75 : Pillgrims & Maggots
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Andis berada di depan mantra coffee, tetapi ada yang aneh dengan tempat itu. Mantra coffee terletak di ruko pinggir jalan, seharusnya banyak kendaraan yang berlalu-lalang di jalan. Namun, yang terjadi saat ini adalah, tidak ada satu pun kendaraan dan orang-orang yang terlihat. Andis mencoba masuk ke dalam mantra, ia mendapati sosok Mira, si gadis yang baru saja menghilang di mantra coffee, gadis itu sedang duduk sambil ketakutan, ia sedang bersembunyi di antara meja-meja.
"Kamu aman sekarang," ucap Andis pada Mira.
Mira menatap Andis, ia sadar bahwa Andis adalah salah satu barista di kafe mantra.
"Ini ... di mana?" tanya gadis itu gemetar.
"Entahlah, yang jelas bukan di alam kita," jawab Andis.
"Tadi ada--" belum sempat Mira menyelesaikan kalimatnya, seorang wanita berleher panjang sedang mengintip ke dalam kafe.
Mira hendak berteriak karena takut, tapi Andis menutup mulut gadis itu agar tidak bersuara, "jangan takut," ucapnya.
Tiba-tiba saja hp mereka berdua bunyi secara bersamaan, sebuah pesan misterius masuk. Andis dan Mira membuka pesan di hp mereka masing-masing.
Lari atau dia akan membunuh kalian, isi pesan itu.
Andis dan Mira menoleh ke arah wanita berleher panjang itu. Hantu itu membenturkan kepalanya di kaca hingga berdarah, terlihat jelas bahwa kaca jendela mulai retak. Andis menuntun Mira untuk lari dari tempat itu.
"Lari!"
Prang!
Kaca jendela pecah, makhluk itu masuk ke dalam kafe. Andis dan Mira kabur melalui pintu belakang mantra. Tentu saja, makhluk itu mengejar mereka berdua.
Gimana cara keluar dari Alam Suratma? Tanpa mata Uchul.
Tiba-tiba saja ada pesan masuk lagi di hp mereka berdua, naik ke perahu. Kabur menggunakan perahu.
Bukan hal yang aneh di Alam Suratma, jika tiba-tiba saja di depan mereka ada sebuah sungai. Sebuah perahu tanpa pengemudi tampak terlihat di pinggiran sungai.
"Naik!"ucap Andis yang menyuruh Mira untuk naik duluan ke atas perahu, sedangkan ia masih menatap makhluk yang sedang mengejarnya. Setelah memastikan Mira sudah naik, Andis juga naik dan mulai mendayung perahu hingga jarak di antara mereka berdua dengan makhluk itu cukup jauh.
Makhluk itu berlari masuk ke dalam air, tapi tiba-tiba tangan-tangan yang sangat banyak muncul dari dalam air dan menarik makhluk itu hingga tenggelam. Mira sontak melirik ke dalam sungai. Tiba-tiba saja wajahnya pucat, di dalam sungai, terlihat mayat-mayat yang berenang, salah satu mayat itu menyeringai ke arah Mira. Mira menutup matanya dan mulai menangis.
Sekarang gimana ini? Semoga aja, makhluk-makhluk di dalam sungai ini ga bisa tiba-tiba narik atau menenggelamkan kapal, batin Andis.
Entah sudah berapa lama, perahu Andis mengapung di atas sungai yang mengerikan itu, hingga terlihat sebuah daratan. Andis menepikan perahu dan mengajak Mira untuk naik ke daratan. Mereka berjalan menelusuri Alam Suratma, mereka tiba di sebuah kota. Terdapat sebuah menara tinggi dengan jam raksasa yang terpampang di depannya.
Seorang kakek tua duduk di pinggir jalan, ia tak terlihat menyeramkan, hanya ruh kakek-kakek biasa, seperti hanya Arka dan Sekar. Andis menghampiri kakek itu, tetapi Mira menarik lengan bajunya.
"Udah, gapapa, santai," ucap Andis yang tersenyum sambil menghampiri kakek itu.
"Apa yang kau lakukan di sini, anak muda? Di sini bukan tempat mu," ucap kakek itu.
"Nah itu dia, kita juga sebetulnya mau pulang, tapi ga bisa dan ga tau caranya," balas Andis.
"Orang itu yang membawa kalian, jika kalian ingin pulang, kalian harus membunuhnya," lanjut kakek itu.
Orang itu? Siapa?
"Dahulu kala terdapat cerita ... ada manusia yang dikaruniai kekuatan dewa kematian, mereka disebut dengan nama the Pillgrims (Peziarah). Dan orang yang dikutuk dengan kekuatan iblis, yang disebut the Maggots (Belatung)."
Maggots? Mikail Sagara, ketua peti hitam itu juga seorang maggots, kan?
"Pillgrims bertugas menyelamatkan nyawa manusia dan memburu maggots, sedangkan tugas maggots untuk bertahan hidup adalah ... membunuh manusia untuk mendapatkan keabadian," lanjut kakek itu.
"Orang yang membawamu ke sini ... adalah seorang maggots," tutur kakek itu dengan tatapan yang tajam.
Kakek itu beranjak dari duduknya, ia pergi meninggalkan Andis dan Mira. "Pergilah dari kota ini, sudah hampir waktunya."
Andis dan Mira mengabaikan pesan kakek itu, mereka masuk ke dalam kota dan mencari tahu apa yang ada di kota itu. Banyak peti mati berhamburan di tengah kota, cahaya bulan adalah satu-satunya penerangan di kota. Tempat yang mengerikan, entah apa yang berada di dalam peti mati itu.
