Epilog

Tak terasa, sudah dua tahun berlalu sejak kelulusan Nada, Cakra, dan Kevin. Setelah rantai pertama lulus dan mulai menjelajah dunia, kini rantai kedua pun sudah melalang-lintang entah ke mana, menyisakan sisa-sisa rantai pertama, Harits Sagara seorang diri. Kini, ba'it Mantra pertama yang membuka awal cerita itu menjadi ba'it trakhir yang menutup kisah ini.

Mantra Coffee tak lagi terlihat seperti sebuah coffeshop sekarang. Bangunan ini sudah dikosongkan, hanya tersisa beberapa kursi dan bangku yang dingin dan berdebu. Sebab ia akan ditinggalkan penghuni terakhirnya.

Usaha kopi tak lagi menjanjikan seperti beberapa tahun ke belakang. Merosotnya profit menjadi alasan utama mengapa ketiga manusia lainnya pergi meninggalkan Harits di tempat ini. Mereka merelakan perahu yang mereka anggap rumah itu demi menggapai impian mereka masing-masing, karena sebuah perahu tidak akan pernah mencapai langit. Sebab, setiap perjalanan memiliki jalurnya sendiri. Tidak salah, hidup hanyalah permainan pilihan, tidak ada yang salah dari setiap pilihan-pilihan itu.

Harits duduk di tengah ruangan, menatapi dan meratapi setiap sudut dan sisi Mantra, menghirup sisa-sisa aroma kenangan yang sudah hampir habis terkikis angin bernama waktu. Ia dikelilingi oleh kenangan yang berbisik dari setiap sudut ruangan. Dinding yang pernah dipenuhi canda tawa kini bisu, meja-meja yang dulunya penuh dengan cerita kini hanya menyisakan debu, dan kursi-kursi yang pernah menyaksikan perbincangan panjang, kini kosong tanpa penghuni. Waktu seperti arus yang tak bisa dibendung, mengubah segalanya menjadi kenangan yang tertinggal.

Pria kesepian itu menatap dapur dan membayangkan sosok Jaya sedang berdiri di balik bar, sedang memandang ke arahnya.

"Mas Harits, enggak apa-apa tertinggal dari yang lain. Cukup lebarkan tangan dan sambut kegagalan dengan lapang dada. Selamat ya, juara pecundang."

Suara dari imajinasinya sendiri membuat Harits menutup mata dan terkekeh. "Itu binatang satu apa kabar, ya?" gumam Harits bermonolog, merindukan sahabatnya, Emil Jayasentika.

Setiap kisah, setiap tawa, setiap air mata yang pernah mengisi tempat ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang tak bisa diulang. Mantra Coffee bukan sekadar bangunan, melainkan saksi bisu dari mimpi-mimpi yang terbangun dan hancur, dari persahabatan yang terjalin dan menghilang bersama sisa-sisa kenangannya.

Hidup adalah serangkaian perpisahan yang datang lebih cepat dari yang kita bayangkan. Seperti setiap cangkir kopi yang akhirnya kosong, seperti setiap senja yang akhirnya gelap. Kita belajar untuk melepaskan, bahkan ketika hati masih ingin menggenggam.

Ia menghela napas panjang, mencoba mengisi paru-parunya dengan udara yang masih menyimpan jejak aroma kopi. Tak ada yang bisa bertahan selamanya. Waktu akan selalu menemukan cara untuk meruntuhkan segala yang kita bangun, menggantinya dengan sesuatu yang baru, meninggalkan kita dengan secangkir nostalgia yang manis namun juga pahit saat tak bisa dirasakan lagi.

Harits membakar ujung rokoknya, ini kali pertama ia merokok di dalam bangunan utama Mantra Coffee. Setelah membuang asapnya, ia mulai berbincang dengan angin.

"Kehidupan ini cuma panggung yang berubah seiring langkah. Enggak ada yang betul-betul abadi, kecuali perubahan itu sendiri."

Meninggalkan tempat ini adalah pilihan yang tak terelakkan, bukan karena menyerah, tetapi karena memahami bahwa setiap bab dalam hidup memiliki akhir yang harus diterima. Mantra Coffee, dengan segala ceritanya, adalah bab yang kini telah selesai. Apa yang dulunya menjadi tempat mereka bernaung, kini hanyalah persinggahan sementara dalam perjalanan panjang yang belum berakhir.

