SEKOLAH BARU

66.6 FM Mantra Radio!

Apa kabar nih sobat Mantra?

Masih pada seger lah ya!?

Balik lagi bersama gue Andisagara di acara Parade Tengah Malam!

Selama satu episode kedepan gue akan nemenin malam jumat kalian dengan cerita-cerita horror dan misteri pilihan, yang udah gue rangkum dari pengalaman-pengalaman yang kalian kirimkan ke email [email protected]

Cerita horror memang selalu mengundang sejuta ke-ngerian bagi pembacanya, cerita-cerita tersebut diangkat dari mitos, urband legend, ataupun kejadian nyata yang terjadi. Cerita kali ini adalah kejadian nyata yang pernah dialami oleh salah seorang sobat mantra ketika ia masih duduk di bangku sekolah.

.

.

.

Saat itu aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, karena masih tergolong sekolah baru, kelasku adalah angkatan pertama dan hanya satu-satunya kelas di sekolah itu. Sekolah yang bernuansa alam karena letaknya ditengah perkebunan dan persawahan, serta dekat dengan sungai ini memang menyimpan banyak kengerian di setiap sudutnya yang sepi.

Aku tergolong anak yang penakut, terkadang jika suasana ku rasa sepi rasa takut menggerogotiku. Bahkan tak jarang saat ke toilet, ku biarkan pintu toilet terbukasaat buang air kecil sambil membelakangi pintu.

Kurang lebih pukul 14.30 aku pergi ke toilet, di jalan menuju toilet ku rasakan seperti sedang diawasi dan diikuti, namun aku berfikir positif bahwa itu hanya perasaanku saja. Sesampainya di toliet, ku pilih toilet paling ujung dari lima toilet yang tersedia. Saat sedang asik buang air kecil tiba-tiba ada tangan yang lewat terjulur di sebelah kanan kepalaku seakan ingin meraih sesuatu di depanku atau seperti ingin mengerjaiku.

Karena ku pikir itu adalah salah satu teman ku yang iseng, aku berkata

"Apaan si lu iseng banget, homo lu ya?" sambil menepis tangan itu

Setelah itu aku menengok ke arah belakang untuk melihat siapa yang iseng dengan cara begini, ya meskipun aku juga yang salah karena tidak menutup pintu karena takut.

Namun ketika aku menoleh kebelakang, aku terkejut karena pintu dalam keadaan tertutup dan terkunci, tangan itu hilang seperti tidak ada apa-apa, sebagai gantinya terdengar suara tertawa perempuan dari toilet sebelah, tanpa pikir panjang, aku langsung keluar dan berlari menuju ruang kelas.
.

.

.

Kejadian berikutnya ku alami saat sedang persami di sekolahku. Pihak sekolah mengadakan persami dan hal paling menyebalkan adalah, kami adalah satu-satunya kelas yang ikut, karena memang disekolah yg tergolong baru ini hanya ada kelas kami.

Aku, Riza, Azam dan Agus. Hanya kami laki-laki di kelas ini, dan tentu saja kami dijadikan 1 kelompok. Saat itu hanya ada 21 murid yang di bagi menjadi 4 kelompok dan 7 orang guru pendamping. Semua berjalan seperti biasa hingga kami semua di bangunkan sekitaran jam 3 pagi untuk agenda jurit malam, jurit malam di lakukan guna melatih kepemimpinan, mengasah keberanian dan memecahkan masalah dalam waktu yang singkat dan juga berkerjasama. Kami menjadi kelompok terakhir yang akan berjalan untuk jurit malam, sekolah ini memiliki area yang luas bahkan ada kebun, sungai, sawah dan peternakan milik sekolah, bisa di bilang ini menjadi jurit malam paling menyeramkan karena di area ini terkenal angker.

Kami mulai melakukan ekspedisi malam, awalnya biasa saja sampai kami harus keluar sekolah untuk mencari pos 1.

"Katanya kalo malem jalan berempat, yang kelimanya setan." Ucap Riza.

Aku jadi bergidik merinding setelah Riza mengucapkan kalimat barusan.

"Hus... jangan ngomong yang enggak-enggak, nanti kejadian." Ucap Azam, berusaha menenangkan suasana yang mendadak jadi mencekam.

Para panitia biasanya meletakan kain putih di pohon, agar para peserta mengira itu adalah kuntilanak, padahal cuma kain putih.

Biasanya juga guling sering dilempar dari atas pohon oleh seseorang yang sudah nungguin para peserta.

Dan terkadang juga para panitia menyiapkan teka-teki di sebuah rumah tua atau di atas jailangkung-jailangkungan.

