96 : Ancaman

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

"Arah jam tiga, dua orang mencurigakan mendekat. Mereka membawa bom molotov," ucap Kevin yang sedang memejamkan matanya.

Klervoyans adalah kemampuan untuk melihat suatu kejadian di tempat yang berbeda dalam waktu yang sama. Kemampuannya membuat Kevin menjadi mata bagi Katarsis.

"Oke," balas Ippo yang sedang duduk pada sebuah dahan pohon nangka yang tinggi. Terpasang sebuah perangkat komunikasi di telinganya. Ippo berdiri dan mencari keberadaan orang yang dimaksud oleh Kevin berdasarkan kemampuannya.

Sudah terhitung dua malam ia tak tidur. Ravenous berusaha untuk membakar Kolong Langit. Ancaman ini untuk memperingatkan Ippo bahwa Baskara tak main-main ingin ia bergabung.

Di suatu tempat, Baskara sedang duduk sembari menghisap cerutunya. Kepulan asap membaur dengan angin malam. "Jika kau ingin teror ini berakhir, datanglah sebagai pahlawan. Hanya kau yang bisa menghentikan teror ini, Riffo."

Kembali pada Ippo yang sudah menemukan dua anggota Ravenous. Mereka tak menyadari keberadaan Ippo yang memang berada di atas pohon. Matanya tak main-main. Ippo dikenal sebagai anak yang baik dan humoris. Teman-teman kampusnya menjadikan Ippo sebagai pemimpin karena kekonyolan pria itu. Namun, tak ada yang tahu. Ippo memiliki sisi lain yang gelap dan dingin.

Lirih terdengar di telinga para anggota Ravenous yang bergriliya mengepung Kolong Langit. "Pergi dari sini dan beritahu Bos kalian. Jangan pernah cari gara-gara denganku ...."

Namun, tak ada yang menggubris bisikan itu. Ippo menghela napas sembari menggeleng. "Padahal aku sudah baik memperingati kalian ...." Ippo mengeluarkan satu dek kartu dan melemparnya satu per satu ke arah anggota Ravenous yang ia lihat. Kartu-kartu itu melesat dengan kecepatan tinggi dan menancap seperti pisau. Jeritan terdengar dari arah jam tiga.

"Arah jam sembilan, tiga orang masuk," ucap Kevin.

Reki yang sedang bersandar di dinding rumah segera beranjak. Ia mengenakan topeng putihnya yang tak memiliki kemampuan apa-apa. Hanya sebuah topeng biasa. Pedang kayu yang biasa ia gunakan kini terlihat lebih beringas, lantaran tekstur kayu itu hanyalah sebuah kamuflase untuk menyembunyikan jati diri aslinya yang sebenarnya pedang asli.

Suara bising yang semakin menghampiri membuat anggota Ravenous yang mendekat dari arah jam sembilan merinding. Ketika melihat Reki yang berjalan sembari menyeret pedangnya di aspal, mereka menodongkan senjata api.

Namun, Reki cepat. Ia melesat ke arah mereka bertiga sebelum menarik pelatuknya.

"Berhenti!" Salah satu pria menembakkan pelurunya.

"Perluasan area ...." Reki menatap peluru itu dalam tayangan lambat ketika memasuki selaput area atmanya. Satu sabetan ke arah atas, membuat peluru itu terbelah menjadi dua bagian. Tak perlu takut, lawannya bukanlah pengguna ilmu hitam atau pun pengguna atma, Reki bebas memperluas area deteksi atmanya dan mengabaikan pertahanan.

Tak mengurangi kecepatan, Reki kini sudah berada di hadapan mereka bertiga. Satu sabetan menyamping merubuhkan tiga orang itu. Reki menatap pedangnya. "Tenang, ini pedang mata terbalik." Pedang itu adalah pedang terbalik seperti miliki Battousai Himura Kenshin dari Samurai X. Sisi yang tajam dan mampu menyayat daging berada di punggung pedang.

"Arah jam dua belas dua orang," lanjut Kevin.

