108 : Hari Bahagia

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Dirga dan Ajay keluar dari gedung grha sabha pramana (GSP) dengan pakaian toganya. Di luar gedung, terlihat jelas Andis, Tama, Tirta, Uchul dan keluarga Ajay. Sebenarnya ada banyak orang di sana, tetapi yang membuat Dirga dan Ajay cepat menangkap keberadaan mereka adalah, Uchul yang sedang duduk atas tandu manusianya, yaitu Tama dan Andis.

"Kekeke ... muncul juga," ucap Uchul sambil menatap Dirga dan Ajay yang sedang berjalan menghampiri mereka.

Ajay dikerubungi oleh keluarganya, tentu saja itu adalah momen yang sangat membahagiakan untuk keluarganya, melihat anak kebanggaan mereka menjadi seorang sarjana muda. Dirga menatap Ajay, dengan senyuman yang tak dapat diartikan maknanya.

Tirta yang paling tahu, saudaranya hanya iri. Ia tak memiliki keluarga seperti Ajay, keluarga Martawangsa milik Dirga adalah keluarga yang penuh dengan masalah. Ia sudah tak memiliki ibu, dan ayahnya tak peduli padanya, bahkan pernah mencoba untuk membunuh Dirga. Begitu juga dengan kedua kakaknya, Dirga tak menyukai keluarganya sendiri.

"Bro," panggil Tirta, membuat Dirga menoleh ke arahnya.

"Selamat," peluknya.

"Thanks, Bro," balas Dirga sambil memeluk balik kembarannya.

"Selamaaaaat!" ucap Uchul dan budak-budaknya. Mereka berlari dan menangkap Dirga, lalu melemparkan Dirga ke udara, dan menangkapnya lagi.

"Banzai! Banzai! Banzai!"

Setelah itu, Uchul dan budak-budaknya menuju ke Ajay dan berusaha merebuat Ajay dari keluarganya untuk dihempaskan ke udara.

"Gua punya kejutan buat lo!" ucap Tirta yang menarik Dirga menuju lapangan.

"Mau kemana? Jangan bilang lu bilang-bilang, Frinza--" Belum selesai Dirga menyelesaikan bicaranya. Sesosok wanita dengan rambut panjang diikat kebelakang, lengkap dengan kacamata sedang berdiri di depannya, sosok itu membuat Dirga diam seribu bahasa. Wanita itu menghampiri Dirga dan memasukan permen lolipop ke dalam mulut Dirga.

"Selamat ya ... lolipop, Boys."

"Terimakasih ya, Nona berkacamata," balas Dirga sambil tersenyum.

Tirta meninggalkan mereka berdua.

"Kamu masih inget kan? Sama janji kita?" tanya Karmila.

Dirga hanya menunjukkan cincin di jari manisnya sambil tersenyum.

"Tunggu aku ya, aku ga akan lama-lama kok," ucap Dirga.

"Jangan ngelakuin hal konyol, jangan ngelakuin hal yang berbahaya." Dekap Mila.

"Iya."

"Jani?"

"Janji," jawab Dirga.

Mila mengetahui, dan menjadi satu-satunya orang yang mengetahui planing Dirga setelah lulus. Ia menghargai keputusan Dirga, tetapi tetap saja ia tak bisa berhenti khawatir, mengingat Dirga ingin meruntuhkan perusahaan keluarganya yang kotor itu.

Dirga dan Mila berjalan menuju anak-anak mantra yang sedang duduk di tangga. Ajay sudah pergi bersama keluarganya, mungkin ia pergi ke studio foto.

"Lu kapan nih wisuda?" ledek Andis menyenggol Uchul. Andis sudah menyelesaikan skripsinya, ia hanya tinggal menunggu tanggal wisudanya yang hanya berselang beberapa hari setelah wisuda UGM tahun ini.

"Kekeke, tinggal gua kasih liat alam kematian itu ke, Pak Rektor. Nanti juga auto wisuda," ucap Uchul.

"Sampe terjadi, gua yang bakalan ngeborgol tangan lu karena penyalah gunaan kemampuan," balas Tirta.

"Hah? Sanggup?" Uchul menatap Tirta dengan tatapan meremehkan.

