20 - MTM
Bicara soal perpisahan, Raikal menjadi menyesuaikan diri untuk selalu mengalah dan tidak menguasai pendapat. Mereka sudah bukan pasangan menikah, tapi Raikal tahu dengan jelas bahwa mereka masih memiliki perasaan cinta. Bicara dengan Windy yang sedang menggebu dengan segala rencana masa depan hidupnya, sudah pasti hanya akan menimbulkan pertengkaran yang ujungnya malah akan Raikal sesali sendiri. Jadi, pria itu ingin bicara baik-baik dengan mantan istrinya hingga menemukan jalan tengah yang baru.
"Oke, aku nggak akan menghalangi apa pun pilihan kamu, Dy. Aku sepenuhnya mendukung kamu. Tapi bisa kita bicara dengan kepala dingin? Aku mau punya komunikasi yang baik sama ibu dari anakku. Kamu benar, kita nggak punya hak apa-apa satu sama lain. Tapi kita punya kewajiban nggak membuat anak kita bingung nantinya. Boleh aku ajak bicara kamu lagi setelah kamu mandi dan lebih tenang?"
Raikal memang pria dewasa yang selalu belajar dari pengalaman. Dia tidak berniat mengulang kesalahan dan membuat Windy semakin tertutup. Meski Windy sekarang tidak berstatus istri sah Raikal, tapi pria itu masih memiliki harapan untuk kembali membangun rumah tangga dengan Windy. Jadi, Raikal tidak ingin ada kebencian yang hidup diantara mereka berdua. Selain karena ingin bersama, Raikal juga tak mau anak mereka tumbuh dengan emosi negatif dari orangtuanya.
"Ya, maafin aku karena terlalu menggebu. Kita bicara setelah aku selesai mandi dan balik tenang."
Raikal tidak menghalangi perempuan itu sama sekali. Justru dia mempersilakan Windy untuk mengambil banyak waktu dan tidak buru-buru menemui Raikal. Perempuan itu memiliki banyak waktu untuk istirahat sejenak sebelum bicara dengan Raikal. Jangan sampai Windy kembali meledak karena satu pertanyaan yang mungkin akan terdengar berbeda di telinga perempuan itu.
Raikal juga manusia biasa, jadi paham bagaiman emosi ketika baru pulang bekerja dan ditanyai ini itu. Dia berkaca pada hubungannya dulu dan Windy. Ketika pulang bekerja, Raikal sangat sensitif dan mudah meledak jika ditanyai mengenai sikap keluarganya. Mungkin dari sana Windy enggan menanyakan mengenai keluarga Raikal lagi. Rupanya rasa lelah dan stres akibat pekerjaan terbawa sampai rumah dan tanpa sadar menjauhkan komunikasi Raikal dan Windy.
Untuk menunggu Windy yang mungkin menghabiskan waktu lama, Raikal memilih untuk mencari tontonan untuk membuat kepalanya berjalan dengan baik. Menghadapi Windy setelah ini membutuhkan bahasa yang tepat, karena Raikal tak ingin perempuan itu berakhir salah paham lagi.
Pandangan Raikal memang tertinggal di layar televisi besar miliknya. Namun, pikirannya melayang kemana saja. Andai dirinya bukan dari kalangan atas, hubungan yang mereka jalani pasti akan berbeda. Windy bisa diterima oleh keluarga Raikal yang biasa saja dan Windy bisa menyesuaikan diri dengan hal apa adanya yang tak berbeda jauh. Sayangnya, itu hanya seperti omong kosong. Sebab kenyataanya, Raikal dilahirkan dari keluarga kaya yang rupanya membawa luka bagi Windy.
Raikal diam-diam ingin menemukan suatu cara dimana dia bisa keluar dari semua tekanan keluarganya. Bagaimana caranya tetap memiliki penghasilan dan memiliki pekerjaan tetap jika Raikal membangkang papanya dan tak memiliki apa pun. Tidak menyandang status keluarganya dan bukan pemimpin perusahaan yang dimanfaatkan oleh papanya saja. Ini akan menjadi PR besar karena Raikal pasti akan masuk dalam masalah jika menentang papanya. Jika Raikal memutuskan menjadi orang biasa saja, papanya akan menghubungi banyak rekan kerja untuk tidak membiarkan Raikal masuk ke perusahaan dengan mudahnya.
Mengusap wajahnya, Raikal menatap langit-langit rumahnya. "Sulit sekali mempertahankan cinta."
***
Windy yakin dirinya tidak siap bicara dengan Raikal. Bicara dengan Raikal saat ini mungkin bisa saja membuat Windy tak tega. Tidak sampai berubah pikiran, karena Windy sudah mantap dengan rencana kepindahannya. Namun, membayangkan Raikal hidup sendirian adalah hal yang paling menyesakkan bagi Windy. Rasa tak tega itu bisa saja membuat Windy menjadi lemah dan mengiyakan saran lainnya dari Raikal.
"Apa aku nggak usah aja keluar? Aku mendingan langsung tidur biar nggak perlu ngomong apa-apa sama Ical."