Seorang pria dengan tudung hoodie berjalan santai ke arah jam dua belas. Ia adalah Kintan Antakesuma. Kintan berjalan santai sembari meniup permen karetnya menjadi gelembung. Perlahan ia mengeluarkan sebuah aura misterius yang akan mengacaukan pikiran orang-orang di sekitarnya.

Seorang anggota Ravenous berhasil menemukan keberadaan Kintan. Ia langsung mengangkat senjata api miliknya dan menondongkannya ke arah Kintan. Sebuah kontak mata terjadi di antara mereka. Namun, tiba-tiba ia berteriak lantaran senjata yang ia genggam berubah menjadi seekor ular yang melilit tangannya. Ia membuang ular itu dan lari terbirit-birit.

Satu anggota lainnya menembak ke sebuah pohon. Ia terlihat ketakutan. Sambil gemetar ia berteriak sembari terus menembak hingga pelurunya habis, lalu kabur dengan kecepatan penuh dari area itu. Pria itu melihat sesosok makhluk halus. Kintan yang membuat visualisasi tersebut.

"Jam dua belas clear," ucap Kintan.

"Jam enam beres," sambung Rava dalam sambungan komunikasi. Rava sedang duduk di atas tumpukan pria yang tak sadarkan diri akibat tekanan dari topeng Amiluhur.

"Operasi selesai," ucap Kevin yang mencabut perangkat komunikasi dari telinganya.

"Kalian tidur aja, sisanya biar gua sama Seyan yang urus," tutur Surya. Ia duduk bersama seorang pria berkacamata.

Kevin, Rava, Reki, Kintan, dan Ippo kembali. Mereka beristirahat setelah separuh malam berjaga untuk melindungi Kolong Langit.

Di sisi lain, dua orang yang menjadi regu penyerang turun dari motornya dan berjalan masuk ke pabrik yang menjadi markas dari Ravenous sebelumnya. Mereka berpencar untuk mencari keberadaan Ravenous di sana.

"Kosong," ucap Riki yang tak menemukan apa pun pada Dewa.

Dewa juga tak menemukan seorang pun di sana selain Riki. "Markas kosong." Dewa menyampaikan secara langsung dan terhubung ke dalam audio komunikasi jarak jauh milik Kevin.

"Udah gua duga, mereka enggak sebodoh itu masih bertahan di tempat yang sama," ucap Rava pada anggota Katarsis yang sedang beristirahat.

"Lu ada clue?" sambung Kintan sembari menatap Ippo.

Ippo menggeleng tak tahu menahu. Ia merebahkan dirinya di tikar dan menarik sebuah selimut. Di antara mereka semua, Ippo memiliki kemampuan atma yang paling tinggi. Sembari tidur, Ippo melakukan teknik yang digunakan Reki untuk memperluas area atma sebagai detektor gerak. Ia menyeimuti rumah dan halaman dengan atma miliknya. Siapa pun orang asing yang masuk ke dalam area itu, Ippo akan sadar dan bangun.

***

Berbeda dengan malam milik Katarsis yang mencekam. Mantra tertidur lelap. Kecuali Melodi. Gadis itu masih terjaga, ia tak bisa tidur. Melo menatap bunga mawar dari Ippo yang ia letakkan di dalam sebuah pot kecil bertanah di atas meja belajarnya. Ia tak pandai dengan tumbuh-tumbuhan, tetapi Nada paham. Melo meminta Nada untuk menanam mawar itu agar tidak mati.

"Bisa-bisanya gua nerima bunga itu ...."

Melodi yang tak bisa tidur memutuskan untuk turun ke bawah dan membuat sesuatu untuk di minum. Rupanya ia tak sendirian. Harits berada di bawah, pria itu baru saja pulang.

"Dari mana?" tanya Melodi.

"Biasa," jawab Harits.

Harits adalah pemburu hantu. Ia masih melakukan pekerjaannya sebagai Simfoni Hitam dan memulangkan roh jahat ke Alam Suratma, atau membasminya.

