Chapter 10
Flashback
Jungkook turun dari lantai atas setelah mengantar Jinri ke kamarnya untuk istirahat. Ia membiarkan kakak perempuannya saja yang menemani gadis itu. Menurutnya, jika ia yang harus menjaga Jinri pasti akan ada perang antara ia dan Jinri. Entah kenapa dalam kondisi apapun, ia dan Jinri lebih sering berselisih daripada akur. Jungkook tersenyum ketika melihat ayahnya datang menghampirinya. Tuan Jeon tampak menatap Jungkook dengan serius.
"Ikut Appa. Ada yang ingin Appa bicarakan," ucap Tuan Jeon dengan nada tegas.
Jungkook menganggukkan kepalanya, ia mengikuti ayahnya ke ruang kerja milik ayahnya tersebut. Ia sangat jarang masuk keruang kerja ayahnya ini karena Tuan Jeon tidak suka jika ada yang mengganggu pekerjaannya. Tuan Jeon duduk di sofa yang terletak ditengah-tengah ruang kerjanya tersebut lalu diikuti oleh Jungkook. Sekarang Jungkook duduk berhadapan dengan ayahnya, sehingga ia dapat melihat raut wajah serius ayahnya tersebut.
"Bagaimana hubunganmu dengan Jinri? Apa kalian baik-baik saja?" tanya Tuan Jeon tiba-tiba dengan tatapan penuh selidik.
Jungkook mengangguk. "Ya, kami baik saja-saja," sahut Jungkook dengan nada bicara yang ia buat setenang mungkin.
Tuan Jeon tersenyum. "Appa, harap kau tidak berbohong, Jeon Jungkook," ucap Tuan Jeon.
Jungkook menatap ayahnya tidak mengerti. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh ayahnya tersebut. Ia melihat ayahnya bangkit dari tempat duduk. Tuan Jeon membuka laci meja kerjanya lalu mengambil sebuah amplop dari lacinya tersebut. Setelah mengambil amplop tersebut, Tuan Jeon kembali ketempat duduknya. Ia menatap Jungkook sejenak.
"Apa kau bisa menjelaskan hal ini, Jeon Jungkook?" tanya Tuan Jeon. Ia melempar beberapa lembar foto yang ia keluarkan dari amplop ke atas meja.
Jungkook mengambil satu foto dan disana terlihat jelas ia sedang bersama Kwon Yuri. Foto tersebut memperlihatkan Kwon Yuri yang sedang menggenggam tangannya. Jungkook tampak terkejut, bukankah ini pertemuannya dan Kwon Yuri kemarin.
"Darimana Appa mendapatkan foto ini?" tanya Jungkook.
"Kau tidak usah tau dari mana Appa mendapatkannya. Apa sekarang kau diam-diam kembali menjalin hubungan dengan perempuan itu? Kau benar-benar tidak bisa diajar, Jeon Jungkook. Kenapa kau masih bergaul dengannya?" ucap Tuan Jeon dengan nada bicaranya yang tegas.
Jungkook mengepalkan tangannya. Ia tidak suka dengan sikap ayahnya yang selalu ingin mengontrolnya seperti ini. "Dan kau tidak usah tau apa hubunganku dengan Yuri Noona. Aku sudah bilang padamu, dengan siapa aku bergaul itu bukan urusanmu. Kau tidak mempunyai hak untuk memutuskan harus dengan siapa aku bergaul," ucap Jungkook dengan penekanan disetiap kata-katanya.
Tuan Jeon menatap anak laki-lakinya itu dengan tajam. "Jaga ucapanmu, Jeon Jungkook. Apa kau sudah lupa dengan sopan santun saat berbicara dengan orangtua, hah? Apa perempuan itu yang mengajarkanmu menjadi anak pembangkang seperti ini? Mulai sekarang jauhi perempuan itu," bentak Tuan Jeon.
