33 : Arwah Kecil

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Siang itu kelas telah berakhir, untuk membunuh rasa lapar Andis dan pasukan broadcaster muda biasanya makan di warung nasi bu erte. Setiap melewati perumahan di dekat kampusnya, Andis selalu melihat anak kecil sedang bermain masak-masakan di taman, anak itu bermain dengan mainan masak-masakan yang terbuat dari plastik. Usianya sekitar 5 tahun, usia ranum anak-anak bermain dan belajar di taman kanak-kanak. Andis sekarang sudah dewasa, ia sudah bisa membedakan mana orang yang masih hidup dan orang yang sudah mati, dan anak itu adalah seorang arwah penasaran.

"Anak sekecil itu, apa ganjalan yang ada di hatinya sehingga ruhnya tertahan di bumi?" pikir Andis.

Anak itu menatap Andis, kemudian tersenyum. Biasanya ia selalu menghiraukan interaksi yang dilakukan oleh mereka yang tak terlihat, namun kali ini ia tak bisa membiarkan senyum setulus itu terbuang tanpa balasan, Andis tersenyum balik pada anak itu. Ketika ia mengedipkan mata, anak itu sudah tidak ada.

Andis melanjutkan perjalanan ke warung nasi bu erte, sesampainya di sana ia memesan nasi sayur capcay dengan lauk tahu bakso, Andis dan teman-temannya duduk di belakang. Bu erte memiliki anak perempuan yang usianya sekitar 5 tahun, biasanya ketika Andis makan, anak itu sedang bermain di halaman.

Ketika Andis sedang asik makan, seorang anak kecil berdiri tepat di sebelahnya.

"Opo to liat-liat? mau?" Andis menggoda anak bu erte yang masih kecil.

"Lu ngomong sama siapa bege?" tanya Kiki.

Andis menoleh ke anak itu dan anak itu bukan anak bu erte, melainkan arwah anak kecil yang sedang bermain masak-masakan tadi.

"Cuma kakak yang senyum sama aku, ternyata bener ya kakak bisa ngelihat aku," ucap anak itu.

Andis menghiraukan anak itu karena jika ia membalas percakapan anak itu, teman-temannya bisa mengaggapnya gila.

"Yah salah lagi, ternyata emang ga ada yang bisa lihat aku ya," ucap anak itu sambil berjalan pergi.

Andis tak menghabiskan makannanya, ia segera pergi mengejar anak itu.

"Gue cabut duluan ya gaes," ucapnya pergi.

"Eh mau kemana vokalis letto?" tanya seorang temannya.

"Gua ada urusan," Sambil berjalan agak cepat.

Andis tak melihat dan tak merasakan hawa keberadaan anak itu lagi.

"Kemana itu krucil?" gumamnya dalam hati.

"Ternyata emang ga salah deh," jawab anak itu dari belakang, ia berada di atas Andis.

Andis membawa anak itu ke taman perumahan di mana ia melihat anak itu selama ini.

"Itu rumahku," anak itu menunjuk rumah yang tepat menghadap ke taman.

Seorang wanita berjalan membawa kantung plastik berwarna putih.

"Mamaaaaa," panggil anak itu sambil menghampiri wanita itu.

"Mama ini Aurel maaaa," ucapnya sambil melompat-lompat di depan ibunya.

Wanita itu masuk ke dalam rumah menghiraukan anaknya yang kini tak kasat mata. Anak itu menghampiri Andis.

"Aku sekarang ada di dunia dongeng, cuma kakak yang bisa lihat aku,"

Andis hanya diam dengan seribu kata.

"Bantu aku biar bisa kelihatan lagi kak,"

Andis tak kuasa meneteskan air mata, Anak itu tak sadar bahwa dirinya telah mati. Hal yang wajar ketika seseorang baru saja meninggal, mungkin anak itu belum lama meninggal, ia tak sadar dan menganggap bahwa ia sedang berada di dunia dongeng karena banyak mahluk-mahluk aneh dan di tambah, manusia biasa tak bisa melihatnya.

"Mama sebentar lagi ulang tahun, mungkin kalau Aurel jadi anak baik dan kasih mama hadiah, mama bisa liat Aurel lagi," ucap anak itu.

"Tahun lalu, Aurel sama papa beli hadiah buat mama, tapi pas Aurel pulang ke rumah, mama ga bisa lihat Aurel lagi," sambungnya.

