58 : Perang

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Keesokan paginya Emil mengantar Tama pulang dengan mengendarai motor Tama.

"Semalem kecelakaan kenapa bang?" tanya Emil berbasa-basi.

"Entah, cuma kayaknya liat macan," jawab Tama.

"Hah?! macan? masa ada macan di tengah kota gede gini," balas Emil yang berusaha meyakini Tama bahwa itu hanya halusinasi.

"Lagi banyak pikiran kali bang," sambung Emil lagi.

"Iya juga sih, tapi siapa tau macan jadi-jadian," balas Tama.

"Kalo beneran ada macan mah udah dimakan kali bang."

Sepanjang jalan Emil berusaha meyakinkan Tama bahwa semua hanya halusinasi, ia berkata bahwa saat menemukan Tama yang terkapar, tak ada binatang seperti harimau di sekitar Tama.

Sesampainya di mantra, Andis terlihat sedang menyapu halaman, ia menyadari kedatangan Tama dan seseorang.

"Woy Tam semalem ena-ena lu ya?" tanya Andis sambil menghampirinya.

Belum sempat Tama menjawab, Emil mengenali sosok Andis.

"Yang waktu di toko bunga ya bang?" tanya Emil.

Andis menoleh ke arah Emil, ia sontak pucat karena tahu benar sosok yang ada di depannya adalah salah satu penggawa peti hitam. Emil tiba-tiba saja diam, ia mengendus aroma yang terkesan familiar.

"Nyium bau apaan?" tanya Andis yang melihat Emil sedang mengendus sesuatu, Andis mencium bau badannya sendiri.

"Ah enggak kok, kayak nyium bau yang agak familiar aja."

Emil melihat sosok kucing hitam dari balik kaca kafe, kucing itu sedang tidur di dalam. Tiba-tiba saja ia tersenyum.

"Gua cabut dulu ya, masih ada urusan," ucap Emil.

"Oke, makasih ya--" ucap Tama yang tak tahu nama dari orang yang menolongnya.

"Emil," ucap Emil yang paham bahwa Tama tak mengetahui namanya.

"Tama," balas Tama.

"Gua cabut dulu ya, Tam--"

"Oh iya, gua liat-liat kafe lu bagus juga, lain kali gua sama temen-temen gua mampir ya," ucap Emil tersenyum sambil ia menaikan poni yang menutupi keningnya.

Tama langsung terhentak melihat tatto peti mati berwarna hitam di kening sebelah kiri Emil yang dari semalam tertutup poni. Emil berjalan pergi meninggalkan Tama dan Andis sambil ia menyeringai.

Tama dan Andis segera masuk ke dalam kafe, ia melihat Tirta yang sedang membaca, lalu menghampiri Tirta.

"Tir!"

Tirta menoleh ke arah Andis yang memanggilnya.

"Kayaknya mantra bakalan bentrok sama peti hitam."

Tirta menutup buku yang ia baca sambil melihat Tama yang penuh luka, "Lu kenapa lagi?" 

Tama menceritakan bahwa semalam ia tergelincir dari motor karena melihat harimau, kemudian saat tersadar ia dirawat oleh Emil. Tama tak tahu jika Emil adalah seorang peti hitam, yang Tama tahu bahwa nama belakang dari anggota peti hitam itu adalah Wijayakusuma, ia tak tahu jika nama lengkap pria itu adalah Emil Wijayakusuma.

Andis menjelaskan bahwa Emil seperti mencium bau sesuatu, kemudian ia tersenyum. Emil berkata ia akan mampir ke mantra dengan membawa teman-temannya, yang kemungkinan besar para anggota peti hitam.

Tirta sontak melirik ke arah Anna yang sedang tertidur.

Pasti aroma Anna, batin Tirta.

"Lu kumpulin anak Mantra deh, gua kumpulin Dharma, sebelum opening kita rapat darurat," ucap Tirta.

Setelah Tirta dan Tama naik ke atas dan mulai menjapri anak Mantra, Tirta menghampiri Anna.

"Wijayakusuma udah tahu keberadaan lu," ucap Tirta.

Anna langsung bangun, ia berjalan keluar sambil memberi kode Tirta untuk mengikutinya, dan Tirta langsung mengikutinya.

Setelah jarak agak jauh dari mantra dan keadaan sepi, Anna merubah dirinya menjadi wujud manusianya, "Serius Emil tau?" tanya Anna yang terlihat panik.