Teng ... teng ... teng.
Jam besar yang berada di menara itu berbunyi, jam menunjukan pukul dua belas. Aura di sekitar Andis berubah, kabut mulai berdatangan dan menutupi pandangannya.
"Aku takut ...," ucap Mira lirih.
"Tenang," Andis merangkul gadis itu dengan penuh senyum.
Terimakasih, Alam Suratma, batinnya.
Tok.
Salah satu peti mati berbunyi, sontak Andis dan Mira menatap peti mati itu.
Tok.
Peti mati lainnya juga berbunyi, membuat suasana mulai tegang di antara mereka berdua.
Tok ... tok ... tok ... tok ...
Suara ratusan ketukan peti mati membanjiri telinga Andis dan Mira.
"Aaaaaaaa," Mira sontak berteriak histeris karena takut.
Andis menutup mulut Mira dan menuntunnya pergi. Andis meliat seorang dengan pakaian hitam sedang duduk di atas menara, orang itu tampaknya tidak menyadari keberadaan Andis dan Mira. Andis bersembunyi di belakang salah satu peti mati.
Dor.
Orang itu menembakan pistol ke arah langit, sontak membuat peti mati yang ribut itu menjadi tenang. Orang itu turun dengan cara melompat dari atas menara, langsung ke tanah. Ia berjalan dan membuka salah satu peti mati. Seorang pria keluar dari peti mati dan berusaha kabur.
"Tolong! Tolong!" teriak pria itu sambil berusaha lari.
Dor.
Orang itu menembak kaki kanan pria itu hingga ia terjatuh.
"Ampuni saya, tolong ampuni saya, saya mau pulang ...," ucapnya memohon.
Orang berbaju hitam itu berjongkok tepat di depan pria itu, "baiklah, aku akan membawamu pulang," ucapnya sambil menempelkan bibir pistolnya di kening pria itu.
"Selamat pulang," ucapnya dengan wajah datar sambil menarik pelatuknya. Darah segar mengalir dari kepala pria itu. Raganya terkapar di tanah, sementara ruhnya keluar dari raganya.
Pria berbaju hitam itu kemudian menembak ruh pria itu dengan pistol satunya yang berada di tangan kirinya, "selamat makan," ucapnya sambil menarik pelatuknya. Setelah ditembak, ruh pria itu berubah menjadi sebuah bola, sang pembunuh langsung melahap bola itu dengan mulutnya, ia menelan ruh pria malang tadi.
Andis yang melihat adegan itu langsung mendekap erat tubuh Mira, sambil gemetar, Andis berusaha membuat gadis itu tenang. Orang berbaju hitam itu mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu. Tiba-tiba ada pesan masuk di hp Andis dan Mira. "Aku tahu, kau berada di sini."
"Hey ...," panggil Mira berbisik.
Andis menoleh ke arah Mira, "apa?"
"Nama kamu ... siapa?" tanyanya pada Andis.
"Andis Sagara," jawab Andis.
Mira menunjuk peti mati yang berada tepat di depan Andis, "itu ... ada nama kamu," ucapnya.
"Dan ... Nama kamu?" tanya Andis balik.
Mira tak menjawab, ia hanya menatap peti mati yang berada di sebelah peti mati Andis.
"Mira Pandanwangi?" tanya Andis sambil membaca nama yang tertulis di peti mati itu.
Berbeda dengan semua peti mati yang tertutup rapat, ada tiga peti mati yang pintunya terbuka, dua di antaranya adalah milik Andis dan Mira. Sepertinya, orang itu yang memberikan mereka pesan selama ini, dan sepertinya juga, tulisan di peti mati itu adalah data diri mereka yang telah mereka tulis di situs pendaftaran.
Orang itu berjalan pelan ke arah Andis dan Mira. Mereka berdua mulai mengeluarkan keringat dingin. Mira menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara, sedangkan Andis mulai berpikir.
"Mira ...," panggil Andis berbisik.
"Aku bakalan nahan orang ini, kamu pergi sejauh mungkin dari tempat ini."
"Tapi--"
"Kalo ketemu orang yang pake penutup mata, atau orang yang mirip aku, atau mungkin kamu nemu tempat yang namanya karma kafe ... kamu minta tolong aja, kemungkinan mereka bisa bawa kamu pulang," ucap Andis sambil tersenyum.
"Kamu gimana?" tanya Mira.
"Tama--" ucap Andis yang membut Mira kebingungan.
"Barista yang ganteng itu ... namanya, Tama," Andis berlari ke arah kiri, ia berusaha mengalihkan perhatian orang berbaju hitam itu.
Orang itu melihat Andis yang kabur, ia mengejar Andis. Dan mira berusaha mencari pertolongan.
Andis berlari sekuat tenaganya, ia berlari melewati satu peti mati lagi yang pintunya terbuka, ia membaca sebuah nama dan sontak membuatnya terkejut, nama yang sangat familiar dan cukup membuatnya bergidik ngeri.
Apa orang itu, orang yang sama? Atau hanya namanya aja yang sama, batin Andis.
Seorang pria dengan jaket hoodie merah bertulisan 'the beast no mercy' di punggungnya sedang duduk sambil memperhatikan Andis yang sedang diburu oleh si pria berbaju hitam. Pria berhoodie merah itu tersenyum melihat Andis.
Takdir yang mempertemukan kita lagi, ternyata ... orang itu memang orang yang baik, si lemah bertopi yang pemberani.
Pria itu beranjak dari duduknya dan membuka hoodie yang menutupi kepalanya, ia menyeringai sambil memainkan bunga merah.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top