48 : Ippo vs Rawantu

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

"Karena kayaknya yang gede punya urusan sama gua, gua pancing dia ngejauh," kata Cakra pada Ippo. "Bisa repot kalo mereka berdua ada di satu lingkup."

"Setuju," balas Ippo.

Keadaan semakin hening, hanya ada suara deru angin yang tersaji. Pada satu titik, Cakra dan Kevin berlari ke arah samping, sementara Ippo melesat maju.

Buto Dhegen diam sejenak, melirik ke arah Ippo. Hanya saja karena Cakra kabur, ia pun meninggalkan Ippo dan langsung mengejar Cakra.

Rawantu menghela napas. "Hanya karena memakai topeng, bukan artinya aku tidak mengetahui siapa kau. Aroma lemah mu masih terlalu pekat."

Ippo tak banyak omong, saat posisinya sudah dekat dengan Rawantu, ia melebarkan kakinya dan menghujani Rawantu dengan pukulan telapak tangan.

Rawantu dengan refleksnya menghindar gesit dari serangan-serangan Ippo. Ia terlihat seperti sedang menari di antara hujan pukulan. "Serangan mu seperti buku yang terbuka. Terbaca," ujarnya tenang.

Ippo menggertakkan gigi dan meningkatkan intensitas serangannya. Kali ini, ia mencoba mengombinasikan pukulan dengan tendangan rendah.

Namun, Rawantu selangkah di depan Ippo. Dengan cepat ia melompat tinggi, menghindari tendangan rendah lawannya, dan mendarat di belakang Ippo. Sebelum Ippo sempat bereaksi, Rawantu menempelkan telapak tangannya di punggung pria itu, mendorongnya dengan tenaga dalam yang cukup kuat, membuat Ippo terhuyung beberapa langkah ke depan.

"Kesalahanmu adalah muncul di hadapanku sekali lagi," ucap Rawantu. "Kau menyiaka-nyiakan nyawa yang ku berikan."

"Kata-kata mu terdengar seperti Tuhan, padahal cuma iblis. Hidup dan mati itu adalah hak Tuhan, bukan iblis," balas Ippo. Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan tenaga dan fokusnya. "Enggak usah sesumbar dulu enggak sih? Waktu itu kan dua lawan satu. Beda cerita sama sekarang. Kalo satu lawan satu, manusia yang ada di depan mu itu belum pernah punya histori kalah."

"Apa yang bisa dilakukan seorang manusia tanpa atma?" tanya Rawantu sambil menatap pedang di punggung Ippo. "Kekuatanmu berasal dari tangan palsu itu. Makanya sekarang untuk berjaga-jaga kau membawa senjata yang memiliki aura keji, benda itu pusaka, kan?"

Ippo tersenyum. "Binggo! Tapi belum saatnya mengeluarkan kartu AS di awal permainan."

"Kalau begitu, kau akan mati sebelum bisa mengeluarkan kartu AS tersebut." Rawantu berjalan ke arah Ippo dengan santai. Aura membunuhnya perlahan memancar keluar dan membuat Ippo merinding.

Saat jarak mereka semakin dekat, Rawantu memicing ketika menyadari bahwa mulut Ippo tak berhenti menggumamkan sesuatu, tetapi ia tak mampu mendengarnya karena terlalu lirih. Pada satu titik Rawantu terbelalak. "Jangan-jangan ...."

Dengan sorot mata yang tajam, Ippo menatap Rawantu dengan tangan kanan mengarah pada Yaksa tersebut. Jari tengah dan telunjuk Ippo menempel, teracung ke arah Rawantu.

"Cahya Suci, Rungokno Atimu. Kekuatan Alam, Mlayu Dhemen. Kanti Garwa, Aku Tanoyo. Ing Pangawas Gusti, Amanaku."
(Mantra Cahaya Suci, Hancurkan Musuh. Kekuatan Alam, Luluhkan Kegelapan. Dengan Keberanian, Aku Melindungimu. Di Bawah Perlindungan Sang Pencipta, Amanlah Aku)

Sebuah kilatan cahaya melesat dari kedua jari Ippo yang menempel dan menyambar Rawantu. Iblis itu tampak kesakitan akibat serangan Ippo barusan. Ippo pun tak tinggal diam, ia melesat kembali dan menyerang Rawantu yang sesaat tak mampu bergerak.