Pada satu titik, pria itu bangun dan melangkah ke pintu. Sekali lagi, Harits memandangi interior yang akan segera menjadi bagian dari masa lalu. Tidak ada perasaan yang lebih menyedihkan daripada mengetahui bahwa sesuatu yang begitu berarti kini hanya tinggal kenangan. Namun, dari cerita orang tuanya ia belajar, bahwa akan selalu ada awal baru dari sebuah akhir.

Harits menarik kopernya dengan tangan kiri, berjalan keluar dari pintu Mantra sambil menggendong tas ransel hitam di bahu kanannya. Ia menutup pintu di belakangnya untuk terakhir kali dan menguncinya, lalu mengambil selembar kertas dan juga perkerat yang ia sudah siapkan di dalam tas ransel. Pria itu menempelkan kertas tersebut dikaca Mantra, lalu kembali berbalik arah dan melangkah pergi.

Rumah ini dijual. Itu yang tertulis di kertas tersebut.

Tanpa menoleh lagi, Harits melangkah semakin jauh dari Mantra Coffee. Angin membawa serta debu kenangan, menyapu bersih jejak-jejak yang ditinggalkan. Namun, meskipun Mantra Coffee akan hilang dari pandangannya, ia akan selalu hidup dalam hati, sebagai bagian dari cerita yang tak pernah benar-benar berakhir.

.

.

.

TAMAT BENERAN

.

.

.

Last Word from Author.

Ehmmm ... ehmmmm ... halo apa kabar? Aku harap kalian sehat-sehat semua ya, Aamiin!

Dengan selesainya Mantra Coffee Next Generation/Origin ini, selesai juga perjalanan panjang kapal bernama Erzullie yang udah kurang lebih 6 tahun berlayar mengarungi samudera Wattpad.

Hidup itu akan selalu berbicara perihal pilihan, betul tidak? Dan setelah bergelut panjang dengan pikiran sendiri, akhirnya memutuskan memilih langkah berat untuk gantung pena, atau berhenti dari dunia kepenulisan, khususnya Wattpad. Apakah bisa dibilang hiatus? Maybe yes, maybe no, tapi meskipun iya, pastinya adalah hiatus yang sangat panjang.

Inget banget dulu dari mulai INSECURE publish cerita, sampe nemu pembaca pertama dan punya banyak temen penulis, rasanya sangat menyenangkan. Semua berkembang sampe jadi mekanisme Universe Mantra, rasanya masih enggak percaya bisa buat semesta sendiri dan punya peminat.

Tapi temen-temen ... perlu dingat bahwa setiap pertemuan pasti berakhir dengan perpisahan, tinggal waktu yang menjawab.

Kalo ditanya alasannya apa, aku juga bingung, yang jelas ....

Menulis udah enggak lagi semenyenangkan dulu waktu memulai semua ini. Buat aku yang penyandang ADHD, apresiasi dan antusiasme dari pembaca di kolom komentar itu sesuatu yang jadi bayaran mewah. Karena dari kecil dulu punya gangguan konsentrai dan enggak bisa jadi anak kebanggaan orang tua, baru ngerasa dapet apresiasi waktu nulis Mantra Coffee Classic. Rasanya kayak ... "Oh, ini rasanya?"

But ....

Menulis sekarang ini jadi sesuatu yang hampa. Rasanya kayak kehabisan bahan bakar dan enggak punya alasan buat ngelanjutin perjalanan ini. Mungkin banyak yang kecewa, tapi aku cuma bisa minta maaf karena harus berhenti.

Maaf karena banyak karya yang belum tuntas. Pengen rasanya pelan-pelan coba nyelesain semuanya satu-satu, tapi apa daya. Menulis bukan lagi prioritas.

Terima kasih atas waktunya dalam menemani perjalanan Mantra. Terima kasih karena udah sudi membagi waktu dengan Andis, Dirga, Tama, Ajay, Harits, Deva, Melodi, Nada, dan segenap tokoh-tokoh fiksi yang ternyata aku sayang.

Sekali lagi, terima kasih banyak atas waktu-waktu yang berlalu bersama Mantra.

Satu quotes terakhir dari Harits Sagara.

"Bagaimana pun, hidup tetaplah hidup. Maka hiduplah dengan hidup. Karena sejatinya, hidup adalah hidup. Enjoy! Nyahaha for lyfe."

Kalau mau berteman jangan sungkan, kalian bisa temuin aku di Instagram Erzulli.id. DM aja kalo mau di follback. Banyak akun penipu soalnya nyahahaha.

Good Bye Gozaimasu :)

https://youtu.be/8FSD3DisYWw

Hadiah Terakhir dari Author. Selamat menonton :)


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top