10 : Pria Tak Bersuara

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Beberapa hari telah berlalu semenjak drama hantu dan dewa kematian, kini saatnya perkuliahan mulai aktif kembali.

Jam 06.00

"Udah mau berangkat?" Tanya Andis pada Tama yg sedang memanaskan motor dengan celana hitam bahan dan kemeja putih.

Dan seperti biasa Tama hanya menganggukan kepala.

"Pagi bener lu berangkat?" Tanya Andis.

"Tama kan buta arah, palingan juga dia ngiter-ngiter Jogja." Sahut Dirga yang baru saja turun.

"Kan udah pernah ke ISI waktu anterin pick gitar si cewek itu."

"Dia kan pelupa, palingan udah lupa jalan, ya ga Tam?" Tanya Dirga.

Tama mengacungkan jempolnya.

"Assalamualaikum" ucap Tama.

"Wa'alaikumsalam." Jawab Dirga dan Andis.

Tama menaiki motornya dan langsung tancap gas menuju kampusnya. Namun alih-alih menuju kampus, ia malah mengambil jalan yang berbeda dari arah kampus.

Jam 07.00

Tama kembali lewat di depan kafe nya sendiri.

Ia memberhentikan motor vario biru itu di tepian jalan dan mengambil ponsel genggam di kantung kemejanya. Ia chattingan dengan seseorang, lalu ketika mendapat balasan chat ia segera melaju kembali.

Beberapa menit ia berada di jalanan dengan motornya, tibalah ia di depan rumah berlantai dua dengan cat kuning indah berseri. Ia kembali mengambil ponsel genggamnya. Tidak lama setelah itu seorang gadis keluar dari rumah itu.

"Tamaaa baru mau berangkat ya ngajak bareng?" Ucap gadis itu.

"Iya Qilla, baru aja jalan dari mantra." Ucapnya sambil tersenyum.

"Aku nebeng aja ya? Tapi pulangnya anterin lagi." Ucap Aqilla.

Tama mengacungkan jempol.

Tidak lama setelah itu Aqilla naik ke motor vario berwarna biru itu dan mereka berdua tancap gas langsung ke kampus.

"Cieee maba, mau ospek nih yeee" ledek Aqilla.

"Aqilla jadi panitia ospek ya?" Tanya Tama.

"Kok tau?"

"Kuliah normal kan mulai minggu depan, yg hadir minggu ini kebanyakan panitia ospek, bener ga?"

"Oh iya juga ya."

Mereka mengobrol santai sembari menikmati pemandangan Jogja.

Sesampainya di kampus, Aqilla dan Tama berpisah  karena Aqilla harus berkumpul dengan panitia lainya.

"Dah Tamaa." Aqilla melambaikan tangan pada Tama. Tama membalas lambaian tangan Aqilla.

Sudah ada beberapa orang yang datang mengenakan seragam hitam putih, Tama mencari tempat yang agak sepi tak jauh dari para maba berkumpul. Namun karena bosan menunggu dan masih ada waktu, ia berjalan-jalan mengelilingi kampus. Ketika ia sedang asik berjalan, ia mendengar alunan gitar yang sangat indah.

"Mungkin Aqilla" pikir Tama, ya karena memang Aqilla bagus dalam bermain gitar.

Namun setelah menuju sumber suara, bukan Aqilla, merupakan seorang pria berseragam hitam putih sedang memainkan gitar dengan beralaskan rumput hijau. Tama menghampiri orang itu. Orang itu sadar akan kehadiaran Tama, ia menghentikan alunan gitarnya dan menoleh kearah Tama.

Tama hanya menunjuk rumput hijau yang ada di sebelah pria itu seolah berkata "Boleh aku duduk disitu?"

Namun pria itu mengerti dan menganggukan kepala seakan berkata "Silahkan"

Tama duduk di sebelah orang itu, orang itu kemudian melanjutkan permainan gitarnya. Tidak ada sepatah kata yang terucap, Tama hanya fokus mendengarkan melodi demi melodi hingga jam menunjukan pukul 9 pagi, mereka berdua kemudian beranjak dari duduknya. Pria itu berjalan menghampiri seseorang, ia mengembalikan gitar milik seorang kakak tingkat lalu kembali menuju Tama, ia hanya menunjuk kumpulan maba-maba yang sudah berkumpul, Tama hanya mengangguk dan mereka berjalan bersama menuju kumpulan domba-domba yang akan segera di bantai oleh kakak-kakak tatib.

