61 : Peti Hitam Vs Mantra x Dharma 3
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Sambil menunggu pertolongan, Andis, Tama, dan Ajay menghabiskan waktu dengan melakukan push rank. Setelah permainan pertama berakhir, Andis menyadari seseorang yang online di friend list mobile legend miliknya, tanpa pikir panjang, ia segera memberi pesan pada orang itu.
Sementara itu Abet dan Lembu Suro sedang bertarung sengit, keduanya saling bertukar pukulan. Sedangkan Wengi hanya duduk menonton pertarungan mereka berdua, Wengi tahu jika ia tidak akan bisa menangkap Anna sendirian, mengingat Anna memiliki kemampuan untuk mengelabuhi matanya. Di dalam peti hitam, hanya Lembu Suro yang tak bisa tertipu oleh illusi milik Anna. Wengi mengamati dan mencari benda yang ia duga adalah wadah jin atau khodam milik Abet. Jujur saja, setiap pengguna khodam memiliki perantara berupa benda.
"Topeng itu--" ucap Abet.
"Topeng itu, kan?" ucapnya menyeringai.
Baik Abet dan Lembu Suro juga saling membaca satu sama lain, mereka saling mencari wadah khodam untuk menyelesaikan pertempuran mereka. Jika wadah yang digunakan sebagai perantara khodam terlepas dari tubuh penggunanya, makan orang itu akan kehilangan kesaktiannya.
"Ya, kau benar," jawab Lembu Suro.
"Jika kau memang bisa mencabut topeng ini, pertarungan ini pasti sudah berakhir, bukan?" sambungnya lagi.
"Hahahaha gua ini pria sejati tau--" ucap Abet membuka bajunya, otot-ototnya kekarnya terlihat jelas. Abet memposisikan dirinya membelakangi Lembu Suro, Wengi, dan Anna.
"Anggap aja, kondisi kita seimbang," sambungnya.
Melihat tubuh Abet yang kekar dan penuh dengan tato memang agak menyeramkan untuk musuhnya-musuhnya. Namun, ada sesuatu yang membuat Lembu Suro, Wengi, dan Anna sontak terkejut. Tak ada di antara mereka yang mengira bahwa wadah khodam milik Abet adalah benda itu.
Sebuah tato berukiran tokek. Di antara semua tato milik Abet, tato berbentuk tokek itu bergerak. Seperti hidup, ia berjalan-jalan di tubuh Abet.
"Cabut tato itu, dan kemenangan ini milik lu," ucapnya menyeringai.
Bagaimana bisa? tubuhnya sekeras baja, bahkan di zaman tawuran, tidak ada senjata yang bisa melukai seorang Abet. Hanya orang-orang dengan kemampuan atma kelas tinggi yang bisa melukainya dan melukai khodamnya dari dalam.
Sementara, jika seseorang telah menggunakan khodam, maka ia tak mungkin bisa menggunakan atma. Pertarungan Abet dan Lembu Suro adalah pure ilmu hitam. Menentukan khodam siapakah yang lebih kuat.
Sial! Otot lukisan itu bisa saja mencabut topeng Lembu Suro, tetapi sebaliknya, Lembu Suro tidak akan bisa mencabut tato itu, batin Wengi.
Dan lagi, apa yang sedang orang itu lakukan? batin Wengi yang melihat Anna duduk sambil bertapa.
Lembu Suro berlari, ia mengarahkan tanduk yang terpasang di topengnya untuk menusuk Abet.
Jangan-jangan--
"Suro, Berhenti!" teriak Wengi.
Suro menusuk Abet hingga menembus perutnya.
"Hahahaha rupanya memang tak sepadan," ucapnya bernada sombong.
"Bodoh! Lihat baik-baik," teriak Wengi.
Suro sontak terkejut, yang ada di depannya adalah pohon besar. Tanduknya menancap di batang pohon itu. Abet tak menyia-nyiakan hal itu, ia menarik paksa kepala Suro hingga terlepas dari topengnya.
"ISABELAAA!" teriak Wengi sambil berlari ke arah Anna.
Bugh!
"Aaaargh." Darah segar keluar dari mulut Wengi.
Pukulan keras menghantam perut Wengi. Ia menoleh ke samping, terlihat Anna yang berjarak beberapa meter sedang menatapnya sambil kedua telapak tangan Anna saling menempel. Orang yang berada di hadapan Wengi, adalah seorang Martawangsa dengan kemampuan atma di atas rata-rata, Tirta. Tentu saja pukulan itu dilesatkan dengan jumlah atma yang besar, membuat kerusakan pada pengguna ilmu hitam meningkat tiga kali lipat.
Suro juga telah tumbang, Abet menghajarnya saat ia tak mengenakan topengnya, tentu saja pukulan Abet tak kalah mengerikan dengan pukulan Tirta.
Sementara itu, Dirga menggendong Bayu yang sudah tak sadarkan diri, ia hendak membawanya ke mantra untuk di serahkan kepada Dharma. Namun, instingnya secara alami menunjukan sepintas masa depan yang akan ia hadapi jika membawa Bayu. Ia melihat dengan pengelihatan masa depannya, bahwa Emil akan mengejarnya dan membunuhnya. Takdir masih berjalan seperti sebelumnya, di mana ia mati di tangan seorang Wijayakusuma. Dengan berat langkah, ia memilih untuk melepaskan Bayu dan lebih mementingkan nyawanya. Ia pergi meninggalkan Bayu yang tak sadarkan diri.
