39 : Pria Kesepian

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

Cakra : Nad
Nada  : Opo Cokro?
Cakra : Boleh aku pinjem kamar kamu sama Melo?
Nada  : Buat opo, Cokro?
Cakra : Ada peredam, kan? Buat si Melodi biasa ngonten? Mau karokean aja iseng-iseng
Nada  : Karokean sama Kebin?
Cakra : Iya, sama Kevin
Nada  : Hohoho. Boleh, boleh, tapi beresin lagi ya! Kalo enggak, nanti kamu diterkam sama Melo.
Cakra : Oke deh, siap!

Cakra mengalihkan pandangan dari gawainya, menatap ke arah Rizwana dan Ippo. "Boleh nih, ayo nginep dong, sepi nih."

Ippo melirik Rizwana. "Aaaaaa ... gimana nih?"

"Ya udah, bungkus," balas Rizwana. Kini ia menatap ke arah Raksaka. "Ikut enggak? Tuan Kematian?"

"Diajak nih?" tanya Raksaka.

"Yuk, sekalian memperkuat bonding kita sebagai prajurit-prajurit Mantra," jawab Cakra.

"Ya udah, mumpung lagi sepi job malem," balas Raksaka.

"Job malem ngapain?" tanya Cakra penasaran.

Raksaka tersenyum sambil menyembunyikan kedua tangannya di dalam kantong celana. "Rahasia."

Setelah menyelesaikan pekerjaan mereka di Mantra Coffee, kelima orang tersebut bersiap-siap untuk kegiatan bersenang-senang mereka. Cakra dan Kevin mempersiapkan peralatan karaoke di kamar Melodi, sementara Ippo hanya diam terduduk di tepi kasur sambil menatap sisi-sisi kamar gadisnya, di sisi lain, Rizwana menatap Raksaka yang diam bersandar di dinding sambil melamun.

Cakra mematikan lampu. Dalam sekejap suasana berubah menjadi lebih ceria dengan lampu-lampu  yang berkedip-kedip. Rizwana menata sofa dan bantal-bantal agar nyaman, sementara Ippo mencari lagu-lagu favoritnya.

"Ini beneran gelap-gelapan pake lampu alay nih? Berasa lagi party gay," gerutu Ippo.

Rizwana tersenyum ke arah Raksaka dan menunjuk ke arahnya. "Cuma dia yang gay."

Raksaka menatap Rizwana sinis. "Sok asik lu bego."

"Udah-udah. Nih, bantuin atur playlist dong," ajak Ippo sambil menyerahkan tablet yang berisi berbagai pilihan lagu pada Rizwana.

Sementara itu, Raksaka duduk di sudut kamar, membelakangi semua orang di kamar itu. Pandangannya mendadak berubah diikuti senyum pilu menatap ke arah telapak tangannya yang tertutup sarung tangan putih. Ia duduk sambil memangku gitar akustik pribadi milik Melodi yang ia ambil tak jauh dari posisinya. Saka melepas kedua sarung tangannya. Perlahan, ia mainkan jari-jemarinya di atas senar dan menciptakan melodi yang mampu menyita perhatian keempat lainnya.

"You may say I'm a dreamer, But I'm not the only one, I hope someday you'll join us, And the world will be as one."

https://youtu.be/ESMDqcTm2iw

Ia menyanyikan sebuah lagu dari tahun 70-an dengan suara ringannya. Setiap petikan dan lirik yang ia bawakan memiliki karakter yang kuat, seolah sedang bercerita.

"John Lennon, Imagine," sahut Cakra. 

Raksaka menghentikan permainannya. Kepalanya sedikit menatap ke kiri dengan mata melirik Cakra diikuti suara siulan. "Enggak banyak anak jaman sekarang yang tau."

"Sayangnya di sini penggila lagu-lagu tahun segituan," balas Cakra. "Harits sama Deva suka The Beatles."

Saka tersenyum. "Selera musik yang baugs."

Cakra mendekat pada pria itu. Namun, Saka membentaknya. "Berhenti! Jangan terlalu deket sama gua."

Cakra sontak menghentikan langkahnya dengan wajah bingung. "Ke-kenapa?" Ia merasa ada yang salah pada dirinya. Namun, nyatanya bukan begitu.

Saka mengenakan kembali sarung tangan putihnya, lalu beranjak pergi. Pria itu keluar dari kamar Nada tanpa kata.

Semua menatapnya heran, kecuali Rizwana. Pria dengan senyum menyebalkan itu menghela napas. Senyumnya pun luntur begitu sosok Raksaka keluar dari dalam kamar.

"Dia gitu bukan karena kamu salah kok," ucap Rizwana. "Kemampuannya itu anugrah bernoda kutukan. Siapa pun bisa aja mati, termasuk orang-orang terdekatnya."

Ippo memicingkan mata. "Kok bisa? Dia punya penyakit menular? HIV?"

"Kaladarma," jawab Rizwana.

Kini tatapan Ippo berubah tajam. "Jadi Kaladarma itu bukan cuma cerita belaka?"

"Yaaa—siapa yang tahu," balas Rizwana.

"Kaladarma apaan?" tanya Cakra yang tak tahu dan kebetulan merasa penasaran.

Rizwana mulai menghitung dengan jarinya. "Yama, Tarsah, Yashil, Kurih, Varsha, Wilapa, Tarka, Antar, Akara, Sarwari, Tana, Mertolulut, Suratma. Tiga belas Dewan Lelembut punya hak mencabut nyawa. Hak itu bernama Kaladarma. Konsepnya agak berbeda dengan para Peziarah yang juga memiliki kemampuan-kemampuan Maut dan bisa membuka gerbang ke Alam Suratma. Kaladarma adalah kemampuan untuk mencabut nyawa yang masih hidup, dan Saka memilikinya. Aku pernah dengar rumor, bahwa dia pernah tidak sengaja membunuh pacarnya."

