41 : Ilmu Hitam
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Semakin bertambahnya usia zaman, dunia kini telah berubah menjadi modern, melupakan jejak pengguna ilmu hitam, yaitu para penyihir. Jika ditanya, apakah penyihir itu ada? apakah ilmu hitam itu ada? jawabannya adalah "ya, mereka ada."
Ilmu hitam berasal dari persekutuan antara manusia yang meminta kekuatan dari jin, jin yang mendiami sebuah wadah disebut khodam. Dan para pengguna khodam ini disebut dukun/penyihir. Eksistensi mereka di dunia ini masih menjadi tanda tanya besar, sehingga pihak kepolisian tidak tahu menahu tentang kasus-kasus yang berada di luar nalar seperti santet. Lalu bagai mana cara agar sang dukun bisa terbukti bersalah? sementara tak ada bukti kuat terkait cara mereka menyakiti korbannya.
Arkana, adalah cerita lama tentang para pembasmi sihir, mereka adalah satuan polisi rahasia yang bergerak untuk meringkus para penyihir. Keberadaan mereka juga simpang siur seperti halnya penyihir itu sendiri. Berbeda dengan ilmu hitam, Arkana mampu memanipulasi tenaga dalam atau biasa juga disebut 'atma' untuk meluluh-lantahkan pengguna khodam.
Yaaaa terkait mitos atau bukan, tidak menjadi beban pikiran untuk kafe kopi yang terletak di daerah Maguwoharjo ini, seperti biasa mantra sudah membuka pintunya sejak jam 4 sore tadi. Malam ini kafe tidak terlalu ramai karena hujan deras. Andis, Dirga dan Ajay juga sedang berada di luar dengan urusan kampus mereka masing-masing.
Abet masih stay di depan peralatan kopi, sementara Tama dan Mila sedang duduk sambil meratapi hujan, karena agak sepi dan tak terlihat tanda-tanda pengunjung akan datang, Mila duduk di bangku pelanggan sambil menyalakan laptop dan menulis skripsinya ditemani oleh Tama yang sedang gabut juga.
"Aqilla ga kesini?" tanya Mila yang sedang mengetik.
"Ujan, kasian nanti dia masuk angin," jawab Tama.
Tak lama setelah itu seorang pria tampak berkunjung ke mantra, ia berjalan kaki dengan menggunakan payung berwarna hitam, pria itu meletakkan payungnya di tempat yang di sediakan dan kemudian ia masuk ke dalam kafe. Pria itu memiliki wajah yang lemas, ia terlihat seperti mengantuk.
Mila hendak bangun, namun Tama menahannya, "biar aku aja," ucapnya.
Tama menyodorkan menu kepada pria itu,
"Doppio," ucap pria itu.
Doppio adalah double shot espresso, umumnya diekstraksi dengan menggunakan double coffee filter dalam portafilter. Jadi jika memesan dua shot espresso, ya sebut saja dengan doppio.
Tama langsung menuju Abet untuk memberikan daftar pesanan pelanggan.
"Doppio 1," ucapnya pada Abet.
Abet langsung membuatkan Double shot Esspresso. Tak butuh waktu lama, Tama kembali untuk memberikan pesanan itu kepada tuannya.
"Denger-denger di sini ngelayanin masalah seputar kasus supranatural ya?" tiba-tiba pria itu unjuk bicara pada Tama.
"Kalo saya ga butuh, ga mungkin saya kesini jalan kaki cuma beratapkan payung seadanya aja, saya harap rumor itu bener," lanjut pria itu.
Tama bertanya tentang kejadian apa yang menimpa pria itu dan pria itu menjelaskan bahwa ia hampir tak pernah tertidur karena gangguan makhluk halus. Tama melepaskan sarung tangannya dan hendak menyentuh pria itu, namun pria itu dengan sigap menangkap pergelangan tangan Tama.
"Mau ngapain?" tanya pria itu.
"Meriksa sesuatu," ucap Tama singkat.
Pria itu melirik ke arah tangan Tama, ia mengambil gunting di saku celananya dan menusuk tangan Tama yang ia pegang hingga berdarah.
"Aaaaaargh !!" teriakan Tama kesakitan, membuat seisi mantra menoleh ke arahnya.
kemudian pria itu menjilat tangan Tama yang berdarah sambil berkomat-kamit dan memelototi mata Tama. Abet yang melihat adegan itu segera meninggalkan pos nya untuk mengkondisikan kejadian itu. Melihat Abet yang berlari, pria itu menabrakan diri ke jendela kaca hingga pecah, ia terjatuh keluar kafe dengan tubuh yang penuh dengan serpihan kaca, namun seperti tak merasakan sakit, ia berlari pergi dari kafe.
Karmila langsung berlari mengambil kotak pertolongan pertama yang berada di atas, dan Abet berusaha menenangkan Tama yang tangannya berlubang. Setelah mendapatkan pertolongan pertama, Abet membawa Tama ke rumah sakit karena takut jika lukanya terinfeksi, apa lagi melihat pria gila itu menjilat luka Tama.
Tak lama setelah kejadian itu, Dirga dan yang lainnya datang. Mereka kaget melihat jendela yang pecah dan bertanya apa yang terjadi, dan Mila menjelaskan semuanya dengan detail.
