62 : Potongan Terakhir yang Telah Kembali

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

Dinginnya udara puncak Gunung Sumbing menusuk kulit. Hamparan awan putih tampak seperti lautan tak berujung, sementara matahari terbit mewarnai langit dengan gradasi oranye dan merah muda. Lembah hijau luas membentang di bawah, membingkai desa-desa kecil yang terlihat seperti titik-titik mungil dari ketinggian.

Gerombolan prajurit UGM, alias kelompok KKN Deva tampak sibuk mengambil foto dengan gawai mereka untuk mengabadikan momen pagi itu, lalu duduk sejenak menikmati pemandangan. Setelah beberapa saat beristirahat dan menikmati keindahan alam, mereka mulai bersiap-siap untuk turun kembali ke basecamp Mangli.

Deva mengikat rambutnya yang gondrong, lalu menatap anggotanya. "Yuk." Ia menjadi leader dalam perjalanan turun.

Perjalanan turun cukup lancar, meskipun jalan berbatu yang agak licin menguji perjalanan mereka. Dengan hati-hati, mereka menuruni lereng gunung, menghindari batu-batu besar dan akar-akar pohon yang menjulur.

Sekitar enam jam lebih, kelompok KKN Deva tiba di basecamp Mangli, tempat yang masih masuk area desa mereka bertugas. Di sana, seorang warga desa yang menjadi ranger, Pak Slamet, menyambut mereka dengan senyum hangat.

"Alhamdulillah turun kabeh. Sampe puncak to?" sapanya dengan logat Jawa yang kental.
(Alhamdulillah turun semua. Sampe puncak kah?)

"Alhamdulillah sampai, Pak," balas Deva. "Pemandangane apik."
(Alhamdulillah sampai, Pak) (Pemandangannya bagus)

"Ngene nduk, ngene le, ayo kabeh istirahat disik, ngombe wedang jahe," ajak Pak Slamet.
(Mari, nak, mari semuanya istirahat dulu, minum wedang jahe)

"Iyo, Pak. Maturnuwun," kata Deva sambil mengajak teman-temannya masuk ke basecamp untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Yogyakarta.
(Iya, Pak. Terima kasih)

Setelah membersihkan diri dan beristirahat sejenak, mereka berkumpul di depan basecamp untuk mengucapkan perpisahan. Deva mengehlas napas sambil menatap pemandangan di sekitarnya, rasanya agak sedih harus meninggalkan tempat yang telah memberinya banyak kenangan indah.

Pak Slamet berdiri di depan mereka, ditemani oleh beberapa warga dan Pak Kades. "Kulo matur nuwun sanget atas segala bantuane kanca-kanca kabeh. Mugi-mugi sukses nggih sedaya urusane," ucap Pak Kades dengan senyum di wajahnya.
(Terima kasih banyak atas segala bantuannya, teman-teman semua. Semoga sukses dalam segala urusanya)

Deva menundukkan kepala dengan rasa hormat. "Maturnuwun sanget, Pak Kades, Pak Slamet, dan semua warga. Pengalaman di sini sangat banyak dan luar biasa bagi saya dan teman-teman, sekali lagi maturnuwun."

Beberapa warga memberikan pelukan hangat dan ucapan selamat tinggal. Anak-anak desa yang selama ini akrab dengan Deva dan teman-temannya juga berlarian mengelilingi mereka, tertawa dan mengucapkan kata-kata perpisahan dengan polosnya.

"Mas Deva, balik lagi kapan-kapan, yo!" seru seorang ibu sambil melambaikan tangan.

"Iyo, Bu. Insya Allah," jawab Deva.

Setelah berfoto bersama warga desa, Deva dan kelompoknya menaiki motor-motor mereka. Suara mesin motor mulai bergemuruh, mengiringi perpisahan mereka dari Mangli.

Pak Kades dan warga melambaikan tangan, "Hati-hati di jalan, nggih."

Deva mengendarai motor besarnya. Angin pegunungan yang sejuk menyapa wajahnya dengan lembut. Jalanan yang berkelok-kelok dan menanjak menjadi saksi bisu perjalanannya menuju kota yang telah lama ditinggalkannya. Setiap tikungan dan tanjakan seakan berbicara, membisikkan cerita-cerita tentang kebersamaan dan perjuangan mereka selama beberapa bulan ini.

Saat melintasi jalanan yang diapit oleh sawah hijau dan pepohonan rindang, pikiran Deva melayang. Kenangan selama KKN bermunculan satu per satu. Tawa bersama anak-anak desa, kerja keras membangun fasilitas umum, hingga malam-malam panjang di balai desa yang penuh dengan canda dan cerita. Semua itu menjadi bagian dari perjalanan hidupnya yang berharga.

Laju motornya membawa Deva keluar dari area pegunungan, menuju jalanan yang lebih datar dan luas. Pemandangan perlahan bertransisi dari hijaunya sawah dan hutan menjadi deretan rumah-rumah penduduk yang semakin rapat.

