38 : Nada Dalam Sendu
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Malam ini kampus ISI membuat panggung pertunjukan untuk para mahasiswa dan mahasiswi nya, ada berbagai jenis pertunjukan seperti musik, opera, tari, dll. Rekustik, band akustik milik Aqilla dan Kartika akan tampil membawakan beberapa lagu untuk malam hari ini. Tama juga akan tampil bersama teman-temannya di kategori band, dengan nama band Sole Nero Theater.
Semua tampil dengan performa terbaiknya, begitu juga dengan rekustik. Aqilla dan Kartika naik ke atas panggung, kombinasi duo maut ini menjadi salah satu yang di nantikan di pentas ini. Alunan gitar yang memanjakan telinga dan iringan bass yang membuat semangat terus terpacu, dan tentu saja duo suara emas yang melengkapi band ini menjadi sempurna.
"Apa kabar semuanyaaaaa?!" ucap Kartika
"Uwouwowuwouwo," sorak-sorak penonton ramai, entah apa yang mereka teriakan.
"Bass aku lagi bermasalah nih, jadi Rekustik mau gegitaran aja, gpp ya?" sambung Kartika.
"Ulululululu," sorak penonton yang bagaikan manusia purba itu.
"Ayok Qil, mainkan,"
Mereka membawakan lagu milik Maroon 5 yang berjudul Payphone.
"I'm at a payphone trying to call home, All of my change I spent on you....."
Setelah mereka membawakan lagu itu, sorak-sorak penonton semakin menggila.
"Kak Tika sumpah ya keren banget,"
"Aqilla I love youuuu,"
"Rekustik..Rekustik..Rekustik..."
Begitulah para penonton menghujani Rekustik dengan bermacam-macam pujian. Setelah itu Rekustik memainkan beberapa lagu lagi.
Tidak lama berselang dari penampilan Rekustik, sekarang giliran penampilan band Sole Nero Theater.
5 orang bernuansa hitam naik ke atas panggung, Rendra (Gitaris), Edwin (Bass), Dika (Drum), Tama (Piano) dan Sarah (Vokal).
"Sole Nero Theateeeeer!" teriak MC memeriahkan acara.
"Sebelum mulai, kita ngobrol sebentar dulu yuk," ucap MC pada SNT.
"Apa sih arti nama dari band kalian? Terus kenapa ada embel-embel theater nya?"
"Jadi sole nero itu diambil dari bahasa Italy yang artinya matahari hitam. Terus juga kenapa pake embel-embel teater itu karena emang kita itu punya genre perpaduan antara musik progressive rock dan neo classic. Musik instrumen yang keras ala-ala rock dan metal, di padu sama vokal classic ala-ala theater/opera," ucap Sarah menjelaskan.
"Yaudah yuk langsung aja mulai, sole nero teatheeeer!" MC memberikan panggung kepada SNT.
SNT membawakan lagu Isyana Sarasvati yang berjudul Lexicon.
Band baru itu langsung menjadi salah satu band favorit di jajaran ISI karena penampilannya yang sangat memukau.
"Drumernya gondrong ga si?"
"Gitarisnya keren banget,"
"Bass nya gokil parah sih ini,"
"Pianisnya cool parah, asik banget,"
"Vokalnya merinding cooooy,"
Begitulah komentar-komentar para netijen yang menonton pertunjukan sole nero theather.
Setelah selesai dengan pertunjukannya Tama menuju backstage untuk merapikan barang-barangnya. Malam semakin larut, ditambah dengan gelagar-gelagar petir yang membawa aroma hujan.
Ia bertemu dengan Aqilla di belakang panggung, gadis itu baru saja selesai merapikan peralatannya dan hendak pulang, tak ada kata yang terlontar di antara mereka, bahkan untuk sekedar say hallo. Tama melewati Aqilla dan mengemas barang-barangnya, Aqilla juga tak berani menatapnya dan langsung pergi selesai berkemas, meninggalkan Tama dan beberapa penampil lainnya.
Di perjalanan menuju parkiran beberapa orang pria datang menghampiri Aqilla sambil bertepuk tangan. Dan salah satu di antaranya adalah Jordan.