Sementara di itu, Ronggeng akhirnya memberanikan diri untuk naik ke atas dengan segala persiapan untuk menghadapi jebakan yang akan ia hadapi. Sesampainya di atas, sesosok wanita berambut panjang mengenakan gaun putih sedang berdiri membelakanginya di depan salah satu pintu kamar.
Padahal, pasukan jin milikku tak bisa masuk ke dalam tempat ini, karena pelindung ghaib yang menyelubunginya, batin Ronggeng.
"Siapa kau?" tanya Ronggeng penasaran.
Mendengar Ronggeng agak berteriak, sontak membuat trio komedian ini saling memberikan pesan chat melalui hp mereka masing-masing.
"Si Kampret udah naek ke atas gaes!"
"Iye, Jay. Denger kok gue juga," balas Andis.
"Tapi lo tenang aja, gua udah manggil bala bantuan pas tadi maen mobil lejen," sambung Andis.
"Hihihihi."
"Waaaa ketawanya serem banget!" balas Ajay yang mendengar cekikikan seperti kuntil anak.
Tama membalasnya dengan sticker khas tahilalats.
"Kalian tenang aja, sekarang, Si Nenek tua itu lagi berhadapan sama pelindung kita," balas Andis merasa tenang.
Ronggeng mengeluarkan sebuah botol, ia membuka tutup botol itu.
"Aku akan menangkapmu," ucapnya pada Sekar.
Ronggeng adalah pawang jin, ia menangkap dan memperbudak para jin yang ia tangkap, dan sekarang ia sedang berusaha menangkap Sekar. Namun, tiba-tiba saja terjadi gempa bumi yang membuat mantra berguncang, disertai dengan teriakan-teriakan dan tangisan dari luar mantra. Keadaan menjadi chaos di mantra, semua itu berlangsung sekitar tiga menit, Tentunya membuat semua termasuk Ronggeng menjadi panik.
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda ada yang masuk ke dalam mantra.
Keadaan kembali seperti semula, kembali tenang. Suara-suara pasukan jin milik Ronggeng kini tak terdengar lagi, Ronggeng mengurungkan niatnya untuk menangkap Sekar, ia berlari ke jendela dan mengintip situasi di luar.
"Anak-anakku!" pekiknya terkejut.
Ratusan pasukan jin milik Ronggeng menghilang entah kemana, ia tak ingat telah memberikan perintah kepada pasukannya untuk meninggalkan mantra. Tanpa pikir panjang, ia turun ke bawah. Seorang pria berjaket merah dengan bercak-bercak noda darah sedang duduk sambil meminum air mineral botolan dan secara kebetulan, pria itu menatap Ronggeng.
"Siapa kau!" tanya Ronggeng dengan nada yang marah.
"Justru, lau yang siapa?" tanya pria itu balik.
"Kemana perginya anak-anakku?"
"Anak-anak?" tanya pria itu heran.
"Semua yang berada di depan!" bentak Ronggeng.
"Oh--"
"Mereka nutupin jalan sih, jadi gua bunuh semua deh, ke--ke--ke," ucapnya tertawa kecil sambil menyeringai.
"BAGAIMANA CARANYA SEORANG MANUSIA, MEMBUNUH RATUSAN PASUKAN IBLIS?" bentak Ronggeng sambil berteriak.
"Seorang?" ucap pria itu mengerutkan dahi sambill berjalan ke arah Ronggeng.
Ronggeng berlari sambil mengeluarkan pisau belati yang ia simpan di kain ikat pinggang kebaya hitamnya, ia melesatkan pisau itu ke arah pria itu. Namun, karena pria itu sempat menghindar, ia hanya sedikit tergores di bagian sebelah mata kirinya, serangan Ronggeng hanya mampu menjatuhkan penutup matanya.
Pria itu mencengkram lengan Ronggeng dan mendekatkan wajahnya pada telinga Ronggeng, "Siapa bilang, aku hanya seorang diri?" bisiknya sambil membuka mata kirinya yang semula ia tutup.
"Brengsek--" ucapan Ronggeng berhenti, ketika ia sadar, ia berada di suatu tempat yang gelap dan dipenuhi oleh kabut tebal. Darah menggenang membanjiri telapak kakinya, ia menoleh ke sekitar untuk memastikan, semakin lama, kabut mulai memudar dan menjadi tipis. Bau amis darah menyengat hingga membuatnya muntah, ketika ia muntah, ia melihat ke arah tanah dan mendapati jasad dari sosok jin yang ia kenal, sontak membuatnya menoleh ke segala arah. Benar saja, ratusan pasukannya telah dilumat habis, semua darah ini adalah darah dari pasukan jin miliknya.
Di belakang pria berjaket merah, berdiri ribuan makhluk yang tak jelas rupanya. Namun, jelas terlihat mata merah menyala mereka yang sedang menatap tajam pada Ronggeng, seakan siap menerima perintah dari si jaket merah.
"Jadi--"
"Mau tinggal, atau pulang?" tanya nya pada Ronggeng.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top