67 : Runtuhnya Pasukan Iblis
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Andis mengakhiri narasinya dengan teriakan yang penuh semangat. "MANTRA, SIAP BERTEMPUR!"
Sambil berbaris, mereka semua menatap ke arah Mikail. Begitupun sebaliknya, Mikail menatap mereka berenam.
"Orang itu ... dia punya mata Suratma," ucap Uchul.
"Mata yang bisa membuat portal menuju dunia manusia," lanjutnya.
Dirga hanya mendengarkan tanpa menoleh. "Kalian tahu, apa yang harus kalian lakukan."
"Di tempat ini, sekarang akan menjadi perbatasan antara dua alam. Bentrokan antara dua pengguna mata Suratma," timpal Tirta.
"Kekeke ... kami tau apa yang harus kami lakukan."
Uchul menyentuh Andis dan membuka mata kirinya. Mereka berdua langsung terkapar tak sadarkan diri. Melihat itu, Ajay langsung duduk dan bermeditasi. "Astral Projection," ucapnya.
Ruh nya keluar dari tubuhnya, ada tali spiritual yang menghubungkan antara ruh dan tubuhnya. Ajay menjaga tubuh Uchul dan Andis yang sedang pergi ke alam Suratma dengan bentuk ruh nya.
"Astral Sword," Ajay menarik atma di sekitarnya dan membuat pedang astral, ia berjalan dengan ruh nya dan membuat garis di tanah menggunakan pedang itu, kemudian ia mundur kembali dan berdiri di tengah-tengah tubuh Andis, Uchul dan dirinya sendiri yang membentuk segitiga. Ia mengacungkan pedang itu pada salah satu makhluk, "Berani melewati batas ini, gua tebas," tegasnya.
Mikail berjalan ke arah Anna yang terkapar dan tak sadarkan diri. Ia menyentuh Anna dan bergumam sesuatu, mungkin, seperti sedang merapal mantra.
Apa yang dia lakukan? batin Dirga.
Sosok Anna berubah menjadi jubah hitam yang menyelimuti dirinya. Tentu saja, semua merasakan aura berbahaya dari jubah itu.
"Akhirnya ... kau kembali ke tubuhku, Isabela! hahahaha," Mikail tertawa sambil memanggil burung hantu miliknya. Burung hantu itu datang dan bertengger di bahu Mikail. Pria itu langsung menjulurkan serta membuka tangan kanannya, seperti sedang memberi makan burung itu. Burung itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah topeng yang berbentuk wajah burung hantu berwarna putih. Mikail mengenakan topeng itu.
"Benda apa itu!" ucap Dirga.
"Jangan kaget--itu sejenis Tumenggung, khodam berlevel tinggi. Makhluk yang bisa merubah wujudnya tanpa membutuhkan benda perantara.
"Penuhi panggilanku, Tumenggung," Dirga mengenakan topeng nya dan menunjuk ke arah Mikail. Tanpa berkata-kata, ia menghilang dari pandangan Mikail.
Cepat sekali pergerakannya, batin Mikail.
Tirta berlari dengan memegang tongkat yang berlapis atma itu, dengan kedua tangannya sambil ia menyeret kayu itu di tanah. Membuat perhatian Mikail teralihkan kepadanya. Dirga tak membuang momen itu dengan percuma, ia langsung muncul di belakang Mikail dan menendang kepala Mikail.
Namun, sebelum sempat mengenai kepala bagian kanan. Mikail memutar kepalanya dan menatap Dirga. Dengan sangat tangkas, ia menahan tendangan keras Dirga.
Sial! Kepalanya bisa berputar? batin Dirga.
Namun, bukannya terpojok, Dirga malah menyeringai. "Habisi dia, Tirta!"
"Oke, Bro," jawab Tirta, sambil melesatkan kayu yang bagian ujungnya telah terkikis oleh tanah, sehingga membuat ujungnya tajam.
Trang.
Kayu milik Tirta sedikit patah di bagian ujungnya. Bahkan senjata yang sudah berlapis atma, tak mampu untuk menembus jubah yang terbuat dari tubuh Anna.
Apa-apaan itu? Curang! batin Tirta.
***
Sementara itu di Alam Suratma.