Jungkook tersenyum sinis. "Kenapa aku harus menjauhinya? Ah...Apa karena kau pernah menjalin hubungan dengan ibunya? Ya, sepertinya karena itu. Kau kira aku tidak tau perselingkuhanmu dengan Nyonya Kwon beberapa tahun silam. Hal tersebut yang membuatmu tidak menyetujui hubunganku dengan Yuri Noona. Aku memaafkanmu dan aku masih memanggilmu "Appa" karena itu demi Eomma. Kau beruntung, Eommaku sangat mencintaimu," ucap Jungkook. Entah ia mendapatkan keberanian darimana ketika ia berbicara seperti itu pada ayahnya sendiri. Mungkin, karena emosinya yang sekarang sedang mengusainya.
Tuan Jeon terdiam. Ia hampir tidak berkutik dengan perkataan anaknya tersebut namun bukan Tuan Jeon namanya jika ia tidak bisa melawan anaknya yang memiliki sifat hampir sama dengannya tersebut.
Tuan Jeon berdehem. "Jadi sekarang kau mencoba menjatuhkan Appamu ini, huh? Aku bukan tanpa alasan menjauhkanmu dengan perempuan itu. Kau sudah dijodohkan dengan anak dari keluarga Shin, itu adalah kesepakatan antara keluarga Jeon dan keluarga Shin. Ini bukan hanya kemauan kami tapi ini kemauan kakekmu. Kau dijodohkan dengan Shin Jinri atas persetujuan dari kakekmu. Kau adalah penerus selanjutnya, Jeon Jungkook," ucap Tuan Jeon.
Jungkook terdiam. Ia mulai goyah ketika mendengar itu adalah kemauan dari kakeknya. Kakeknya memang sangat dekat dengan keluarga Shin. Ia pernah mendengar cerita dari ibunya jika keluarga Shin pernah menyelamatkan hidup kakeknya yang membuat kakeknya tersebut berhutang budi seumur hidupnya dengan keluarga Shin.
"Jauhi dan lupakan Kwon Yuri. Mulai sekarang kau harus belajar untuk mencintai Shin Jinri jika kau masih ingin menjadi penerusku, Jeon Jungkook." Lanjut Tuan Jeon. Tuan Jeon tersenyum melihat raut wajah Jungkook yang langsung terkejut. Kelemahan anaknya tersebut adalah kakeknya. Jungkook sangat menyayangi kakeknya hingga anaknya tersebut pernah membuat janji tidak akan pernah mau melawan kemauan kakeknya dan sekarang Jungkook harus membuktikan janjinya tersebut.
-00-
Jinri membawa nampan berisi makan siangnya lalu duduk disalah satu kursi di kantin universitasnya tersebut. Ia hanya makan siang sendiri hari ini karena Yerin memiliki janji dengan Taehyung. Jinri mulai menyuapkan makan siangnya, ia harus cepat menghabiskan makan siangnya karena setelah ini ia memiliki kelas lagi.
"Shin Jinri," sebuah suara mengejutkan Jinri yang asyik menghabiskan makan siangnya tersebut. Gadis itu otomatis mendongak. Jinri hampir saja menyemburkan makanannya ketika melihat Ilhoon berdiri sambil membawa nampan makanan.
"Apa aku boleh bergabung? Tidak ada kursi kosong selain disini," ucap laki-laki itu dengan senyumnya yang manis. Jinri menganggukkan kepalanya dengan ragu-ragu. Tatapannya tidak lepas dari mantan kekasihnya tersebut.
"Bagaimana kabarmu? Apa kau sudah lebih baik?" tanya Ilhoon masih dengan senyumnya.
Jinri terkejut. Ia terlihat sangat canggung. "Ya, aku sudah lebih baik, Ilhoon Sunbae," ucap Jinri.
Ilhoon mengangguk-anggukkan kepalanya. "Syukurlah kalau begitu. Kau sama sekali tidak berubah. Kau tetap saja ceroboh, membiarkan kesehatanmu menurun seperti itu," ucapnya.