"Wiraga!" seru Ippo dengan telapak tangan menghantam perut Sang Yaksa.

Gelombang energi membuat Rawantu terpental dan memuntahkan darah hitam dari mulutnya. Iblis itu mendongak menatap Ippo yang berdiri. "Mantra?"

"Begitulah seharusnya kalian memandang kami, wahai Iblis durjana," kata Ippo mengembalikan kata-kata yang pernah dilontarkan Rawantu padanya.

'Waktu bertempur melawan Sangkala, orang ini sama sekali tidak merapalkan mantra. Apa saat itu ia belum mempelajarinya? Tidak, mantra bukanlah sesuatu yang bisa dipelajari dalam waktu beberapa hari saja. Apa ia menyembunyikan kekuatannya? Tapi untuk apa? Saat itu ia bisa saja mati.' Memikirkan kemungkinan yang ada membuat Rawantu kebingungan.

"Kau keturunan Kanigara?" tanya Rawantu.

"Tidak ada kewajiban menjawab pertanyaanmu," jawab Ippo. "Kalau memang penasaran, paksa aku bicara dengan tindakan, bukan kesombongan."

Rawantu bangkit. "Sepertinya sifat kita tertukar. Manusia seperti mu tidak cocok menyombongkan diri."

Tanpa sepatah kata pun, Rawantu tiba-tiba melesat ke arah Ippo dengan kecepatan yang sulit diimbangi. Serangan balasannya terlihat seperti badai gelombang hitam yang menghantam pantai.

Ippo kesulitan mengimbangi kecepatan Rawantu, tetapi ia masih mampu menangkis setiap serangan Yaksa tersebut. Ippo mencoba menjaga jarak dengan iblis yang satu itu agar bisa bernapas, dan saat berhasil mendapatkan jarak, ia pun mengambil napas dengan terengah-engah.

Di sisi lain Rawantu berdiri menghadap ke arah Ippo dengan tatapan datarnya. Ia menghela napas dalam-dalam. Dari ujung-ujung jari-jarinya, ia mengeluarkan asap hitam yang membara.

"Dhendheng Iblis, Api Ngimbar," desis Rawantu, suaranya terdengar samar seperti bisikan angin yang membisikan teror malam.

Tiba-tiba setiap jarinya mengeluarkan api hitam yang menyala-nyala. Rawantu mengepalkan kedua tangan, menyelimuti tinjunya dengan api hitam yang merembet dari jari-jemarinya.

Di tengah keheingan malam, Rawantu menerjang dan melepaskan serangan pertama dengan kecepatan kilat. Tinjunya yang diliputi api hitam menyambar menuju wajah Ippo dengan kekuatan yang mengerikan. Ippo berusaha menghindari serangan itu, tapi Rawantu terlalu cepat.

Tinju api hitam meluncur dengan ganas, namun Ippo berhasil mengelak dengan sempurna, menggerakkan tubuhnya dengan kecepatan dan refleks tingkat tinggi. Ia membalas serangan Rawantu dengan pukulan telapak tangan yang kuat, mencoba untuk membalas serangan iblis tersebut.

Namun, Rawantu menghindari pukulan Ippo dan kembali menyerang dengan ganas. Yaksa itu berhasil mendaratkan pukulan ke wajah Ippo dan membuat topeng putih yang dikenakan oleh Ippo hancur berkeping-keping.

Kekuatan gelap Rawantu terlalu kuat. Setiap pukulan yang ia landangkan menghasilkan gelombang panas yang membakar, meninggalkan jejak hitam di mana pun itu mengenai. Ippo berjuang keras untuk menghadapi serangan-serangan itu, tetapi semakin lama semakin jelas terlihat bahwa ia dan Rawantu berada di level yang berbeda.

Rawantu kini di atas angin. Ia memanfaatkan kekuatannya dengan kejam, menyerang Ippo membabi-buta tanpa ampun sambil menghindari setiap serangan balik Ippo dengan gerakan yang gesit, menyerang lagi dan lagi dengan keganasannya.

