55 : Ba'it yang Pudar

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Perlahan Dirga muncul di tengah-tengah mereka. Topeng Sabrang dapat meniru semua kekuatan topeng lain. Ia masuk menggunakan Sewandana agar tak terlihat, kini Dirga membuang efek Sewandana dan menukarnya dengan Panji untuk memperlambat aliran waktu.

"Bapang." Kini Dirga meniru kemampuan Bapang. Aliran waktu kembali normal, Dirga melesatkan tangan-tangan merahnya untuk menyerang Nagara, tetapi pria mumi itu cepat. Ia bisa menghindari serangan Dirga.

Ini di luar rencana! Sedang apa Dirga di sini?! batin Nagara.

"Kau tertipu dengan drama kami sebelumnya?" ucap Wira yang masih berusaha mempertahankan kesadarannya. "Itu adalah rencana Z, ketika kami harus menghadapi musuh yang kuat dan butuh pertolongan. Dewi adalah Lohia, dia cepat. Aku hanya perlu mengulur waktu sampai pertolongan datang." Setelah mengucapkan itu, Wira tak mampu lagi mempertahankan kesadarannya.

"Well played," ucap Dirga. "Mulai dari sini Dharma yang pegang kendali."

"Bawa pacar kamu ke rumah sakit. Sisanya serahin sama orang dewasa." Dirga berjalan ke arah Nagara. "Yo, beruntung lu ketemu gua, bukan Bayu. Kalo ketemu Bayu abis lu."

Nagara terlihat diam, ia sama sekali tak berkutik. Hal itu membuat Dirga jadi waspada. Apa yang akan orang ini lakukan?

Nagara yang masih dalam mode braja kini mulai melangkah. Melihat pergerakan dari lawannya, Dirga bersiap dengan segala kemungkinan. Nagara menghilang dari pandangan Dirga. Dirga mencari keberadaan Nagara.

Nagara berlari dalam mode braja. Ia menghindari pertarungan dengan Dirga. Nagara selalu berhati-hati dalam setiap pergerakannya, tentu saja Dirga bukanlah rencananya. Ia tak perlu membuang waktu dan tenaga untuk seorang Dirga Martawangsa.

Namun, Dirga muncul di sampingnya. Sabrang meniru kemampuan Tumenggung. "Jurus seribu langkah?" ledek Dirga.

"Cih!" Nagara menghentikan langkahnya dan berusaha kabur ke arah lain. Ia sudah berada di luar taman dan melihat sebuah mobil bus melintas tak jauh dari jarak mereka. Tanpa Dirga sadari, ia berusaha kabur mengejar bus tersebut.

Ketika sibuk berlari, Dirga tiba-tiba menarik bajunya dari belakang. "Jangan lari!" tuturnya dengan suara berat. Nagara memutar tubuhnya dan menendang Dirga, tetapi Dirga menangkap kaki itu dan menendang kaki yang satunya, sehingga Nagara kehilangan alat untuk bertumpu. Ia jatuh.

Dirga langsung menyambar kepala pria itu dengan tumit kakinya, tetapi Nagara berguling dan menghindari serangan Dirga. Ia melakukan gerakan memukul. Dirga tak tahu kemampuan Nagara. Ia tiba-tiba terhantam oleh atma yang dikendalikan Nagara.

Gardamewa? Bukannya orang ini lari pake braja juga?

Nagara melesatkan pukulan bertubi-tubi dengan pengendalian atma Gardamewa. Kini giliran Dirga yang berusaha menjaga jarak dan mencari celah untuk mendekat. Tentu saja Dirga tidak diuntungkan dalam pertarungan jarak jauh.

Alih-alih, melanjutkan serangan. Nagara kembali kabur. Hal itu membuat Dirga jengkel. Dirga juga masuk ke dalam mode braja total dan melesat dengan kecepatan Tumenggung. Kini kecepatannya jauh di atas Nagara.