"Mau coba?" balas Dirga dengan senyum yang menyeramkan.

"Udah, udah, intinya gua udah wisuda! Jangan berantem dah," timpal Dirga.

"Tapi ga serame wisuda, Tama," ucap Andis.

Sebelum wisuda UGM, kampus ISI sudah terlebih dahulu menggelar upacara wisudanya. Tirta dan Uchul memang tak hadir dalam wisuda Tama. Namun, tak mengubah fakta bahwa wisuda Tama adalah wisuda terheboh, karena banyak sekali wanita yang memberikannya hadiah berupa bunga dan coklat, sehingga Ajay, Andis, Dirga dan anak-anak Stray Kids menjadi budak Tama yang membawakan semua benda-benda itu.

Namun, semua ada hikmahnya. Melihat Anhar dari Stray Kids yang tak kalah tampan dan cool dari Tama. Mulai banyak wanita yang menyerah pada Tama dan berpindah ke sosok bassist stray kids itu.

Jujur saja, Andis tak tahu apakah wisudanya nanti akan seramai teman-temannya. Tama memiliki fanbase dan juga Undercover, ditambah mantra dan stray kids. Sementara Wisuda Dirga dan Ajay, ada keluarga Ajay, Tirta dan Uchul, serta Karmila. Andis tak punya banyak kenalan selain anak kampusnya dan juga anak mantra.

Banyak hal yang mereka lewati hari ini, hingga tak terasa malam telah hadir menemani mereka semua. Hari ini mantra coffee libur, mereka semua sibuk berpesta di dalam kafe yang sebentar lagi akan mereka tutup itu.

"Harusnya, pestanya setelah gua wisuda dong!" protes Andis.

"Tanggung ah, tinggal berapa hari lagi. Abis wisudaan lu, malemnya gua sama Uchul udah balik ke Jakarta, Dis," balas Tirta.

"Jadi, dari pada ga ada pesta gara-gara wisuda lu yang kelamaan itu, ya mending sekarang kan? Kekeke."

Andis hanya bisa mengalah.

"Panggangannya udah siap nih," ucap Dirga yang sedari tadi berusaha menyalakan bara untuk bakar-bakaran. Sontak mereka semua keluar dari kafe dan memulai acara barbekuan di halaman.

"Boleh ikutan kali?" ucap tetangga sebelah.

"Sini, sini, gabung aja," ajak Andis.

"Tiara ...," bisik Bunga.

"Pepet aja, ga ada pacarnya tuh," ucapnya sambil melirik ke arah Tama.

Tama berjalan membawa kotak es yang berisi aneka daging. Setelah meletakkan itu, tak sengaja kakinya menginjak sesuatu di rumput halaman, lalu memungutnya.

"Kucing?" ucap Tama sambil menatap gantungan kunci kucing berwana hitam. Ia mengambil gantungan itu dan menyimpannya di dalam kantong celanannya.

Mereka semua mulai bekerjasama. Mila dan para tetangga sebelah mulai membuat bumbu secara asal, dan para pria menusuk berbagai daging yang telah Tama potong kecil-kecil tadi. Setelah ditusuk dan dibumbui, Tama dan Tiara yang memanggangnya, agar rasa daging dan bumbunya pas di lidah. Juru masak andalan mantra dan juru masak andalan ruko sebelah mulai berkolaborasi.

"Kucing kalian kok ga pernah kelihatan?" tanya Tiara pada  Tama.

"Kucing? Kucing apa?" tanya Tama balik.

"Jangan dibahas! Oke?" Sontak Vitaya gemetar mengingat sosok kucing hitam penghuni mantra. Semenjak dikerjai Anna, Vitaya tak berani berkunjung ke mantra.

Bunga duduk sambil menatap Dirga dan Mila yang begitu mesra.

"Potek deh," ledek Tiara.

"Kita senasib ya," balas Bunga.

Mereka berdua melakukan tos sambil tersenyum.