Mereka di jejerkan dengan fakultas yang mereka ambil, Tama berbaris di deretan anak seni rupa dan pria tadi berbaris di fakultas seni pertunjukan. Kemudian mereka di acak menjadi beberapa kelompok. Terpilihlah 8 orang tiap kelompok, dan secara kebetulan Tama sekelompok dengan pria itu.

"Perkenalkan, nama saya Kartika Putri, saya yang akan menjadi kakak pembimbing kalian." Ucap seorang kating pada kelompok Tama.

"Wah si pemain bass temanya Aqilla." Ucap Tama dalam hati.

Para maba mulai mencari tempat untuk mereka berkumpul untuk merencanakan rincian tugas-tugas yang harus di bawa keesokan harinya. Terpilihlah pojok lapangan sebagai tempat mereka berkumpul.

Mereka saling berkenalan satu sama lain secara bergiliran, saat giliran si pria gitaris tadi untuk mengenalkan dirinya, ia mengambil buku catatan dan menulis.

"Namaku Rendra Prakoso dari jurusan penciptaan musik"

Yang menarik adalah tulisan di bawah perkenalannya yang bertuliskan "Aku bisu"

Pantas saja ia tak berpicara sepatah katapun, Tama berfikir untuk mengikuti caranya memperkenalkan diri, namun tidak jadi karena ia bisa bicara, ia takut membuat org yang tidak bisa bicara itu tersinggung.

Setelah semua mengenalkan dirinya masing-masing, terpilihlah pria ber-anting hitam dan bertubuh kekar bernama Satria dari jurusan fotografi sebagai ketua kelompok.

kami memilih kos-kosan milik Agung dari jurusan Animasi untuk dijadikan basecamp, supaya ga ribet, semua bahan-bahan yang terkumpul akan diletakan di basecamp. Masing-masing dari kami di bagi tim kecil beranggotakan dua orang untuk mencari komposisi bahan-bahan yang harus di bawa untuk besok, dari segi persiapan, makan siang dan benda-benda misterius yang dimana para maba harus mencari teka-teki dari nama tersebut untuk menemukan barang yang harus di bawa esok hari.

Mereka, sebut saja kelompok kemojo mulai berpencar untuk mencari bahan. Karena jago di bidang kuliner, Tama setim dengan wanita bernama Maya dari jurusan teater, mereka bertugas menyiapkan makan siang untuk kelompok kemojo, sedangkan Rendra setim dengan Satria untuk mencari blangkon untuk di kenakan sebagai atribut ospek, mereka berniat untuk mencari di daerah Malioboro.

Setelah selesai dengan urusanya Tama bersama Aqilla yang sudah menunggunya, langsung pulang. Di perjalanan Tama bercerita banyak tentang kejadian hari ini.

Keesokan harinya Tama menjemput Qilla seperti hari sebelumnya dan langsung melesat ke kampus. Setelah sampai di kampus Tama langsung menuju tempat kelompok kemojo berkumpul di basecamp, dan terjadi sebuah drama antara Satria dan Rendra.

"Kan udah gua kasih lu semua kemaren, kok bisa ilang sih?!" Ucap Satria agak marah.

Rendra hanya menggeleng tak tahu.

"Sekarang gimana ini? Kena hukuman semua dong. Masa hari pertama udah kena omelan sih?" Protes Satria yg masih kesal karena blangkon yang ia beli, semuanya hilang.

Rendra mengeluarkan buku catatan dan menulis. "Semalam ada di tas"

Ketika Rendra hendak menulis lagi, Satria menepak tangan Rendra dan membuat buku yang ia gunakan untuk berkomunikasi terhempas.

Rendra menggerakan bibirnya.

"Maaf." Sambil menunduk ke bawah, wajahnya sangat menyesal karena tidak bisa menjaga amanah membawa atribut untuk teman-temannya.

"Apa yang lu bisa sih selain nyusahin orang?" Ucap Satria.

Semua terkejut karena Satria berbicara sudah kelewatan. Ya meskipun itu kesalahan Rendra, namun tidak sepantasnya kata-kata itu terlontarkan dari mulut Satria.

"Dari semalem nih ya gua ke malioboro berasa sendiri"

"Hah hoh hah hoh doang an*jing bisanya" lanjut Satria.

Rendra kembali menggerakan bibirnya berusaha untuk berkomunikasi.

"Saya akan cari" ia berjalan sambil menunduk, terlihat jelas dari mimik wajahnya perasaan sedih dan kecewa.

Gerak bibir bukan solusi, tidak semua orang dapat membaca gerak bibir. Mungkin hanya Tama yang mengerti. Satria yang tidak mengerti kembali berbicara.

"Ngomong yang jelas g*blok !!"