Cakra, Kevin, dan Ippo meneguk ludah mendengar penjelasan Rizwana.

"Aaaaaa ... tapi kenapa dia enggak jadi salah satu dari pembawa bencana di Satu Darah? Padahal kemampuannya brutal," ucap Ippo.

"Disebut pembawa bencana karena punya dampak yang luas," jawab Rizwana. "Arai bisa membantai puluhan, bahkan ratusan orang dalam waktu singkat. Kejadian belum lama ini di Jakarta masih inget? Itu ulah Rangsa. Terus Adistri juga punya dampak yang punya potensi masal. Pengecualian buat Rakha, meskipun dari segitu kekuatan dia enggak terlalu berdampak luas, tapi pemikirannya terlalu gila. Setiap skenario dan pergerakannya punya potensi bikin bencana tanpa dia harus ikut turun tangan. Beberapa kerusuhan besar di negara ini adalah ulahnya" jawab Rizwana. "Kekuatan Saka emang berbahaya, tapi percuma kalo dia enggak bisa nyentuh lawannya. Seandainya dia ada di posisi Reki, mungkin dia juga akan bernasib sama karena lemah pertempuran jarak jauh."

Mata Ippo berkedut saat mendengar nama Reki, seketika sorot matanya tajam menusuk kedua bola mata Rizwana. "Jangan bawa-bawa Reki."

Rizwana tersenyum sambil mengangkat tangan. "Gomen, gomen."
(Maaf, maaf)

Raksaka melangkah keluar dari ruangan yang penuh dengan gemerlap lampu. Langkahnya terasa berat, seperti mengemban beban besar di pundaknya. Ia memilih berdiri di teras kecil di luar kamar Nada. Pemandangan malam yang tenang terbentang di depannya, tetapi hatinya terasa hampa.

Sejenak, Saka diam dilumat keheningan, ia terdiam seperti patung. Melodi dari lagu 'Imagine' masih terngiang di kepalanya, mengingatkan pada momen bersama seseorang di masa lalu.

Lagi. Ia memandang telapak tangannya, tangan yang telah membawa takdir tragis pada orang-orang yang ia cintai. Raksaka merenung tentang Kaladarma, sebuah anugerah dan kutukan yang ia bawa sejak kecil. Meski mampu menciptakan keindahan melodi dengan gitar lewat jari-jemarinya, tetapi takdirnya membawa penderitaan.

Tanpa sadar, segelintir air mata menetes di wajahnya, tetapi Raksaka langsung menghapusnya. Ia merasakan beban kesepian yang selalu menghantuinya. Saka tak pernah memiliki teman dekat dan selalu berusaha menjaga jarak dengan orang lain karena ketakutan akan kemampuannya yang mematikan. Jauh di lubuk hatinya, ia merindukan sebuah hubungan, apa pun itu, tetapi ia tahu bahwa kehadirannya bisa menjadi ancaman.

Di balik keangkuhan dan sisi gelapnya, rupanya terdapat seorang lelaki yang merasa terisolasi. Ia tidak bisa memberikan dan menerima kasih sayang dengan bebas, karena setiap sentuhan yang bersifat akrab membawa risiko kematian.

Berada beberapa hari di Mantra Coffee membuatnya merasakan sebuah kehangatan yang tak ia sadari. Candaan Ippo, Keramahan Cakra, Kevin yang selalu menegurnya di dapur tanpa suara, Mbak Maya yang sering mengajaknya berbincang, Mas Rizky yang kerap mem-back up segala kesalahannya di dapur, bahkan senyum menyebalkan Rizwana yang selalu membuatnya muak. Hal kecil yang sudah lama tak ia temukan di mana pun, termasuk di Satu Darah yang bersifat individualis. 

Raksaka kini duduk menyendiri, mengambil sebuah harmonika kecil dari dalam kantong jaketnya, lalu menciptakan melodi yang lembut dan pilu dengan tiupannya. Lagu yang ia mainkan kali ini mencerminkan kesendirian yang ia rasakan, terpisah dari dunia di sekelilingnya. Meski berusaha menyembunyikan perasaannya, kesepian itu merasuk dalam melodi yang ia mainkan, dan hembusan angin malam pun ikut mengusik rambutnya yang kusut.

.

.

.

TBC

INFO PENTING!

Per-hari ini peredaran Hati yang Miris di Balik Jiwa Humoris bakal ditarik ya. Sorry banget buat yang lagi baca, tiba-tiba lagi baca bukunye ditarik wkwk, tapi tenang, masih bisa dibaca kok versi cetaknya.

"Belinya di mana, Bang?"

Yang jelas di Indomaret enggak ada, apa lagi Gramedia. Buku ini terbit di Al-Najjah Publisher, bisa dicek di Instagarem, sekalian follow IG saia yang belum follow wkwkwk

"Bedanya sama versi Wattpad aba, Bang?"

Versi Wattpad radiasi, yang versi cetak aman sejahtera eaaaaaa.

Yang jelas lebih rapih, mengingat karya ini ditulis dulu banget, waktu skill masih tipis-tipis. Terus, ada beberapa part yang berubah, dan ada tambahan part, di mana Andis ikutan open mic stand up comedy.

Pre-Order cuma sampe 27 Januari 2023. Setelah itu harganya naik ya. Oke, selamat meluk bukunya buat yang beli.

Sekian, terimagadis.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top