13 : Menghentikan waktu

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."
.

.

.

"Wuanjaaaaaay !!!" teriak Andis kepada Tama yang baru saja mendapatkan kamera baru.

"Give away nya mantap slur, nikon DSLR D3500 kit, hoki lu Tam" lanjut Andis.

Memang kemampuan passif Tama itu adalah kehokiannya. Ia sering sekali mendapatkan keberuntungan, dan kali ini ia mendapatkan sebuah kamera DSLR. Tama mencoba memotret beberapa gambar dengan view mantra coffee.

Tama menyuruh Abet untuk duduk di bangku pelanggan dan kemudian meminjam kacamata bulat milik Karmila. Tama menyodorkan kacamata itu pada Abet.

"Apa nih?" tanya Abet bingung.

"Lu disuruh pake itu, mau di foto lu" Dirga menjelaskan maksud dari Tama.

Abet hanya menurut saja, mengikuti arahan Tama.

Cekreeeeek !!

Tama kemudian mengacungkan jempol andalannya pada Abet. Kemudian Abet mengembalikan kacamata mila dan kembali ke posisinya.

"Kita-kita enggak nih?" protes teman-temannya.

"Mau cek resolusi tatto, ngetes doang ngeblur ga gambar tattonya" ucap Tama sambil melihat hasil jepretnnya.

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu berbunyi, Aqilla membuka pintu ke kafe.

Tama menghampiri Aqilla yang baru saja datang.

"Aku dapet kamera" ucapnya sambil menunjukkan kamera barunya.

"Dapet?" tanya Aqilla heran.

"Iya dari give away youtuber gaming" jawab Tama.

Tama kemudian mengambil ancang-ancang untuk memotret Aqilla. Namun Aqilla nenutup wajahnya.

"Ih apa si Tama? aku ga suka di foto" ucap Aqilla.

Tama menurunkan kameranya dengan wajah kecewa.

"Sekali" pinta Tama.

Aqilla menolak, dengan perasaan kecewa, Tama duduk di bangku yang bersebrangan dengan Aqilla, seperti biasa Aqilla datang untuk mencari mood menulis lagu, dengan milkshake vanilla kegemarannya.

Tanpa sepengetahuan Aqilla, Tama memotret Aqilla dari posisi yang Aqilla tidak sadari, karena memang sedang fokus menulis.

Setelah itu ia menaruh kamera barunya di kamar dan segera turun lagi untuk bekerja. 

Hampir 1 jam berlalu, Aqilla tampak pusing sekali dengan lirik yang ia tulis. Tama yang sedang membuat 1 cup green tea latte menyadari jika Aqilla sedang mengalami stack, ia membuatkan 1 cup lagi untuk pelanggan tercantik di jajaran pelanggan sejati mantra coffee itu.

Tama membawakan 1 cup green tea latte kepada seorang pelanggan, kemudian ia berjalan menuju meja Aqilla.

"Hey" sapa Tama. Aqilla menoleh dan menjawab sapa nya

"Hey"

Tama duduk dan memberikan 1 cup green tea latte yang ia buat.

"Aku kan ga pesen" ucap Qilla.

"Layanan spesial, biar ga pusing-pusing amat" ucap Tama sambil tersenyum.

Qilla menutup buku nya, dan lebih memilih untuk beristirahat sejenak.

"Kamu bisa fotografi?" Tanya Qilla

Tama menggeleng sambil tertawa kecil.

"Berarti baru belajar dong?"

Tama mengangguk.

"Sini aku ajarin, aku gini-gini ikut UKM fotografi loh, Tama udah gabung UKM?"

"Aku ambil kamera dulu" tama mengambil kamera nya di lantai atas. Seturun nya ia dari tangga, ia menjawab pertanyaan Qilla.

"Aku juga mau ikut fotografi" ucapnya sambil mengotak-atik kamera.

Tama tiba-tiba teringat jika tadi ia sempat menjeptet foto Aqilla, dan sangat takut jika Aqilla marah.

"Eh tapi rusak deh kameranya" Tama berusaha agar Qilla tidak melihat isi dari kameranya.

"Hah rusak?! Coba liat" namun tiba-tiba Aqilla mengambil kamera Tama untuk di cek kerusakannya.

