72 : Roh Jahat

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

"Kemaren, lu ketemu sama, Tantenya, Mila, Dir?" tanya Andis yang sedang membuat sebotol moccacino.

"Iya."

"Ngobrol apa lu?"

"Ya, diintrogasi seputar kehidupan," jawab Dirga yang sedang duduk sambil mengelus-elus Anna.

"Dis, sekalian dong, americano satu," Dirga meminta Andis untuk membuatkan segelas kopi americano untuknya.

"Siap," jawab Andis.

"Lu tau temen kantornya, Ajay, Dis?"

"Mbak Ajeng?" tanya Andis.

"Bukan, namanya, Senja."

Andis hanya diam, tanda ia tak tahu.

"Fajar, Senja," ucap Dirga.

"Tama, Qilla," lanjutnya.

"Dirga, Mila?" tanya Andis.

"Kalo ... Andis?" tanya Dirga balik.

Andis menuangkan americano yang ia buat ke dalam botol. Ia berjalan ke arah Dirga sambil melempar pelan kopi itu ke udara, dan terjun kembali ke tangannya. Andis meletakan botol itu di meja Dirga sambil menatap Dirga.

"Andis hanya miliknya sendiri," ucap Andis.

Pria bertopi itu pergi meninggalkan mantra, lengkap dengan kemeja korsa dan tas selempangnya. Ia mengendarai motor dan pergi entah kemana, padahal sekarang sudah memasuki liburan kenaikan semester lima.

Andis mengendarai motornya hingga ia berada di sebuah jembatan besar, Andis memarkirkan motornya. Seorang wanita berdiri sambil menatap ke bawah, Andis menghampiri wanita itu dan bersandar di tembok pembatas jembatan. Wanita itu naik ke pembatas dan terjun ke bawah. Sedangkan Andis membuka penutup botol moccacino dan meminumnya.

Tak butuh waktu lama, wanita itu secara tiba-tiba berada di sebelah Andis lagi dan mengulangi apa yang barusan ia lakukan. Hingga beberapa kali.

"Ga capek?" tanya Andis.

Wanita itu menoleh ke arah Andis dengan wajah yang hancur, bola matanya bergelantungan hampir putus dari matanya. Andis tak berani menatapnya, ia hanya berdiri sambil bersandar dan meminum kopi.

"Ngopi dulu nih," Andis meletakan kopi itu di tanah dan pergi dari tempat itu.

Wanita itu menempel pada Andis yang sedang melaju dengan motornya.

Yeeee, ketagihan kan lo, batin Andis.

"Kenapa bunuh diri begitu sih?" tanya Andis pada wanita itu.

"Apa yang bisa gua bantu? Supaya lu bisa tenang."

"Mati ...," ucap wanita itu lirih.

"Hah?"

"Mati," jawabnya lagi.

"Mati?" tanya Andis.

Tin ... Tin

Di depan Andis ada sebuah mobil tronton. Andis membanting stir ke arah kiri, ia sengaja menjatuhkan dirinya agar tidak tertabrak mobil itu. Tanpa sadar, ia berada di jalur yang salah, Andis melaju di jalur yang berlawanan dengan jalur yang seharusnya. Ia menerjang arus.

Sejak kapan?

Sosok wanita itu menghilang. Orang-orang mulai berdatangan untuk menolong Andis yang terjatuh. Beruntung lukanya tidak parah, jika saja ia telat beberapa detik, mungkin ia sudah hancur tertabrak mobil tronton yang ada di hadapannya tadi. Sekarang Andis sedang mengistirahatkan diri di pinggir jalan.

"Andis!" panggil Sekar yang tiba-tiba saja muncul.

"Kata temen-temen, Sekar, Andis hampir mati, Sekar khawatir," ucap hantu gadis itu.

Apa ... Sekar bisa jadi seperti hantu wanita yang tadi berusaha mencelakai gua? Apa ... Sekar bisa berubah jadi hantu yang mencelakai orang lain, jika terlalu lama di bumi?

Andis hanya melamun, banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.

"Kata mereka semua, Si Jalang penunggu jembatan itu yang berusaha nyakitin, Andis--"

"Setan-setan kayak gitu takut pulang ke alam suratma gara-gara bunuh diri, mereka mendahului takdir mereka. Memang sih urusan tuhan untuk mengampuni mereka--tapi karena dia udah berusaha nyakitin Andis, berarti perkara ngirim dia ke sisi tuhan itu, urusan, Sekar," ucap Sekar dengan wajah yang marah.

"Sekar, jangan kayak gitu ya, jadi hantu yang baik terus ya," ucap Andis sambil beranjak dari duduknya.

"Iya lah, masa jadi jahat, nanti bisa ditangkep polisi," balas Sekar.

"Yaudah yuk, kita pulang," Andis memberikan sebotol moccacino pada Sekar, hari ini ia membuat beberapa botol. Niatnya untuk diberikan kepada hantu-hantu yang sekiranya bisa ia bantu untuk kembali ke alam suratma.