"Sagara itu--"
"Ya, ya .. keluarga yang dekat dengan ruh," Andis memotong pembicaraan Uchul.
"Kita berpencar," ucap Uchul.
"Gua mau bernegoisasi sebentar," ucapnya sambil meninggalkan Andis.
Andis memasuki sebuah kafe yang berada di hadapannya.
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Karma kafe," sapa seorang dengan senyum yang lembut.
"Foxy, aku butuh bantuanmu," ucap Andis pada pria yang sedang tersenyum itu.
Sementara itu, Uchul pergi ke singgasana milik Sang Suratma.
"Bocah, kau kembali lagi. Apa kali ini, kau sudah mati?" tanya Suratma.
"Bicara apa kau--"
"Tentu saja, masih seperti sebelumnya ... aku ingin bernegoisasi, kekekeke."
"Zehahahahaha ... menarik," balas Suratma yang sudah menyukai sosok Uchul.
"Katakan, apa itu?"
"Kau pernah bilang, kalau ada seorang Martawangsa yang pernah kabur dari alam ini?" tanya Uchul.
"Ya, ia pergi dengan bantuan Iblis," jawab Suratma.
"Apakah ada--"
"Orang lain yang pergi dari alam ini, selain si Martawangsa itu?"
Suratma tampak sedang berpikir, ia membuka sebuah catatan yang bertuliskan, "Daftar hitam."
Uchul menunggu jawaban dari Suratma dengan wajah tegang.
"Ya, ada," jawab Suratma.
Uchul mulai menyeringai.
"Apakah ada, orang yang terjadwal untuk mati. Namun, ia tak pernah menemui ajalnya--"
"Mungkin ... karena sebuah kesaktian?" tanya nya lagi.
"Ada," jawab Suratma.
"Jadi ... sebenarnya, apa yang kau inginkan?" tanya Suratma heran.
"Aku sedang berhadapan dengan orang yang mungkin, seharusnya sudah tidak ada di dunia. Orang itu memiliki sebuah ilmu yang sakti, sehingga ia tak bisa mati. Orang itu benar-benar mempermainkan kematian," ucap Uchul.
"Atau--"
"Orang itu adalah salah satu, jiwa yang kabur dari alam ini dengan bantuan iblis. Yang jelas, ada dua kemungkinan," lanjutnya lagi.
"Aku, akan menjadi kaki tanganmu, untuk membawanya ke sini. Tepat di hadapanmu, Tuan Suratma," ucap Uchul.
"Tentu saja, dengan satu syarat," lanjutnya.
"Katakan!" balas Suratma.
"Aku hanya memintamu--"
"Menutup mata kanan mu, mulai dari saat aku pergi dari sini, sampai aku kembali lagi ke sini," sambungnya.
"Mataku tak pernah berkedip. Aku selalu memantau perbuatan manusia. Dan, kau meminta ku untuk menutup satu mataku?"
"Mikail Sagara--"
"Dia memiliki burung hantu yang cukup aneh," ucap Uchul.
Ljluka? batin Suratma.
*Dalam bahasa Sansekerta Ljluka, bermakna 'burung hantu'.
"Kau memintaku, untuk menukar setengah pengelihatanku di bumi, hanya untuk seorang maggots?"
Maggots? batin Uchul.
"Kami menyebut orang-orang yang kabur dari alam ini dengan bantuan iblis dengan sebutan itu," lanjut Suratma.
"Dan--"
"Bagaimana, jika aku menutup mataku, dan kau gagal membawanya ke sini? Tentu saja itu sebuah kerugian yang sangat besar."
"Kekeke, tentu saja, aku punya penawaran menarik. Jika aku gagal membawanya," ucap Uchul.
"Akan ku persembahkan nyawaku sendiri."
"Ya, setelah itu, kau akan langsung masuk neraka tanpa di hisab," timpal Suratma.
"Sepakat," balas Uchul.
"Sekarang, pergilah, Bocah."
Sementara itu, di Karma.
"Wah ... wah ... wah, ada tamu jauh," ucap Yama yang baru saja datang.
"Tuan Yama, aku punya permohonan," ucap Andis.
