52 : Ippo vs Rawantu part 2

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

Saat tercipta jarak di antara mereka, dengan napas terengah-engah Ippo merapatkan kedua telapak tangan di depan dadanya dan memusatkan seluruh energi.

"Roh Kelam, Aku Lawan Karo Cahya. Kekuatan Alam, Ambrukno Kejahatan. Ing Katentraman, Aku Nganti Mlingkari Sampeyan. Kanti Keberanian, Aku Tumrap ing Kabeh sing Jahat," gumam Ippo.
(Mantra Kemarahan, Runtuhkanlah Kegelapan. Kekuatan Alam, Hancurkan Kejahatan. Dalam Ketenangan, Aku Mengelilingimu. Dengan Keberanian, Aku Menghadapi Semua yang Jahat)

Dengan lafal yang mantap, mantra kedua terdengar jelas, seperti gema yang mengisi langit. Gelombang energi hitam memancar dari tubuh Ippo, melingkupi Rawantu dalam cakrawala gelap yang mencekam.

"Mantra Garjita kedua, Krodha Iblis Runtuh ...," lirih Ippo.

"Dari mana kau mempelajari mantra itu, manusia? Apa kau keturunan Kanigara?"

"Sudah ku bilang, aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu, Iblis," balas Ippo dengan sorot mata yang tajam. "Sekarang, kembalilah ke tempat mu berasal, Neraka Jahanam."

Rawantu yang sebelumnya tenang, kini mulai terbebani oleh atmosfer di sekelilingnya. Mantra Krodha Iblis Runtuh yang dirapalkan Ippo melemahkan iblis dan membuat Rawantu kesulitan untuk bernapas.

Ippo melesat cepat ke arah Rawantu, ia mengayunkan tinju tangan kirinya. Namun, Rawantu menghindari seranganan Ippo dengan gerakan yang lincah, sambil melancarkan serangan balasan berupa tinju api hitam.

Ippo menangkap pergelangan tangan Rawantu dan memberikan serangan balasan berupa pukulan telapak tangan. Hanya saja Rawantu pun melepaskan serangan balik dengan tendangan lutut ke rusuk Ippo. Mereka berdua sama-sama menerima serangan tanpa mampu bertahan.

Setiap serangan Ippo disambut dengan serangan balik dari Rawantu. Semakin panjang jalannya pertempuran, Ippo mulai mendominasi karena efek mantra krodha iblus runtuh yang memberi dampak negatif pada iblis di hadapannya.

'Padahal jelas-jelas Rawantu melemah karena efek mantra garjita kedua, tapi ngalahin Yaksa yang satu ini bukan perkara yang mudah. Enggak ada jalan lain.'

Ippo menarik gagang pedang di punggungnya dan melepaskan kain hitam yang menutupinya. "Pedang tiga jagad, Ngrejeng Iblis."

Dengan ekspresi datar, Rawantu menatap pedang tersebut. "Pedang pembunuh iblis. Sepertinya kau sudah merasa terdesak sampai-sampai harus mengeluarkan kartu AS mu?"

"Lebih cepat lebih baik," balas Ippo. 'Entah, gua ngerasa kalo dibiarin lama-lama, situasinya bisa jadi gawat.'

Rawantu tak mau kalah. Ia mengacungkan tangan kiri ke depan seolah sedang menggenggam sesuatu. Dari balik kegelapan, tiga banaspati berapi hitam muncul di belakangnya. Bertepatan dengan itu pula, sebuah pedang berwarna hitam muncul secara misterius dalam genggamannya, mengacung ke arah bawah.

"Wiranggeni ...," lirih Rawantu. Begitu ia menyebut nama pedangnya, api hitam merayap menyelimuti seluruh badan pedang tersebut.

Melihat pedang berapi hitam itu membuat Ippo merinding. Ia memperkuat genggamannya dan mengalirkan atma dari tangan besinya, menyelimuti pedang Ngrejeng Iblis. "Badama."

Keadaan mendadak hening, hingga pada satu titik mereka berdua menerjang secara bersamaan. Ippo dan Rawantu saling berhadapan, pedang mereka bertaut dalam pertempuran mematikan. Setiap gerakan, setiap tusukan, dan setiap ayunan pedang memiliki niat membunuh yang sama kuatnya.

Dua pedang hitam itu bertabrakan dengan suara gemerincing logam yang menggema di udara. Kilatan api hitam dari pedang Wisanggeni bertabrakan dengan cahaya kegelapan yang memancar dari pedang Ngrejeng Iblis, melahirkan cahaya di tengah malam yang dibuahi oleh gesekan pedang-pedang tersebut.