Dirga muncul di depan Nagara dan langsung menghantam perut pria itu hingga terlempar beberapa meter.

Orang ini sebenarnya kuat, tetapi kenapa ia kabur? Batas waktu? Apa dia punya batas waktu tertentu? batin Dirga.

Nagara bangkit, ia memasang kuda-kuda bertarung kali ini. Melihat itu Dirga mulai bersemangat. "Nah, gitu dong. Jangan lari-larian." Dirga melesat dengan kemampuan Tumenggung, tetapi saat jarak Nagara sudah masuk ke dalam jarak serangnya, Dirga merubah efek Sabrang menjadi Bapang. Ia bersiap melancarkan serangan.

Cakar-cakar Bapang melesat ke arah Nagara. Pria mumi itu memejamkan matanya. Ia merubah kuda-kudanya dengan melebarkan kakinya dan tangan kanan di sebelah pinggang. Begitu tangan Dirga mengarah ke wajahnya, Nagara menggeser kepalanya dan meinju Dirga dengan telapak kirinya hingga Dirga terdorong ke belakang. Pukulannya lemah, tak berdampak apa pun selain dorongan. Nagara menghentakkan kaki kanan ke depan, lalu diikuti kaki kiri yang kini dihentakkan di depan kaki kanannya.

"Kuda-kuda ini?!" Dirga kenal kuda-kuda milik Nagara.

Dalam waktu lambat, ketika Dirga mati langkah karena dorongan Nagara. Ia melihat Nagara membuka mata dan tersenyum. Tinju tangan kanan dilesatkan ke perut Dirga hingga membuat Dirga memuntahkan darah di balik topengnya. Saat Dirga menerima kerusakan, Nagara memanfaatkan momen itu untuk kabur.

Siapa orang itu? Di enggak boleh lepas. Rasanya familiar. Apa pun yang terjadi, dia harus diringkus hidup-hidup.

"BRAJA!" Dirga kembali menggunakan braja total. Ia melesat dengan kecepatan tinggi mengejar Nagara.

Di sebrang jalan, Nagara berdiri seolah menunggunya. Dirga masih melesat. Ada hal yang janggal, kemampuan prekognisionnya seolah terganggu, ia benar-benar tak bisa memprediksi masa depan.

Ketika jarak mereka tak begitu jauh, Nagara tersenyum. Ia menarik perban-perban di wajahnya hingga menampilkan wajah aslinya. Dirga membuka matanya lebar menatap sosok tersebut. Nagara membisikkan sesuatu, ia tersenyum sambil menempelkan telapak tangannya.

Dirga kembali dalam mode normal. Entah apa yang dilakukan Nagara, ia menetralkan atma milik Dirga.

Kini Dirga dipenuhi oleh cahaya kuning. Sebuah klakson terdengar nyaring hingga membuatnya menoleh. Sebuah bus sedang melaju di jalan itu. Tentu saja bus itu tak menyadari ada manusia di sana, karena beberapa detik lalu Dirga melesat dengan braja, tetapi saat ini ia dalam kondisi normal. Dalam gerak lambat, Dirga menoleh ke arah Nagara kembali, tetapi pria itu sudah tak berada di sana.

PRAAANG!!!

"Mama kenapa?" ucap Dinda yang menatap Mila tak sengaja menjatuhkan gelas.

"Enggak apa-apa kok, cuma enggak sengaja nyenggol aja." Mila kemudian melamun sambil mengusap dadanya. Rasanya perasaannya sungguh tak enak. Ia mengambil ponsel di kantong celananya dan berusaha menghubungi Dirga.

Suara ponsel yang tergeletak di jalan tak begitu nyaring terdengar.

"Mobil! Mobil! Tolong mobil!" teriak seorang pria dewasa. Sebuah mobil berhenti, tiga orang pria dewasa lain menggotong Dirga yang berlumuran darah masuk ke dalam mobil. Setelah Dirga masuk, mobil itu langsung melaju dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit. Berharap pria yang baru saja tertabrak itu masih bisa diselamatkan.

