36 - MTM

Windy keluar dari ruang pemeriksaan kandungan setelah memastikan semuanya sudah jelas. Tak lama lagi dia akan menyambut bayi yang sudah dinantikannya itu. Meski hatinya menjadi sendu karena ketidakhadiran seseorang kali ini, tapi Windy harus tetap semangat menjalani hidupnya apa pun jalan terjal yang harus dilaluinya ke depan. Dia hanya berharap bisa menjadi bahagia bersama keluarganya.

Langkahnya terasa lebih ringan dan dia tidak ingin membebani pikirannya sendiri dengan apa pun yang seharusnya ditempatkan pada bagian lain dan kembali fokus untuk kembali ke kantor. Ah, Windy memang benar-benar lega setelah bisa mengatakan isi hatinya pada Raden. Meski rasanya sangat tak tahu diri, tapi Windy memilih kejujuran ketimbang menerima semua yang Raden berikan tanpa benar-benar ingin menerima maksud pria itu.

Windy menebus vitamin yang dokternya resepkan di bagian farmasi. Dia menunggu nomor antriannya dan tidak pernah menyangka bahwa dia akan menemukan Ayura—adik Raikal di sana yang sama-sama sedang menunggu. Karena Windy menyadari keberadaan Ayura lebih dulu, tapi gadis itu tidak, maka Windy memilih untuk diam saja. Jika dia menyapa kemungkinan besar Ayura merasa terganggu dan hubungan mereka berdua sebagai ipar juga tak akrab. Windy sudah bukan siapa-siapa lagi bagi Raikal dan keluarganya, jadi tak masalah jika mengabaikan keberadaan mantan adik iparnya, kan? Anggap saja tak saling kenal.

"Mbak Windy??"

Windy yang semula berniat untuk tidak menyapa malah terkejut dengan sapaan Ayura lebih dulu. Siapa yang menyangka bahwa adik Raikal yang tak pernah menganggap Windy ada, kini malah menyebutkan nama Windy lebih dulu?

"Oh, hai, Ayura. Dunia ini kecil banget, ya, sampe kita bisa ketemu di sini."

Ayura tidak terlihat seperti biasanya. Wajah gadis itu terlihat lebih lelah dan ada suatu kesedihan yang tidak bisa Windy jelaskan. Namun, Windy tak ingin ikut campur mengenai alasan wajah kelelahan Ayura itu.

"Mbak Windy nge-blokir nomornya Kak Rai?"

Sejujurnya itu pertanyaan yang terlalu pribadi untuk dibahas, tapi Windy tahu jika Ayura memulai topik pribadi maka ada hubungannya dengan sesuatu.

"Hm ... ya."

"Itu sebabnya aku dan keluarga nggak bisa hubungin Mbak Windy."

Hubungin aku? Sejak kapan mereka ingat aku ada di dunia ini?

"Maksudnya kamu dan keluarga hubungin aku lewat nomornya Raikal? Memangnya buat apa?"

"Buat kasih tahu kalo ... Kak Rai masuk rumah sakit."

Windy sepertinya merasakan kepalanya agak pening karena mendengar penjelasan ini dari Ayura. Baru berapa bulan Windy dan Raikal resmi tidak bertemu? Hampir dua bulan. Lalu kenapa Ayura mengatakan Raikal masuk rumah sakit? Seingat Windy terakhir kali mereka bertemu semuanya masih terlihat baik-baik saja, meskipun mereka sibuk menangis satu sama lain.

"Masuk rumah sakit? Kakak kamu sakit apa?" tanya Windy senormal mungkin.

Dia tak mau dinilai terlalu excited membahas Raikal meski sepertinya ini adalah berita buruk untuk didengar.

Belum Ayura menjawab, pengumuman nomor antrian pengambilan obat sudah mencapai nomor milik Windy.

"Itu nomor antrianku," ucap Windy menjelaskan pada Ayura.

"Dua nomor lagi punyaku. Boleh nggak kalo Mbak Windy tunggu sebentar buat lanjutin pembicaraan kita?"

Windy agaknya memang keberatan, tapi melihat Ayura yang sekarang lebih manusiawi membuat Windy tak tega untuk mengabaikan permohonan itu. Ini pertama kalinya Ayura bersikap memohon pada Windy, padahal gadis itu dulu selalu melirik Windy seperti seseorang yang tak pantas untuk dilihat.

"Oke. Aku tungguin."