Jinri terdiam. Gadis itu hanya mengaduk-aduk makan siangnya. Ia sama sekali tidak berselera untuk menghabiskan makan siangnya. Ingin rasanya ia pergi namun tubuhnya seperti tidak ingin berkerja sama dengannya. Berhadapan dengan Ilhoon setelah beberapa lama mereka berpisah membuatnya tidak nyaman.
Ilhoon berdehem. "Sudah lama kita tidak bertemu dan aku sangat lega ketika aku kembali kau terlihat baik-baik saja. Aku tidak menyangka kita bisa bertemu lagi disini," lanjutnya. Ia menatap Jinri dengan intens. Sudah satu tahun ia berpisah dengan Jinri dan ia sangat merindukan gadis yang ada didepannya sekarang.
Jinri memaksa senyumnya. "Ya, aku selalu baik-baik saja. Selamat datang kembali, Ilhoon Sunbae," sahut Jinri. Hatinya menjerit ketika ia mengatakan ia selalu baik-baik saja. Ia berbohong jika ia mengatakan baik-baik saja. Laki-laki itu tidak tau bagaimana Jinri menjalani kehidupannya setelah berpisah. Ilhoon meninggalkannya tanpa alasan, laki-laki itu tidak memberitahunya jika mereka berpisah karena Ilhoon harus pindah ke Amerika karena bisnis orangtuanya. Ia mengetahuinya dari oranglain. Sekarang mantan kekasihnya itu tiba-tiba datang, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Ilhoon kembali menatap Jinri. "Apa sekarang kau sudah memiliki kekasih? Saat kau pingsan ada seorang laki-laki yang membawamu ke rumah sakit dan ia tampak sangat khawatir padamu. Aku mengira ia kekasihmu," Ilhoon berbicara dengan pelan. Ia sedikit takut pembicaraannya ini merusak suasana namun ia tidak bisa menahan lagi untuk bertanya. Ia penasaran.
Jinri tampak tidak nyaman saat mendengar pertanyaan Ilhoon. "Ah...Aku harus masuk kelas. Jam makan siangku sudah selesai. Maaf Sunbae, aku harus kembali. Permisi." Ucap Jinri langsung pergi meninggalkan Ilhoon. Laki-laki itu tampak bingung menatap kepergian Jinri. Gadis itu tiba-tiba permisi pergi ketika ia bertanya. Ah...Sepertinya ia salah. Ia berhasil merusak suasana.
Jungkook menyerumput jusnya sambil melihat kepergian Jinri. Jinri ternyata tidak menyadari jika Jungkook juga ada dikantin tersebut sedari tadi sambil memperhatikan gadis itu berbicara dengan Ilhoon lalu pergi.
"Jung Ilhoon." Gumamnya.
Ilhoon menghela napas. Ia memperhatikan sekeliling kantin, kantin ini tidak ada yang berubah. Banyak kenangan yang dia alami bersama Jinri disini. Kantin ini merupakan salah satu saksi bisu kebersamaannya dan Jinri dulu. Ketika ia masih memperhatikan sekelilingnya, matanya tidak sengaja bertemu dengan mata Jungkook. Laki-laki bermarga Jeon tersebut ternyata sedang menatapnya.
"Bukankah itu laki-laki yang membawa Jinri kerumah sakit beberapa hari yang lalu?" gumamnya. Ilhoon mengerutkan keningnya ketika melihat Jungkook menatapnya dengan tatapan tajam.
-00-
Hoseok keluar dari minimarket dengan membawa sebotol air mineral lalu meminumnya sampai tersisa setengah. Ia menghela napas dengan wajah yang terlihat sangat lelah. Hoseok menarik kursi lalu duduk di kursi yang memang tersedia didepan minimarket tersebut. Ia menatap jalan, minimarket ini tidak jauh dari rumah Ahra. Mengingat gadis itu membuat jantungnya berdegup tidak biasa. Hoseok menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba menghapus bayangan Choi Ahra dari pikirannya. Ia kembali meneguk air mineralnya ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Hoseok menatap layar ponselnya, nomor tidak dikenal. Ia ragu-ragu mengangkat panggilan tersebut.