"Aku sudah membantumu dalam banyak hal. Sekarang, aku yang butuh bantuanmu--"
"Mantra sedang berperang melawan ilmu hitam. Orang itu memiliki mata Suratma dan membuat makhluk-makhluk dari alam ini, masuk ke alam manusia. Bisa saja, makhluk-makhluk itu mencelakai manusia. Aku butuh bantuanmu, untuk membasmi para roh jahat yang hendak masuk ke dunia manusia, jumlah mereka terlalu banyak."
"Maaf, Nak--"
"Aku terlalu sibuk untuk itu," balas Yama.
Yama berjalan menuju pintu kafe. Andis sudah tak mampu berkata-kata, jika bukan Yama, siapa lagi yang bisa membantunya untuk membantai makhluk-makhluk itu.
Yama membalik tulisan yang terpampang di kaca depan. "Aku sibuk hari ini, tapi tidak dengan anak buahku," ucapnya.
"Hari ini ... kalian libur. Pergilah," ucap Yama pada ketiga anak buahnya.
"Tunjukkan pada makhluk-makhluk rendahan itu, siapa, Bossnya."
"Siap!" ucap mereka bertiga serempak.
"Tunjukkan jalannya, Bocah," ucap Smoky, sambil menyalakan rokok yang kali ini, beraroma bunga melati.
***
Sementara itu, Ajay sedang membasmi para makhluk hitam yang terus bermunculan.
"Sial, ga ada abisnya ini," ucap Ajay.
Kalo gini terus, durasi dari astral prjection bakalan abis duluan. Apa lagi di tambah, penggunaan pedang astral, daya tahan wujud ini ga akan lama lagi. batin Ajay.
Salah satu makhluk hitam itu berhasil luput dari pandangan Ajay, makhluk itu terbang sambil melesat ke arah Andis yang masih belum juga kembali dari Alam Suratma.
"Andis!" teriak Ajay yang tak mungkin sempat menolong raga Andis.
Seorang gadis bergaun putih melesat dengan cepat dan menghantam makhluk hitam itu, hingga membuat makhluk hitam itu terpental.
"Jauhi tangan kotormu, makhluk menjijikan!" ucap Sekar dengan raut wajah yang marah dan mata yang berwarna putih.
Sekar dan hantu-hantu yang pernah di tolong oleh Andis datang. Mereka semua adalah bala bantuan yang sangat menguntungkan pihak mantra.
***
"Uchul," sapa Andis yang baru saja sampai di tempat awal mereka berpisah.
Uchul melihat ada tiga orang yang sangat dapat di andalkan.
Gua pikir, Andis bakal ngumpulin hantu-hantu yang pernah dia tolong. Ga nyangka juga, kalo yang dateng, malah ikan-ikan yang besar. batin Uchul sambil ia menyeringai.
"Pergilah, Bocah. Biar kami yang urus makhluk-makhluk yang hendak pergi ke dunia manusia," ucap Smoky.
"Aku serahkan, pada kalian," balas Andis sambil pergi bersama Uchul.
Andis dan Uchul kembali tersadar. Melihat itu, Ajay menarik wujud astralnya masuk ke dalam raganya.
"Thanks, Nababan. Udah jagain tubuh kita," ucap Andis pada Ajay.
"Nababan mulu, heran, Gua. Siapa sih itu?" protes Ajay.
"Tapi yang jelas, di sini udah ngaco banget situasinya," sambung Ajay lagi.
Andis melihat ke sekitar, banyak arwah-arwah yang ikut bertarung melawan makhluk-makhluk hitam itu.
Sementara Dirga dan Tirta masih berusaha melawan Mikail.
"Orang ini ga bisa di serang, dari segi pengelihatan dan kekuatan jubahnya. Dia benar-benar monster," ucap Dirga.
Tirta masih berlari-lari sambil mencari celah. "Pasti ada," ucapnya sambil mengamati Mikail. Tirta mencoba menyerang Mikail lagi, untuk mengamati dan mencari celah. Ia memusatkan atma pada excalibur dan mencoba menebas leher Mikail. Namun, Mikail menahannya dengan tangan kirinya.
Cih.