Namun dengan sigap Tama menangkap tangan Aqilla.

"Pokoknya rusak, jangan" sambil menggenggam tangan Qilla yang berusaha merebut kamera nya.

Ajay yang baru saja pulang sehabis beraktifitas di kampus melihat Tama dan Qilla berpegangan tangan. Setelah merapihkan sepatu, ia berjalan menuju tangga, namun ia sempat berhenti di depan meja Aqilla.

"Ngapain kalian?" Tanya Ajay.

"Ini Qilla mau ngerebut kamera" sambil mengangkat kamera dengan tangan yang satunya.

"Abisnya kata Tama kameranya rusak, ya aku mau cek dimana kerusakannya" pembelaan Aqilla.

"Terus kenapa yang di rebut hatinya?" Tanya Ajay menunjuk tangan Tama yang sedang menggenggam tangan Qilla.

Tama langsung melepaskan tangannya dengan wajah memerah. Begitu juga dengan Aqilla. Ajay berjalan mendekat lalu mengambil kamera tersebut. Ia berjalan menjauh.

Ajay membalikkan badan dan....

Cekreeeek

Ia mengambil gambar Tama dan Aqilla yang sedang melihat kearahnya.

"Ah iya nih kameranya rusak" ucap Ajay.

"Iya Jay? Rusak di mananya?" Ucap Tama panik.

"Udah tenang, gua bisa benerin nya" sambil Ajay berjalan ke atas.

"Ehemm..." Aqilla sepik-sepik batuk. Tama menoleh kearah Qilla.

"Besok sibuk?" Tanya Qilla.

Tama menggeleng.

"Temenin aku nonton film yuk, ga berani nonton horror sendiri" sambil menunjukan 2 tiket bioskop.

"Hayuk" jawab Tama sambil tersenyum.

"Tama berani nonton horror?"

Tama mengangguk.

"Enggak takut emang?"

Tama menggeleng.

***

Keesokan harinya sepulang kampus, Tama dan Qilla langsung meluncur ke ambarukmo plazza. 

"Kamu udah nonton insidious yang pertama?" tanya Qilla.

Tama mengangguk.

"Ih ngomong dong Tama, masa cuma ngangguk-ngangguk, geleng-geleng sama ngasih jempol doang si" ucap Qilla geregetan.

"Maaf deh maaf, kebiasaan sih"

"Jawaaaab"

"Udah nonton kok yang pertama, sama temen-temen" jawab Tama.

"Anak-anak mantra?"

Tama mengangguk.

"Ih ngomong ga" sambil mencubit pipi Tama.

"Aduh--aduh, iya sama anak mantra" ucap Tama sambil memegangi pipinya yang merah karena di cubit.

"Tama" memanggil Tama dengan wajah yang murung.

"Kenapa Qila?" tanya Tama.

"Kamu kenapa cuma main sama anak mantra? kamu ga di temenin?" tanya Qilla penasaran, ia kadang merasa kaihan melihat Tama yang jarang bergaul di kampus, paling-paling sesekali bermain dengan anak bernama Rendra.

Tama menggeleng sambil tersenyum.

"Enggak kok, emang aku suka pilih-pilih temen aja"

"Dan kenapa---" Qilla menghentikan bicaranya.

"Kenapa?" Tama menunggu Qilla menyelesaikan bicaranya yang terpotong.

"Kenapa dari sekian banyak orang, harus aku?" tanya Qilla dengan wajah murung.

"Maksudnya?" Tama masih belum mengerti.

"Ya---kenapa bisa dan mau akrab sama aku? sedangkan kamu milih-milih untuk berteman" lanjut Qilla.

Tama mengangkat tangan kanannya.

"Karena kita sama-sama kesepian" ucapnya sambil tersenyum.

"Tangan ini bisa liat masa lalu suatu objek yang aku sentuh, termasuk pick gitar kamu"

"Itu sebabnya kamu bisa nemuin aku waktu pertama kali kita ketemu?" Tanya Qilla.

"Iya" Tama mengangguk.

"Aku tau kamu mau perform di kampus, jadi aku balikin pick itu ke kamu, karena itu benda yang berharga buat kamu"

"Makasih ya Tama" ucap Qilla sambil tersenyum.

"Qilla kalo senyum cantik" ucap Tama polos.

