18 : Full-time

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."
.

.

.

Malam berganti pagi, pagi berganti siang, siang berganti sore. Akhirnya Mantra Coffee persiapan buka kembali setelah libur kemarin. Wajar, setiap senin mereka tutup.

Kali ini ada yang berbeda. Sebelum buka, ada beberapa orang yang duduk di dalam. Mereka semua adalah kandidat untuk pegawai full time di Mantra Coffee. Mengingat semua punggawa Mantra masih sibuk kuliah sehingga tak bisa konsen di kedai sedari pagi. Ya, mereka ingin memaksimalkan potensi tempat baru ini agar lebih efektif.

Harits, Nada, Kevin dan Jaya menjadi juri dapur. Sementara Melodi, Deva, dan Cakra menjadi juri waiters. Biar bagaimana pun, mereka memiliki SOP dalam menangani setiap pelanggan.

Waktu mengikis segala hal. Dari tujuh kandidat yang ada, terpilihlah tiga orang yang sudah lolos kualifikasi para Mantra. Mereka bertiga berbaris di hadapan Komandan kecil.

"Mulai hari ini kalian udah bisa kerja. Perihal shift kalian nanti nyusul. Ya, paling besok. Intinya dari jam sembilan pagi ke jam lima sore tuh berdua," ucap Harits. "Jadi nanti yang satu libur biar ada gantian."

"Oke," balas ketiga orang itu.

Harits menatap seorang wanita yang memiliki model rambut mirip dengan Melodi. Hanya saja tubuhnya lebih pendek. Wanita itu mengenakan kacamata bundar dengan frame berwarna putih. Yaaaa, meskipun mungil dan imut, tetapi perlu digaris bawahi bahwa ia merupakan yang paling tua di antara mereka.

Pandangan Harits berpindah pada kertas yang merupakan informasi dan penilaian gadis di hadapannya.

Amaya Dewi Pratiwi namanya, atau akrab disapa Maya. Maya merupakan seorang gadis berusia 25 tahun. Meskipun bertubuh mungil, ia terlihat energik dan bersemangat. Harits meloloskannya karena Maya memiliki pengetahuan yang mendalam tentang berbagai jenis kopi dan proses pembuatannya.

Yang paling utama dari Maya adalah, ia mahir membuat seni latte yang indah di atas kopi dengan menggunakan susu steamed. Gadis bertubuh mungil itu mampu menciptakan desain-desain yang rumit dan unik, seperti hati, daun, atau gambar-gambar khusus sesuai permintaan pelanggan.

Pengetahuannya tentang kopi juga luas. Mulai dari biji kopi, proses roasting, hingga berbagai metode ekstraksi yang digunakan dalam pembuatan kopi. Maya bisa memberikan rekomendasi kopi yang sesuai dengan preferensi pelanggan, serta menjelaskan asal-usul kopi tersebut dengan detail.

Selain membuat kopi klasik, Maya juga memiliki kreativitas dalam menciptakan menu kopi yang unik dan inovatif. Ia tipikal barista yang suka mengkombinasikan rasa berbeda dalam menciptakan kopi spesial untuk pelanggannya.

Semua kemampuannya bukan tanpa sebab. Sejak kecil, Maya tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan aroma kopi dan cerita tentang proses dari biji hingga menjadi minuman. Ia sering mendampingi ayahnya ke perkebunan kopi, belajar mengenal berbagai varietas kopi dan melihat langsung proses pengolahan kopi.

Maya merupakan gadis asli Jogja. Ia berasal dari keluarga yang memiliki minat dan apresiasi tinggi terhadap kopi. Ayahnya merupakan seorang pengusaha kopi lokal yang memiliki perkebunan kopi di daerah Kaliurang, sedangkan ibunya adalah seorang pecinta seni kopi.

Setelah lulus SMA, Maya memutuskan untuk mengikuti hasratnya terhadap kopi dengan mendaftar ke Jurusan Manajemen Perhotelan di salah satu universitas di Jogja. Di sana, ia belajar lebih dalam tentang dunia perhotelan dan mendapatkan kesempatan untuk bekerja di sebuah kedai kopi di daerah Malioboro setelah lulus.

Maya tergolong loyal. Ia bekerja di kedai itu cukup lama hingga dua minggu lalu kedai kopi tempatnya bekerja harus pindah ke Jakarta. Gadis itu tidak ingin meninggalkan Jogja. Ia memutuskan untuk pindah kerja dan pada akhirnya langkah kaki gadis itu menuntunnya ke Mantra Coffee.

"Kenapa sih mau jadi barista?" tanya Harits. "Dan kenapa milih Mantra Coffee?"

"Aku merasa bahwa dengan menjadi barista, aku bisa berbagi kebahagiaan lewat secangkir kopi. Dengan keahlian dan pengetahuan yang aku punya, aku mau menjadikan Mantra Coffee sebagai tempat yang menyediakan pengalaman baru dengan menyajikan kopi yang unik dan enggak terlupakan buat setiap pelanggan yang singgah."

Tergambar kepuasan di senyum Harits. Kini ia berpindah tatap pada orang berikutnya. Kali ini giliran seorang pria kurus berkulit putih dengan hidung mancung. Rambutnya pendek keriting, tetapi cukup rapi. Dilihat dari lembaran yang ia isi, pria ini merupakan lulusan baru yang menyelesaikan kuliahnya tahun ini.