Ya, sebuah kecelakaan dahsyat terjadi, mobil tronton menghantam Aurel dan ayahnya lantaran sopirnya mengantuk. Mereka berdua harus kehilangan nyawa, entah kemana ayahnya sekarang, yang jelas anak ini masih tertahan di dunia.

"Mau beli apa buat mama?" Andis melihat isi dompetnya, jika memang cukup ia akan membantu anak itu membelikan hadiah untuk ibunya.

"Origami," jawab anak itu

"Aku janji mau bikinin mama seratus origami," sambungnya sambil tersenyum.

"Okedeh, ayo kita beli," ucap Andis sambil tersenyum.

Andis segera menuju toko merah yang berada di jalan gejayan untuk membeli kertas origami, Aurel ikut naik duduk di motor Andis. Mereka sampai di toko merah dan Andis membeli kertas origami berwarna warni.

"Nih kertasnya, kapan ulang tahun mama kamu?" tanya Andis.

"Besoook," ucap anak itu.

"Tinggal kita kasih aja besok," jawab Andis enteng.

"Eh dibuat-buat dulu kakak," pinta anak itu.

"Dibentuk?" tanya Andis.

Anak itu mengangguk.

"Kampret, gua ga bisa origami," gumam Andis dalam hati.

Andis segera tancap gas menuju mantra, ia berharap ada teman-temannya yang bisa membantunya perihal berorigami. Sesampainya di sana, mantra sedang full tim dengan Abet dan Karmila, di sana juga ada Varah, Indah, dan Aqilla.

Andis menjelaskan pada mereka semua tentang situasinya, dan mereka setuju membantu Andis. Mereka semua membuat origami bersama-sama.

"Yah Sekar ga bisa bantu," ucap Sekar.

"Sekar nonton aja sama Aurel," balas Andis.

Sekar dan Aurel menonton anak-anak muda itu sedang membuat kerajinan origami.

"Andis payah," ucap Sekar.

"Ahahahahaha," Dirga tertawa. Semua heran melihat Dirga yang tertawa sendiri.

"Kenapa lu pada ngeliatain gua? Andis abis di cengin kuntil anak," ucapnya.

"Di cengin apaan si Andis?" tanya Indah.

"Katanya dia payah," sambil semua melihat origami buatan Andis yang meletot-meletot.

"Kalo gua bisa, gua bikin ini sendirian," ucapnya dongkol.

Semua menertawakan Andis. Mereka semua bergadang untuk menyelesaikan kerajinan origami untuk sang ibu. Dirga melihat Andis yang sangat dekat dengan kedua hantu itu.

"Lu kayak bapaknya Dis, Sekar kayak ibunya, dan itu anak lo," ucap Dirga.

Andis yang sedang fokus tidak mendengar ucapan Dirga. Andis tiba-tiba terpikirkan sebuah ide, ia mohon berpamitan kepada teman-temannya untuk pergi keluar sebentar.

***

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu, Andis baru saja datang kembali. Beberapa jam telah berlalu, waktu sudah larut malam, Abet, Mila, Varah, Indah dan Aqilla mohon berpamitan untuk pulang ke markas mereka masing-masing. Dan seratus origami telah selesai. Andis tidur lebih awal agar ia bisa keluar subuh untuk bisa menjalankan rencananya dan Aurel.

Alarm milik Andis berbunyi,

"Andis, Andis, Andis, Andis, Andeeeeees," panggil Sekar. Ya itulah alarm ampuh milik Andis sekarang.

"Andis, Andis, Andis...." teriak Aurel mengikuti Sekar.

Andis terbangun dan langsung mencuci muka, waktu menunjukan pukul 04.00 pagi, ia segera pergi keluar mantra mengendarai mobil Dirga yang isinya adalah seratus kertas origami.

Ia menuju rumah Aurel, sesampainya di komplek Andis meminta izin kepada pak satpam untuk melakukan setup kepada rumah Aurel. Ia semalam datang meminta izin kepada pak satpam agar tak dicurigai sebagai maling saat dini hari ini, dan menceritakan cerita yang tak masuk akal, namun dengan bantuan Aurel, Andis dapat membuktikan walaupun sedikit kepada pak satpam bahwa arwah Aurel lah yang ingin memberikan kejutan untuk ibunya. 