Tirta menceritakan apa yang dialami Tama. Emil datang dengan maksud baik mengantar Tama. Menurut Anna, Emil agak sedikit berbeda dengan Wijayakusuma lainnya, ia hanya membunuh orang yang ia anggap pantas dibunuh, ia membunuh atas dasar keadilan dan menghakimi orang-orang yang menurut kacamata kehidupannya adalah orang jahat, salah satunya pengkhianat.

"Kayaknya aku emang harus pergi, kalo tetep di sini, yang ada mereka semua jadi terlibat," ucap Anna dengan senyum palsunya.

"Gua rasa udah waktunya anak-anak tau tentang lu deh," balas Tirta.

"Peti hitam pasti bergerak, gua punya rencana, tapi tergantung lu aja sih mau ikut apa enggak."

"Justru kalo lu pergi sekarang, lu ga bertanggung jawab kalo ada apa-apa sama anak-anak," sambung Tirta lagi.

Anna setuju untuk memberitahukan tentang jati dirinya pada anak-anak Mantra. Siang menjelang sore, akhirnya semua personil berkumpul (Tama, Andis, Dirga, Ajay, Tirta, Septa, Tara, Anna dan Abet) Tirta membuka topik dengan menjelaskan skenario terburuk jika memang peti hitam datang.

"Wengi punya urusan sama Tama dan Ajay, Emil punya urusan sama Septa, Bapang punya urusan sama gua dan Dirga--"

"Kalo mereka tau kita tinggal barengan, bakal repot kalo mereka tiba-tiba nyerang," lanjut Tirta.

"Gua punya Ide, tapi sebelum itu--" Tirta menyuruh Anna untuk berbicara.

Anna mengambil bangku dan menaikan satu kakinya ke atas bangku tersebut, ia mengenakan rok hitam sepanjang lutut dan membukanya sedikit pada bagian paha.

"Waaaw," ucap Andis dengan mata yang nyaris keluar.

Namun tiba-tiba raut wajah Andis berubah, bukan hanya Andis, namun semua personil.

Tatto peti mati berwarna hitam terpampang pada kulit mulus Anna, ia menurunkan roknya lagi dan menurunkan kakinya.

***

Di sisi lain.

Emil melaporkan pada ketua peti hitam tentang keberadaan Anna yang telah menghilang beberapa bulan.

"Kerahkan semua anggota dan bawa wanita itu kembali padaku," ucapnya pada Emil.

"Bapang, Wengi, Ronggeng, Lembu Suro, dalam operasi ini kalian dalam komando Cindaku, beritahu Petrus tentang ini--"

"Bawa Isabela padaku," titah sang pimpinan.

"Baik Tuan Sagara," ucap mereka serempak.

***

Sementara itu di mantra.

"Aku adalah mantan anggota peti hitam, Isabela," ucap Anna.

"Aku sudah membuang namaku, panggil aku Anna mulai sekarang," ucapnya sambil ia berubah menjadi seekor kucing hitam dan melompak ke pelukan Tama.

"Dan mulai sekarang aku akan selalu berada dalam wujud ini," ucap kucing hitam itu.

Semua orang terkejut, Andis dan Dirga memang sudah menyadari ada yang aneh dari kucing hitam yang Tama temukan, namun mereka tak menyangka bahwa itu adalah Anna.

"Baiklah, begini rencananya--"

Tiba-tiba Septa memotong kalimat Tirta, ia berbisik sesuatu pada Tirta dan mengambil alih komando.

Septa membisikan rencana tersebut dengan berbisik-bisik secara bergantian. 

Setelah Septa menjelaskan tentang rencananya, ia segera membebaskan agenda dan menyuruh semua personil untuk berkumpul dan membuka toko seperti biasanya.

"Gua cabut dulu ya," ucap Dirga sambil memutar-mutar kunci mobilnya.

"Gua juga cabut dulu," ucap Andis juga.

"Ta, gua juga cabut bentar ya," Tara segera mengenakan jaket dan mengeluarkan motor.

"Oke, hati-hati lu," balas Septa dengan senyum khasnya.

***

Waktu menunjukan pukul delapan malam, entah pada malam hari ini tidak ada pengunjung sama sekali.

Anna dan Abet berada pada posnya, Dirga dan Tirta berpura-pura menjadi pelanggan, begitu juga dengan Septa dan Tara. Sementara Andis, Ajay dan Tama beraktifitas di kafe seperti biasa.

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

Karmila yang mengenakan kebaya berwarna hitam datang dan duduk di pojok ruangan.

