18 : Merinding Disko

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

"Jika usahamu tidak membuatnya menyukaimu. Berhentilah. Sadar diri jir." - Harits Sagara.

Tak ada yang lebih harum dari aroma arabica gayo. Harits masih mencoba mengkaji karakteristik biji kopi tersebut menjadi sebuah mahakarya. 

"Kamu suka kopi enggak sih?" tanya Harits pada Nada yang diam-diam memperhatikannya.

"Suka sih enggak terlalu, tapi doyan-doyan aja. Kenapa?"

"Enggak apa-apa, nanya doang."

Dua orang wanita dan seorang pria masuk ke dalam kafe. Salah satu wanita itu melempar senyum pada Melodi dan Nada.

"Kak Sherlin!"

Sherlin Natawidya, anak angkat dari Retsa Tama, kakak angkat dari Melodi dan Nada. Saat ini ia bekerja sebagai dosen kedokteran di UGM. Sherlin datang membawa pacarnya, Nara Hermawan, dan juga salah satu mahasiswanya yang cantik, Fenri Saftania.

"Halo, halo," sapa Sherlin.

"Itu siapa, mas?" tanya Jay pada Harits.

"Kakaknya Melodi sama Nada, kak Sherlin." Harits melirik Jaya. "Kenapa? Suka?"

Jay tersenyum. "Enggak kok, mas."

Fenri berjalan mengambil menu di bar. Ia menatap Harits yang sedang bereksperimen. "Aceh gayo, ya?" tanya Fenri yang hafal karakteristik aroma kopi.

"Expert parah!" balas Harits sambil mengangguk.

"Dia ini kalo soal kopi ahlinya," celetuk Sherlin. "Kali aja ada posisi barista kosong, kasih aja ke Fenri."

Harits menoleh ke arah Jay sambil tersenyum.

"Eeee jangan gitulah," ucap Jay memelas.

Gemerincing lonceng di pintu berbunyi, seorang pria dengan dandanan yang cetar membahana masuk ke dalam kafe. Cara jalannya yang elok, juga barang-barangnya yang branded dan feminim membuat ia menjadi sorotan utama di kafe ini.

"Nyahahaha kesenengannya si Jay," ledek Harits. "Banci-banci Pasar Kembang."

Pri--orang itu berjalan ke arah dapur untuk membaca menu yang terpampang di display atas. Harits menahan tawanya, sementara Jay gemetar dengan kehadiran orang itu.

"Hay ganteng, mau pesen jus stoberi dong," ucapnya pada Harits.

"Nyahahaha Mampus ...." Jaya berjalan pelan ke arah Nada sambil meniru gaya tawa Harits.

"Jaya! Bajingan ...." Merasa harus profesional, Harits menatap orang itu sambil tersenyum. "Kita enggak ada jus, kak. Adanya milkshake stawberry."

"Yaudah, boleh deh, milfsex stoberi," ucapnya sambil mengedipkan mata.

Jaya--brengsek ... malah kabur ....

"Nada, satu milkshake strawberry ...."

"No, no, no, aku mau kamu yang buat," ucap orang homreng itu pada Harits sambil cemberut.

Wah, asem ....

Nada dan Jay pergi meninggalkan dapur, mereka merapat pada rombongan Sherlin.

"Aku duduk di pojok, nanti kamu yang anter, ya." Pri--waria itu berjalan ke kasir untuk membayar pesanannya, lalu lanjut berjalan ke arah pojok.

Si berak!

Harits menatap Melodi, Deva, Nada, Jay, Sherlin, Fenri, dan Nara yang tengah tertawa melihatnya.

"Semangat, mas Harits!" ucap Jaya. "Saya punya quotes buat mas Harits. Tidak mengapa wanita menjauh, toh, masih ada pria."

Harits menatap sinis ke arah si homo. Liat aja ... gua racunin nih  orang. Mamam nih stoberi asem! 

***

Harits sudah selesai dengan menu si indihom itu, indikasi homo. Kini ia berjalan ke arahnya membawa minuman pinky milik orang itu.

"Satu milkshake strawberry." Harits meletakkan gelas tersebut di atas meja.

"Makasih ya, ganteng."

Baru saja Harits hendak berbalik arah, tiba-tiba jamet itu memekik. "Aw--sampe tumpe-tumpe." Minumannya tumpah membasahi pakaiannya. "Minta tolong dilapin dong, mas."

"Dev! Minjem sempak lo dah!" ucap Harits yang hilang kesabaran. "Buat ngelap si kotoran."