Tama yang ikut berlari di belakang Tirta, melompat ke arah depan tubuh Mikail. Sekarang, ia berhadapan langsung dengan Mikail. Tama melesatkan serangan dengan telapak tangan kanannya ke bagian perut Mikail.
"Bego! Jangan ceroboh," ucap Dirga yang tak percaya melihat seorang Tama menyerang orang lain.
"Tenang ... ga banyak yang tau. Tapi setelah diteror Wengi, Tama ga pernah sehari 'pun lepas dari latihan," balas Tirta.
Tapi ... excalibur aja nerima kerusakan yang cukup parah, apa Tama bakal baik-baik aja? batin Tirta yang juga khawatir.
Serangan Tama, mengenai jubah hitam milik Mikail. Tama menambahkan daya serangnya dengan agak memutar tangannya ke arah kiri.
"Antari."
*Antari dalam bahasa Sansekerta, bermakna 'Angin'.
Gelombang kejut membuat jubah hitam yang menyelimuti Mikail menjadi berlubang di bagian yang di serang Tama. Namun, sarung tangan milik Tama robek dan hancur, begitu juga dengan tangan kanan miliknya yang kini gemetar sambil berlumuran darah. Sebagai gantinya, Mikail juga menerima kerusakan dari serangan anak yang tak diduga-duga itu, Mikail mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Phiwit," Uchul bersiul, melihat Tama berhasil melukai Mikail.
Celah? ucap Tirta yang melihat celah dari bagian jubah yang berlubang itu.
Dirga menatap Tirta yang sedang menatap lubang di jubah itu. Karena koneksi mereka, Dirga sadar apa yang dipikirkan Tirta. Ia menghilang dan muncul tepat di sebelah Tama, Dirga melancarkan serangan pada Mikail.
"Braja."
Namun, Dirga tak cukup cepat. Jubah itu kembali seperti semula, lubangnya kembali tertutup.
"Anjir, gua telat nyadar," ucap Dirga yang merasa kurang cepat dalam merespon gerak-gerik Tirta.
Mikail mengayunkan cemeti saktinya, "segoro geni!" Mikail melesatkan cambuk api itu ke segala arah secara membabi-buta. Banyak arwah dan angkara yang terkena cambuk itu, mereka semua hangus menjadi abu.
"Manusia unggas itu menggila, kekeke."
"Seandainya ada ... cara untuk membuat orang itu melemah untuk beberapa detik," ucap Ucul.
Hey, apa kau dengar? Ayo bertukar, Uchul mendengar suara dari dirinya yang lain.
Kekekeke, sepertinya ada hal yang menarik. Pake aja sesuka lu.
Mereka bertukar tempat.
"Dis--"
Andis menoleh ke arah Uchul.
"Liat, Dirga. Dia bertarung menggunakan topeng milik keluarganya," ucap Uchul.
"Mikail ... dia bertarung dengan senjata roh," sambungnya lagi.
"Mereka berdua menggunakan kekuatan masing-masing simbol keluarga ... lu ga bisa begitu?" tanya Uchul.
"Seberapa kuat seorang Sagara itu, ditentukan dengan seberapa kuat roh yang ia miliki," Potong seseorang yang datang entah dari mana.
"Akhirnya ... tiba, saat di mana, kita bisa bekerja sama ya ... Andis."
"Arkaaaa!"
"Loh ... loh ... loh, Andis ada dua?" tanya Sekar yang melihat Arka.
"Kebetulan ... gua mau coba sesuatu," ucap Andis.
Tama yang terluka, langsung mundur ke barisan belakang. Meninggalkan kembar Martawangsa mengurus Mikail.
"Lu ... ga pa pa Tam?" tanya Ajay.
Tama hanya mengacungkan jempol tangan kirinya.
Andis menutup matanya. Ia berusaha fokus untuk melakukan sesuatu.
"Lu udah gila ya!" teriak Dirga pada Mikail yang mencambuk secara brutal ke segala arah.
"Rekannya sendiri juga modar," balas Tirta.
"Hahahahaha, Sagara itu adalah pemimpin para roh. Semua roh itu hanyalah senjata untuk memperoleh kekuatan, mereka bukan rekan," ucap Mikail.