Wajah Aqilla memerah.

"Tetap cantik terus ya"

"Tama juga kalo ngomong, jadi ganteng" balas Qilla.

"Heh?! gimana ceritanya kalo ngomong jadi ganteng?" pikir Tama bingung.

"Ada deh"

Tama mencubit pipi Aqilla.

"Duh sakit tau" protes Aqilla sambil memegang pipinya yang merah karena di cubit.

"Gantian, biar sama"

***

Tidak terasa karena obrolan mereka, sekarang mereka berdua sudah ada di depan bioskop. 

"Insidious, aku dataaang" 

Tama tertawa kecil melihat tingkah kakak tingkatnya yang seperti anak-anak itu. Setelah memasuki bioskop, ruangan di bioskop itu sangat sepi.

"Sepi banget masa, apa karena udah mau abis tayang kali ya?" tanya Qilla.

"Maybe" jawab Tama singkat.

Film mulai di putar, adegan demi adegan telah mereka lalui, Aqilla sering berteriak ketika kaget, ia juga mencengkram jaket Tama jika sekiranya setan akan muncul, dan ketika setannya muncul Aqilla memeluk Tama dan menenggelamkan wajahnya di lengan Tama.

Tama tidak bisa fokus dengan film nya, ia merasa ingin meledak karena tiba-tiba Aqilla bertingkah seperti itu, bukan meledak marah, tetapi meledak salting. Tama menggenggam tangan Aqilla. Aqilla menoleh ke arah Tama.

"Jangan takut" ucap pria itu dengan senyum polosnya yang khas.

Aqilla mulai menjadi tenang, ia menghabiskan sisa film dengan berpegangan tangan dengan Tama, setiap adegan-adegan jumps care ia lalui dengan mencengkram tangan pria lugu itu. Tama menatap Aqilla yang fokus menonton film.

"Ih kok nangis" ucap Tama melihat Aqilla menangis.

"Takut---hiks" 

"Kalo takut kenapa nonton film horror?" tanya Tama.

"Suka" jawabnya sambil menahan isak tangis.

Tama memegang kepala Aqilla dengan kedua tangannya seperti sedang memegang bola basket, ia menatap Qilla.

"Kalo takut liat aku aja, okey?" ucapnya pada Aqilla.

Aqilla mengangguk.

"Ngomong dong" balas Tama pada Qilla yang sedari tadi menyuruhnya bicara jika mengangguk.

"Iyaaaaa" jawabnya

Seusai filmnya, Tama dan Qilla makan dahulu sebelum pulang.

"Film nya seru ga?" tanya Aqilla pada Tama.

"Se--seru, deg-degan" jawab nya tergagu-gagu.

"Tama juga takut ya?"

"Iya" jawab Tama.

"Aku hanya takut kehilangan hari-hari seperti ini, hari saat aku bersamamu" gumam pria lugu itu dalam hatinya.

Setelah makan, mereka langsung tancap gas menuju mantra, mengingat mereka berboncengan dengan vespa kuning milik Aqilla. Setelah sampai di mantra Tama meminta Aqilla untuk jangan langsung pulang dan menunggu sebentar di dalam, Tama membuatkan milkshake vanilla kegemaran Aqilla. Kemudian Tama pergi ke lantai atas dan turun membawa kamera.

"Aku foto ya, sekali aja" pinta Tama.

"Gamau ih, aku ga suka di foto, aku jelek" ucap Qilla menolak.

"Sekali aja" pinta Tama dengan wajah murung.

"Seenggaknya sekali aja, aku mau buat waktu berhenti berputar" lanjut Tama.

"Yaudah, sekali aja ya" ucap Aqilla dengan pasrah, karena melihat wajah murung Tama.

CEKREEEK~

"Emang gimana caranya bikin waktu berhenti berputar?" Tanya Qilla penasaran.

Tama melihat hasil jepretan pada kameranya.

"Cukup melihat tawamu, waktuku berhenti berputar untuk sesaat"

Tama hanya tersenyum dengan bergumam dalam hati.

"Ih ngomong dong Tamaaaaaa"

Tama malah tertawa dan itu membuat Qilla geregetan dan sebal, Qilla menghujani Tama dengan cubitan di pipinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top