Permainan Berdarah Bagian 2
Sudah hampir dua jam berlalu, Dirga merasa aneh, meskipun sudah berjalan jauh, tetapi ia seperti berputar ditempat yang sama.
"Lu mulai ngerasa?" tanya Andis.
"Kita kejebak," lanjutnya.
Dirga menghentikan laju mobilnya.
"Kunci semua pintu, kita istirahat di mobil aja," ucap Dirga.
"Semua gara-gara Mila." Mila merasa tak enak pada semua orang, ia yang mengajak semuanya untuk bermain ouija.
"Mil, itu--apa yang kamu bawa?" tanya Dirga yang menatap sebuah papan yang sangat familiar.
Mila baru menyadari bahwa ia sedang membawa-bawa papan itu.
"Buang ih, serem," timpal Aqilla.
"Jangan!" ucap Andis mendadak.
Andis meminta papan itu, tentu saja Mila memberikannya. Seingatnya ia meninggalkan semua barang-barangnya di villa, termasuk benda itu.
"Tam," Andis memberikan papan itu pada Tama.
Tama mengerti maksud Andis, ia ingin Tama mengintip masa lalu papan itu. Namun, Aqilla mencengkeram bahu Tama, ia sangat ketakutan. Dengan rasa was-was, Tama membuka sarung tangannya dan menyentuh papan ouija itu.
Di sisi lain, Ajay berusaha memfokuskan dirinya, ia bermeditasi di dalam mobil. Arwahnya keluar dari tubuhnya, ia meninggalkan raganya keluar mobil.
Astral Projection atau Perjalanan Astral adalah istilah yang digunakan dalam esoterisme untuk menggambarkan pengalaman keluar dari tubuh atas keinginan sendiri, yang diduga sebagai suatu bentuk dari , yang mengasumsikan adanya jiwa atau kesadaran yang disebut "tubuh astral" yang terpisah dari tubuh fisik dan mampu melakukan perjalanan ke luar ke seluruh penjuru alam semesta.
Tabir ghaib? batin Ajay yang melihat sebuah tabir tak kasat mata yang mengurung mereka semua sehingga tak bisa keluar dari area villa.
Ajay kembali ke dalam mobil, tetapi ia tak masuk ke dalam raganya, Ajay merasuki alam bawah sadar Tama, terlihat Tama sedang duduk sambil menonton cuplikan kilas balik dari papan ouija tersebut.
Papan itu dibawa oleh rombongan pemuda yang sedang membuat konten video, mereka bermain papan ouija itu untuk seru-seruan, tetapi rupanya permainan itu tak seseru fantasi mereka, dan mereka tak tahu tentang peraturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat permainan berlangsung.
Alhasil tanpa mereka sadari, sesuatu yang jahat telah masuk ke alam dunia. Para pemuda itu dihantui dan diketahui menghilang secara misterius. Berita ini cukup populer beberapa tahun lalu, tetapi tak ada yang menyangka bahwa kejadian itu berlangsung di tempat itu.
Tama dan Ajay kembali tersadar, mereka berdua saling bertatapan dan saling menganggukkan kepala.
"Kita harus balik, ada sesuatu yang harus kita lihat," ucap Ajay.
"Hah?" Andis bingung, mengapa Ajay tiba-tiba saja menyuruh mereka untuk kembali.
"Kita harus segera menemukan kamera itu, ada sesuatu di sana," timpal Tama.
"Kamera?" Dirga menatap heran mereka berdua dari kaca depan.
Aqilla memeluk Tama, ia tak tahu lagi, perjalanan yang ia harapkan mampu untuk menyenangkan hati, justru berujung petaka. Dirga memutar mobilnya dan kembali menuju villa horor itu.
"Kita berpencar jadi dua regu. Satu regu terdiri dari tiga orang dan memeriksa area masing-masing," ucap Andis.
"Regu pertama bakalan geledah lantai bawah, Ajay, Dirga dan Mila. Regu kedua Tama, Aqilla dan Gua, akan geledah lantai atas."
"Tujuan kita adalah menemukan kamera, warnanya perak, kamera model lama," ucap Ajay.
Mereka akhirnya masuk ke dalam dan berpencar untuk mencari kamera tersebut.
"Gua ga tau, yang jelas, dia ada di sini," ucap Andis yang merasakan aura negatif yang mencekam di lantai dua.
"Jangan melamun, tetap berzikir dan jangan berpikiran negatif, karena iblis mampu mewujudkan bentuk ketakutan kita." Andis berjalan di urutan depan, Aqilla di tengah dan Tama di belakang.
Tama merasakan ada hembusan angin meniup-niup tengkuknya.
"Jangan nengok ke belakang," ucap Andis pada Tama.
"Yang itu cuma jail, dia ga bisa nyakitin, tapi cukup serem buat bikin lu pingsan," lanjut Andis.