***

"Ini siapa ya?" Mila memicingkan matanya ketika yang mengangkat panggilan di ponsel Dirga adalah orang lain yang suaranya tak ia kenali. "Saya istrinya," sambung Mila.

Mila terbelalak sambil menutup mulutnya. Air matanya luruh. "Sekarang di mana suami saya?" Setelah mendapatkan lokasi rumah sakit Dirga dibawa, Mila menghubungi Deva.

"Deva, sekarang kamu ke RSUP Dr Sardjito ya. Ibu malam ini juga langsung ke Jogja."

Deva mengerutkan dahinya dari balik meja kasir. "Ada apaan di rumah sakit?" Mila memberitahu apa yang terjadi. Seketika itu juga Deva terbelalak. Ia diam tak tahu apa yang harus ia lakukan. Cakra yang menatapnya paham, ada sebuah kabar tak menyenangkan, tetapi entah apa itu.

Deva berjalan keluar dari area kasir. "Gua pergi dulu," ucap Deva yang langsung menuju pintu.

"Lu kenapa, drong?" tanya Harits "Kek orang buru-buru."

Deva tak menjawab, ia berjalan menuju motornya. Tepat ketika ia baru menghidupkan mesin, Melodi baru saja sampai bersama Reki. Sekilas Deva melihat noda darah di area bahu dan lengan Melodi. Ada perban juga yang membungkus kepalanya hingga membuatnya terlihat seperti Jaya versi wanita. Namun, tak ada waktu mengkhawatirkan orang lain. Deva tak tahu apakah ayahnya masih hidup, atau sudah tiada. Ia pergi begitu saja mengabaikan Melodi.

Melodi terlihat getir menatap sorot mata Deva yang dingin. Mereka baru putus beberapa hari dan Deva sudah se tidak peduli itu padanya. Begitu pikir Melodi.

Gemerincing lonceng di pintu membuat semua menoleh. Nada berlari ketika melihat kembaranyna dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. "Meloooo! Kamu kenapa?"

Melihat Nada, Melodi rasanya ingin menangis. Ia memeluk Nada sambil terus meminta maaf. Hal itu membuat Nada bingung. "Maaf buat apa?"

Melodi hanya menggeleng. Ia masih mengingat kata-kata Kirana dan merasa bersalah pada Nada. Nada tak begitu paham apa yang terjadi, tetapi ia mendekap erat Melodi dan berusaha membuatnya tenang dengan sedikit belaian lembut.

***

Di sisi lain, Deva berkendara dengan helm full face untuk menutupi sepasang bola mata yang sudah basah, tetapi bertahan untuk tidak runtuh keluar. Dirga adalah orang yang sibuk. Ia jarang berkumpul dengan keluarganya, karena bisnis keluarga dan juga tugas dari Dharma yang mengharuskannya bepergian keluar kota. Baru beberapa hari ini Dirga meluangkan waktu untuk dekat dengan Deva, tetapi kejadian naas ini terjadi.

Deva tiba di rumah sakit. Setelah memarkirkan motornya, ia segera menuju lokasi ayahnya. Ada seorang pria yang duduk di depan ruang operasi. "Kamu Deva, ya?" Deva hanya mengangguk tanpa kata. Pria itu memberikan ponsel milik Dirga. Mereka berdua mengobrol, perihal insiden yang terjadi.

"Saya tinggal dulu ya," ucap pria itu beranjak dari duduknya.

"Makasih ya, pak. Udah mau nolongin ayah saya dan nungguin dia sampe saya dateng."

"Yang sabar ya. Semoga Allah menunjukkan kebesarannya." Ia berjalan pergi meninggalkan Deva. Begitu orang itu menghilang dari pandangan Deva, pemuda itu runtuh. Pada akhirnya air matanya luruh. "Ayah ...."

.

.

.

TBC







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top