Raut wajah Hoseok terlihat langsung panik ketika menerima panggilan tersebut. Ia dapat dengan jelas mendengar suara Ahra yang menangis ketakutan meminta tolong padanya. Hoseok langsung berlari kearah mobilnya yang ia parkir tidak jauh dari minimarket tersebut.
"Kau diam disitu. Aku akan segera ketempatmu." Ucap Hoseok. Laki-laki itu langsung menjalankan mobilnya menuju rumah Ahra. Gadis itu sedang dalam bahaya.
Beberapa menit kemudian Hoseok menghentikan mobilnya didepan rumah Ahra. Laki-laki itu langsung menerobos masuk dengan wajah khawatir yang kentara. Hoseok mengetuk pintu rumah Ahra yang langsung dibuka oleh gadis tersebut. Ahra langsung menghambur kepelukan Hoseok dengan tubuh yang gemetar menahan takut. Hoseok tidak tau harus melakukan apa, ia dengan ragu membalas pelukan gadis itu.
"Hoseok-ah, tolong aku. Aku takut," ucap Ahra disela tangisnya.
Hoseok mengusap kepala Ahra mencoba menenangkan mantan kekasihnya itu. "Tidak apa-apa. Kau aman bersamaku. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Hoseok.
Ahra melepas pelukannya dengan Hoseok. "Ada yang menerobos masuk kedalam kamarku dan menghancurkan kamarku," sahut Ahra dengan wajah takut.
Hoseok masuk kedalam rumah Ahra dengan Ahra yang mengekorinya. Gadis itu dengan erat memegang ujung Hoodienya. Mereka tiba dikamar Ahra yang terletak dilantai dua, Hoseok membuka pintu kamar yang langsung disapa dengan angin malam yang berhembus masuk dari jendela kaca yang telah pecah. Hoseok terkejut melihat kaca jendela kamar gadis itu pecah, memang ada orang yang menerobos masuk kedalam kamar Ahra dengan cara memecahkan jendela kaca untuk masuk. Barang-barang dikamar tersebut semuanya hancur. Apa ini ulah pencuri pikirnya.
"Apa ada barang-barangmu yang hilang? Apa beberapa hari ini kau ada melihat orang-orang mencurigakan disekitar rumahmu?" tanya Hoseok pada Ahra.
Gadis itu tampak lama berpikir, lalu menggelengkan kepalanya. "Aku rasa tidak ada yang hilang. Aku merasakan ada yang mengintaiku selama ini. Penguntit itu kembali mengikutiku beberapa hari ini," ucap Ahra. Wajah gadis itu terlihat sangat pucat dengan tangan yang masih gemetar.
Hoseok melihat keluar jendela. Ia terkejut ketika melihat ada seseorang yang berdiri diseberang jalan dengan penampilan mencurigakan. Orang tersebut menggunakan pakaian serba hitam. Hoseok tidak bisa melihat wajah orang tersebut karena orang tersebut menutup kepalanya menggunakan tudung jaketnya.
"Ahra-ya, sebaiknya kita cepat pergi dari sini. Disini sangat berbahaya." Ucap Hoseok. Ia kembali melihat keluar jendela namun orang tersebut sudah menghilang.
Ahra dengan cepat menyambar jaket, ponsel dan tasnya. Setelah mengunci rumahnya, ia dan Hoseok langsung meninggalkan rumahnya tersebut. Suasana didalam mobil tiba-tiba canggung. Ahra melirik Hoseok yang sedang berkonsentrasi menyetir tersebut, raut wajah laki-laki itu tampak serius menatap jalan membuat Ahra tidak berani memulai pembicaraan. Jadi, ia putuskan untuk diam.