Tak lama setelah itu, Nisa, Puspa dan Sherlin datang untuk memeriahkan acara barbekuan mereka. Begitu juga dengan stray kids dan Penjol, serta beberapa pelanggan setia mantra. Malam itu adalah malam yang bahagia, sekaligus sedih. Malam itu adalah upacara perpisahan mereka semua dengan kafe yang menemani mereka selama kurang lebih empat tahun menetap di kota Jogja ini. Sebenarnya bukan hanya sejak malam ini mantra coffee tutup, tetapi sudah beberapa hari yang lalu, setelah wisuda Tama digelar.

Kalian tahu? Apa yang lebih cepat dari laju peluru? Atau dari kilatan petir? Atau mungkin dari kecepatan suara?

Ya, dia adalah waktu. Waktu adalah hal yang paling cepat bergulir dan tak bisa kembali. Hari ini adalah hari wisuda Andis, sekaligus hari sialnya. Bagaimana tidak? Semua teman-temannya pulang mendadak karena panggilan orang tuanya, begitu pun dengan Uchul dan Tirta yang mendapat panggilan dari Inspektur, menyisakan Dirga sendiri di mantra.

"I always beside you," ucap Dirga sambil menepuk pundak Andis.

"Hahaha, woles, Bray," balas Andis sambil tertawa.

Dirga mengantar Andis, Abah dan Farisa menuju auditorium STMM Yogyakarta. Setelah menurunkan mereka, Dirga pergi menuju suatu tempat. Ia parkir di depan sebuah hotel yang berada di jalan magelang. Dirga berjalan masuk ke hotel dan mengetuk salah satu pintu.

Tok tok tok

Tama membuka pintu hotel itu.

"Andis udah masuk auditorium," ucap Dirga.

Tirta, Ajay dan Tama sudah siap dengan pakaian mereka.

"Uchul mana?" tanya Dirga.

"Tadi pagi keluar, belum balik," jawab Ajay.

"Ah, payah nih! Sahabat sejatinya mau wisuda, malah ilang," gerutu Dirga.

"Katanya mau nyari seseorang dulu," ucap Tirta.

"Siapa?"

"Entah," jawab Tirta.

Akhirnya mereka berempat berangkat duluan menuju kampus Andis. Ini adalah prank yang sudah mereka rencanakan beberapa hari sebelum upacara wisuda Andis. Mereka ingin melihat ekspresi Andis yang murung, tiba-tiba berubah menjadi kegirangan.

Sesampainya di kampus Andis, mereka berempat menyaksikan upacara wisuda melalui layar monitor yang berada di luar gedung. Mereka menyaksikan bocah yang sempat depresi karena skripsinya itu, kini naik ke atas panggung auditorium menggunakan toganya. Ia berjalan melewati beberapa dosen dan rektor. Momen yang sangat mengharukan untuk keempat sahabatnya. Dirga celingak-celinguk, ia masih mencari Uchul yang sampai kini belum ada di tengah mereka semua.

Tibalah hingga saat yang paling dinantikan. Andis, Abah dan Farisa keluar dari auditorium. Andis sangat terkejut melihat teman-temannya yang tiba-tiba hadir di hadapannya. Abah mendorong punggung anaknya hingga agak maju beberapa senti ke arah teman-temannya yang sudah menunggunya. Melihat itu, Dirga, Ajay, Tama dan Tirta berlari dan menangkap Andis, mereka melakukan tradisi banzai ala mantra. Andis terhempas di udara dan sahabat-sahabatnya menangkapnya kembali, hingga beberapa kali.

Tiba-tiba saja langit menjadi gelap, sepertinya akan turun hujan. Andis memasang ekspresi kecewa karena gelapnya langit. Namun, anehnya semua orang tak berekspresi sepertinya, semua bersikap biasa saja. Waktu seakan melambat, mata Andis terbuka lebar seakan mau copot.

"Eh, merinding ga sih?" ucap seorang wisudawati pada temannya.

"Iya nih, mendadak merinding gini," jawab temannya sambil memegangi leher belakangnya.

Serentak semua orang yang berada di area auditorium mendadak merinding, tak terkecuali ke empat mantra.

"Sang pahlawan telah datang--" ucap pria yang berjalan dengan kemeja lengan panjang berwarna putih polos yang digulung lengan tangannya, ia membawa jas merahnya di punggung kanannya sambil memeganginya.