"Emangnya lu enggak takut setan? Mereka itu serem kan?"

"Asal lu tau. Manusia lebih serem daripada setan," jawab Harits. "Membunuh, merampas, berkhianat ... setan enggak sebiadab itu. Yaaa ... paling ada beberapa yang wujudnya bikin ngeri sih, tapi lebih gampang ngusir setan ketimbang ngurusin koruptor."

"Gaya lu," ledek Melodi.

"Ada yang secantik gue enggak?" Melodi menunjuk wajahnya.

"Coba tanya Mbak yang di belakang lu." Harits menunjuk ke belakang Melodi. Sontak gadis itu malah mendekat ke arah Harits dan merangkul lengannya.

"Harits ... ih lu mah. Jangan gitu dong." Melodi enggan menoleh. Ia dan Nada adalah dua penakut akut.

Harits tersenyum. Ia tak menduga reaksi Melodi yang memeluk lengannya. Sebenarnya Harits hanya bercanda, tak ada makhluk yang berani masuk ke area kekuasaan Lajaluka.

"Agresif juga ternyata," ledek Harits.

Kini Melodi tersadar dengan kelakuannya. Ia menatap Harits. "Lu sengaja ya?!"

"Mana gua tau lu bakalan seromantis itu."

Melodi melepaskan lengan Harits. "Gua bilangin pacar lu nih!"

"Bilangin aja, lu yang agresif. Gua mah enggak aneh-aneh." Harits berjalan ke dapur, ia menuangkan segelas air putih untuk dirinya sendiri.

"Cel, bikinin gua minuman dong, apaan gitu biar bisa tidur," ucap melodi.

Harits lelah, tetapi ia tak bisa mengabaikan temannya. Melodi tampak lelah, tentu saja Harits tak akan membiarkan gadis itu ditelan insomnia, mengingat besok ia masih harus pergi ke kampus dan beraktivitas.

"Males," balas Harits dengan gelagat sok tak pedulinya. Mulutnya memang pedas, tapi hatinya lembut. Ia membuatkan segelas susu panas untuk Melodi.

"Pelit lu! Orang pelit nanti dikutuk enggak bisa tinggi."

Harits tak membalas ledekan Melodi. Ia fokus menyeduh susu panas. Tak berselang lama, Harits meneguk air putih miliknya dan mencuci gelas. Setelah itu ia membawakan segelas susu panas itu untuk Melodi yang sedang duduk dengan tatapan kosong.

"Jangan bengong, nanti kesurupan Mbak yang tadi," ucap Harits sembari meletakkan segelas susu panas.

"Ih! Jangan nankut-nakutin gue!" Melodi mencubit Harits. Sontak membuat pria itu memekik kesakitan.

"Udah gua bikinin minum masih aja dihajar gua. Dasar cewek gila." Harits memegangi tangannya yang kesakitan sembari berjalan ke atas meninggalkan Melodi.

Mungkin karena takut, Melodi membawa gelas itu naik ke kamarnya. Setelah meminum susu panas buatan Harits itu, tak lama berselang Melodi tertidur pulas.

Susu mengandung triptofan yang dapat membantu lebih cepat tidur dengan merangsang serotonin dan melatonin. Melatonin dapat membuat terlelap lebih cepat sekaligus melawan berbagai masalah tidur seperti insomnia. Sejumlah studi bahkan menunjukkan, susu hangat bisa meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi risiko terbangun di tengah malam.

Cakra tersenyum melihat tingkah dua orang yang hampir tak pernah akur bagaikan air dan minyak itu. Begitulah Cakra, setiap malam ia terjaga dengan wujud astralnya. Yang ditunjuk oleh Harits tadi adalah sosok Cakra yang sedang berpatroli. Lajaluka memang cukup menyeramkan bagi makhluk-makhluk rendahan, tetapi keberadaan Cakra yang membuat Mantra tetap aman dari gangguan ghaib.

.

.

.

TBC



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top