Hoseok melirik Ahra, ia berdehem. "Untuk sementara lebih baik kau tidak kembali kerumah. Bahaya jika kau masih dirumahmu, orang tersebut bisa saja kembali. " ucap Hoseok.
Ahra menganggukkan kepalanya. Ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi sepupunya. Malam ini lebih baik ia menginap ditempat sepupunya, perkataan Hoseok ada benarnya orang tersebut bisa saja kembali dan tampaknya yang menghancurkan kamarnya bukanlah ulah perampok atau pencuri. Tidak ada barang berharganya hilang dikamarnya tersebut. Orang itu pasti mencari sesuatu dan orang itu berhasil mendapatkannya. Mungkin Hoseok bisa ikut dalam bahaya setelah ini.
Ahra mencoba menghubungi ponsel sepupunya berkali-kali namun nihil. Nomor yang ia hubungi sedang tidak aktif. Ahra mulai gelisah, dimana ia harus tinggal untuk sementara. Ia tidak ingin mengambil resiko menginap di hotel, bisa saja orang tersebut mengetahui keberadaannya.
Hoseok menyadari kegelisahan Ahra. "Ada apa? Kau sudah mendapatkan tempatmu untuk tinggal sementara?" tanya Hoseok.
Ahra terkejut. Entah kenapa ia sering terkejut ketika Hoseok tiba-tiba berbicara dengannya. "Aku tidak tau. Sepupuku Choi Mina tidak dapat dihubungi, sepertinya ia pergi berlibur. Aku akan menginap dihotel saja untuk sementara," sahut Ahra. Ia tersenyum tipis pada Hoseok.
Hoseok menghela napas. "Tidak. Aku tidak bisa menjamin kau aman jika kau menginap dihotel. Untuk sementara kau bisa tinggal ditempatku." ucap Hoseok serius.
Ahra menatap Hoseok dengan tatapan yang sulit dimengerti. Entah apa yang sedang gadis itu pikirkan. Hoseok menyadari tatapan Ahra padanya membuatnya tidak nyaman. Ia takut Ahra memikirkan hal yang macam-macam tentang dirinya karena tawarannya yang memang terdengar sedikit mencurigakan.
Hoseok berdehem. "Um...Maksudku kau bisa tinggal ditempatku karena apartemennya memiliki pengamanan yang bagus. Aku...Aku bisa menginap di studio. Jadi, kau tenang saja," ucap Hoseok sedikit terbata-bata. Ia tiba-tiba gugup. Ada apa denganmu, Jung Hoseok?
Ahra tertawa kecil. "Tidak apa-apa. Terima kasih, Hoseok-ah kau sudah membantukku dan maaf jika aku merepotkanmu," ucap Ahra dengan senyum manisnya.
Hoseok mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya pada jalan. "Aku senang bisa membantumu, Ahra-ya." Sahut Hoseok.
-00-
Ahra mendudukkan dirinya di sofa berwarna putih tulang yang berada di ruang tengah apartemen luas milik Hoseok tersebut. Ia menatap sekeliling ruang apartemen tersebut, tempat ini terlalu luas untuk ditinggal sendiri. Ahra tertegun ketika melihat sebuah foto dengan bingkai motif spongebob yang terletak dimeja kecil disamping sofa tempatnya duduk sekarang. Ia mengambil foto tersebut. Foto tersebut memperlihatkan Hoseok yang memangku Young dengan perempuan yang dikenal baik oleh Ahra sebagai kakak perempuan Hoseok memeluk Hoseok dan Young dari arah samping. Mereka terlihat sangat bahagia. Ahra merasa malu ketika sempat mengira Young adalah putri dari Hoseok. Setelah ia mendengar cerita dari salah satu guru yang juga mengajar Young, ia baru tau jika Young adalah putri dari kakak perempuan Hoseok, Jung Jiwoon. Jujur saja ia merasa sangat lega ketika mendengar hal tersebut.