Terus, sampai meninggalkan kota Magelang dan memasuki wilayah Kaliurang. Ia melintasi jalan-jalan yang sudah tidak asing lagi baginya, setiap sudut seakan menyambutnya kembali ke pelukan Yogyakarta.

Sampai pada akhirnya, pria gondrong itu tiba di Mantra Coffee, tempat yang selalu menjadi tempatnya pulang. Toko kopi kecil dengan halaman yang luas, serta suasana hangat dan aroma kopi yang khas. Deva memarkir motornya di depan kafe, menatap sejenak papan nama 'Mantra Coffee' yang terpampang dengan elegan di depan bangunan.

Saat melangkah masuk, suara lonceng di pintu yang khas pun menyambut kedatangannya. Waktu seakan melambat saat mata Deva menangkap sepasang mata cantik salah satu pengunjung. Sepasang bola mata indah itu milik Chica. Tatapan mereka bertemu, dan senyum kecil terukir di wajah gadis itu.

"Halo," sapa Chica dengan suara lembut, seolah-olah tidak ada waktu yang terlewat sejak terakhir kali mereka berbicara.

"Hai," balas Deva dengan senyum senada. "Lama enggak ketemu."

"Iya nih," Chica tertawa kecil. "Gimana KKN nya?"

"Alhamdulillah lancar."

"Ada cerita yang bisa dibagiin?" tanya Chica.  "Siapa tau ... bisa jadi referensi komik."

Deva tersenyum. "Ada banyak, nanti aku ceritain."

"Heleh heleh heleh heleh ...." Deva dan Chica menoleh ke arah bar, di sana ada Harits yang sedang memandang mereka dengan wajah menyebalkannya. "Katanya rindu tak berwujud, tapi apa ini? Wujudnya gondrong."

"Ngapa sih lu?" tanya Deva.

"Hari ini judulnya ...." Harits melirik ke arah para punggawa Mantra yang bahkan belum sempat sapa-menyapa dengan Deva. "Terabaikan."

Deva tersenyum lebar dan mendekat pada teman-temannya. "Sorry, sorry, jangan ngambek dong. Gimana kabar kalian semua?"

Harits, Melodi, Nada, Cakra, dan Kevin menatap potongan puzzle terakhir yang telah kembali.

"Baik," jawab Melodi.

"Semua udah ngumpul nih, ayo nanti malem bikin api unggun di belakang. Kayaknya banyak cerita nih," ucap Cakra.

Nada, Melodi, dan Deva mengangguk. "GAS!" seru mereka.

"Lu pada mau denger pengalaman kerja gua juga emangnya?" tanya Harits.

"Enggak! Lu diem aja di tengah api!" sahut Melodi. "Kurcaci goreng."

"Bacot, rambut nenek sihir," timpal Harits.

Melodi mengerutkan kening. "Dih."

Waktu berlalu. Setelah toko tutup, para punggawa Mantra duduk di halaman belakang, mengitari api unggun. Ada banyak cerita yang mengalir, ditemani kopi dan teh hangat. Api unggun yang mereka buat di halaman belakang memancarkan sinar hangat di bawah langit malam yang tenang. Cerita-cerita dari KKN, pengalaman hidup, dan rencana masa depan mereka mengalir begitu saja, mengisi ruang yang sempat kosong di antara mereka.

"Mbak Maya sama Ippo libur, Jaya, Mas Abet, Mbak Fenri sama Riski resign ...," gumam Deva. "Banyak yang datang dan pergi."

"Bentar lagi kita," celetuk Melodi.

Suasana mendadak hening dan sendu.

"Semua perubahan itu bagian dari perjalanan hidup," ucap Harits.

"Terus berjalan ...," sambung Nada lirih.

"Semangat ges, satu langkah lagi," sahut Cakra yang masih berada satu semester di bawah Harits, Melo, Nada dan Deva. "Aku sama Kevin siap bantu para kakak-kakak senior ini!"

"Halah, lu juga bakal sibuk KKN pada," balas Harits.

"Meskipun iya, tapi seenggaknya masih ada empat orang sahabat, kan? Aman aja harusnya," sanggah Cakra. "Jangan pernah merasa sendirian."

Melodi merangkul Nada. "Apa lagi kita! Iya, enggak, Nad?"

Nada tersenyum. "Iya."

Melihat dua kembar tersebut saling merangkul, mereka semua pun ikut saling merangkul satu sama lain hingga saling terhubung, membuat lingkaran yang melingkari api unggun kecil itu. Dinginnya pilu pun mati dilumat kehangatan kebersamaan malam ini.

Persahabatan adalah benang merah yang mengikat hati di dalam perjalanan hidup yang penuh lika-liku. Di setiap langkah, tawa dan tangis menjadi bagian dari proses pendewasaan. Ada saat-saat di mana perpisahan tidak bisa dihindari, ketika langkah berpisah untuk mengejar mimpi masing-masing. Meskipun begitu, seorang sahabat tetap akan menjadi pemandu dalam setiap langkah yang terbentang.

https://youtu.be/C1JzBIH9G0o

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top