Terlintas rencana semacam itu, tapi Windy tidak mau membuat Raikal menunggu dan tidak istirahat. Berusaha setega apa pun, Windy tidak akan pernah bisa mengabaikan Raikal yang memang tidak pernah jahat padanya sebagai pasangan. Pria itu terlalu sempurna dengan apa yang dimiliki, mungkin karena itulah Windy sulit untuk mencari celah untuk melupakan Raikal dengan mudah. Bagi Windy, kekurangan paling fatal yang pria itu miliki adalah terlalu menyayangi keluarga hingga tidak melihat kejanggalan antara Windy dan keluarga pria itu sejak awal.
Mendesah pasrah, Windy akhirnya keluar dari kamar dan berjalan menuju Raikal yang ternyata menonton televisi. Pria itu tidak suka menonton acara televisi karena tidak tahu acara yang menarik. Saat masih menjadi pasangan, Windy langsung mengajak menonton film atau series dengan judul yang pasti. Bagi pria itu, apa yang Windy tonton itu adalah acara yang menghibur.
Raikal sudah terlihat tidak fokus dengan apa yang ditonton, maka dari itu Windy menyadarkan mantan suaminya itu dengan menyentuh bahunya dan memanggil namanya.
"Cal," panggil Windy.
"Eh. Udah selesai mandinya? Aku kira masih lama, makanya aku nonton tv."
Windy tahu Raikal sudah bosan menunggu, tapi Windy memang harus menyiapkan diri untuk bisa bicara dengan mantan suaminya tanpa terpancing emosi lagi.
"Mendingan kita langsung bicarakan aja. Makin lama, waktu istirahat kita makin terpangkas nantinya."
Raikal setuju dengan anggukan kepalanya dan Windy duduk di samping pria itu. Televisi dimatikan dan keduanya mulai serius membicarakan hal yang dimulai oleh Raikal.
"Aku serius saat mengatakan aku nggak mau kamu salah paham dengan hubunganku dan Tiara. Itu bukan semata-mata hanya karena aku masih cinta sama kamu dan nggak mau cemburu, tapi karena aku nggak mau kamu mengira aku akan membangun keluarga sama Tiara dan membuat anak kita terlantar nantinya. Aku juga nggak mau karena kamu salah paham malah nantinya memilih menjauhkan aku dari anak kita, Dy."
Sejujurnya Windy sangat terkejut karena pernyataan Raikal itu memang terlintas dalam kepalanya. Menjauhkan anak mereka adalah langkah pertama yang menurut Windy bisa mengecilkan kemungkinan sakit hati anaknya jika melihat ayahnya memiliki keluarga lain dan tidak mementingkannya.
"Aku hanya akan melakukan hal terbaik untuk anakku, Cal."
"Anak kita, Dy."
Raikal tidak terlihat senang dengan ungkapan anakku dari bibir Windy seolah perempuan itu bisa membuat anak mereka sendiri.
"Oke, maaf. Maksudku anak kita."
"Jadi, kamu nggak marah lagi, kan? Aku cuma mau komunikasi kita sebagai orangtua lancar ke depannya. Kalo ada keputusan baru, mari kita bicarakan sama-sama supaya nggak ada hal yang bikin kita kesal atau salah paham. Karena semakin besar anak kita nanti, semakin banyak penjelasan yang harus kita kasih."
Windy merenungkan ucapan mantan suaminya itu. Mereka harus membicarakan apa pun supaya tidak ada yang membuat mereka salah paham. Kalau begitu, Windy bisa membicarakan mengenai pencarian rumah yang sudah dibantu oleh suami Liliana, bukan?
"Kalo gitu ada yang mau aku kasih tahu ke kamu juga," ucap Windy membuat Raikal terkejut.
"Apa itu?"
"Aku pikirin dengan sangat matang bahwa aku nggak bisa pindah setelah melahirkan, Cal. Aku mulai cari tempat tinggal untuk pindah dari sini."
Raikal tidak menutupi wajah kecewa dan terkejutnya. Windy mencoba mengabaikan wajah itu dan terus melanjutkan ucapannya.
"Aku nggak mau terus menerus di sini dan membuat banyak orang salah paham, khususnya keluargaku. Jadi, aku putuskan untuk segera pindah begitu dapat yang cocok. Aku minta maaf karena aku nggak bisa nungguin kamu untuk ikut cariin tempat tinggal buat aku, karena aku nggak mau kamu malah sibuk ngeluarin uang buat aku. Tolong hargai keputusan aku untuk mandiri setelah berpisah dari kamu, Cal. Dengan begitu hubungan kita nggak akan semakin banyak kesalah pahaman."
Windy tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Raikal saat ini. Namun, pria itu tak berkata apa-apa untuk beberapa saat. Yang bisa Windy lihat hanyalah ekspresi kecewa Raikal dan mengarah pada kesedihan.
"Kalo nggak ada yang dibicarakan lagi ... aku mau istirahat duluan, ya. Selamat malam, Cal."
Inilah hubungan mereka, mantan yang masih menetap di hati masing-masing. Maka perjuangan untuk pergi atau memaksa memulai bangunan yang baru adalah pilihannya.
[Bab 30 sudah meluncur dan akan membuat kalian ... hmmm baca sendiri.]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top