"Foto itu diambil ketika Young berumur 4 tahun. Ah...Dia sangat terlihat lucu ketika tertawa seperti itu," Ahra terkejut ketika Hoseok tiba-tiba duduk disampingnya. Ia hampir saja menjatuhkan foto yang ia pegang.
"Maaf aku mengejutkanmu. Aku tidak sengaja," lanjut Hoseok. Ia tampak tidak enak ketika melihat Ahra terperanjat.
Ahra tersenyum. "Tidak apa-apa," sahutnya.
Hoseok tersenyum lega. "Aku sudah menyiapkan kamar untukmu. Kau bisa menggunakannya. Buat dirimu senyaman mungkin disini. Anggap saja seperti dirumahmu sendiri." Ucap Hoseok dengan senyum lebar khasnya.
Ahra memasuki kamar yang dimaksud Hoseok. Ia menatap sekeliling kamar yang tampak sangat nyaman. Ia meletakkan tas dan jaketnya diatas ranjang ketika tiba-tiba ia mendengar suara ketukan dari arah pintu. Hoseok memanggil namanya.
"Masuk," ucap Ahra.
Hoseok masuk dengan membawa sehelai handuk dan baju. "Handuk untukmu dan baju. Maaf hanya itu yang aku punya. Besok asistenku akan mengambil barang-barang yang kau perlukan dirumahmu," ucapnya.
Ahra tersenyum. "Terima kasih, Hoseok-ah," sahutnya.
Hoseok membalas senyuman Ahra. "Ya. Aku permisi dulu. Jika kau butuh sesuatu kau bisa memanggilku. Aku ada dikamar sebelah." Ucapnya lalu pergi.
Hoseok menutup pintu kamar tamu tempat Ahra untuk sementara ini lalu ia menyandarkan tubuhnya dipintu itu. Apa yang ia lakukan? Kenapa ia malah membawa Choi Ahra mantan kekasihnya ke apartemennya? Ia seharusnya tidak ambil pusing dengan masalah yang sedang dihadapi mantan kekasihnya tersebut namun sekeras apapun ia melawan hatinya untuk tidak peduli dengan Ahra ia tetap saja peduli dengan gadis itu. Perpisahannya dengan Ahra 9 tahun yang lalu memang membekaskan luka padanya namun ia mencoba menekankan pada dirinya bahwa itu hanya masa lalu.
-00-
Jinri mengangkat kantong belanjaannya, ia tersenyum dengan cerah. Hari ini ia akan memasak tumis daging kesukaan Jungkook. Saat ia sakit, Jungkooklah yang merawatnya walaupun laki-laki itu sering mencari masalahnya dengannya tetapi Jungkook masih memiliki sisi baik. Jadi, ia akan membuat makanan kesukaan laki-laki itu sebagai ucapan terima kasihnya. Jinri dengan langkah cepat menuju gedung apartemennya, sekali-kali ia bersenandung dengan ceria. Jinri keluar dari dalam lift masih dengan senyum cerah diwajahnya namun tiba-tiba senyumnya luntur seketika ketika melihat apa yang ada didepannya sekarang. Kwon Yuri tengah memeluk Jungkook, gadis itu tampak menangis.
Jungkook melepas pelukan Kwon Yuri lalu berbicara sesuatu yang tidak bisa Jinri dengar lalu laki-laki itu langsung masuk kedalam apartemen mereka. Jinri dapat melihat betapa dinginnya wajah Jungkook. Ia cukup merinding melihat raut wajah Jungkook jika seperti itu. Kwon Yuri melangkahkan kakinya meninggalkan pintu apartemen yang tampaknya sudah tertutup dengan rapat tersebut. Mereka berdua berpapasan, Jinri mencoba untuk tersenyum kepada gadis itu tapi malah tatapan tajam penuh kebencian yang ia lihat dari Kwon Yuri.