"Saat aku berhasil mengambil mata Suratma yang satunya. Aku akan menghancurkan dinding yang memisahkan antara alam ini dan alam kematian."
Enggak. Ga gitu. Para roh itu, bukan senjata, batin Andis.
Anak kecil yang rindu pada ibunya. Anak kecil yang ingin merayakan ulang tahun ibunya. Seorang nenek tua yang bahkan ga berani nyebrang jalan, karena trauma semasa hidup. Arwah-arwah yang menuntut balas, yang tersesat dan ga bisa pergi ke Alam Suratma. Bahkan, arwah seorang wanita yang hanya ingin bertemu dengan kekasih di masa lalunya. Mereka bukan senjata, mereka pernah hidup dan bahkan masih hidup di dalam hati orang-orang terdekatnya yang masih hidup. Mereka hidup, meskipun ga keliatan lagi, walaupun udah beda alam, tapi mereka masih hidup. Mereka bukan senjata, mereka ga sekuat itu. Pada dasarnya, mereka itu rapuh. Cara mereka yang tertawa cekikikan di atas pohon, hanya untuk sekedar melepas sepi. Cara mereka menangis, mungkin karena tak bisa menyentuh orang-orang terkasihnya lagi, atau mungkin menangisi penyesalan semasa hidup mereka. Mereka adalah makhluk yang harus di rangkul, mereka bukan senjata, mereka adalah teman.
"Sekar ... Arka."
"Maukah, kalian bertarung bertarung disisiku?" tanya Andis.
Sekar dan Arka hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Ku perintahkan kalian menjadi senjata roh, seperti milik si kurang ajar itu," ucap Andis.
Andis melebarkan kedua tangannya. Sekar memeluknya dari belakang.
Hangat.
Sekar berubah menjadi jubah berwarna putih yang menyelimuti Andis. Begitu 'pun dengan Arka, ia merasuki topi favorit kembarannya itu, topi itu berubah menjadi topi pesulap berwarna putih. Atma di sekitar Andis berkumpul membentuk sekumpulan burung merpati putih.
Andis mengangkat tangan kanannya ke atas, seraya burung-burung itu berkumpul dan membentuk sebuah tongkat berkepala naga.
"Gua cuma bisa ngasih satu serangan," ucap Andis.
Tentu saja, ini kali pertamanya bertarung bersama para roh. Banyak resiko dari sebuah kekuatan yang besar, tubuhnya tak bisa menopang kekuatan besar itu.
"Ga ada jaminan, satu serangan itu bisa nembus jubah hitam itu. Lagi pula, itu, Anna kan? Mana mungkin gua bisa ngelukain seorang gadis ... ya, walaupun bukan manusia," lanjut Andis.
"Kekeke ... Tam, lu bisa--"
"Bisa," ucap Tama sambil mempersiapkan tangan kirinya.
"Ketika, Andis berhasil ngasih kerusakan yang cukup ... gua bakalan bawa orang itu ke Alam Suratma," ucap Uchul yang baru saja bertukar posisi dengan dirinya yang lain.
"Dirga!" teriak Uchul.
Dirga melesat ke hadapan, Uchul. Ia memeluk Uchul dari belakang.
"Ah sial! Jangan ada yang berani foto," ucapnya malu karena memeluk seorang pria.
Dirga menghilang, ia membawa Uchul. Tama menyembunyikan hawa keberadaannya dan perlahan mendekat untuk melancarkan serangan pada Mikail. Sementara itu, Tirta melawan Mikail sendirian.
Trang.
Kali ini, excalibur benar-benar hancur seutuhnya. Mikail melesatkan segoro geni ke arah Tirta yang sudah tak memiliki pertahanan.
Ah, sial!
"Tirta!"
"Waringin Sungsang."
Septa datang dan memukul Mikail dengan jurus pamungkasnya. Membuat Mikail mundur dan kehilangan posisi bagusnya. Dari balik pekatnya bayangan malam, Tama muncul dan memukul bagian tubuh Mikail yang terkena ajian waringin sungsang milik Septa.
"Antari."
"Braja."
Ucap Tama dan Dirga secara bersamaan. Mereka menyerang Mikail dengan atma bertipe elemen alam, angin dan petir. Bagaikan Rasenggan milik Naruto dan Chidori milik Sasuke. Dirga meninggalkan Uchul tepat di belakang Mikail.