Tama dan Aqilla berjalan dengan rasa takut yang sama.
"Tam, dari pengelihatan lu, di mana kamera itu?" tanya Andis.
"Entah, gelap--gua cuma lihat partikel molekul masa lalu dari objek yang gua sentuh, cuma itu petunjuknya."
Andis berhenti di kamar Mila, ia membuka pintu dan mendapati sebuah lemari tua yang sebelumnya tak ada di sana. Andis menatap Aqilla dan Tama, mereka mengangguk bersama dan masuk ke dalam kamar. Begitu mereka masuk.
"Di kesunyian malam ini--"
Terdengar suara wanita bernyanyi dengan nada yang lirih.
"Ku datang menghampiri--"
Seorang wanita sedang duduk di kasur, ia bersandar di dinding sambil memainkan rambut panjangnya yang terurai.
"Dirimu yang pernah berjanji--"
Mereka semua sontak refleks menatap wanita itu sambil membatu tak dapat bergerak.
"Sehidup dan semati." Wanita itu tiba-tiba saja menoleh dan menatap balik ke arah mereka bertiga.
Jantung berdebar kencang, seperti ingin berlari, tetapi tak bisa. Andis menoleh ke arah lemari dan mendapati kamrea yang ia cari di salah satu raknya.
Masuk, keluar? Ambil, kabur? batin Andis diikuti keringa dingin.
Andis memberanikan diri, ia berlari dan mengambil kamera itu, sontak wanita itu memelototi Andis, Andis melempar kamera itu ke arah Tama. Pintu tiba-tiba saja tertutup dengan sendirinya, tetapi kamera itu berhasil ditangkap oleh Tama.
"Jangan khawatir, lu lari sekarang! Cari Ajay sama Dirga, cepet!"
Tama menggandeng tangan Aqilla dan berlari meninggalkan Andis di dalam kamar yang terkunci.
Di sisi lain, Dirga, Ajay dan Mila masih mencari keberadaan kamera itu, hingga mereka mendengar suara langkah yang sangat berisik. Tama dan Aqilla berlari, Ajay mendapati kamera yang mereka cari berada di tangan kiri Tama.
"Andis mana?" tanya Dirga.
"Dia nyuruh gua buat lari dan cepet-cepet cari petunjuk, dia kekunci sama setan wanita di dalam kamar Mila," ucap Tama.
Dirga memberikan kunci mobil pada Ajay.
"Lu pada duluan aja," ucap Dirga sambil berjalan naik ke atas tangga.
"Gua harap lu nemuin petunjuk dari video mereka, gua ga bisa nahan ini lama-lama."
Ajay, Tama, Qilla dan Mila berlari ke dalam mobil, mereka masuk dan langsung menutup pintu mobil.
"Lu cari petunjuknya, gua bakalan coba ngelakuin sesuatu," ucap Ajay sambil duduk bermeditasi. Ia mencoba fokus dan menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan melalui mulut. Arwahnya keluar dari tubuhnya, ada tali yang menghubungkan antara raga dan tubuh astralnya. Ajay memantau keadaan dari atas mobil.
Sementara Tama, Aqilla dan Mila mulai menonton video tersebut.
Dimulai dari beberapa pria yang sedang menyelesaikan persiapan mereka sebelum berangkat, video ketika mereka di jalan, hingga mereka sampai di vila.
"Vloger?" tanya Aqilla.
Lanjut ke aktifitas mereka, hingga seseorang di antara mereka mengeluarkan papan tersebut.
"Yakin nih?" tanya seorang pria berjaket kulit.
"Udah, santai aja," balas pria botak yang sepertinya adalah ketuanya.
Mereka memulai permainan itu, awalnya tak ada kejanggalan, semua berjalan baik-baik saja, hingga salah seorang dari mereka berlaku tak sopan dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan bodoh dan menertawakan jawaban arwah yang berkomunikasi dengan mereka.
Tentu saja membuat para penghuni tak kasat mata yang berada di vila itu menjadi marah, dimulai dengan kejadian 'poltergeis' hingga penampakan-penampakan kecil.
Tentu saja mereka semua berusaha kabur dari vila, tetapi hal yang persis sama terjadi seperti yang dialami oleh mantra, mereka terjebak dalam dinding ghaib.
Tiba-tiba saja kamera itu terfokus pada satu orang, ia terlihat panik di dalam kamera. Pada kesempatan kali itu ia merekam dirinya sendiri.
"Siapapun kalian, jika kalian menemukan video ini, berarti kalian dalam masalah yang sama. Di balik akibat, selalu ada sebab, intinya kami adalah orang yang memulai petaka ini--" Orang itu tampak menoleh ke kanan dan ke kiri seperti melihat sisuasi.
"Kami harap dengan adanya video ini, bisa menjadi penebus dosa kami semua! Sudah terlambat untuk kami, semoga kalian masih punya waktu--" Pria itu menatap ke arah kiri, wajahnya pucat, entah apa yang ia lihat.