Jinri meletakkan kantong belanjaannya diatas meja makan lalu mulai mengeluarkan isi belanjaannya. Setelah mengeluarkan isi belanjaannya, gadis itu mulai dengan cekatan membersihkan dan memotong daging dan sayuran untuk ia tumis. Sambil ia memotong sayuran, pikirannya terlintas kembali dengan ekspresi Kwon Yuri padanya, kenapa gadis itu menatapnya seperti ia memiliki suatu kesalahan. Kenapa Kwon Yuri memeluk Jungkook dengan berurai air mata? Apa hubungan Jungkook dan Kwon Yuri sebenarnya? Pertanyaan tersebut menari-nari dipikirin Jinri.
Jinri tidak menyadari Jungkook memperhatikannya, laki-laki itu berdiri disampingnya. "Apa yang kau masak malam ini?" tanya Jungkook tiba-tiba.
Jinri terperanjat dan tanpa sengaja jarinya tergores pisau yang ia gunakan untuk memotong sayuran. "Ah...Jariku," pekik Jinri.
Jungkook terkejut melihat jari Jinri mengeluarkan darah. "Ya! Apa yang kau lakukan?" ucap Jungkook. Ia dengan cepat meraih tangan Jinri lalu memasukkan jari Jinri yang berdarah kedalam mulutnya. Jinri terdiam, ia menatap Jungkook yang sedang menghisap jarinya yang sedang berdarah tersebut. Jungkook bukan vampire kan pikir Jinri. Ayolah...Shin Jinri kau mulai mengkhayal hal yang aneh-aneh lagi.
Kini Jungkook dan Jinri duduk di sofa ruang tengah apartemen mereka. Jungkook tengah mengobati jari Jinri yang terluka. Jinri mengamati wajah Jungkook yang sedang serius mengobati jarinya tersebut, semakin lama ia mengamati wajah laki-laki itu semakin merona wajahnya. Ia tidak menayadari jika sekarang kedua pipinya merona. Entah kenapa menatap Jungkook dengan jarak seperti ini memberikan sensasi yang berbeda baginya. Ketampanan laki-laki itu semakin bertambah. Bagus Shin Jinri sekarang kau mengakui bahwa Jeon Jungkook tampan.
"Selesai," ucap Jungkook. Jari Jinri yang terluka kini sudah tertutup dengan plester luka bermotif jerapah.
"Te...Terima kasih, Jungkook-ah," gumam Jinri.
Jungkook berdecak. "Ya. Lain kali kau harus benar-benar berhati-hati, Shin Jinri. Sudah berapa kali kau melukai dirimu sendiri. Kau selalu membuatku khawatir. Kau benar-benar ceroboh," ucap Jungkook dengan tatapan kesal.
Jinri tertegun. "Kau khawatir padaku?" tanya Jinri.
Jungkook kembali berdecak. "Tentu saja aku khawatir, kau adalah istriku," sahut Jungkook. Laki-laki itu tidak sadar dengan perkataannya. Butuh beberapa saat baginya untuk menyadari perkataannya sendiri. Jungkook tampak terkejut dengan perkataannya.
Jungkook mencoba meralat perkataannya. Ini memalukan baginya. "Ya...Maksudku kau...kau-" ucap Jungkook dengan terbata-bata tapi belum selesai laki-laki itu menyelesaikan ucapannya, Jinri sudah memotong pembicaraannya.
"Terima kasih, Jungkook-ah. Maaf selama ini aku merepotkanmu, aku tidak akan membuatmu khawatir lagi karena kecerobohanku. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku," ucap Jinri dengan senyum manisnya.
Jungkook terdiam ketika melihat senyuman Jinri padanya. Ia seketika seperti tersihir hanya dengan senyuman seorang Shin Jinri. Jinri menjadi salah tingkah ketika Jungkook diam menatapnya.