"Agni."
*Agni dalam bahasa Sansekerta, bermakna 'api'.
Uchul memukul bagian punggung Mikail dengan atma bertipe api.
Sontak membuat Anna terlempar dari tubuh Mikail. Anna kembali menjadi sosok wanita yang sedang tak sadarkan diri. Tirta segera mengamankan Anna.
Andis sudah bersiap untuk melesatkan serangan penutup. Ia berjalan pelan ke arah Mikail. Waktu seakan menjadi lambat.
"Sensasi ini," ucap Uchul.
kekekeke ... begitu ya, batin Uchul sambil ia menyeringai.
"Biar gua perjelas, perbedaan antara lu dan bocah, Sagara yang ada di sana--" ucap Uchul pada Mikail sambil menatap Andis.
"Seratus persen, saat ini ... Sagara yang ada di depan lu itu adalah dewa kematian pengganti," lanjutnya.
Andis melesat dengan cepat, tak ada mata yang bisa mengikuti pergerakannya. Bahkan Dirga di buat terkejut oleh kecepatannya, kecepatan yang jauh melebihi Tumenggung. Andis memukul dada kiri Mikail, ia mengincar jantungnya.
Jleb.
Tongkat atma milik Andis berhasil menembus dada bagian kiri Mikail.
"Sekarang adalah bagian penutupnya," ucap Uchul menyeringai, ia mencengkram leher Mikail dari belakang, dan membuka mata kirinya. Semua orang, melepaskan diri dari Mikail, karena jika Uchul membawa Mikail, tetapi ada bagian tubuh atau pakaian orang yang juga menyentuh Mikail, maka orang itu akan ikut terbawa ke Alam Suratma.
Mikail memutar kepalanya, ia menatap mata suratma Uchul dengan mata suratmanya. Tak terjadi apa-apa, Mikail dan Uchul tidak beranjak dari dunia manusia, mereka sama sekali tidak pergi ke Alam Suratma.
"Kalian tahu? Jika aku bisa mati, mungkin ... dewa kematian asli sudah berhasil membunuhku," ucap Mikail.
"Kau yang hanya pengganti--" Sambil melirik Andis.
"Dan selama aku masih memiliki mata ini--" ucapnya pada Uchul.
"Aku tidak akan pernah bisa mati!"
Mikail mengangkat cambuknya. Dirga, Tirta, Tama, Septa, Andis dan Uchul berada dalam jangkauannya, "Sudah waktunya, kalian pergi menemui tuhan. Semoga tuhan memberkati kalian," ucapnya sambil bersiap untuk menghabisi mereka semua.
Suratma, si berengsek itu ... dia tidak menutup matanya! batin Uchul dengan wajah yang panik dan pucat.
"Zehahahahaha."
Suratma tertawa menyaksikan pertarungan mereka semua dari Alam Suratma.
"Aku tak perlu sampai harus menutup satu mataku," ucapnya.
"Orang itu yang akan membantu kalian, dia membuat kesepakatan yang lebih menguntungkanku," lanjutnya.
"SEORANG PEMBUNUH YANG MENGINGINKAN NIRVANA, ZEHAHAHAHAHA."
Seorang pria berlari dari arah belakang Ajay yang sedang meratapi nasib teman-temannya. Ia melewati Andis dan sekarang berada tepat di hadapan Mikail. Tak ada seorang 'pun yang menyadari kehadirannya. Hanya Andis dan Uchul yang bisa melihatnya.
"Tara!"
"Hanya kali ini--"
"Gua kasih lu bagian terkerennya, Tomo," ucap Tara pada Uchul sambil tersenyum puas.
Tara menotok bagian lengan Mikail, sehingga Mikail mati rasa pada bagian tangan yang memegang cambuk segoro geni. Tara juga menotok bagian di sekitar mata kanan milik Mikail, sehingga membuat mata itu tertutup karena syarafnya tak mampu membuka kelopak matanya. Dalam waktu sesingkat itu, cambuk Mikail terjatuh ke tanah dan mata kanannya tertutup. Tak ada yang menyadari apa yang terjadi, selain Andis dan Uchul. Kini Uchul menyeringai kembali, tubuhnya dan Mikail terkapar di tanah. Ia berhasil membawa Mikail ke Alam Suratma.