"Sayang! Enggak boleh gitu sama pelanggan!" Nada memeluk lengan Harits. "Maaf, ya, mas. Pacar saya emang etikanya rusak." Daripada Harits semakin menjadi-jadi, lebih baik jika Nada berpura-pura menjadi pacar Harits agar orang itu sadar diri, begitu pikirnya.

"Mas?" Pria itu menumpahkan sisa gelasnya pada wajah Nada, ia cemburu pada Nada. "Buta lo ya?"

Harits berjalan ke arah kasir dan mengambil uang dari sana. "Mau ngapain lu?" tanya Deva selaku penjaga kasir. Harits diam tak menjawab, lalu berjalan kembali ke arah orang itu tanpa ekspresi. Harits mengembalikan uang milik orang itu ke wajahnya.

"Ambil," ucapnya penuh dengan tekanan pada setiap hurufnya. "Terus pergi." Tatapannya tajam seolah ingin mengintimidasi. "Berani-beraninya lu nyiram pacar gua."

Orang itu agak takut melihat Harits. "Ih, ganteng-ganteng kok galak! Aneh!" Ia mengambil uangnya dan berjalan keluar kafe.

"Lo yang aneh anjir! Manusia luar angkasa." teriak Harits, lalu menoleh ke arah Nada. "Niat mau nolongin, malah kena semprot. Maaf, ya. Harusnya enggak perlu repot-repot, sedikit aja dia minum menu tadi, udah modar dia." Harits membantu Nada membersihkan wajahnya dengan sapu tangan miliknya.

Nada diam tak berkomentar, ia membiarkan Harits membersihkan wajahnya yang terkena racun stroberi.

"Dia bukannya pacar Faris, Mel?" tanya Sherlin pada Melodi.

"Nada mah bebas. Dia enggak terikat hubungan sama siapa-siapa sih."

"Kirain aku dia pacaran, soalnya nempel mulu sama Faris," balas Sherlin.

"Ya, ini pertama kali dia masuk ke dunia percintaan sih, jadi aku biarin dia milih sendiri aja deh. Biar waktu yang mejawab. Toh, Faris juga yang enggak mau nembak Nada. Harits enggak salah juga."

"Kalo kamu awet ya, sama Deva?"

Melodi hanya tersenyum menjawab pertanyaan itu.

***

Keadaan kembali normal, kini Harits duduk di sebuah kursi hidup bernama Jaya. "Berani-beraninya lu ninggalin gua? Mana ngasih gua quotes."

"Saya cuma bercanda, mas."

"Gua juga punya quotes! Nih dengerin."

"Jangan, mas. Cukup."

"Lo itu kalah sama kamus," ucap Harits. "Kamus punya arti, lo enggak nyahahahaha."

"Quotes apaan sih begitu?" celetuk Nada.

"Mau?" Harits melirik ke arah Melodi sekilas, lalu menatap Nada lagi. Belum juga Nada menjawab, Harits melempar quotesnya. "Jangan merasa insecure karena kamu tidak bisa melakukan apa-apa. Percaya dirilah! Sebab sama saja, kamu tetap tidak bisa apa-apa nyahahaha."

"Ih ngeselin banget sumpah," balas Nada sinis. Tiba-tiba Nada mengingat kejadian sebelumnya. "Harits takut sama banci?" tanya Nada.

"Banci mah mending, lah ini homreng. Merinding diskon aku."

"Disko, mas," celetuk Jaya.

"Lah, kok lu yang sok tau? Orang gua yang ngasih diskon nyahahaha."

Sherlin dan rombongannya beranjak dari duduknya. "Mel, Nad, teman-temannya Melodi dan Nada. Aku pamit dulu, ya."

"Oke, kak. Mampir lagi, ya," balas Melodi.

"Jangan lupa, kalo ada lowongan barista kasih ke Fenri, ya!" sambung Sherlin.

Nada mengacungkan jempol andalannya.

"Ada sih lowongan barista," ucap Harits mendadak. Semua mata menoleh ke arahnya. Jaya mulai berkerinngat. "Jangan gitu, mas ...," bisiknya pada Harits.

"Nyahahahaha memohonlah uwong ndeso!"

"Udah, kak. Dia mah orang gila. Nanti aku kabarin kalo Mantra lagi oprec," ucap Melodi.

Sherlin dan rombongannya pergi meninggalkan Mantra. Sebentar lagi memasuki waktu close order, dan karena tak banyak pelanggan pada jam ini. Jaya, Melodi, dan Deva mulai merapikan toko sambil mengusir halus sisa pelanggan.

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top