PLAAAAK !!!

Putus sudah urat sabarnya. Tama menampar wajah Satria dengan sangat keras. Satria menoleh ke arah Tama.

"Ban*sat !!" Bentak Satria kesal.

"Harga diri seseorang terletak pada tutur katanya" ucap Tama.

"Tipikal manusia yang paling gua benci adalah mereka yang tidak memiliki harga diri" lanjutnya sambil menatap Satria dengan tatapan merendahkan.

Tama berjalan ke arah Rendra, ia melepas sarung tangan hitam yang selalu ia kenakan dan menepuk bahu Rendra.

PUK !!

Sekelibat ingatan mulai terlihat bak sinema di dalam bioskop. Setiap kejadian mulai tersusun menjadi sebuah rangkaian puzzle yang tersusun rapih.

"Perasaan tas lu beda sama yang kemarin deh?" Ucap Tama pada Rendra.

Rendra menepuk keningnya pertanda ia lupa. Tadi pagi ia terlambat bangun dan segera melakukan persiapan dengan terburu-buru dalam keadaan panik sehingga tanpa sengaja salah mengambil tas.

"Dia kesini naik sepeda, cuma lu yang tau kosan nya si Rendra Sat, anterin gih pake motor lu, masih ada waktu." Ucap Tama pada Satria.

Karena merasa sebagai ketua, ia berusaha agar teman-temannya tidak mendapat hukuman dari para tatib. Ia mengambil kunci motor di saku celananya dan berjalan menuju Rendra.

"Sorry ya Ren, gua kelewatan" ucapnya meminta maaf.

Rendra menggelengkan kepalanya dan menggerakkan bibirnya.

"Tak apa, salahku juga"

Kemudian dengan terburu-buru mereka berdua pergi untuk mengambil tas yang tertukar.

"Lu jelih juga ya Tama" puji Maya.

Tama hanya diam dan tersenyum. Tak butuh waktu lama untuk menunggu sang ketua, mereka kembali tepat sebelum waktu berkumpul. Dengan segala persiapan yang mereka buat semalaman, kelompok kemojo melaju ke kampus untuk kegiatan ospek.

***

Tak terasa waktu telah petang, mereka harus pulang untuk bersih-bersih badan. Tama menuju parkiran kampus, ia menemukan Rendra sedang menenteng sepeda nya.

"Kalo jadi orang pendiem, jangan jadi pelupa" ucap Tama pada Rendra sambil tersenyum.

Rendra mengacungkan jempolnya dan membalas senyum Tama. Tama segera tancap gas menuju mantra.

Sementara itu.....

"Tama mana ya, udah mau maghrib belum jemput juga" ucap Aqilla yang menunggu di aula tempat panitia berkumpul.

***

Sesampainya di mantra, Tama melihat ponsel genggam yang ternyata ada lebih dari 10 misscall, keringat dingin bercucuran, ia kembali menuju motor vario biru miliknya.

"Mau kemana lagi lu? Baru juga pulang" tanya Andis.

"Kampus, ada yang ketinggalan" jawab Tama.

"Jaaaaaay" panggil Dirga.

Ajay menghampiri Dirga dan Tama.

"Opo?"

"Apa opo apa opo, gaya bener bisa bahasa jawa dikit doang" ledek Dirga.

Ajay berdiri dengan tatapan sombong karena bisa berbahasa jawa, walaupun cuma "opo"

"Anterin Tama ke kampus, paling-paling dia nyasar kalo sendiri"

"Pantes hari senin gua liat Tama jam 8 di depan kafe, nyasar tong?" Ledek Ajay.

"Cih" hanya itu yang keluar dari mulut Tama.

Ajay mengambil dompet dan hp nya, kemudian ia menemani Tama pergi ke kampus tanpa bertanya tujuan Tama kembali ke kampus.

Dan mereka berdua berangkat dengan vario biru milik Tama menuju kampus ISI untuk menjemput Aqilla.
.

.

.

Apa kabar nih readers? Semoga sehat selalu lah ya.

Cuma mau ingetin aja di tengah pandemi yang tak berujung kelar ini, biarpun udah di kata "neo normal" tapi tetep harus jaga diri, jaga kebersihan and keep social distancing.

Kebetulan tadi pagi ada pengumuman di komplek tempat author tinggal, ada 2 orang yang positif covid, minta doanya dari para readers semoga author selalu di berikan kesehatan dan di jauhkan dari segala macam virus berbahaya. Dan semoga para readers juga selalu diberikan kesehatan serta terlindung dari virus-virus berbahaya. Amin Allahuma Amin.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top