gadis itu. “Ya... Tapi tidak seindah istriku,” sahutnya kembali meluncurkan gombalannya.

Jinri tertawa lalu memukul pelan lengan Jungkook yang kini tengah melingkar dipinggangnya. “Aku sangat tersanjung, Tuan,” ejek Jinri.

Jungkook mendengus. “Aku serius. Itu fakta bukan sekedar gombalan.” Ucapnya tidak terima.

Jinri lebih memilih tidak menjawab lagi. Ia kini menikmati pemandangan didepannya dengan Jungkook yang memeluknya erat. Ia bahagia. Ia seolah-olah mendapatkan kembali kebahagiannya setelah sempat lenyap karena luka hatinya. Luka yang sempat digoreskan Jung Ilhoon padanya berangsur-angsur sembuh digantikan oleh kehadiran Jungkook yang berhasil membalut luka lamanya.

Hari sudah menggelap. Matahari benar-benar sudah kembali ke peraduannya, berganti dengan rembulan yang bertugas menghiasi langit malam. Jungkook dan Jinri belum beranjak dari posisi mereka, mereka bahkan terlihat semakin merapatkan diri mencari kehangatan ditengah-tengah hembusan angin khas pantai yang menyentuh kulit mereka.

Jinri menepuk lengan Jungkook. “Jungkook-ah, sebaiknya kita masuk. Udaranya mulai dingin,” ajaknya.

Jungkook tidak mengubris ajakan istrinya itu. Ia bahkan sekarang semakin mengeratkan pelukannya. “Nanti saja. Aku sedang menunggu sesuatu,” sahutnya dengan suara rendahnya.

Jinri mengerutkan keningnya bingung. “Menunggu apa?” tanya nya.

Jungkook menyandarkan dagunya dibahu gadis itu. “Menunggu bintang jatuh,” jawabnya singkat.

Dahi Jinri semakin terlihat mengkerut. “Untuk apa? Kau ingin membuat permohonan, hm?” kini tangannya mengusap lengan Jungkook dengan pelan.

Jungkook menganggukkan kepalanya pelan. “Ya. Aku ingin membuat satu permohonan,” sahutnya.

Jinri menggeser tubuhnya kesamping agar dapat melihat wajah laki-laki itu. “Kau ingin membuat permohonan apa?” tanya nya.

Jungkook tersenyum penuh arti. Ia kembali mengubah posisi Jinri seperti semula. Ia meletakkan tangannya pada perut rata istrinya itu lalu mengelusnya dengan pelan. Jinri semakin bingung. Ia tidak paham apa yang sedang dipikirkan Jungkook sekarang.

Jungkook kembali menopang dagunya pada bahu Jinri. “Aku ingin membuat permohonan agar Jeon kecil segera ada disini,” ucapnya dengan tangannya yang masih mengelus perut gadis itu.

Jinri terdiam dengan pipi yang sudah merona dengan sempurna. Ia berharap setelah ini jantungnya masih dalam keadaan baik-baik saja.

Jinri berdehem. “Bintang sudah mendengar permohonanmu. Jadi, bersabarlah sedikit.” sahutnya sambil tersenyum.

-TBC-

Hai... Litmon balik pemirsah :'v
Ada yang kangen Litmon?
Litmon sekarang udah baikan kok. Terima kasih ya buat doa kalian. Aduh... Jadi terharu (╥﹏╥) Litmon sayang kalian #kecupbasahsatu2 /?

Gimana chapter 22? Udah ada yg bavher blum? :'v
Benerkan kata Litmon kemaren, itu si jungkook keluar beli pop mie trus curhat bentar sama si jemen :'v

Buat "Litmon Friend" yang berkoar-koar kemaren maklumin aja ya. Dia memang gitu orangnya :'v itu siders langganan Litmon. Dia nitip salam buat kalian, salam damai sama kecup basah katanya -_- #abaikan

Buat Namjoon-Hana moment yang nyepil ditengah-tengah itu Litmon sengaja bikin karena Litmon lagi kangen aja sama itu couple. Trus kasiankan itu couple udah lama gak eksis padahal lg seneng2 bakal dapat debay wkwk
Klo kalian gak mau baca Namjoon-Hana couple bisa langsung dilewatin kok ヘ( ̄▽ ̄*)ノ

Udah itu aja ya dari litmon. Jangan lupa vote dan komentar kalian (っ´▽')っ
Selamat membaca dan terima kasih (●´з')♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top