Gerakan mereka sangat cepat, seolah tak ada yang bertahan dan hanya fokus menyerang saja. Namun, yang terjadi adalah kecepatan serangan mereka saling berbenturan sehingga menjadi pertahanan itu sendiri.

Langkah mereka teratur, seperti dua penari yang mengikuti irama gemerincing gesekan besi. Ippo menyerang dengan kecepatan tinggi, namun, Rawantu bukan lawan yang mudah ditaklukkan. Dengan kekuatan dan keahlian yang tajam, ia mampu mengimbangi setiap serangan Ippo dengan serangan balik yang ganas.

Pedangnya Ngrejeng Iblis mengayun dengan kecepatan tinggi, mengarah langsung ke arah leher Rawantu.

Dengan refleks yang cepat, Rawantu mengangkat pedangnya, Wisanggeni, untuk menahan serangan Ippo. Tubuhnya bergerak tak kalah cepat. Ia mengelak dan menghindari serangan demi serangan yang dilancarkan oleh Ippo.

Ippo tak berhenti begitu saja, ia melakukan tusukkan bertubi-tubi, berusaha menembus pertahanan Rawantu dengan kecepatan. Namun, setiap serangannya berhasil dimentahkan oleh Rawantu.

Sang Yaksa dengan tenang membalas serangan Ippo dengan serangan balik yang ganas. Setiap gerakan pedangnya terayun dengan presisi yang mematikan, berkelak-kelok membingungkan lawannya dan memancing titik lemah dalam pertahanan Ippo.

Pada satu titik, pedang Wisanggeni terayun secara vertikal ke bawah, menghantam tangan kiri besi Ippo. "Aku akan menghancurkan tangan besimu itu terlebih dahulu," gumamnya dengan ekspresi datar.

"Cahya Suci, Rungokno Atimu. Kekuatan Alam, Mlayu Dhemen. Kanti Garwa, Aku Tanoyo. Ing Pangawas Gusti, Amanaku!"

Semburat cahaya dari mantra garjita pertama, Ashura Bhutara, mementalkan tubuh Rawantu dan memberikannya luka. Ippo tak menyiakan kesempatan tersebut, ia melesat cepat dan langsung menebas tubuh Rawantu menyerong dari pinggang kirinya ke bahu kanan.

Darah hitam bersimbah di atas rerumputan hijau. Rawantu berjalan mundur dengan sempoyongan sambil memegangi bagian tubuhnya yang terluka akibat serangan Ippo.

"Serangan dari pedang Ngrejeng Iblis mampu menghentikan regenerasi luka, sekalipun itu iblis tingkat atas. Pedang anti iblis ini benar mencerminkan namanya, dibuat untuk membunuh iblis," ucap Ippo. Ia mengacungkan mata pedangnya ke arah Rawantu. "Kau akan mati perlahan, Rawantu."

"Jika kau punya kesempatan untuk membunuhku, sebaiknya manfaatkan dengan baik. Karena setelah serangan yang gagal barusan, kau tidak akan bisa mendaratkan luka lagi," balas Rawantu dengan suara yang tenang.

Rawantu menancapkan pedang Wisanggeni ke tanah. Ia menempelkan kelima jarinya secara terbalik, dengan jempol di atas. Seketika itu juga, hawa di sekitar Yaksa itu berubah.

'Gawat! Apa pun yang akan dia lakukan, ini buruk!' Batin Ippo. Ia segera berlari cepat untuk menghabisi Rawantu.

"Penjara dosa ...." Rawantu memutar pergelangan tangannya hingga keempat jarinya mengacung ke atas, sementara jempolnya menunjuk dada. "Negeri Niroga."

Sebuah energi gelap berkumpul di sekeliling Rawantu, membentuk pusaran. Angin berputar kencang, memekikkan suara yang menusuk gendang telinga, dan seketika itu juga, Ippo terseret ke dalam gelap yang mengancam.

Ippo tiba-tiba saja berdiri di tanah yang keras dan tak bersahabat. Angin kering bertiup dengan dingin, membawa aroma kebusukan. Langit di atasnya seolah-olah terluka, retak-retak gelap melintasi langit, memancarkan cahaya redup yang terlihat lebih seperti bayangan daripada cahaya.

Api-api hitam menyala mengitari tempat itu dengan amarah menjilat-jilat tanah, menerangi kegelapan sekitarnya dengan sorotan yang menyilaukan. Ippo berdiri di tengah pemandangan yang mencekam.

"Selamat datang di Negeri Niroga," ucap Rawantu dengan suara yang bergetar di antara gemuruh angin dan gejolak api. Ia muncul dengan wujud yang agak berbeda. Rambutnya putih, dengan mata merah menyala bagaikan api. Dua kakinya merupakan kaki kuda, sementara tubuhnya manusia. Rawantu memiliki tanduk melingkar seperti domba, dan pedangnya berubah menjadi sebuah sabit besar berwarna hitam. "Tempat di mana dosa-dosa menjelma menjadi penjara yang abadi, dan kegelapan merajalela dengan bebas."

