-1-

"Kaditya, Mahija, Sakwari...." 

"Siapa kamu?"

"Kaditya,Mahija,Sakwari..."

Mimpi itu datang lagi dan sudah ketiga kalinya. Ruangan gelap, berdebu, dan suara itu sukses membuatku tidak bisa tidur lagi. Aku menyalakan lampu tidur dan meminum segelas air putih yang sudah aku sediakan sebelumnya.

Kaditya namaku, lantas siapa Mahija dan Sakwari. Aku mengurut pelipisku agar sedikit mengurangi rasa pening yang belum hilang sejak mimpi itu datang.

Aku beranjak dari kasurku, menyibak tabir jendela dapat kulihat langit gelap bertabur bintang berkonstelasi orion tetapi ada yang aneh bukankah ini bulan Agustus dan sedang turun hujan.

Aku memukul-mukul kepalaku berharap semua tidak nyata tetapi tidak seperti yang kuharapkan. Suara gelagar petir  membuatku semakin ketakutan. Aku bersembunyi dibawah kolong meja menekuk kaki dan menenggelamkan kepalaku disana.

Ditya...Ditya...Ditya..

Samar aku mendengar ada yang memanggil namaku namun semakin lama menghilang. Suara itu bukanlah suara yang ada dimimpiku sebelumnya yang mistis dan menakutkan tetapi suara itu menimbulkan rasa rindu yang teramat dalam dan menyakitkan. 

 " Ditya kurasa tidak ada yang lebih indah dari persahabatan kita " 

aku mengangguk kemudian perhatianku kembali terarah pada matahari yang akan kembali ke peraduannya. 

"Saki, seharusnya kau pergi saja seperti yang lain kenapa masih mau menemaniku?" , Saki tertawa terbahak bahkan sampai air matanya keluar.Demi tuhan tidak ada yang lucu dari pertanyaanku.

"hei, sudah cukup meskipun aku bahagia melihatmu tertawa tapi suara tawamu itu jelek seperti orang yang kehabisan nafas" Saki menghentikan tawanya kemudian tersenyum 5000 watt.

"Kamu apa adanya, maksudku kamu bukan tidak ada apa-apanya tapi kamu ya dirimu, Ditya yang selalu mengungkapkan apa yang ada dipikirannya tanpa berfikir apakah orang lain tersinggung apa tidak.Aku bersumpah Ditya dulu pernah ada yang mau berteman denganku gara-gara aku mempunyai hidung yang mancung dan kulit bak porselen." Saki kembali tertawa dan aku hanya garuk-garuk kepala kembali tidak mengerti kenapa dia tertawa.

"Kulitmu bak porselen menurutku lebih mendekati mayat" . Kali ini aku yang tertawa karena Saki terdiam dan mengerucutkan bibirnya masam. 

Tawaku berhenti ketika aku mengingat tujuanku berbicara dengan Saki petang ini. Ia menyadari perubahan wajahku Kemudian duduk bersila dihadapanku mengambil ranting yang sedari tadi aku mainkan.

"Saki lebih baik kita tidak usah berteman lagi!" Wajah Saki berubah mendung lalu terdengar suara ranting patah...

Gambaran yang seperti potongan film itu hilang digantikan dengan rintihan yang semakin menjadi, kepalaku serasa ingin meledak. Perlahan aku bangkit dari tempat persembunyianku lalu  mengambil obat tidur dari nakas agar kegelapan menyapaku.

" Apa yang kalian berdua lakukan?" . aku menolehkan kepalaku hingga lengah dan terkena serangan Saki  yang membuatku terlempar hingga masuk ke sungai Meda yang dinginnya menusuk tulang.

" Mahija, dia tidak mau jadi temanku jadi kita bermusuhan saja seperti yang sudah ditakdirkan."  Cahaya biru mengelilingi Saki tanda ia akan menyerangku kembali.Mahija membuat penghalang gaib sehingga serangan saki memantul dan dinetralkan olehnya.

Aku tidak ingin melukai Saki  dalam sadarku. kami berdua  ditakdirkan untuk saling menyakiti namun perjalanan hidup kami berkata sebaliknya. Aku berasal dari suku Solemia, suku penghancur marcapada sedangkan Saki berasal dari suku pelindung,Suku Ulana.

"Sakwari, ingat kalian telah melewati berbagai macam ujian persahabatan kalian-- bukan untuk berakhir seperti ini." Cahaya biru Saki perlahan memudar.

