37 : Penghuni Baru
Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Terus melangkah maju, ya begitulah cara kerja sang waktu meninggalkan hari-hari yang telah berlalu. Libur telah usai, wajah-wajah lama menghilang digantikan dengan wajah-wajah baru yang mulai bertebaran di kota Jogja. Samar-samar terlihat tiga orang yang keluar dari stasiun lempuyangan.
"Yo," sapa Dirga kepada ketiga temannya yang baru saja kembali lagi setelah beberapa minggu meninggalkan Jogja.
"Ih ada Mila, udah kangen ya sama kakang Andis?" ucap Andis melihat Mila ikut menjemput mereka bersama Dirga.
"Najong ge'er banget," balas Mila.
Andis, Tama dan Ajay masuk ke dalam mobil, mereka kembali menuju markas besar mereka, yaitu Mantra. Sepanjang jalan mereka saling bertukar cerita tentang pengalaman liburan mereka, begitu juga dengan Dirga.
"Mila bukannya off day ya?" tanya Andis di tengah perjalanan.
"Kan waktu kalian liburan Mila teh full time," kata Mila.
"Full time dari pagi dong?" ucap Andis bercanda.
"Iya emang dari pagi," jawab Mila.
"Serius?! kan masuk buat beberesnya jam 3 sore?" sahut Andis lagi.
"Kan nemenin Dirga, kasian sendirian,"
"Dir, wah lu ngapain aja lu berduaan pas sepi-sepi?"
"Kepo Andis," celetuk Mila.
"Kan aku nanya Dirga," balas Andis lagi.
"Eh iya--" tiba-tiba Mila memotong pembicaraan Andis.
"Aqilla abis putus loh," ucap Mila sambil menoleh ke arah Tama.
"Terus?" ucap Tama singkat.
"Yaaaa ngasih tau aja," ucap Mila sambil tersenyum.
"Ga tertarik tuh," ucap Tama gengsi.
"Buat gue ya?" sambung Andis.
Tama tiba-tiba melihat Andis dengan tatapan yang tajam. Ia membuka sarung tangannya.
"Coba aja," ucapnya seakan mengajak berkelahi.
Mereka semua tertawa bersama karena melihat Tama yang kelihatan emosi.
Sesampainya di mantra mereka semua turun dan membawa barang bawaan mereka ke lantai atas. Tidak butuh waktu lama, mantra di penuhi aroma melati.
"Kok mendadak bau melati ya?" tanya Mila.
"Andis kali kuntil anaknya," celetuk Dirga.
Andis hanya melongo ke arah jendela luar.
"Dir, lu ngapain aja? atau lu kemana aja selama kita semua liburan?" tanya Andis dengan wajah serius.
"Yahelah masih aja di bahas, gua ga ngapa-ngapain kali sama si Mila," jawab Dirga.
"Bukan itu," balas Andis.
Belum Dirga selesai berbicara, Andis menunjuk ke luar jendela.
"Cewek yang bajunya item itu--" ucap Andis.
Dirga mulai mengerti apa yang di bicarakan Andis.
"Siapa?" sambungnya Andis.
Dirga menceritakan asal mulanya ia berkomunikasi di perpus kota, depan gelato hingga ikut pulang ke mantra.
"Antara dia suka sama lu atau minta tolong sesuatu, kalo mereka tau lu bisa liat mereka sih gitu," ucap master Andis.
"Gua kadang ga bisa bedainnya," ucap Dirga.
"Ya dulu juga gua gitu, lama-lama juga tau sendiri. Ga ada teori buat bisa bedain antara mereka yang udah mati sama yg masih idup, kecuali roh jahat, karena mereka serem,"
Andis menceritakan detail-detail tentang mahluk-mahluk halus ini pada Dirga, seperti guru yang mengajari muridnya.
"Welcome to the satan world," ucap Andis sambil tertawa.
"Lah kampret juga lu," balas Dirga.
"Gua mau ke kampus dulu, ada urusan," Andis pergi sambil memasukan sebotol moccacino ke dalam tasnya.
Sesampainya di kampus, ia melihat seorang wanita duduk di bangku tempat ia biasa berbincang dengan Sekar.
"Yah ada orang," batinnya.
Orang itu melambai ke arah Andis, wajahnya agak familiar. Andis menghampiri wanita itu.
"Kiran?"