Andis dibantu pak satpam mensetup rumah itu tanpa sepengetahuan pemiliknya, ia tahu ini adalah tindakan yang bisa di pidana karena menambah sesuatu pada rumah orang lain tanpa seizin yang tinggal.

2 jam telah berlalu, terdengar suara kunci yang di buka dari dalam, dan pintu terbuka.

Betapa terjekutnya ibu sebatang kara itu melihat banyak origami terpampang di teras rumahnya saat ulang tahunnya. Ia celingak-celinguk melihat ke luar pagar, mencari siapa yang memasang origami sebegitu banyaknya.

Ia mendapati sosok Andis yang sedang duduk di halaman dengan matanya, ia tak mengenal pemuda yang asing itu, namun ia menghampiri Andis untuk sekedar bertanya. 

"Nak, kamu tau siapa yang nempelin kertas origami ini di rumah saya?" ucap ibu Aurel.

Andis menatap Aurel yang ada di sampingnya dan menjawab, "Ya, saya tahu."

"Maaf ya nak, siapa yang nempel ini semua?" tanyanya lagi.

"Aurel," ucap Andis sambil tersenyum.

Sang ibu tampak shock, bagaimana bisa Aurel? putri semata wayangnya telah meninggal tahun lalu akibat kecelakaan. Andis memberikan sebuah kotak hadiah kepada sang ibu

"Apa ini?" tanya sang ibu.

"Boleh dibuka kok bu," ucap Andis.

Sang ibu membuka kotak hadiah itu. Air mata mengalir perlahan membasahi pipinya, kini pipinya bagaikan daun di pagi hari yang basah karena embun.

Di dalam kotak itu berisi sebuah frame foto yang dibuat dengan menggunakan keterampilan tangan yang ia ajarkan pada putrinya, gambar yang ada di dalamnya juga sama persis dengan gambar yang ia tunjukkan kepada Aurel sebelum Aurel meninggal. Gambar keluarga yang lengkap, papa, mama dan Aurel.

Entah bagaimana caranya, ia tak tahu. Yang jelas ia yakin dengan intuisi seorang ibu, bahwa memang Aurel yang memberikan semua kejutan ini.

Waktu serasa melambat, Yama datang menjemput Aurel.

"Kerja bagus bocah," ucap Yama pada Andis.

Sebagai rasa terimakasihnya pada Andis yang membantunya mengurusi keinginan-keinginan para arwah gentayangan, Yama menunjukkan sebuah pemandangan yang luar biasa. Ia menyentuh Aurel dengan ujung tongkatnya, membuat Aurel dipenuhi cahaya keemasan.

Merasa De javu seperti kejadiaan saat arwah anak kecil yang dahulu pernah singgah di mantra dipulangkan bersama dengan ibunya yang baru saja meninggal. Kini Aurel dipenuhi cahaya seperti itu, Andis tahu bahwa Aurel akan segera menghilang dari bumi.

Sang ibu tiba-tiba berlari memeluk Aurel, Andis bingung melihat ibunya bisa melihat Aurel yang seharusnya tak terlihat, ia menoleh kearah Yama.

"Mama, Aurel pergi dulu ya, Selamat ulang tahun mama," ucap gadis mungil itu yang perlahan pudar.

Ibunya hanya diam tanpa bisa berkata-kata, entah apa yang ia rasakan, yang jelas ia hanya memeluk putrinya dengan sangat erat sambil menangis. Aurel mencium kening ibunya.

"Jangan nangis mama, Aurel janji jadi anak yang baik dan nurut sama papa di surga,"

Kini Aurel menghilang seutuhnya, ibunya tak kuasa menahan tangis akibat kerinduannya yang telah terisi penuh akibat kehilangan suami dan anak satu-satunya, semua keluar membanjiri relung hatinya hingga membuatnya tenggelam dalam haru yang tak berujung.

Yama Pergi menghilang bersamaan dengan menghilangnya gadis kecil bernama Aurel itu, Andis berusaha menenangkan sang ibu dan kemudian ia pulang.

Memang Andis tak pernah menginginkan mata yang bisa melihat mereka yang tak terlihat, namun terkadang ia juga bersyukur karena dengan mata itu ia bisa membantu mereka yang tersesat kembali menuju tempat yang seharusnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top