47 : Reuni Singkat
Alkohol tidak menyelesaikan masalah, begitu juga dengan kopi. Lebih baik kopi.
"Selamat datang di mantra coffee."
.
.
.
Setelah kemarin sadar, hari ini Dirga sudah bisa pulang. Andis dan Dirga segera kembali ke mantra setelah mengurus beberapa hal.
Setelah sampai di mantra Dirga mellihat ada hal yang aneh.
"Dis, kok pagi-pagi udah rame?"
Andis hanya diam menghiraukan Dirga, sambil ia berjalan menuju pintu masuk. Andis membuka pintu mantra lebar-lebar dan memutar badannya ke belakang sambil menatap Dirga.
"Welcome back, leader," ucapnya sambil tertawa kecil.
Telolet, telolet,telolet, bunyi klakson-klaksonan mainan milik Ajay.
Cring~ gemerincing lonceng berbunyi tanda kepulangan sang bait pertama.
"Selamat datang di mantra coffee!" teriak ramai orang-orang di dalam.
Bukan hanya ada Tama, Ajay dan Tirta. Ada juga Abet, Karmila, Varah (Kasus gadis kecil dalam mimpi), Indah (Temannya Varah), Andri (Kasus kos-kosan berhantu), Sekar (Wanita aceh gayo yang di ramal Dirga), Mbak Ajeng (Mentor sekaligus atasan Ajay), Kiki (teman kampus Andis), Kiran (Anak indigo) dan beberapa orang yang tak ingin disebutkan namanya.
Mereka adalah donatur tet-- eh maksudnya mereka adalah para pelanggan setia mantra coffee yang sering datang untuk sekedar menghabiskan waktu dan tak jarang memberikan warna-warni di mantra.
"Yeeeey selamat datang lagi Dirga," ucap pelanggan pertama mantra coffee itu.
"Terimakasih Sekar," ucap Dirga sambil tersenyum.
Mereka deket ya? batin Karmila yang melihat ada wanita lain yang mendahuluinya mengucapkan selamat datang.
"Lets party!" ucap Andis yang segera mengambil sushi yang tersedia di meja.
Banyak sekali makanan dan minuman untuk menyambut kedatangan sang owner mantra coffee itu.
Dirga mengikuti Andis dan mengambil beberapa dimsum, "Enak nih," ucap Dirga yang mencicipi dimsum itu.
"Jelas," ucap Andis.
"Pake duit siapa nih?" tanya Dirga yang masih mencicipi dimsum.
"Pake duit Tirta kok," jawab Andis yang memakan sushi.
"Bukan kok," celetuk Tirta yang mendengar percakapan itu.
"Pake omset kafe," sambungnya lagi dengan enteng sambil tersenyum.
Andis mulai berkeringat dingin, ia tak jadi melahap sushi yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya, sambil menatap Dirga yang sedang menatapnya juga.
"Oi Dis," ucap Dirga yang menaruh dimsumnya di meja.
"Itu.. itu Dir," sambil menelan ludah karena panik.
"Apa?" tanya Dirga dengan tatapan kosong.
"Anggap aja--"
Waktu seakan berhenti berputar untuk Andis, semua orang sedang menatap ke arahnya seakan berharap jawaban Andis mampu untuk menghadapi pertanyaan Dirga.
"Anggap aja, santunan," sambil melirik ke orang-orang yang sedang menatapnya.
"Santunan apa?" tanya Dirga.
"O.. orang meninggal," jawab Andis.
"Siapa yang meninggal?" tanya Dirga lagi.
Andis melirik Tama dan Ajay yang memalingkan wajah darinya seakan berkata, "Bukan urusan gua."
"Elu," jawab Andis tegas pada Dirga.
"Kak saya pamit dulu ya," ucap Kiran.
"Saya juga, saya juga," ucap pengunjung lain.
Dirga berjalan menuju pintu dan berdiri menghalangi mereka semua keluar.
"Mau kemana?" tanya Dirga.
Semuanya merasa tak enak karena mereka berpesta menggunakan omset mantra coffee.
"Hahahahahaha," Dirga tertawa.
"Jangan pulang dulu, diabisin dulu dong, kalo ga mubazir kan," ucap Dirga sambil tertawa kecil melihat ekspresi mereka yang panik.
Semua menghela nafas lega.
"Bikin panik aja, kirain suruh bayar," ucap Aqilla.
"Aqilla mah santai, bayarnya pake gaji Tama yang di potong," ucap Dirga.
Tama hanya menggaruk-garuk kepala.
"Enggak kok, bercanda. Yuk dinikmati," ucap Dirga mengambil dimsum yang ia tinggalkan di meja.
Tirta mengambil jaket hoodienya lalu mengenakannya.
"Dir, gua pake mobil ya," ucap Tirta.
"Mau kemana lu? ga makan-makan dulu?" tanya Dirga.
"Adalah, urusan kerjaan," ucapnya tersenyum sambil keluar kafe.
Setelah Tirta pergi, Sekar menghampiri Dirga.
"Aku kira yang tadi itu kamu loh."