Mila ngapain? batin Dirga.

"Tirta, Ajay, kalian bisa dengar?"ucap Anna secara batin.

Tirta dan Ajay mengangguk.

"Orang itu bukan Karmila--" ucap Anna.

"Sri Wulandari."

"Dia adalah seorang perias mayat, dia juga gemar membunuh demi tumbal susuknya, menggunakan kulit mayat dia membuat topeng, ingat teman kalian saat di pabrik tua? dia merubah diri menjadi salah seorang teman kalian dan hampir membunuh Dirga."

Sri yang menyerupai Mila tiba-tiba tertawa dengan tawa yang cukup aneh dan mengerikan. Semua memperhatikan wanita itu. Tiba-tiba ia berhenti tertawa, kemudian menarik nafas panjang dan bersenandung pelan.

"Bang-bang wus rahina," ucap wanita itu lirih dengan nada sinden.

Semua orang tiba-tiba menoleh ke arah wanita itu karena tiba-tiba saja ia bernyanyi seperti itu, membuat keadaan semakin terasa horror. Tekanan mulai dirasakan dari satu anggota peti hitam itu.

"Bang-bang wus rahina," lanjut wanita itu tak peduli jika sedang diperhatikan.

"Srengengene muncul."

Tiba-tiba saja muncul kabut tipis yang entah datang dari mana.

"Muncul."

Cring~ Datang beberapa orang pelanggan masuk dengan tatapan kosong, kemudian duduk tanpa berkata dan berkedip sedikitpun.

"Muncul,"

Masuk empat orang mengenakan jubah hitam yang diduga adalah empat orang anggota peti hitam. Membuat para personil mantra merinding dan bergedik ngeri.

"Sunar sumamburat,

Semua pengunjung itu tiba-tiba berdiri dan menari sambil tertawa dengan tawa yang cukup menyeramkan, dan ada juga yang menari sambil menangis.

"Cit-cit cuwit-cuwit."

Dengan kebaya hitamnya Sri menari sambil mengenakan topeng aneh yang sangat menyeramkan.

"Ronggeng!" teriak Anna.

"Cit-cit cuwit-cuwit."

Semua pengunjung yang menari itu tiba-tiba saja semua serentak menoleh ke arah Anna.

Melihat Anna yang kaget dengan kelakuan Sri, Tirta dan Septa saling berpandangan dan memberi aba-aba pada semua personil untuk menjalankan rencana mereka.

"Berpencar!" teriak Septa.

Mereka semua secara mendadak lari berpencar keluar mantra, menyisakan Andis, Tama, dan Ajay di mantra.

Tara terlihat bingung, tanpa pikir panjang ia mengikuti Abet, namun Septa menariknya dan menyuruhnya untuk ikut dengannya.

Dirga bersama Tirta, Septa bersama Tara, dan Abet sendiri. Sebelum mereka lari berpencar, Anna menciptakan illusi dirinya sendiri hingga tercipta dua orang Anna yang ikut berpencar mengikuti rombongan Abet dan Septa.

Melihat sosok Dirga ada dua, Bayu mengejar rombongan itu.

"Bay jangan kejar yang itu Bay, inget tugas kita!" bentak Emil yang melihat Bayu mengejar rombongan yang tidak ada Anna di sana, Bayu lebih memilih mengejar kembar Martawangsa ketimbang bergerak sesuai rencana peti hitam untuk membawa Anna.

"Bayu bangsat!" Emil mengabaikan Bayu dan memilih untuk mengejar Septa karena takut kehilangan jejak terlalu jauh.

"Cit cuwit rame swara ceh-ocehan."

Tiba-tiba saja seperti ada angin yang sangat kencang sehingga membuat kabut yang menyelimuti mantra hilang. Terlihat puluhan makhluk menyeramkan di luar mantra yang sedang menatap ke arah dalam sambil menempel pada kaca-kaca kafe, sehingga membuat kaca-kaca itu berlumuran darah dari tangan-tangan makhluk itu.

Ajay, Tama dan Andis merinding dengan apa yang mereka saksikan saat ini, apa lagi sekarang mereka hanya bertiga dan harus berhadapan dengan Nyai Ronggeng.

Wengi dan Lembu Suro mengejar Anna yang bersama Abet, Emil mengejar Anna yang bersama dengan rombongan Septa, dan tentu saja Bayu yang haus darah akan mengejar kembar Martawangsa.


Illustrasi on progress.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top