8 : Tamu Tak Di Undang
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Seperti biasa Mantra Coffee hadir untuk para penikmat senja. Dirga yang sedang mengecek stok persediaan, Tama yang sedang membersihkan gelas-gelas kaca, Ajay yang sedang menghitung uang di bangku kasir dan Andis yang merapihkan meja & kursi.
Jam 16.00
"Minggu-minggu gini rame kek ya, siapa tau banyak mbak-mbak ayu bermunculan." Ucap Andis.
"Yah dis lu nyari mbak-mbak mah malem minggu." Timpal Dirga yang masih mencatat sisa stok persedian kopi mereka.
"Kalo malem minggu mah udah pada punya pacar semua dir."
Tiba-tiba muncul pelanggan pertama mereka di minggu sore hari ini. Pelanggan yang sepertinya tidak asing.
"Mau pesen es kopi susu gula aren." Dia membayar pesananya dan duduk di kursi untuk 2 orang.
Wanita itu tampak celingak celinguk mencari sesuatu.
"Nyariin temenya yang belum dateng ya mbak?" Tanya Andis.
"Eh enggak kok, ga nunggu siapa-siapa." Jawabnya.
"Kayak lagi nyari orang gitu keliatanya."
"Eh, iya nih lagi nyari mas-mas barista yang waktu itu."
"Oh Tama? bentar ya."
"Tam ada yang nyariin." Teriak Andis.
Tama datang menghampiri Andis.
"Kenapa dis?" Ucap Tama.
"Ini ada pelanggan nyariin lu."
"Eh, siapa ya?" Gadis itu bingung melihat Tama.
"Loh katanya nyari om-om barista, ini baristanya." Ucap Andis.
"Oh ini yang waktu itu di ramal Dirga dis, nyari Dirga kali, lu sok tau bener."
"Ya sorry Tam hehehe"
Sambil memanggil Dirga, Tama kembali ke posisinya. Tak lama setelah itu Dirga datang menghampiri gadis itu.
"Sekar ya? yang di episode 1?" Tanya Dirga.
Ternyata itu wanita gayo di episode First case.
"Eh, kok tau?" Merasa bingung karena seingatnya belum pernah memperkenalkan diri.
"Wong waktu itu temen-temenya berisik, dan kebetulan daya ingat saya agak tajam."
"Jadi kenapa nyari saya?" Tanya Dirga dengan memasang wajah senga.
"Entah kebetulan atau bukan, saya pergi ke taman pelangi jam 8 malam waktumalem minggu." Jawab Sekar.
"So?"
"Gebetan saya jalan sama wanita lain mas." Dengan memasang wajah sedih.
Disamping rasa sebal Dirga karena telah meremehkan kemampuanya dulu, ia juga ikut sedih karena pernah menonton adegan drama di cuplikan masa depan yang ia lihat.
"Sabar ya." Dirga berusaha menghibur.
"Bagaimana cara kamu tau?" Sekar bertanya kepada Dirga.
"Entahlah, cuma suatu kebetulan."
"Apa mungkin gaya hidup aku terlalu materialisme ya? temen-temenku juga sekarang menjauh."
"Yaaaaaa bukan salah di mbak nya juga si, menurut saya cuma salah di paradigma bahwa uang adalah sumber kebahagiaan dan mungkin emang kebiasaan dari kecil." Ucap Dirga.
"Sebenernya cuma perlu di biasain aja sih biar ga terlalu bergantung sama uang mbak."
Sekar dan Dirga terus mengobrol seputar permasalahan yang Sekar alami. Toko semakin ramai, sepertinya rasa yang di tawarkan oleh Mantra sangat cocok di lidah para kaum milenial Jogjakarta ini. Seperti terdapat sebait Mantra di dalam secangkir kopi, Tama dan Dirga menyajikan segala menu dengan penuh ketelitian dan cinta. Cinta melihat para manusia-manusia itu bahagia menikmati hasil jerih payah hasil racikan kopi mereka.
Lalu datang seorang wanita dengan Vespa kuning, ia membawa tas gitar. Ia masuk ke kafe dan menemui Tama.
"Tamaaaa, jadikan aku manggung disini?" Tanya nya pada Tama.
Tama mengangguk. Ia berjalan menuju tempat yang telah dipersiapkan untuk panggung akustik kecil-kecilan dan mempersiapkan semuanya.