"Yang satu 25 tahun, yang satu baru lulus kuliah. Kita enggak bisa ngecengin mereka berdua nih nyahaha," ucap Harits. "Uwong tuo."

Pria itu tertawa tipis. "Kalo masih kuliah, nanti masuknya part time, Mas, karena enggak bisa fokus."

"Bener juga lau," balas Harits.

Rizky Mahardika Putra namanya. Ia memiliki kepribadian yang tenang dan penyabar. Selain itu Rizky memiliki pemahaman yang mendalam tentang kopi dan seni minum kopi. Agak berbeda seni dengan Maya.

Harits meloloskannya karena pria keriting itu piawai dalam proses cupping, yaitu teknik mencicipi dan mengevaluasi kualitas kopi. Ia bisa mendeteksi perbedaan rasa, aroma, dan keasaman kopi dengan presisi, sehingga dapat memberikan rekomendasi kopi yang sesuai dengan preferensi pelanggan.

Selain cupping, Rizky juga ahli dalam metode seduh kopi menggunakan alat siphon. Ia mampu mengendalikan suhu, waktu ekstraksi, dan kekuatan seduhan untuk menghasilkan kopi dengan cita rasa yang konsisten dan berkualitas tinggi.

Terakhir dari pria itu, ia memiliki pengetahuan yang baik tentang pairing makanan dengan kopi. Ia dapat memberikan saran tentang makanan yang cocok untuk dinikmati bersama kopi tertentu, sehingga memberikan pengalaman kuliner yang gacor bagi pelanggan Mantra Coffee.

Kombinasi Maya dan Rizky merupakan kombo mematikan baru di Mantra Coffee. Jujur, ketimbang Jaya dan Kevin, sebagai lead barista, Harits lebih memfavoritkan kedua orang baru ini. Bukan karena Kevin dan Jaya lebih buruk dari mereka berdua. Hanya saja, Maya dan Rizky memiliki kemampuan yang unik dan berbeda satu dengan lainnya. Mereka seperti saling melengkapi. Sementara Kevin dan Jaya memiliki kemampuan yang relatif sama sehingga secara kombinasi mereka terkesan monoton dan kurang variatif.

Tersisa satu orang lagi. Harits menatap yang satu ini agak datar. "Lu lagi, lu lagi," ucapnya sambil sesekali menghela napas panjang. Ippo tersenyum tanpa kata di hadapan Harits.

Yups, kali ini titipan orang dalam. Jika Harits menolak yang satu ini, entah apa yang akan dilakukan oleh Melodi. Harits tak ingin melihat gadis yang satu itu bertindak gila. Namun, di luar itu semua, Ippo memang layak menjadi salah satu bagian dari keluarga Mantra Coffee.

Riffo Gardamewa, pria itu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan selalu berusaha memahami kebutuhan pelanggan. Ia mampu menghadirkan pengalaman ngopi yang menyenangkan dengan memberikan pelayanan yang ramah, mendengarkan dengan baik, dan memberikan rekomendasi yang sesuai dengan selera pelanggan.

Jika bicara tentang teknik perkopian dan knowledge, Ippo jauh berada di bawah Maya dan Rizky. Namun, jika itu perihal berinteraksi dengan pelanggan dan mampu membuat nyaman orang yang datang, maka Ippo jauh lebih unggul.

Awalnya Harits dan yang lain tak memiliki ekspetasi tinggi pada Ippo. Namun, rupanya Ippo menyembunyikan sisi yang tak diketahui orang banyak. Yah, bukan hal aneh mengingat ia merupakan seorang fotografer lepas. Sudah banyak tipe klien yang ia hadapi selama ini.

Malam ini para Mantra memiliki waktu yang lebih fleksibel karena mereka sudah memiliki senjata utama. Mulai malam ini, ketiga punggawa baru itu akan lebih aktif melayani, sementara Harits, Deva, Melodi, Nada, Jaya, Cakra, dan Kevin bisa lebih santai dan fokus pada pendidikan mereka tanpa perlu khawatir.

Harits berjalan mendekat pada Melodi. "Enggak apa-apa Ippo di sini? Kuliahnya gimana? Dia anak ISI, kan?"

"Sistem cuti di kampusku enggak bisa nampung dia. Udah hampir tiga tahun Ippo pergi. Meskipun Chandra udah bantu ngomong sama pihak kampus, tapi tetep enggak bisa." Melodi menunduk. "Selain itu, Ippo juga jadi tulang punggung keluarga Kolong Langit, Cel. Dia butuh pekerjaan. Seenggaknya saat ini."

Harits menatap Ippo yang sedang berusaha membaur dengan Maya dan Rizky. Ada perasaan iba untuk pria itu.

"Ya udah. Tugas gua udah selesai. Lu bantu briefing dah tuh ya. Gua mau santai dulu."

"Oke, makasih ya, Cel."

Harits melepas apron dan berjalan pergi meninggalkan dapur. Di sisi lain, giliran Komandan kuning yang memimpin.

"Oke, semua siap di posisi." Melo berjalan ke pintu dan membalik plang close menjadi open.

Tak lama berselang datang pelanggan pertama di selasa sore itu. Empat orang gadis dan satu pria kemayu.

Ippo, Maya, dan Rizky tersenyum ramah. "Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top