Bab 6
Marcella berjalan sembari menunjukkan wajah yang sangat bahagia. Ia membawakan sandwich untuk Billy. Itu yang paling mudah dibuat.
Marcella belum menemukan keberadaan Vadi.
"Masa dia belum datang? Enggak mungkin banget," guman Marcella.
Marcella menepuk bahu teman yang ada di depannya. "Lihat Vadi enggak?"
"Belum liat."
Marcella merogoh ponselnya dan menekan nomor ponsel Vadi.
"Halo."
"Lo enggak sekolah?"
"Ada, gue lagi di kantin. Bentar lagi ke kelas."
Sambungan pun terputus. "Gue bakal kasih tahu semuanya," batin Vadi.
Tak lama Vadi sudah sampai di kelasnya. "Nanti lo bantuin gue ya, gue mau kasih sandwich buat Billy ya," sahut Marcella pada Vadi yang sudah duduk di tempatnya.
"Enggak usah," jawab Vadi.
"Kok enggak usah? Ini kan salah satu cara buat pdkt-an sama dia?"
"Dia tuh sebenarnya ..."
Ting ... timg ... Ting ...
Suara bel memotong pembicaraan keduanya. Vadi hampir saja membongkar niat Billy kepada Marcella, namun sayang bel dan guru pun sudah masuk ke dalam kelas.
***
Billy menghampiri Marcella yang tengah membereskan buku-bukunya.
"Cella," panggil Billy.
Marcella mengenali suara itu. Ia pun mengangkat kepalanya perlahan.
"Hm ... kenapa?" tanya Marcella.
"Hati ini lo sibuk enggak?"
Marcella berpikir sebentar, "Enggak ada sih, kenapa?" tanya Marcella yang heran kenapa Billy tiba-tiba menanyakan hal itu padanya.
"Gue mau ajak lo jalan-jalan, mau gak?" Billy mulai melancarkan aksinya agar Marcella masuk ke dalam perangkapnya.
Hah? Ini serius Billy ngajak jalan? Padahal baru sekali ngasih nasi goreng, oke-oke kapan lagi, batin Marcella.
"Gue mau."
Dengan sekejap, Marcella menerima ajakan dari Billy, lantas hal itu membuat Vadi terdiam. Ingin melarang, namun sahabatnya ini tengah menyukai seseorang dan tak mau mematahkan semangat Marcella.
Tapi, hal tentang Billy tak bisa disembunyikan terus menerus. Nantinya akan menyakiti Marcella juga.
"Gue harus cari waktu yang tepat sebelum Marcella semakin menaruh harapan sama Billy," batin Vadi.
"Oke, nanti lo kasih tahu alamat lo. Biar gue jemput," ujar Billy sebelum kembali ke tempat duduknya.
Aileen hanya mengangguk dan tersenyum.
Sepulang sekolah, Vadi memikirkan ingin mengatakan langsung kepada Marcella, tapi ia takut Marcella tak akan percaya padanya.
"Cella," panggil Vadi ingin membuka kebohongan Billy.
"Iya?" Marcella menaikkan satu alisnya.
"Kalau misal nih Billy cuma main-main dan enggak serius sama lo gimana?" tanya Vadi dengn perumpamaan karena tak berani mengutarakan yang sebenarnya ia tahu.
"Kalau yang gue lihat dia serius, kalau enggak kok dia nanggepin gue dan malah ajak jalan. Bayangin gimana pas gue jalan sama dia ahh ... pasti sweet banget," Marcella membayangkan ketika ia dan Billy sedang jalan bersama.
"Tapi bisa aja kan yang gue bilang, hanya lima puluh persen kemungkinan, antara serius sama enggak. Gue harap lo enggak salah langkah," saran Vadi yang tak mau Marcella mengalami sakit hati untuk pertama kalinya.
"Gue percaya sama dia. Dia baik orangnya," puji Marcella.
"Lo enggak tahu Cel, kalau Billy cuma main-main sama lo," batin Vadi.
Keduanya pulang bersama seperti biasa. Vadi hanya diam saat di perjalanan. Pikirannya terus pada Marcella.
***
Saat ini, Marcella memakai dress berwarna pink muda dilengkapi dengan sneakers kesayangannya. Rambutnya terurai panjang.
Marcella sedang menunggu Billy di depan teras sambil bermain dengan ponsel miliknya.
Tin ... tin ...
Suara klakson sepeda motor milik Billy terdengar. Marcella segera beranjak dan menghampiri Billy yang masih duduk di atas sepeda motor miliknya.
"Yuk udah siap?" tanya Billy sembari memberi sebuah helm kepada Marcella.
"Udah." Marcella memakai helm dan langsung naik ke atas sepeda motor.
Marcella terus menyunggingkan senyumnya yang sangat tampak bahagia bisa jalan bersama Billy.
"Lo cantik," ujar Billy saat di atas sepeda motor.
"Hah? Lo bilang apa? Gue enggak dengar," sahut Marcella dan menaruh dagunya di atas pundak Billy.
Keadaan jalanan sangat ramai dan suara kendaraan mendominasi keduanya.
"Lo cantik," ujar Billy sekali lagi dengn suara dikeraskan.
Marcella hanya mengulum senyumnya.
Tanpa disadari, keduanya telah sampai di mall.
"Kita mau kemana duku?" tanya Marcella.
Keduanya baru saja memasuki mall.
"Makan? Nonton? Terserah lo sih," jawab Billy.
"Eh kok terserah gue? Kan lo yang ajak jalan," protes Marcella.
"Iya emang, gue pengen jalan-jalan. Cuma enggak ada teman," balas Billy.
Marcella menganggukkan kepalanya paham. Marcella berpikir sejenak, dalam minggu ini ada film yang tayang di bioskop.
"Nonton aja gimana? Soalnya ada film yang lagi tayang dan gue pengen nonton," sahut Marcella.
"Boleh-boleh," Billy menyetujui ajakan Marcella.
***
Sebenarnya Billy tak menyukai film romance, ia lebih suka film action seperti kebanyakan laki-laki. Tapi, demi Marcella masuk ke dalam perangkap dan menjadi mainannya. Ia rela melakukan itu, padahal menurutnya film romance biasa saja tak ada yang menarik baginya.
Setelah kurang lebih satu jam, film pun berakhir.
"Gila sih filmnya keren banget, malah gue nangis lagi, sedih banget filmnya," celoteh Marcella bercerita tentang film yang ditonton.
"Lo suka film yang kayak gitu?" tanya Billy basa basi.
"Iya, karena cerita-cerita romance tuh buat gue pengen kayak gue ngalamin kayak yang ada di film. Dan ada juga yang bikin kita berpikir positif," jelas Marcella soal alasannya yang menyukai film romance.
"Tapi kan film itu hanya tulisan yang dibuat sama si penulis cerita, dan itu hanya fiksi. Lebih tepatnya khayalan," sahut Billy.
"Iya, tapi siapa sih yang enggak pengen kayak gitu. Emang sih hanya khayalan."
"Kalau menurut gue, jalanin aja hidup lo tanpa harus pengen kayak gini, kayak gitu. Karena semua enggak akan sama seperti di film," Billy menasihati Marcella agar tak berharap banyak tentang hidupnya akan sama seperti skenario film.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top