"Aqilla sendirian aja? ga sama temenya?" Tanya Tama
"Iya nih, dia lagi ada urusan, jadi aku sendirian aja."
Musik akustik menambah mood para kaum milenial yang berlabuh di Mantra Coffee, apalagi musiknya di bawakan oleh seorang wanita yang cantik, bersuara merdu dan lihai bermain gitar.
https://youtu.be/qLlaXnaVu2o
Aqilla membawakan lagu dari Band Dewa 19 - Pupus.
Semua pengunjung dan juga para Mantra terhanyut kedalam lagu yang di bawakan oleh Aqilla. Tama tersenyum, seakan bangga karena telah membawa seorang dewi musik datang untuk menebar kebahagian kedalam Mantra Coffee.
"Kenapa lu cengar-cengir?" Tanya Ajay.
Tama hanya melihat Ajay, kemudian lanjut membuat beberapa pesanan tanpa menanggapi pertanyaan Ajay.
"Kayak bukan lu aja Tam." Lanjutnya.
Terdengar tepuk tangan yang meriah setelah Aqilla membawakan sebuah lagu.
"Baru ditinggal sehari, udah update aja ini tempat jadi moody banget."
"Eh ada kak Indah sama Varah." Sapa Andis.
"Eh ada mas Andis, nyari Varah ya mas?" Balas Indah.
"Hueheuhe yaudah kalo maksa." Jawab Andis bercanda sambil melakukan gerakan aneh.
"Ih apasih ga jelas banget deh." Ceteluk Varah sambil tertawa melihat kelakuan Andis.
"Gimana Varah bener ga jawabanya?" Tanya Andis.
"Entah, masih jadi misteri, hantunya ga muncul lagi." Jawabnya sambil meminum segelas ice coffee latte dengan sedotan.
"Bagus deh kalo gitu." Sambil melihat hantu anak kecil dengan boneka di samping tangga.
"Lo enak, setanye pindah dimari gara-gara betah ngopi." Ujar Andis dalam hati.
Tidak lama setelah itu datanglah seorang pria dengan sebuah tongkat, berpakaian hitam serta mengenakan topi hitam duduk di kursi pojok yang memang jarang di tempati pengunjung.
Andis menghampiri pria itu.
"Silahkan pesan menu nya dulu pak." Sambil menyodorkan menu Mantra.
Dirga, Tama dan Ajay melihat ke arah Andis yang bicara sendirian dengan tembok.
"Jadi rumornya betul ya." Ucap pria serba hitam itu.
"Rumor apa ya pak?" Tanya Andis bingung.
"Ada yang bisa ngeliat saya disini." Sambil tersenyum.
Terkadang dengan kemampuanya Andis memang tak sadar jika sedang berinteraksi dengan mereka yang tak terlihat.
"Konsepnya bagus." Pria itu melihat sekeliling mantra coffee.
Andis hanya diam bingung dengan perkataan pria itu.
"Yama." Sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Andis." Andis menyambut salaman tersebut.
"Senang berkenalan dengan mu manusia, aku datang menjemput hantu anak kecil yang selalu membawa boneka, apa kau melihatnya?"
Setelah mengatakan hal tersebut, waktu seakan menjadi lambat, Andis menyadari hal itu. Ia melihat sekelilingnya, semua benar-benar seperti bergerak sangat lambat.
Dengan wajah serius Andis berkata "Ada urusan apa dengan pelanggan kecil kami?"
"Aku hanya ingin menjemputnya." Jawab Yama.
"Saat ini dia tidak disini." Andis berbohong kepada Yama, ia takut jika Yama ternyata adalah setan jahat yang akan menyakiti hantu anak kecil yang mengganggu Varah kemarin.
"Nak, kau tidak tau dengan siapa kau berbicara?" Tiba-tiba Yama bangkit dari duduknya dan menunjukan wajah yang mengerikan.
Sambil tersenyum dia berkata kepada Andis.
"Aku akan kembali dalam waktu 24 jam, sebaiknya anak itu berada disini, aku tidak punya banyak waktu."
Saat itu Andis merasa takut, bulu kuduknya merinding, waktu yang melambat ini membuat Andis sangat susah untuk menelan ludahnya sendiri karena ketakutan.