Windy tidak bisa berbohong pada ucapannya sendiri. Sekarang dia menunggu Ayura di jajaran kursi tunggu di rumah sakit itu. Untung saja ada satu deret kursi yang masih kosong. Windy menaruh tas kecilnya di salah satu kursi agar tidak ada orang lain yang menggunakannya. Hal itu Windy lakukan agar Ayura bisa menggunakannya nanti.

Setelah Ayura kembali, Windy memanggil gadis itu dan mereka kembali duduk berdampingan dan siap untuk membahas pertanyaan Windy yang belum sempat dijawab.

"Jadi, ada apa sama kakak kamu? Dia sakit apa?"

Ayura menarik napas lebih dulu dan menjawab Windy tanpa mau menoleh pada mantan kakak iparnya itu. "Koma, Mbak. Percobaan bunuh diri."

Windy tidak bisa menghentikan tangannya sendiri untuk menutup mulut hingga resep vitamin yang baru saja ditebusnya terjatuh. Saat ini ada petir yang menyambar kesadaran Windy hingga apa pun yang lewat dan terdengar di telinganya tidak lagi mampu dicerna dengan baik. Lalu lalang orang di rumah sakit itu hanya menambah latar suara kegaduhan di dalam kepala Windy.

"Aku, mama, dan papa nggak sanggup lagi, Mbak. Kami coba hubungin nomor Mbak Windy buat bantuin kami supaya kak Rai nggak melakukan hal nekat. Tapi nomor Mbak Windy nggak bisa dihubungi. Kami menyimpulkan kalo Mbak Windy udah blokir nomor kak Rai. Kita semua nggak punya harapan lagi, karena yang kak Rai mau cuma Mbak Windy."

Windy mencoba berpijak pada kenyataan. Dia sedang menghadapi fakta bahwa Raikal memang sedang tak baik-baik saja. Jadi mimpi buruk dan kenangan lama yang datang itu mengarahkan intuisiku pada kondisi kamu, Cal?

"A-apa yang terjadi? Kenapa Raikal melakukan percobaan bunuh diri?"

"Kak Rai dan mama sama papa sempet berantem besar. Aku denger dari kamar kalo kak Rai marah karena mama dan papa bikin mbak Windy mutusin hubungan bahkan sampe nggak izinin kak Rai ketemu sama anak kalian lagi. Hari itu kak Rai coba nabrakin diri, tapi cuma berakhir luka-luka ringan. Terus makin sering berantem sama mama dan papa karena kak Rai masih nggak mau nurutin kemauan mereka. Semakin lama, kak Rai kayak orang depresi. Dia nggak mau kerja, ngurung diri di kamar, dan memang ujungnya lakuin percobaan bunuh diri."

Windy menahan napasnya ketika mendengarkan cerita dari Ayura. Dia tahu betapa sakitnya Raikal hingga melakukan hal yang tidak pernah Windy bayangkan bisa pria itu lakukan. Raikal adalah pria yang sangat dewasa, selalu memutuskan sesuatu dengan hati-hati. Sungguh Windy tak menyangka bahwa Raikal bisa gegabah memilih bunuh diri.

"Berapa lama Raikal koma?" tanya Windy dengan suara bergetar menahan tangis.

"Ini hasil percobaan bunuh diri yang ketiga dan udah masuk 10 hari koma."

Windy tidak bisa menahan laju air mata yang mengalir. Dia merasa sedih untuk semua keskitan yang Raikal lalui sendirian. Pria itu pasti sudah sangat bingung hingga memilih mengakhiri nyawanya sendiri.

"Sekarang aku, mama, dan papa udah nggak berharap apa-apa, Mbak. Kalo memang kak Rai nggak mau berjuang, kami bisa apa? Tapi kami punya satu harapan yang harusnya bisa berhasil buat bikin kak Rai semangat bangun lagi."

"Apa itu?"

Ayura menatap Windy dengan yakin. "Mbak Windy masih mau bantu kami buat nemenin kak Rai? Kami ... merasa sangat bersalah karena menjadi alasan kalian berpisah."

Windy meraih bungkus vitaminnya dan memasukannya ke dalam tas. Dia menggenggam pergelangan tangan Ayura dan berkata, "Jangan bicarakan penyesalan atau apa pun lebih dulu. Sekarang, bawa aku ketemu Raikal."