Dirga pergi untuk menemui Tama dan Abet di rumah sakit, sementara Andis dan Ajay tetap di kafe untuk membantu membereskan kerusakan yang terjadi.
Sesampainya di rumah sakit Dirga bertemu dengan Abet.
"Gimana keadaan Tama?" tanya Dirga.
"Pendarahannya cukup parah, lukanya juga dalem, tapi ga ada infeksi," Abet menjelaskan.
Tak lama setelah itu Tama keluar dari sebuah ruangan, tangannya kanannya di penuhi perban. Setelah itu ia sudah boleh kembali ke pulang. Di perjalanan ia sama sekali tak bicara hingga mereka tiba di mantra. Terlihat Aqilla di depan kafe menyambut kedatangan sang pangeran yang terluka, ia menghampiri Tama.
"Kamu gapapa?"
Tama membalasnya dengan sebuah senyuman, "aku gapapa kok."
"Aku agak ngantuk," ucap Tama.
"Kamu mau tidur?" tanya Aqilla.
Tama hanya mengangguk.
"Yaudah sana istirahat, kamu pasti capek banget,"
"Temenin tidur dong," goda Andis.
"Heh," Karmila menjitak kepala Andis.
"Adaw, becanda ey," ucap Andis sambil mengelus-elus kepalanya yang dijitak.
"Gapapa aku emang mau nemenin Tama sampe dia beneran tidur," ucap Aqilla.
Aqilla benar-benar menemani Tama, ia ikut naik ke lantai atas dan duduk diseblah Tama yang berbaring di kasur sambil membelai rambut pria pujaannya itu sambil menyanyikan sebuah lagu tidur. Terlihat wajah pria itu yang tampak lelah, entah sudah berapa lama Tama memejamkan matanya.
Tama bermimpi, ia melihat seseorang duduk membelakanginya. Orang itu memakai jubah berwarna hitam, di tangannya ada sebuah tato peti mati berwarna hitam.
"Lama juga datengnya," ucap Pria itu sambil menoleh ke arah Tama.
Tama kaget melihat bahwa pria itu adalah orang yang menusuknya dengan gunting.
"Ga usah kaget, kita udah selesai ritual kontrak darah dengan sempurna kok," ucap pria itu.
Tiba-tiba dengan sangat cepat sebuah rantai panjang melilit kedua tangan Tama dan agak sedikit terangkat sehingga membuat Tama tergantung. Ia mencoba memberontak namun tak bisa.
"Alam bawah sadarmu sudah di bawah komandoku sekarang," ucap pria itu menyeringai.
Tiba-tiba Tama terbangun dari tidurnya, ia terlihat seperti kejang-kejang. Aqilla yang melihat itu sontak berteriak sehingga anak-anak mantra berdatangan.
Tama terlihat seperti kerasukan, matanya putih dan tubuhnya seperti terpelintir.
"Dir pegangin Tama! kesurupan itu," ucap Andis.
Dirga memegangi Tama karena takut tubuh Tama berbuat macam-macam. Namun entah dari mana datangnya, tenaga Tama lebih kuat dari pada Dirga.
"Berat Dis," ucap Dirga yang tampak kewalahan memegangi pria yang biasanya terlihat lemah itu.
Ajay segera duduk bermeditasi, dengan kemampuan astral projection nya ia mampu masuk ke dalam alam bawah sadar seseorang, ia mencoba merasuki alam bawah sadar Tama. Ajay melihat Tama yang terkekang oleh rantai dengan seseorang yang sedang duduk di depannya.
Orang itu menyadari kedatangan Ajay.
"Wohohoho baru kali ini ada yang bisa masuk ke dalam sini juga," ucapnya menyeringai.
Tanpa basa-basi orang itu berlari ke arah Ajay dengan sebilah pedang di tangannya.
"Pedang?" gumam Ajay.
Ajay memikirkan sebuah pedang, dan secara tiba-tiba muncul pedang yang sudah ia genggam di tangan kanannya, ia menangkis pedang pria itu dengan pedang yang baru saja ia dapatkan.
Pria itu kaget melihat Ajay yang berkemampuan sepertinya.
"Bisa menciptakan benda dari hasil pemikiran? pastinya sudah cukup berpengalaman," ucap pria itu.
Pria itu tampak menjauhi Ajay, ia memalingkan diri dan berjalan pergi.
"Suatu saat kita akan bertemu lagi, dream bender," ucap pria itu keluar dari alam bawah sadar Tama.
Ajay menutup lubang yang digunakan pria itu untuk masuk ke dalam alam bawah sadar Tama. Sebangunnya ia dari astral projection, ia melihat Aqilla sedang menangisi Tama yang pingsan dan juga suasana yang menegangkan di mantra coffee. Ia menghampiri Dirga dan membisikan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mengetahui semuanya, Dirga menyuruh Aqilla dan Karmila untuk pulang malam ini, dan ia berbincang dengan Abet 4 mata di dapur.
***
Keesokan harinya.
"Cring," Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran seseorang datang.
Seorang pria dengan hoodie berwarna biru dongker masuk membawa koper besar. Andis membuka pintu dan menyambut kedatangan pria berhoodie itu.
"Ada keperluan apa ya mas? kita belum buka," ucap Andis.
"Kalo gitu apa gua harus pulang lagi?" ucap pria itu membuka hoodienya.
"Tirta?"
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top