Kami semua tau jika banyak trik para panitia untuk menguji keberanian kami, kami semua berjalan hingga sampai di pos 1 dan berhasil memecahkan teka-teki remeh dari panitia.

Panitia berkata ada 4 pos pada perjalanan jurit malam kali ini, dan mendoakan kami semoga kami baik-baik saja, kami pun di berikan sebuah gulungan yang harus di serahkan kepada penunggu di pos 2.

Kami lanjut berjalan menuju pos 2, dan lagi-lagi kami berhasil memecahkan semua misteri dan teka-teki dengan mudah, itu semua berlangsung hingga pos 3.

Di perjalanan menuju pos 4 ada seorang guru berdiri di pinggir persimpangan, kami di perintahkan untuk menutup mata kami dengan kacu pramuka dan sang guru akan menuntun kami ke pos terakhir.

Kami berjalan berbaris, kebetulan aku berada di urutan ke 3 yang dimana bukan menjadi orang paling belakang, Azam ada di paling belakang karena dia adalah anak yang paling pemberani. Kami berpegangan di bahu teman kami yang depan, hingga tiba-tiba orang yang paling depan yaitu si Agus berhenti berjalan.

"Gus kok diem? Udah sampe?" Kata Riza.

"Iya nih, gua udah ga pegangan lagi." Ucap Agus yang sepertinya sudah tak berpegangan dengan panitia yang menuntun jalan.

"Sudah buoleh buka mata?" Ucapku.

Tapi tak ada jawaban, dan aku memberanikan diri untuk masa bodo dan membuka kacu pramuka yang menutupi mataku.

Duaaaaar...Nmax

Kami berempat berada di tempat yang antah berantah, berada seperti di dalam hutan (memang karena banyak perkebunan dan lahan kosong bertanah merah sepanjang mata memandang)

Kami saling bertatapan dan bingung,

"Loh pak Herman mana?" Tanya azam.

"Gatau gua, tadi tiba-tiba di suruh berhenti gua, berasa kok ada nuntun dan suruh berhenti." Saut Agus.

Kami berfikir mungkin ini ujian dari pos 4.

Tidak jauh dari tempat kami berdiri ada sebuah rumah tua yang terbengkalai, banyak tanaman merambat di dinding-dinding rumah itu.

"Mungkin pos 4 ada di sana." Kata Agus.

"Ah yang bener lu." Ucap Riza yang takut.

Aku baru sadar bahwa sedaritadi Azam berada di depanku.

"Loh gua yang paling belakang ya?" Tanyaku.

Mereka hanya mengangguk.

"Dari tadi jalan ada yang megang bahu gua loh."

Mereka bertiga tampak sekali pucat.

"Serius lu?" 

"Iya bener."

Lalu kami memutuskan untuk bodo amat dan pergi dari tempat itu, lebih baik di cap pecundang daripada berada di tempat menyeramkan itu. Belum kami melangkah, seorang nenek-nenek keluar dari rumah dan berjalan ke sebuah sumur tua di sebelah rumah itu, ada pohon beringin besar tepat di depan sumur itu.

"Eh liat deh." Ucap Azam.

Kami melihat nenek itu memegang sebuah kertas. Dan kami berfikir bahwa memang itu adalah pos 4. Semua kejadian-kejadian aneh barusan hanyalah akal-akalan para guru untuk menakuti kami, dan kami memberanikan diri menghampiri nenek itu.

Sesampainya di depan nenek itu kami berbaris menjadi satu barisan, nenek itu masih membelakangi kami.

"Kalo setan gimana?" Bisik Riza padaku.

"Lu dari radi ngomong sembarangan mulu za." Balasku risih.

Azam maju kedepan dan mencolek nenek itu seakan berkata "woy kita udah sampe."

Namun usut punya usut, bukannya menoleh nenek itu rontok menghilang seperti jatuh, menyisakan kain putih dan rambut putih yang tergeletak di tanah.

Terkejut abang terheran-heran.

"Sayur kol." Ucap Riza berteriak.

Tanpa pikir panjang kami semua lari.

Tapi entah darimana, kertas yang dari tadi di pegang oleh nenek itu bisa berada di tanganku.

Sambil berlari aku membukanya.

"Lihat ke atas." Begitu tulisannya.

Refleks aku melihat ke atas dan nenek itu terbang di atas kami, mengikuti kami yang sedang berlari.

Kami mempercepat lari kami hingga sampai di sekolah, semua teman-teman dan guru khawatir karena kami hilang sampai hampir menjelang subuh.

Aku baru menyadari bahwa guru yg menuntun kami ke tempat terkutuk itu, tidak ikut kegiatan persami malam ini.
.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top