***

Ruangan ICU memang sangat dijaga oleh pihak rumah sakit. Tidak sembarangan pihak yang bisa masuk. Namun, Windy tidak bisa menahan dirinya untuk bisa melihat Raikal dari jarak dekat. Dengan bantuan orangtua Raikal yang tidak berkomentar jahat dan mempersilakan ide Ayura yang membawa Windy untuk bisa membangunkan Raikal, kini dia bisa menatap Raikal dengan dekat. Pakaian steril yang digunakan oleh Windy menjadi simbol bahwa mereka sedang tidak baik-baik saja. Kondisi Raikal, sama seperti kondisi perasaan mereka berdua; kritis.

"Cal ... ini alasan kamu masuk ke mimpi aku terus, kan?" ucap Windy.

Melihat kondisi Raikal yang jauh dari biasanya membuat Windy ketakutan. Bagaimana bila pria itu pergi meninggalkannya selamanya? Windy bisa hidup dengan Raikal yang dia paksa menjauh, tapi Windy tak tahu bagaimana hidup dengan baik jika Raikal tiada di dunia ini.

"Cal, kamu harus bangun. Aku nggak mau melihat kamu begini, Cal. Kamu adalah pria kuat yang aku kenal. Kamu bisa menghadapi segala rintangan yang ada di depan kamu. Jangan menyerah, Cal. Karena aku nggak sanggup melihat kamu menyerah."

Windy tahu, tangisannya hanya menjadi gangguan bagi pasien yang tak bisa melakukan apa-apa itu. Namun, Windy memang tidak bisa menahan gejolak emosi kesedihannya saat ini.

"Apa yang harus aku lakukan, Cal? Aku udah blokir nomor kamu sampe akhirnya aku terlambat menemui kamu. Aku malah menemui kamu dalam kondisi seperti ini sekarang. Padahal aku nggak mau melihat kamu dalam kondisi seperti ini, Cal. Bangun, ya? Please bangun, Cal. Aku mau kamu bangun dan menyaksikan kelahiran anak kita. Aku mau kamu nemenin aku selama proses melahirkan, Cal."

Windy tak tahu apakah kalimat-kalimatnya akan berhasil atau tidak. Dia setidaknya berusaha untuk bisa membuat pria itu memiliki semangat untuk membuka mata. Jika memang semua itu tidak bisa, Windy bisa apa? Saat ini hanya takdir Tuhan saja yang bisa membawa keajaiban bagi kondisi Raikal.

"Aku periksa kandungan hari ini, Cal. Aku berharap kamu datang bareng aku, tapi aku nggak mau bikin kamu kesulitan sampai milik mengabaikan hak kamu sebagai ayah dari anak kita. Kamu bisa dapat kesempatan buat deket sama ana kita, Cal. Kalo kamu bangun, kamu akan menjadi seorang ayah yang hebat. Aku nggak akan menghalangi kamu ketemu sama anak kita apa pun rintangannya, Cal. Maafin aku dan bangun, ya?"

Tidak ada balasan apa pun yang bisa Windy dengar. Raikal masih tertidur panjang dengan alat-alat penunjang di tubuhnya. Hingga waktu selesai, Windy tidak bisa melihat keajaiban selayaknya kisha romantis lainnya. Windy hanya bisa menatap Raikal dari pembatas kaca dan masih belum mendapati keajaiban yang terjadi pada pria itu.

Windy sibuk menangis dan menangis. Dia tidak mau membuat hubungan mereka menjadi semakin rumit. Jika memang Raikal bangun, Windy akan membiarkan pria itu menemui anak mereka dan menjadi pria idola bagi anak yang akan Windy lahirkan segera.

Ical,kalo kamu bangun kita akan segera ketemu sama bayi di dalam perutku.Windy berharap bahwa Raikal bisa mendengarkan semua itu. Setelah ini, Windyakan berusaha datang secara rutin untuk mengunjungi Raikal. Tidak demi keluargapria itu, tapi demi Raikal sendiri. Setelah ini, Windy berdoa bisa menemukanRaikal yang bangun dari tempat tidur. 

[Cerita ini sudah tersedia versi ebook di google playbook, ya. Juga tersedia paket di Karyakarsa kataromchick. Aku kasih cuplikan ebook, nih. Udah pasti kalo versi ebook dan cetak udah diperbaiki dari typo dan kawan-kawannya. Tapi yang demen baca di Karyakarsa juga boleh banget beli harga paket supaya nggak beli berulang kali, langsung baca😍.]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top