Ippo meneguk ludah, ia menatap sekeliling dengan perasaan campur aduk. Ini adalah tempat yang jauh dari segala pemikiran manusia tentang kedamaian atau keadilan. Ini adalah dunia yang gelap dan terlarang, di mana kejahatan menjadi rajanya.

"Kau memilih tempat yang baik untuk menemui ajalmu, Manusia," ucap Rawantu. "Di sini, di Negeri Niroga, aku akan mengakhiri kisah hidupmu yang menyedihkan. Jika kau berpikir untuk kabur, lupakan. Tidak ada cara untuk keluar dari tempat ini selain kematian di antara kita."

"Aku bertanya-tanya, bagaimana caranya para Iblis bisa bertahan dari kejaran para Maut. Kalian, iblis, adalah buronan kelas kakap Alam Suratma karena gemar memangsa jiwa," balas Ippo. "Rupanya ini jawabannya."

Rawantu menyeringai. "Jika para Dewan Kematian memiliki asal muasal, maka kami para iblis tingkat tinggi memiliki penjara dosa."

Ippo tersenyum lebar. "Aaaaaa ... kalau begitu bagus." Ia membuka resleting jaketnya dan membuka tiga kancing teratas kemejanya. "Aku juga akan menunjukkan mu sesuatu. Kita lihat saja, siapa yang akan berdiri diakhir dalam pesta kematian ini."

Ippo merapatkan jari telunjuk dan tengah, lalu dengan cepat menusuk dada kirinya sendiri.

Kereta Api, Taksaka.

Chandra duduk menatap langit malam yang bertabur bintang. Di sampingnya ada Saras yang duduk mendampingi.

"Enggak apa-apa kita pulang gitu aja?" tanya Saras.

"Iya, aku percaya sama Ippo. Toh, ada Dewa, Wira, Gandring, sama Kintan di Jogja, kalo ada sesuatu biar mereka yang urus," jawab Chandra.

Keadaan mendadak hening. Sampai pada satu momen, Saras bertanya. "Seandainya kemampuan Ippo masih ada, kalo aku sama dia bertarung ... menang siapa?"

Chandra tersenyum. "Bukan cuma di antara Gardamewa. Tapi dari semua orang yang ku kenal, dia yang paling kuat. Siapa lagi manusia yang bisa bertahan hidup abis ngeluarin Dasa Hasta Antargata?"

Saraswati terdiam. Ia pun sadar, bahwa tekadnya tak sekuat itu untuk bisa menggunakan teknik sekelas Dasa Hasta Antargata yang taruhannya adalah nyawanya sendiri. Toh, meskipun mau, belum tentu ia bisa menggunakannya juga.

"Kemampuan Ippo itu bukannya hilang, tapi cuma tertidur," sambung Chandra. "Ledakan atma waktu itu bisa dia redam sampai 40%, dengan menutup aliran atmanya sendiri. Ippo itu ibarat keran air yang ditutup, ada airnya, tapi sengaja enggak dikeluarin."

"Artinya dia bisa balik ke kondisi terkuatnya?" tanya Saras.

"Maybe ... tapi pertaruhannya besar. Ada dua kemungkinan," jawab Chandra. "Pertama, jantungnya berhenti berdetak karena kehilangan energi penopang yang selama ini mengoptimalkan fungsi jantung dan organ-organ lainnya."

"Dan yang kedua?"

Chandra bertampang datar. "Sembuh total, tapi hanya untuk sementara."

Saras memicing. "Sementara?"

"Masih ada utang 40% yang harus dia bayar, seumpama Ippo mengalirkan atmanya kembali," jawab Chandra.

Mulutnya mengeluarkan sedikit darah, tetapi Ippo tersenyum.

Rawantu memicing, menatap paku Atma berwarna biru yang berada di sela-sela jari telunjuk dan jari tengah Ippo. Hawa di sekitar pemuda itu berubah. Atma-atma yang ada di sekitarnya berkumpul seolah merangkulnya.

"Dari pedang mu, aku terkecoh dan berpikir kau adalah bagian dari keluarga Saksana. Dari mantra mu, aku merasa kau adalah anggota keluarga Kanigara. Namun, yang satu ini mementahkan segala spekulasi yang ada. Jelas kau ini seorang Gardamewa," ucap Rawantu.

Dari punggung Ippo, tangan-tangan atma berwarna biru bermunculan. Ia menempelkan telapak tangannya sambil menatap tajam ke arah Rawantu.

"Dasar Hasta Antargata."

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top