"Wah wah, udah mau pulang nih," ucap Jordan.
Aqilla berusaha menghiraukannya. Namun Jordan menahan gadis itu, ia menarik tangan Aqilla.
"Jordan lepasin," sambil ia berusaha melepaskan tangan Jordan.
"Kamu kok gitu sih sama aku?" ledek Jordan.
"Sama pacar sendiri ga boleh gitu Aqilla cantik," ucap Erik sambil berjalan ke belakang Aqila dan memegang pundaknya.
"Tadi kok ga sepanggung aja sih sama si Tama-Tama itu?" ledek Jordan lagi.
"Aqilla pegel ga?" ucap Erik dari belakang sambil memijat-mijat punggung Aqilla.
"Erik kurang aja--" sambil menoleh ke arah belakang.
belum selesai Aqilla berbicara Jordan menariknya lagi hingga gadis itu agak sedikit terpental ke depan.
"Kalo aku lagi ngomong tuh di dengerin,"
Aqilla perlahan meneteskan air mata.
"Ih ih ih kok nangis? nanti cantiknya ilang loh" goda Erik.
Tiba-tiba turun hujan, membuat Jordan dan komplotannya kebasahan.
"Walah ujan cuk," ucap Jordan melepaskan tangan Aqilla dan menutupi kepalanya sendiri dengan tangannya.
"Dasar jalang!" Jordan mendorong Aqilla hingga gadis itu terduduk di tanah.
"Yah ujan, padahal mau seneng-seneng sama Aqilla," ucap Erik si pria kurang ajar itu.
Mereka semua pergi sambil berlari berusaha mencari tempat berteduh, meninggalkan Aqilla sendirian terduduk di tengah hujan, gadis itu tak kunjung bangkit, ia hanya duduk di tanah sambil menikmati air yang keluar dari kedua matanya bercampur dengan air langit. Ia hanya menunduk, menutupi wajahnya dengan tangannya.
Hatinya terluka, memang iya bersalah namun tetap saja ia merasa seharusnya tidak menerima perlakuan barusan, apa lagi Erik, pria kurang ajar itu dari tadi seperti menggerayangi tubuhnya dari belakang.
Tama berjalan di lorong, dari kejauhan ia melihat Aqilla yang sedang duduk di tanah sembari hujan-hujanan.
"Ngapain dia duduk di tengah hujan?" pikir Tama.
Namun ia menghiraukannya dan kembali berjalan. Ia berusaha tak peduli dan berusaha untuk tidak ikut campur urusan Aqilla.
Aqilla masih berada di sana hingga beberapa menit, gadis itu enggan berdiri, ia pikir hujan malam itu adalah cerminan dari perasaan yang ia rasakan, ia hanya ingin menikmatinya sedikit lebih lama lagi.
Namun entah kenapa, hujan berhenti membasahi gadis itu. Ia pikir hujan telah berhenti, hanya menjadi utusan tuhan untuk menolongnya dari gangguan Jordan dan teman-temannya. Perlahan ia meluruskan badannya dan membuka matanya.
Dilihatnya pemandangan sekelilingnya yang ternyata masih hujan, suara khas hujan yang membasahi atap kampus, hembusan angin yang menerpa seluruh kulitnya, gelagar petir yang berteriak di telinganya. Air itu masih terus turun membasahi bumi, lantas mengapa air itu berhenti menghujaninya? Aqilla menoleh ke atas, dilihatnya sebuah payung yang melindunginya dari sang hujan.
Aqilla menoleh ke belakang, ia melihat seorang pria berdiri tepat di belakangnya sambil memayunginya, tak peduli dengan tubuhnya sendiri yang kini juga ikut basah kuyup karena memayungi gadis itu.
"Cukup langit yang menangis, kamu jangan," ucap pria itu.