"Apa yang terjadi?" tanya Tirta heran.
"Tara--" ucap Andis.
"Dia dateng buat bantu kita, Tara bukan bagian dari peti hitam," lanjutnya sambil tersenyum.
"Tara?" tanya septa.
Septa mencari sosok Tara yang di bicarakan Andis. Namun, ia tak temukan sosok itu.
"Di mana?" tanya Septa lagi.
Andis mencari keberadaan Tara. Namun, seperti asap, ia menghilang begitu saja. Tak ada jejak.
"Tadi ada kok, gua liat," balas Andis.
Jika tak memusatkan atma pada matanya, Septa tak bisa melihat hal-hal yang berbau ghaib. Tak seperti Andis yang memang sudah secara pasif bisa melihat dan merasakan kehadiran hal-hal ghaib.
"Lu itu ... bisa lihat orang yang udah mati kan?" tanya Septa pada Andis.
"Iya, kenapa?" tanya Andis.
"Tepat sebelum gua ke sini--"
"Tara ditemukan tewas di dalam lift," sambung Septa.
Semua orang terhentak, mereka tak percaya bahwa Tara sudah meninggal. Tirta adalah orang yang paling syok mendengar kabar dari Septa, ia hanya diam dengan tatapan kosong. Mengingat, Tara adalah rekannya juga.
***
"Di mana ini?" tanya Mikail yang tak dapat melihat.
Burung hantu milik Mikail, mati tertusuk tongkat hitam yang berujung runcing, milik seseorang yang sedang berdiri dengan setelan jas hitam, lengkap dengan topi fedora berwarna hitamnya.
Ia sekarang berada tepat di hadapan Sang Hakim Kematian. Dan dua belas Dewan Kematian.
Uchul melihat Tara yang berada di samping Suratma.
"Gimana cara lu ... ke sini?" tanya Uchul heran.
"Ya ... kalo lu liat gua di sini, jawabannya cuma ada satu," balas Tara.
"Gua harap, lu dan unit Dharma selalu diberikan kesehatan," ucapnya sambil menghampiri Uchul.
"Jaga Aqilla si cantik itu juga ya ... buat gue," ucap Tara sambil tertawa dan menyentuh pundak Uchul.
"Lu ga cocok ... nangis begitu, semoga ... beruntung," lanjut Tara sambil berjalan pergi meninggalkan Uchul.
"Bego ... kalo mau jaga, harusnya lu jaga sendiri! Sana hidup lagi, rebut sendiri dari, Tama."
Suratma memasukan Mikail ke dalam penjara daftar hitam yang terletak di jurang terdalam Alam Suratma. Setelah itu, Uchul kembali lagi ke dunia nya.
***
Pertempuran dengan peti hitam telah berakhir. Pertempuran yang menancapkan luka begitu dalam. Di mana seorang sahabat harus kehilangan nyawanya dalam pertempuran tersebut. Bayu yang telah di kalahkan Dirga, keberadaannya menghilang begitu saja, sementara Ronggeng, Emil, Suro dan Wengi berhasil diringkus oleh unit Dharma. Dan ketua peti hitam, Mikail, kini berada di penjara di dunia yang berbeda. Raganya menyusut menjadi sebuah Jenglot. Ya ... konon katanya, Jenglot adalah perwujudan dari orang-orang yang menggunakan ilmu hitam. Jasadnya tak di terima di bumi dan arwahnya tak di terima di langit.
Setelah melakukan penghormatan terakhir pada Tara. Uchul, Septa dan Tirta harus kembali ke Jakarta, mengingat mereka juga masih punya tanggung jawab dalam urusan perkuliahaan. Tara akan di makamkan di Jakarta, bersama jasadnya, unit Dharma kembali ke Jakarta dengan di antar oleh mobil mewah dari pihak kepolisian.
Dirga, Andis, Tama, dan Ajay menghabiskan sisa semester empat yang akan habis ini dengan keseharian yang seperti biasanya. Tentang, kopi, cerita dan cinta.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top