Yama berjalan menuju pintu keluar. Saat Yama benar-benar keluar dari kafe, sosoknya menghilang tanpa jejak. Waktu kembali berjalan dengan normal.
Andis menghela nafas dengan terseok-seok, keringat bercucuran, hal paling mengerikan yang pernah ia jumpai semenjak bisa melihat sosok ghaib.
Kemudian Ajay menghampiri Andis yang terlihat kelelahan seperi habis melakukan sprint.
"Lu liat apa dis? sampe begitu." Tanya Ajay.
Andis tak menjawab, dia berjalan menuju kulkas dan mengambil segelas air lalu meminumnya.
"Itu temenya kenapa?" Tany Sekar pada Dirga.
"Dia emang bisa ngeliat hal-hal yang tak kesat mata."
Sekar menyadari bahwa kafe ini bukan kafe biasa, orangorang disini memiliki kemampuan diluar nalar manusia biasa. Namun Sekar tidak terlalu memikirkan hal itu, dia lanjut bercerita pada Dirga.
"Sebenernya aku punya temen yang dia tuh baik banget orangnya, kita temenan juga udah lama, tapi gara-gara aku pindah pergaulan sama anak-anak high class dia jadi menjauh."
"Aku mau tau kira-kira bisa ga ya hubungan kita di perbaiki lagi? apa dia masih mikirin aku apa enggak?" Lanjut Sekar.
"Tunggu sebentar ya." Dirga meninggalkan Sekar, dia pergi menaiki tangga.
Tidak lama setelah itu Dirga turun kembali membawa sebuah deck kartu.
"Ayo kita liat." Kata Dirga.
"Eh, tapi aku lagi ga ada uang buat minta ramalan."
"Kan udah mesen kopi, anggap aja layanan gratis, lagi juga ramalan itu cuma prediksi jadi jangan terlalu percaya dan jangan terlalu di pikirin."
Dirga mulai menyuruh Sekar untuk memilih kartu. Terkumpul sudah beberapa kartu.
"King of the Wand, dia suka sama kamu, ini bisa berarti cowok/cewek, suka yang jenisnya bukan cinta sih, intinya dia suka mikirin kamu, dia peduli."
"The Tower, tapi mungkin belum bisa bersama, the tower ini kartu perpisahan."
"Two of Cups, tapi kalian itu cocok, kalian punya banyak kesamaan, banyak hal yg buat kalian nyaman."
"Justice, cukup adil." Kemudian Dirga mengambil kartu yang berada disebelah kartu justice.
"Ace of Sword, jika sekarang dia memperjuangkan kamu." Melanjutkan ramalanya
"Terakhir Five of Sword, dia masih berfikir apakah dia masih bisa menang, yang dimaksud menang disini, mungkin menarik kamu lagi dari lingkungan kamu yang kurang baik sekarang."
"Jadi intinya sih yang namanya hubungan yang rusak, kalo emang kita niat untuk memperbaiki ya kenapa enggak? yang penting di coba dulu kan." Saran Dirga.
Kemudian Sekar bangkit dari duduknya.
"Kalo gitu aku pergi dulu ya, terimakasih atas bantuan dan saranya ya mas Dirga." Sambil tersenyum Sekar berjalan ke pintu keluar.
Dirga kembali ke dapur untuk membantu Tama yang sedaritadi bekerja keras membuatkan semua menu untuk pelanggan seorang diri.
"Sorry lama." Ucap Dirga pada Tama.
Seperti biasa Tama hanya diam, dia hanya melihat Dirga sambil menaikan alis nya.
"Cuy, pawang setan kesambet setan dah kayaknya." Ucap Ajay.
"Andis?" Tanya Dirga.
"Nanti pas toko tutup kita introgasi deh dia abis liat apa sampe begitu." Ucap Dirga.
"Btw tadi lu ramal lagi Dir?"
"Iya Jay, kasian gua."
"Yang lu liat dari kartu dan saran yang lu kasih emang beneran Dir sinkron?"
"Kalaupun gua bohong, itu demi kebaikan seseorang, Sekar jadi mau minta maaf dan memperbaiki hubungan dia kan?"
"Kadang gua masih mikir, apa lu bisa liat masa depan beneran?"
"Yaaaah, siapa yang tau Jay." Dirga tersenyum.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top