Tama mengurungkan niatnya untuk pergi sendiri meninggalkan Aqilla yang terpuruk di tanah, memang terbesit rasa benci di hatinya kepada gadis itu karena telah mempermainkan perasaannya. Namun ia menyadari bahwa rasa bencinya tak sebanding dengan rasa sukanya terhadap gadis itu. Tama merasa bahwa yang ia lakukan sekarang adalah kebodohan terbesar dalam hidupnya, karena mungkin ini kali pertama ia berkorban untuk seseorang. Namun ia lebih memilih menjadi bodoh daripada membiarkan gadis itu sendirian sekarang. Ia tahu betul, gadis itu sedang membutuhkannya sekarang.
"Tama?"
Tama hanya tersenyum membalas panggilan Aqilla. Lalu kemudian membangunkan Aqilla yang terduduk di tanah, kemudian Tama menggandeng Aqilla pergi untuk berteduh.
"Kamu belum pulang?" tanya Aqilla yang agak merasa akward dengan keadaan ini, karena belakangan ini mereka sama sekali tidak pernah berbincang.
Tama hanya menggeleng.
Keadaan hening seketika, Aqilla masih menyimpan rasa bersalah pada Tama.
"Aku ga pernah pulang," ucap Tama secara tiba-tiba.
"Loh?!" Aqilla kaget mendengar kata-kata Tama.
"Terus kamu tinggal di mana?" tanyanya lagi pada Tama.
"Semenjak pertengkaran kita dan saat kita mulai menjauh--" Tama menghentikan omongannya.
Ia menatap mata Aqilla, "Aku kehilangan tempat pulang," lanjutnya.
Aqilla menunduk, namun Tama memegang dagu Aqilla dan mengangkat wajahnya hingga mereka saling bertatapan.
"Jangan menunduk, aku rindu di pandang," ucapnya.
Wajah Aqilla memerah, ia sangat malu.
"Tama jangan gitu--" ucap Aqilla menepis tangan Tama.
"Aku udah nyakitin kamu," sambungnya lirih.
"Aku benci kamu," ucap Tama singkat.
Aqilla kembali menunduk.
"Tapi ga sebesar aku suka sama kamu," ucapnya lagi.
Aqilla mengangkat wajahnya dan menatap Tama dalam-dalam.
"Kamu suka aku?" ucap Aqilla sepik-sepik doang.
"Aku rasa semua yang liat aku harusnya tau, aku paling ga pandai menyembunyikan sesuatu," balas Tama.
Tama bangun dan mengambil payungnya.
"Mau kemana?" tanya Aqilla.
"Ayo sini ikut," Tama membangunkan Aqilla, menggandengnya dan kemudian berjalan ke tengah jalan yang hujan.
"Mau ngapain?" tanya Aqilla.
"Maaf," ucap Tama.
"Maaf bu--" belum sempat Aqilla menuntaskan kalimatnya tiba-tiba bibirnya di hantam oleh sesuatu, sehingga ia tak bisa berkata-kata.
Sesuatu yang menghantam bibir Aqilla adalah bibir seorang Retsa Pratama, ia mencium Aqilla.
Aqilla kaget setengah mati, Tama sadar akan hal itu dari respon tubuh Aqilla yang kaget. Ia menghentikan ciumannya.
"Maa--" gantian, belum sempat Tama berbicara, bibirnya kembali di tabrak oleh bibir Aqilla.
Aqilla memeluk tubuh pria itu dengan sangat erat sambil berkata, "Jangan pergi."
"Aku sayang kamu," lanjut Aqilla.
Aqilla melepaskan sarung tangan Tama dan meletakkannya di pipi sebelah kanan miliknya.
"Kamu boleh liat masa lalu aku--"
"Tapi jangan marah, sedih, kecewa sama siapapun," ucap Aqilla.
Sekelibat memori membentuk cinematic, Tama menonton adegan-demi adegan dengan sangat detail, tanpa terkecuali. Termasuk saat Ajay datang meminta tolong pada Aqilla.
Selesai menonton semua ingatan Aqilla, Tama membuka matanya.
"Boleh aku isi hati kamu yang kosong sekarang?" ucap pria itu.
Aqilla hanya mengangguk sambil tersenyum malu.
Dari awal Aqilla tak pernah menyukai Jordan sepenuh hati, ada alasan kenapa ia menerima Jordan. Dan hanya Tama yang tahu alasannya.
.
.
.
Bonus illustrasi video.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top