Mahija atau lebih tepatnya Pangeran Mahija penerus tahta Marcapada,pria yang membuat jantungku bekerja lebih cepat dan pipiku yang selalu berubah merah jika didekatnya. Dia kekasihku. Ia menghampiriku dan meniupkan angin kedahiku hingga yang kehangatan menjalari tubuhku.

Aku menatapnya kemudian menatap Saki. Aku berharap keputusan yang aku ambil tidak akan aku sesali kemudian hari. Semua demi Kedamaian Marcapada yang seharusnya aku hancurkan tetapi disini tempat tinggal orang-orang yang aku kasihi jadi aku harus melakukan sesuatu untuk membatalkan takdir itu.

" Saki aku tahu kau mencintai Pangeran Mahija namun demi aku kau mengorbankan perasaanmu sendiri." Mereka berdua menatapku tajam dan seperti mengatakan apa pun yang ada dalam benakmu,lupakan!

"Kalian berdua tahu,bersatunya kalian membuat Marcapada lebih kuat dan bahkan kalian bisa melenyapkan monster sepertiku dengan mudah." Saki tertawa sinis, ia membuat cahaya biru berkumpul dikepalan tangannya dan mengarahkannya padaku. Mahija menghalangi niat Saki dengan berdiri diantara kami berdua.

"Sahabat macam apa dirimu Ditya?. Kamu hanya memberiku penderitaan dengan menyatukanku dengan orang yang tidak mencintaiku" 

"Hentikan omong kosong ini, takdir antara suku solemia dan ulana hanya cerita dongeng dari leluhur kita  Ditya. " Mahija menghampiriku dan hendak memeluku namun aku mendorongnya menjauh.

"Kalian benar-benar tidak tahu apa yang kalian ucapkan" 

Saki memegang tanganku dan menggumamkan mantera yang aku tahu dapat membuatku tidak sadar -- aku menepisnya.

"Takdir adalah sahabatku yang sesungguhnya Saki"

Aku terbangun karena suara alarm yang memenuhi kamar kecilku. 

"Mahija, Saki .." dadaku terasa sesak mengingat mimpi itu. Aku benar-benar tidak mengenal mereka, tetapi mengapa mereka seakan menjajah otaku -- hatiku menjadi sakit ketika mengingat mereka.

Kehidupan tidak akan berhenti hanya karena aku memimpikan hal aneh,bukan?. Aku bergegas menyiapkan diriku untuk ke kantor karena aku sudah amat sangat terlambat. Aku sudah membayangkan Nibiru Sastrawan, bos super nyebelin itu mengomeliku panjang kali lebar.

Ketukan pintu menginterupsiku dari kegiatan yang paling aku sukai didunia ini yaitu menyikat gigi, aku bekumur-kumur dengan cepat kemudian turun untuk membuka pintu dan mengutuk siapa saja yang didepan pintu itu karena sangat tidak sopan.

orang itu masuk sebelum aku ceramahi terlebih dahulu. Niat hati ingin melempakan sendal jepit swalow kesayanganku kepada orang kurang ajar itu tetapi aku bisa benar-benar dipecat karena dia adalah bos ku.

"Ditya, apa kamu baik-baik saja" tanya bos Biru dengan tampang cemasnya yang tidak mengurangi ketampanan wajahnya. Ini benar-benar diluar dugaan, aku kira dia akan mencabi-cabiku dengan mulutnya yang super pedas.Aku salah tingkah karena perhatian yang diberikan olehnya, tanpa sadar aku menjatuhkan sikat gigi hello kitty kesayanganku.

Nibiru berdeham untuk mengurangi keanehan suasana. Ia mengambil sikat gigiku  lalu membuangnya ke tempat sampah.

Aku membesarkan mataku tak percaya. Menyebalkan tetap saja menyebalkan, mungkin tadi dia hanya keseleo lidah dan hatiku yang mudah sekali baper.

aku menghentakan kakiku kemudian mengambil sikat gigi itu dengan wajah yang super masam.

"Jangan diambil, Sikat gigi itu mengandung sihir dari suku Ulana. Mereka sudah menemukan kita." 

Kepalaku menjadi sakit lagi kali ini lebih hebat. omong kosong apa ini, mungkin aku masih dialam mimpi,mengapa dia tahu tentang suku Ulana?.

aku memegangi kepalaku, rintihan keluar dari mulutku. Nibiru menahan tubuhku agar tidak jatuh kelantai.

"Mahija, Saki.." Hanya dua nama itu yang selalu terulang-ulang dibenaku. Nibiru membaringkanku di Sofa,menggumamkan mantera.

"Siapa kamu sebenarnya" 



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top