Sebelum pulang, Andis pergi sebentar ke kampus. Meskipun sudah memasuki libur panjang, tetapi masih banyak mahasiswa yang aktif di kampus. Mungkin mereka sibuk dengan urusan UKM atau kegiatan sejenisnya. Andis duduk di kursi biasa ia duduk bersama Sekar, tanpa ia sadari, sepasang bola mata sedang memperhatikannya.

Sudah setengah jam Andis duduk di sana dan berbicara sendirian. Seorang gadis datang menghampiri gadis lain yang sedang duduk di pinggir gedung.

"Gi, ayo pulang, aku udah selesai nih," ucapnya pada gadis yang sedang menggambar di atas kertas bindernya.

Gadis yang sedang menggambar itu, tak merespon, ia hanya tersenyum sambil melanjutkan gambarnya.

"Gambar apa sih?" tanyanya sambil mendekatkan wajahnya ke binder.

Gadis itu menoleh ke arah Andis yang sedang duduk di kursi dekat parkiran, "gambar, Kakak itu ya?" tanyanya lagi sambil melihat Andis.

Gambarnya sangat mirip dengan aslinya, meskipun dari kejauhan, tetapi detailnya begitu jelas.

"Gia, Hana, lagi pada ngapain?" sapa Kiran yang tiba-tiba saja datang.

"Eh, Kiran, ini si, Gia lagi gambar," jawab Hana.

Kiran menghampiri Gia dan melihat gambarnya, "Kak, Andis?"

"Andis?" tanya Gia yang tiba-tiba unjuk bicara.

"Kak, Andis!" teriak Kiran memanggil Andis, sontak membuat Gia kaget dan menutup bindernya.

"Kiran, jangan dipanggil," ucap Gia.

Melihat ada Kiran, Andis segera menghampirinya.

"Ngapain kamu, libur-libur ke kampus?" tanya Andis.

"Biasa, persiapan pameran," jawab Kiran.

"Kak Andis lagi main sama, Sekar?"

Sekar? batin Gia dan Hana.

"Eh, Kak Andis berdarah?" ucapnya yang melihat luka segar di bagian pipi kiri Andis.

"Oh ini--"

Belum sempat berbicara, Gia tiba-tiba menempelkan plester bergambar spongebob ke pipi Andis yang terluka.

"Get well soon, Kak," ucapnya pada Andis.

"Oh ... makasih, ya--"

"Gia Pranindya," ucap Gia memperkenalkan diri.

"Makasih ya, Gia," balas Andis berterimakasih pada gadis yang menempelkan plester ke lukanya.

"Di panggilnya, Gigi," celetuk Kiran.

"Kalo ini Farhana Az-zarha," lanjut Kiran yang memperkenalkan Hana.

"Oh iya, Gia gambarnya bagus loh," ucap Kiran ceplas-ceplos.

"Ayo, Han kita pulang, bye Kiran, bye, Kak Andis," ucap Gia yang kabur sambil menarik tangan Hana.

Kiran dan Andis hanya memperhatikan mereka yang tiba-tiba pergi. Setelah itu Kiran dan Andis pergi ke kursi untuk melanjutkan berbincang dengan Sekar untuk beberapa menit sebelum ia pulang.

"Kak ...," panggil Kiran lirih.

Andis menoleh ke arah Kiran.

"Pernah ga sih? diikutin sesuatu yang ga bisa dilihat?"

Kiran dan Andis memang bisa melihat keberadaan mereka yang tak terlihat, tetapi ada kalanya mereka tak bisa melihat makhluk-makhluk itu, ada di antara mereka yang bisa menyembunyikan keberadaannya, bahkan di hadapan Andis. Anna dan Tumenggung juga memiliki kemampuan seperti itu, makhluk-makhluk kelas tinggi.

"Beberapa waktu lalu ... Kiran sama temen-temen main Jailangkung ...,"

"Ngapain sih main gituan?" tanya Andis yang sudah menebak ke mana arah pembicaraan mereka.

"Ya ... karena, Kiran dianggap bisa berinteraksi sama mereka, jadi temen-temen ngajakin main," ucapnya sambil menatap ke arah tanah.

Andis masih ingat betul, kejadian tadi siang, di mana hantu gadis penunggu jembatan hampir membuatnya celaka. Mereka memang tak bisa membunuh secara langsung, tapi tidak menutup kemungkinan mereka bisa mencelakai manusia.

"Kiran ... mau minta bantuan Mantra."

"Yaudah, tenang aja, Mantra siap bantu kok," ucap Andis yang beranjak dari duduknya, ia menatap Sekar.

Sekar hanya menggeleng, tidak ada keberadaan makhluk jahat yang mengikuti Kiran di area kampus ini. Andis mengambil ponsel yang ada di katong celananya.

"Dir, gua butuh bantuan."

.

.

.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top