"Kak Andis kuliah di sini?" tanya Kiran.
"Iya nih,"
"Tadi Kiran liat Sekar, jadi mampir dulu deh buat say hello,"
Kiran pernah muncul di episode 29 : Tentang Waktu. Ia adalah anak yang memiliki kepekaan seperti Andis, bisa melihat mereka yang tak kasat mata.
"Kiran baru lulus SMA kan ya?" tanya Andis.
"Iya, sekarang Kiran udah pake almamater yang sama kayak kak Andis," ucap Kiran sambil tersenyum.
"Hayooo ngobrolin apa?" tanya Sekar yang muncul tiba-tiba dari belakang Andis.
"Ngobrolin kamuuuu," guyon Andis.
"Oh iya Sekar, Aku mau minta tolong dong," ucap Andis.
"Tolong apa?"
"Di deket kafe sering muncul sosok cewek pake baju hitam gitu, Sekar bantu dong, tanyain maksudnya dia tuh apa?" pinta Andis.
"Biasanya ga ada tuh,"
"Iya, tapi gatau tuh Dirga ngapain, tiba-tiba ceweknya ngikutin ke kafe,"
"Dirga ya...."
"Iya, Dirga,"
"Dia itu beda," ucap Sekar.
"Auranya beda sama manusia lain," lanjutnya lagi.
"Hah?! beda gimana?" tanya Andis.
"Aura dia itu seakan narik hantu-hantu di sekitar dia," jawab Sekar.
"Mirip-mirip aura dukun, kadang Sekar ngerasa dia itu bisa ngebunuh setan loh," timpal Sekar lagi.
"Dia juga di jagain sama mahluk tingkat tinggi, mungkin Andis ga bisa lihat dia karena tingkatannya bisa nyembunyiin hawa keberadaan dia, bahkan dari mata kalian berdua," ucap Sekar pada Andis dan Kiran.
Andis jadi lebih tertarik untuk menyelidiki alasan hantu wanita berbaju hitam itu mengikuti Dirga, dan tentu saja ia penasaran dengan sosok Dirga Martawangsa. Memang mereka berteman sejak kecil, namun sosok Dirga bisa dibilang lebih misterius dari pada seorang Tama yang pendiam, Dirga memang banyak Biacara, namun seperti banyak menyembunyikan sesuatu.
Andis di kampus karena ada beberapa urusan, salah satunya menemui Sekar. Setelah urusannya selesai, ia kembali ke mantra.
Sesampainya di mantra, Andis tak menemukan sosok wanita berbaju hitam itu lagi, bahkan Sekar juga tak merasakan aura keberadannya. Memang menurut pengakuan Dirga, sosok itu kerap muncul dan menghilang, entah apa motifnya, yang jelas ia tak mengganggu.
"Andis mau cinocino," pinta Sekar.
"Tadi kan udah di kampus," ucap Andis.
"Mau lagi, ya ya ya ya,"
"Dasar," Andis segera menuju Dapur untuk membuat segelas moccacino untuk Sekar.
Tak lama setelah itu Tama turun dari lantai atas sambil menggendong anak kucing berwarna hitam.
"Kucing dari mana itu?" ucap Mila asmbil menghampiri Tama dan mengelus-ngelus kucing yang digendong Tama.
"Di depan, ga ada orang tuanya," ucap Tama.
"Lutunaaaa," ucap Mila sambil mengelus-elus bagian leher kucing itu.
"Kamu suka kucing?" sambung Dirga yang melihat Mila sangat suka dengan anak kucing itu.
"Sukaaaak!" jawab Mila bersemangat.
"Kamu mau kasih nama siapa?" tanya Mila pada Tama.
"Anna," jawabnya singkat.
"Kayak nama cewek, emangnya dia cewek?" tanya Mila lagi.
Tama hanya mengangguk.
"Dari mana kamu taunyaaa?"
Tama mengangkat kucing itu ke depan wajah Mila.
"Ga ada bijinya," ucap pria polos itu dengan singkat, padat dan jelas.
"Emang kalo cowok ada bijinya?" tanya Gadis oneng itu.
Tama hanya mengangguk.
"Tama jago ya soal kucing," puji Mila.
Tama hanya mengangguk lagi.
Semua yang melihat Tama dan Mila berbincang menggeleng-gelengkan kepala.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top