"Cara memutus rantai iblis ini adalah dengan menyelesaikan permainan! Kalian harus membuat planchette bergerak berakhir di tulisan 'good bye'."
Setelah itu kamera menjadi buram dan mati begitu saja.
Tama, Aqilla dan Mila saling bertatapan, mereka semua menelan ludah sambil menganggukan kepala.
Sementara itu, Dirga sudah berada di depan pintu kamar Mila, ia mengetuk pintu.
"Dis," panggil Dirga.
Tak ada jawaban, Dirga mendobrak pintu hingga terbuka, Andis sedang berdiri menatap keluar jendela.
"Oi, Dis?"
Tak ada respon.
Andis menoleh sambil menyeringai ke arah Dirga, diiringi tawa kecil.
"Dis, bercanda lu ga lucu, Dis. Kalo pawangnya kesurupan, gimana ini?" ucap Dirga.
Andis tiba-tiba menari sambil bersenandung, membuat Dirga merinding. Dirga menutup matanya sambil menarik napas panjang melalui hidung dan membuangnya melalui mulut.
"Penuhi panggilanku--" Dirga membuka matanya dan menatap ke arah Andis.
"Tumenggung!"
Dirga tiba-tiba mengenakan topeng iblisnya, ia melesat ke arah Andis dan menekan perut Andis dengan telapak tangannya.
"Braja!" Dirga mengalirkan listrik dari tangannya ke tubuh Andis.
Sontak membuat sesuatu terpental dari tubuh Andis dan membuat Andis tak sadarkan diri.
Topeng yang Dirga pakai tiba-tiba menghilang entah kemana, tubuhnya lemas, ia duduk di sebelah Andis yang tak sadarkan diri. Dirga menyadari sesuatu, ia menatap ke arah pintu, seseorang sedang menatapnya.
"Tak gendong, kemana mana."
Sosoknya kini jelas, makhluk hitam dengan banyak sekali mata di sekujur tubuhnya, ia menyeringai dengan gigi taring dan lidah terjulur.
"Apa lagi ini?" Dirga gemetar menatapnya.
***
Sementara itu, Tama, Aqilla dan Mila berusaha menyelesaikan permainan.
"Terimakasih karena sudah bersedia berkomunikasi dengan kami, sekarang kami semua mohon pamit," ucap Mila.
Tak ada pergerakan dari planchette itu, mereka saling bertatapan dan sepakat untuk mengakhiri permainan ini secara sepihak, tetapi planchette tak bisa digerakkan.
"Duh, gimana nih?" ucap Aqilla panik.
Ajay segera bergerak dengan tubuh astralnya, ia berusaha menutup gerbang roh dengan cara menggerakkan planchette dari dalam, sebagai roh, tetapi wanita menyeramkan yang tadi sempat merasuki Andis kini menghadangnya.
Kemampuan roh adalah mewujudkan pemikiran manusia, sebagai roh sekaligus manusia, Ajay memikirkan sebuah pedang dan terciptalah pedang yang terbuat dari serpihan-serpihan energi alam, atau sering disebut 'Atma'.
Ajay berusaha mengatasi rasa takutnya dan menerjang ke arah wanita itu, Ajay melempar pedang itu ke arah hantu wanita. Ketika hantu itu menghindari pedang milik Ajay, Ia melewati hantu itu dan mengincar planchette. Ajay menyentuh benda itu dan menggesernya ke area yang bertuliskan 'good bye', yang menandakan bahwa permainan telah berakhir dan tertutup sudah gerbang antara dua dunia.
Makhluk hitam yang berada di hadapan Dirga kini lenyap entah ke mana, segala kejadian poltergeist juga telah berakhir, sepertinya memang sudah benar-benar berakhir.
"Udah selesai?" tanya Aqilla pada Tama.
Tama hanya mengangguk, Aqilla menangis dan memeluk Tama. Karmila juga menangis, ia juga ikut memeluk Tama yang berada di tengah antara ia dan Aqilla, tetapi Aqilla menghadangnya dengan satu tangan, ia menatap Mila dengan tatapan yang lebih menyeramkan dari pada sosok hantu wanita yang muncul di kamar mereka. Semua menghela napas dengan tenang dan kembali ke ruang tengah.
Dirga membopong Andis yang sulit untuk berjalan, sementara sisanya sudah berkumpul di tengah.
"Jadi--"
"Mau main lagi?" tanya Andis dengan lemas.
Semua hanya menggeleng dengan tatapan rasa bersalah. Setelah itu tak ada kejadian aneh, makhluk yang mengikuti Dirga juga sepertinya tak pernah muncul lagi, sejujurnya masih menjadi tanda tanya besar untuk Dirga, tetapi ia tak begitu memikirkannya. Mereka menghabiskan sisa waktu dengan bersenang-senang di Bandung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top