Ini adalah hari yang tebaik untuk Andis, ia menatap sahabat nomor satunya di mantra yang sedang berjalan ke arahnya.

"Sorry telat," ucap Uchul yang membawa ratusan pasukan arwah. Ini adalah acara wisuda paling ramai yang pernah Andis lihat.

"Yo," ucap seseorang yang Andis sangat kenal.

"Arka!"

"Kok--kok--kok bisa?" tanya Andis.

"Butuh waktu sedikit untuk negoisasi, kekeke."

"Andis!"

Sosok kuntil anak terbang dengan kecepatan tinggi dan memeluk Andis hingga terjatuh.

"Sekar?" Andis heran, mengapa Sekar bisa menyentuhnya di alam ini?

"Ga usah heran, ga ada yang ga mungkin," ucap pria berpakaian serba hitam, lengkap dengan topi hitam dan tongkatnya. Ada tiga orang yang berjalan di belakangnya.

"Yo, Bocah," sapa Smooky sambil menghembuskan asap beraroma bunga melati.

"Selamat ya!" ucap Foxy.

"Selamat ya!" ucap Kiddie mengikuti kata-kata Foxy.

"Udah gua bilang kan, kreatfi dikit! Jangan ngambil kata-kata gua," Protes Foxy.

"Selamat yaaaa! Huaaaaa," ucap Sekar sambil menangis bahagia.

"Terimakasih," balas Andis sambil mendekap Sekar dengan erat.

Entah apa yang Yama lakukan, kali ini benar-benar nyata, dekapan itu benar-benar nyata hingga Andis meneteskan air mata.

"Aku rindu ...," ucapnya lirih.

"Aku juga ...," balas Sekar.

"Dis--"

"Oi, Dis!"

Andis tersadar, ia pingsan beberapa menit. Andis menatap sekelilingnya, ia berada di lobby gedung A. Tak ada lagi pasukan arwah itu, semua lenyap. Uchul menghampiri Andis yang tiba-tiba murung, ia mengulurkan tangannya.

"Semoga, itu bisa bikin kejutan di hari wisuda lu ...," bisiknya sambil menyeringai.

Andis mendekap Uchul.

"Thanks, Chul ... thanks ...." Andis meneteskan air mata bahagianya.

Mantra yang lain heran melihat Uchul dan Andis, tetapi mereka yakin bahwa pingsannya Andis ada hubungannya dengan dekapannya pada Uchul. Ada sesuatu yang terjadi selagi Andis pingsan, mungkin Uchul membawanya ke alam Suratma.

Setelah itu, Andis berpamitan karena ingin mengabadikan gambar dirinya dan keluarga kecilnya, Andis pergi menuju studio foto. Setelah Andis pergi, tentu saja semua penasaran atas kejadian tadi, dan bertanya pada Uchul.

"Gua pergi buat ngumpulin arwah-arwah yang pernah di tolongin, Andis. Tentunya yang masih ngambang di Alam Suratma," ucapnya.

"Dan tentunya dengan acc dari, Tuan Suratma dan, Tuan Malaikat Maut."

"Apa kesepakatan lu? Ga mungkin gratis kan?" tanya Dirga.

"Kekeke jeli juga pengamatan lu."

"Sepertiga nyawa," ucap Uchul sambil menunjukan tiga jarinya.

"Gila, demi menghibur sahabat sendiri, sampe ngorbanin sepertiga nyawa lu sendiri, Chul. Gua terharu," ucap Ajay sambil mengusap matanya, ia terharu atas kebaikan Uchul.

"Hah?" Sontak Uchul mengerutkan dahinya.

"Siapa yang bilang kalo itu sepertiga nyawa gua?" ucapnya pada semua mantra.

Semua hanya terdiam dan menunggu Uchul buka suara. Uchul menyeringai.

"Tentu saja pake nyawa, Andis sendiri, kekeke."

Semua memasang wajah datar.

"Dia juga ga akan keberatan kok, kekeke."

Semua semakin datar memandang Uchul.

"Apa? Kenapa liatin gua begitu? Cari ribut hah!" ucap Uchul yang kesal dengan ekspresi teman-temannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top