"Sering-seringlah tersenyum seperti itu. Aku senang melihatmu tersenyum seperti itu kepadaku," ucap Jungkook dengan tatapannya yang masih lekat menatap Jinri.
"Ne? Ya...Aku akan mencobanya," sahut Jinri setengah berbisik. Ia tersenyum malu-malu. Pipinya merona dengan sempurna.
Jungkook tertawa. "Pipimu memerah, Shin Jinri," ucapnya sambil menunjuk pipi Jinri yang merona.
Jinri langsung memegang kedua pipinya. "Mwo? Jangan lihat," sahut Jinri salah tingkah. Ia menutup wajahnya dengan bantal sofa.
Jungkook tertawa, ia mencoba menarik bantal tersebut dari wajah Jinri. Jinri dengan sekuat tenaga menahan bantal tersebut agar Jungkook tidak melihat wajahnya. Akhirnya Jungkook berhasil menarik bantal tersebut dari wajah Jinri, mata mereka berdua bertemu. Entah bagaimana sekarang wajahnya hanya berjarak beberapa centi dari wajah Jungkook.
"Kau cantik dengan pipi memerahmu, Shin Jinri." bisik Jungkook namun masih bisa didengar oleh Jinri. Detak jantungnya langsung berdetak dengan cepat, ia sudah sangat terbuai dengan kata-kata Jungkook padanya.
Jungkook menatap wajah Jinri tanpa berkedip, pikirannya sekarang hanya berpusat pada gadis itu. Detak jantungnya semakin tidak beraturan. Ia tidak tau apa yang sedang ia lakukan sekarang, ia hanya mengikuti nalurinya. Ia benar-benar tersihir oleh pesona gadis itu. Mata Jungkook turun ke arah bibir Jinri, ia ingin merasakannya. Laki-laki itu mulai memperpendek jaraknya dengan Jinri.
Jinri tidak tau harus berbuat apa ketika Jungkook semakin dekat padanya. Ia mencoba menahan Jungkook, ia meletakkan tangannya didada laki-laki itu namun hal tersebut tidak mempengaruhi Jungkook. Mata Jinri melebar ketika bibir Jungkook menyentuh keningnya. Laki-laki itu tidak mencium bibirnya tapi mencium keningnya. Jungkook mencium keningnya cukup lama lalu bangkit dari sofa.
Ia mengacak rambut Jinri. "Cepat siapkan makan malam. Aku sudah sangat lapar." Ucap Jungkook dengan senyumnya lalu pergi.
Jinri memegang keningnya dengan wajah yang masih terkejut. Apa maksud dari perlakuan Jungkook padanya barusan?
Jungkook masuk keruang studionya, ia menyandarkan tubuhnya dipintu. Itu hampir saja pikirnya, untung ia masih bisa mengontrol dirinya. Ia memukul kepalanya dengan gumaman tidak jelas namun setelah itu ia tersenyum. Senyumnya semakin lebar, ia memegang bibirnya.
"Aku benar-benar sudah gila." Gumam Jungkook masih dengan senyumnya.
-TBC-
Tidaaaaaaakkk! Jangan bunuh Litmon yaa :'v Maafkan Litmon tiba-tiba comeback dengan membawa Chapter 10 yang dalamnya asdfghjkl -_- dibulan puasa pula.
Janjinya hiatus sampai hari minggu tapi karena Litmon orangnya nggak sabaran jadi akhirnya Litmon ngelanjutin nulis chapter 10 hari ini dan langsung di post hari ini juga /ngelapkeringat /?
Jika ada ketidakjelasan dalam alur cerita FF ini dan typo yang bertebaran, silahkan tinggalkan kritik dan sarannya pada kolom komentar. Usahakan kritik dan saran yang membangun.
Jangan lupa vote dan komentarnya ^^ belajarlah dari sekarang untuk menghargai karya oranglain. Terima kasih ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top