Ippo berusaha bertahan sebaik mungkin, tetapi serangan-serangan Rawantu terlalu kuat. Tubuhnya menerima banyak luka dan mulai terasa lemah. Di tengah pertarungan, Ippo berpikir keras cara menghadapi Rawantu, dan mencoba mencari celah pada pertahanan Yaksa itu.

Hanya saja Rawantu tak memberikannya kesempatan. Dengan serangan pukulan yang mematikan, ia menyerang dengan penuh kekuatan, memaksa Ippo untuk mundur ke belakang. Ippo berusaha menghindari pukulan tersebut, tetapi terlambat. Serangan itu mengenainya dengan keras, membuatnya terpental ke belakang dengan kerusakan yang cukup parah. Darah segar mengalir keluar dari mulutnya.

Rawantu melihat Ippo terhuyung-huyung di depannya, seringai jahat menghiasi wajahnya. "Waktumu telah habis, manusia," katanya dengan nada mengejek. "Akulah yang akan menentukan akhir dari kisahmu, bukan Tuhan."

Bagi Ippo, kekuatan gelap Rawantu terlalu dahsyat. Setiap serangannya seperti memberi kesempatan bagi kegelapan untuk merajalela di sekitarnya. Yaksa itu berjalan mengelilingi Ippo, meninggalkan jejak hitam yang menganga di tanah setiap kali ia melangkah.

Ippo menahan rasa sakitnya dan berusaha mengubahnya menjadi kekuatan. Matanya memancarkan kemarahan yang tertahan.

Saat Yaksa itu masih sibuk menikmati kemenangan sesaatnya, Ippo tiba-tiba saja bangkit dan melesat dengan cepat ke hadapan Rawantu. Tanpa ragu, ia melepaskan serangan ke arah Rawantu dengan pukulan telapak tangan yang kuat.

"Wiraga!" serunya, sambil mengarahkan telapak tangannya ke arah perut Rawantu.

Gelombang energi kuat melesat dari telapak tangan Ippo, menghantam langsung ke tubuh Rawantu yang tidak siap. Iblis itu terhuyung mundur, terkejut oleh kekuatan yang tiba-tiba muncul dari manusia di hadapannya.

Namun, Ippo tidak berhenti di situ. Dengan gerakan yang lincah dan cepat, ia menggempur Rawantu dengan serangkaian pukulan dan tendangan yang cepat. Setiap serangannya dilakukan dengan presisi, mengenai titik-titik lemah Rawantu yang terbuka.

Rawantu terpaksa bertahan, mencoba menghindari serangan balik Ippo yang terus menerus menghujaninya. Namun, Ippo cepat, sehingga Rawantu mulai kesulitan mengimbanginya. Setiap pukulan yang mengenai tubuhnya membawa rasa sakit yang membakar, membuatnya tersungkur ke belakang.

Saat tercipta jarak di antara mereka, dengan napas terengah-engah Ippo merapatkan kedua telapak tangannya di depan dadanya dan memusatkan seluruh energi.

"Roh Kelam, Aku Lawan Karo Cahya. Kekuatan Alam, Ambrukno Kejahatan. Ing Katentraman, Aku Nganti Mlingkari Sampeyan. Kanti Keberanian, Aku Tumrap ing Kabeh sing Jahat," gumam Ippo.
(Mantra Kemarahan, Runtuhkanlah Kegelapan. Kekuatan Alam, Hancurkan Kejahatan. Dalam Ketenangan, Aku Mengelilingimu. Dengan Keberanian, Aku Menghadapi Semua yang Jahat)

Dengan lafal yang mantap, mantra kedua terdengar jelas, seperti gema yang mengisi langit. Gelombang energi hitam memancar dari tubuh Ippo, melingkupi Rawantu dalam cakrawala gelap yang mencekam.

Rawantu terbelalak. "Mantra Garjita milik keluarga Kanigara, mantra kedua Krodha Iblis Runtuh ... dari mana kau mempelajari mantra itu, manusia?! Jawab pertanyaanku, apa kau keturunan Kanigara, hah?!"

"Sudah ku bilang, aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu, Iblis," balas Ippo dengan sorot mata yang tajam. "Sekarang, kembalilah ke tempat mu berasal, Neraka Jahanam."

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top