"Hahaha banyak yang ngira begitu, dia kembaran aku kak namanya Tirta," jelas Dirga.
"Iya tau kok tadi udah kenalan."
Mila hanya mengamati Dirga yang sedang asik berbincang bersama Sekar. Andis menghampiri Mila.
"Cemburu ya?"
"Enggak tuh, ngapain juga cemburu."
"Nama mbaknya itu, Sekar," ucap Andis.
"Namanya mirip hantu yang suka bareng Andis ya."
"Ya gitu deh--" Andis menghentikan kalimatnya.
"Coba aja, Sekar itu nyata ..." ucapnya lirih.
"Andis bilang apa tadi?" tanya Mila yang kurang jelas mendengar perkataan Andis.
"Enggak kok, bukan apa-apa."
Andis melihat Tama yang sedang menyuapi Aqilla sushi menggunakan sumpit, kemudian ia melempar bola plastik kecil yang tadi digunakan untuk memeriahkan kembalinya Dirga. Bola itu mengenai kepala Tama, membuat tama kaget dan menjatuhkan sushi itu ke celana jeans Aqilla.
"Bahahahaha," tawa Andis terbahak-bahak melihat adegan itu.
Tama melihat ke arah Andis dan segera menghampiri Andis. Andis yang melihat Tama sedang mengarah kepada dirinya segera berlari kabur dengan Tama yang mengejarnya.
"Hadeh bocah," ucap Ajay yang melihat aksi mereka berdua.
"Kamu ga ikutan lari-larian?" tanya mbak Ajeng yang menghampiri Ajay membawa segelas es buah.
"Jangan kan lari begitu--" ucap Ajay.
"Sedikit pun lari dari masalah kehidupan aja ga pernah, apa lagi lari-lari ga penting macem mereka," sambung Ajay.
"Ya sesekali kamu perlu bersenang-senang deh, abis mbak liat kamu itu yang paling kurang ceria."
"Mbak itu senior kamu loh, jangan kamu pikir cuma kamu yang bisa baca ekspresi orang lain," ucap mbak Ajeng tersenyum.
Jika dipikir-pikir sepertinya memang begitu, dibandingkan dengan Tama yang seperti robot. Ajay masih lebih kurang ceria dari pada Tama, apa lagi dengan kondisi Tama yang perlahan menemukan kebahagiannya.
"Kalo kamu butuh orang lain, jangan sungkan untuk bilang--" ucap mbak Ajeng.
"Mbak selalu ada kok, buat orang-orang seperti kamu."
Ajay hanya terdiam tanpa respon.
Sementara itu Indah dan Varah menghampiri Andis yang sedang ngos-ngosan karena habis di kejar Tama, "Dis, bikin konten youtube yuk," ucap Indah.
"Konten apaan?" tanya Andis.
"Horror gitu, mengungkap keberadaan mereka yang tak terlihat, di tempat-tempat angker," sambung Varah.
"Hmm.. Menarik," ucap Andis.
Mereka pun ngobrol seputar konsep yang akan mereka garap.
Kiki menghampiri Aqilla, "Oh jadi kamu ya pacarnya Tama?"
Aqilla hanya mengangguk.
"Pantes waktu itu cemburu, maaf ya," ucap Kiki.
"Gapapa kok, waktu itu kita belum pacaran,"
"Oh iya--" Kiki mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman.
Aqilla menyambut tangan Kiki.
"Kiki."
"Aqilla."
Mereka saling memperkenalkan diri.
Tama yang baru saja mengejar Andis kembali ke tempat Aqilla dan Kiki.
"Tama," panggil Kiki.
"Design kamu keren-keren, hasil grafik toko aku jadi naik semenjak pake jasa kamu loh, terimakasih ya," ucap Kiki.
Tama mengeluarkan jempol andalannya.
"Keuanganku juga jadi naik," ucap Tama yang jarang berbicara dengan orang lain, selain mantra dan Aqilla.
"Next project mau pake jasa kamu lagi ya," ucap Kiki.
Tama hanya mengangguk.
Andis menghampiri Aqilla, "Qil, bawa kamera kan?"
Aqilla menunjukan kamera miliknya.
"Hoi orang-orang!" teriak Andis, "Foto dulu yuk buat kenang-kenangan."
"Pelanggan setia mantra beserta crew nya semua," sambung Andis lagi.
Tama memasang tripod, sedangkan Andis mengkondisikan orang-orang agar muat di dalam frame. Aqilla mengatur kamera agar menggunakan mode timer.
Setelah persiapan sudah siap, Aqilla berjalan cepat menuju barisan, ia memilih di sebelah Tama. Dirga mencari Karmila dan menghampirinya.
"Kamu ga di sebelah dia?" sambil melirik Sekar.
"Ngomong apa sih," ucap Dirga sambil merangkul Mila, "Ayo menghadap ke kamera."
"Semuanya gaya bebas yaaaaa!" komando Andis.
Semua sudah siap dengan gaya mereka masing-masing.
"Teriak cheeseeeee!"
"Cheeseeee!"
Ckrek
Terabadikan lah foto crew mantra coffee dan para donatu-- eh maksudnya para pelanggan setia mantra.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top